• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jahe

Jahe (Zingeber officinale Rosc) termasuk salah satu komoditas pertanian berupa tanaman rempah yang mempunyai nilai tinggi. Produk jahe telah dijadikan salah satu komoditas ekspor bahkan termasuk dalam sembilan besar rempah- rempah yang diperdagangkan di dunia. Ekspor jahe Indonesia setiap tahunnya baru sekitar 2-4% kebutuhan dunia. Kebutuhan ini akan meningkat karena pertumbuhan penduduk terus meningkat (Paimin dan Murhananto, 2000).

Rimpang jahe (Rhizoma) mengandung beberapa komponen kimia antara lain air, serat kasar, pati, minyak atsiri, oleoresin, dan abu. Jumlah masing-masing komponen berbeda-beda pada jahe tergantung daerah penghasilnya, karena adanya perbaikan iklim, curah hujan, keadaan tanah, lingkungan dan lain-lain sebagainya (Pinem, 1988).

Kandungan senyawa kimia secara umum terdiri dari minyak menguap (volatile oil), dan ada minyak tidak menguap (non volatile oil), dan pati. Minyak atsiri termasuk jenis minyak menguap dan merupakan suatu komponen yang memberi aroma yang khas, kandungan minyak tidak menguap disebut oleoresin, yakni suatu komponen yang memberikan rasa pahit dan pedas. Kandungan minyak atsiri jahe merah 2,58-2,72% dan jahe emprit 1,5-3,3% dihitung berdasarkan berat kering. Kandungan oleoresin ini berbeda-beda, oleoresin jahe bisa mencapai 3%. Jahe merah mengandung oleoresin sangat tinggi, sedangkan jahe badak atau gajah hanya mengandung sedikit oleoresin sehingga memiliki tingkat kepedasan yang berbeda (Harmono dan Andoko, 2005).

Sejak lama jahe digunakan sebagai bumbu dapur. Misalnya jahe digunakan dalam masakan ikan untuk menghilangkan bau amis. Aroma dan rasanya yang khas menyebabkan penggunaan jahe untuk bumbu dapur lebih memasyarakat. Hal ini terlihat dari banyaknya permintaan jahe sebagai bumbu dapur yang mencapai 30.000 ton per tahun (hanya untuk pasar domestik). Kebutuhan tersebut menempati peringkat pertama dibanding kunyit, kencur, dan lengkuas yang juga sering digunakan sebagai bumbu dapur (Syukur, 2001).

Penggunaan jahe sebagai obat tradisional telah lama dilakukan masyarakat. Jahe segar dapat digunakan langsung sebagai obat. Irisan jahe yang dikonsumsi langsung dapat melegakan tenggorokan. Bagi masyarakat Tionghoa, jahe yang disangrai (digoreng tanpa minyak) ditambah beberapa ramuan lain diberikan kepada wanita yang baru melahirkan. Selain berkhasiat menghalau serangan angin dan menghangatkan tubuh, ramuan ini juga mengaktifkan sirkulasi darah dalam tubuh (Paimin dan Murhananto, 2000).

Jahe adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah dan bahan obat. Rimpangnya berbentuk jemari yang menggembung di ruas-ruas tengah. Rasa dominan pedas disebabkan senyawa keton bernama zingeron. Jahe termasuk suku zingiberaceae (temu-temuan). Di samping itu minyak jahe dapat digunakan sebagai obat penambah nafsu makan, memperkuat lambung, dan memperbaiki pencernaan. Proses yang sering sekali terjadi adalah terangsangnya selaput lendir perut besar dan usus oleh minyak jahe yang dihasilkan (Lukito, 2007).

Tabel 1. Komposisi kimia jahe segar per 100 gram bahan Komponen Jumlah Kalori (Kal) 51,0 Protein (g) 1,5 Lemak (g) 1,0 Karbohidrat (g) 10,1 Kalsium (mg) 21,0 Phosfor (mg) 39,0 Besi (mg) 1,6 Vitamin A (SI) 30,0 Vitamin B (mg) 0,2 Vitamin C (mg) 4,0 Air (g) 86,2

Sumber : Direktorat Gizi Departemen kesehatan RI (1981)

Pandan

Sebagai negara tropis Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan manusia. Masyarakat Indonesia sudah menggunakan tanaman yang biasa digunakan sebagai obat herbal sejak jaman dahulu, salah satunya adalah daun pandan. Kandungan kimia daun pandan antara lain flavonoid, polifenol, minyak atsiri, dan alkaloid (Dalimartha, 2000).

Daun pandan memiliki berbagai manfaat yaitu berfungsi sebagai rempah- rempah dalam pengolahan makanan, pemberi warna hijau pada makanan, serta sebagai pemberi aroma pada minyak wangi. Selain itu daun pandan juga memiliki manfaat dalam bidang pengobatan antara lain pengobatan lemah syaraf, pengobatan pada rematik dan pegal linu, menghitamkan rambut dan mengurangi rambut rontok, menghilangkan ketombe, menambah nafsu makan, mengobati hipertensi (Tsalies, 2004).

Senyawa yang berfungsi sebagai antidiabetes pada daun pandan adalah flavonoid. Flavonoid di dalam tubuh berfungsi sebagai antioksidan di dalam tubuh. Antioksidan adalah senyawa yang dapat menghambat oksidasi senyawa

lain. Tubuh tidak memiliki sistem pertahanan oksidatif yang banyak sehingga memerlukan antioksidan eksogen. Pemakaian antioksidan sintetik akan menimbulkan efek samping yang berbahaya karena dapat menyebabkan kanker (Winarsi, 2009).

Kuersetin yang terdapat pada pandan adalah zat aktif yang termasuk flavonoid yang secara biologis memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat. Zat ini memiliki kemampuan untuk menetralkan radikal bebas dengan cara melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stress oksidatif yang merupakan penyebab penuaan sel (Suharmiati, 2003).

Gula

Kadar gula yang tinggi dalam bahan pangan (paling rendah 40%) akan menghambat pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan serta akan menurunkan aw dari bahan pangan sehingga daya simpan bahan pangan akan lebih lama. Pada konsentrasi 40% gula berfungsi sebagai pengawet karena ketersediaan air untuk pertumbuhan mikroba tidak mencukupi. Sedangkan pada konsentrasi 65% akan menyebabkan dehidrasi pada sel-sel mikroba atau terjadinya plasmolisis pada mikroba (Buckle, dkk., 2010).

Sukrosa adalah disakarida yang mempunyai peranan penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopra. Untuk industri-industri makanan biasanya digunakan sukrosa dalam bentuk cairan sukrosa (sirup). Pada pembuatan sirup, gula pasir (sukrosa) dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian dari sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa yang disebut gula invert (Winarno dan Laksmi, 1974).

Pemanis memiliki peranan yang besar pada penampakan dan cita rasa sari buah. Pemanis juga berperan sebagai pengikat komponen flavor. Pemanis yang sering digunakan dalam pembuatan sari buah skala rumah tangga ialah sukrosa (gula pasir). Rasa manis sukrosa bersifat murni karena tidak ada after taste, yaitu cita rasa kedua yang timbul setelah cita rasa pertama (Depkes, 2000). Disamping itu sukrosa juga berfungsi dalam memperkuat citarasa makanan, melalui penyeimbangan rasa asam, pahit, dan asin (Koswara, 2009).

Penambahan gula pada produk bukan saja untuk menghasilkan rasa manis meskipun sifat ini sangat penting. Gula dapat menyempurnakan rasa asam, cita rasa dan juga memberikan kekentalan. Daya larut yang tinggi dari gula memiliki kemampuan mengurangi kelembaban relatif (ERH). Sifat inilah yang menyebabkan gula sering dipakai dalam pengawetan pangan (Buckle, dkk., 2010).

Sirup

Sirup adalah minuman yang berupa cairan kental dengan citarasa yang beragam. Konsumsi sirup harus diencerkan terlebih dahulu karena kandungan gula yang tinggi yaitu 55%-65%. Pembuatan sirup dapat ditambah dengan asam sitrat atau pewarna untuk menambah cita rasa. Berdasarkan bahan baku sirup digolongkan menjadi 3 bagian yaitu sirup essence, sirup buah dan sirup gula (Satuhu, 2004).

Proses pembuatan sirup dapat dilakukan secara umum yaitu bahan yang matang disortasi, kemudian dicuci dan dibersihkan. Setelah dibersihkan maka dilakukan penghancuran terhadap daging bahan yang kemudian diambil sarinya dengan cara dilakukannya penyaringan terhadap bubur bahan setelah penghancuran. Ekstrak sari bahan ditambah gula dan dipanaskan hingga

mengental. Setelah itu produk sirup dimasukkan ke dalam botol yang sudah disterilkan (Satuhu, 2004).

Syarat mutu sirup berdasarkan Standar Nasional Indonesia secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat mutu sirup SNI 3544-2013

No Kriteria uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan:

Bau - normal

Rasa - normal

2 Total gula (b/b) % min. 65

3 Cemaran logam:

Timbal (Pb) mg/kg maks. 1,0

Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,2

Timah (Sn) mg/kg maks. 40

Merkuri (Hg) mg/kg maks. 0,03

4 Cemaran Arsen (As) mg/kg maks. 0,5

5 Cemaran mikroba

Angka lempeng total (ALT) kol/ml maks. 5 x 102

Bakteri Coliform APM/ml maks. 20

E.coli APM/ml < 3

Salmonella sp - negatif/25 ml

Staphylococcus aureus - negatif/ml

Kapang dan kamir kol/ml maks. 1 x102

Sumber: BSN-SNI No.3544 (2013)

Sirup buah adalah produk yang dibuat dari sari buah yang telah disaring dengan penambahan pemanis yaitu gula. Sirup buah biasanya mempunyai total padatan terlarut minimal 65oBrix, sehingga dalam penggunaannya tidak langsung diminum tetapi perlu diencerkan terlebih dahulu (Pratama, dkk., 2011).

Sirup dapat ditambahkan bahan-bahan pengental, pengawet dan cita rasa. Sari buah yang dipergunakan adalah cairan buah yang tidak mengalami kerusakan yang diperoleh dari hasil pengepresan buah. Sari buah yang baik diperoleh dari penyaringan terhadap bubur buah. Bahan pangan terutama sirup yang mengandung banyak sari buah lebih beresiko terkontaminasi oleh mikroba. Kadar

gula yang cukup tinggi dalam suatu produk, dimaksudkan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme (bakteri ragi dan jamur) yang mungkin terdapat dalam produk pangan tersebut (Winarno, 2002).

Sari buah adalah cairan yang dihasilkan dari pemerasan atau penghancuran buah segar yang telah masak. Pada prinsipnya dikenal 2 (dua) macam sari buah, yaitu sari buah encer (dapat langsung diminum), yaitu cairan buah yang diperoleh dari pengepresan daging buah, dilanjutkan dengan penambahan air dan gula pasir dan sari buah pekat atau sirup, yaitu cairan yang dihasilkan dari pengepresan daging buah dan dilanjutkan dengan proses pemekatan, baik dengan cara pendidihan biasa maupun dengan cara lain seperti penguapan dengan hampa udara, dan lain-lain. Sirup ini tidak dapat langsung diminum, tetapi harus diencerkan dulu dengan air dengan perbandingan 1:5 (Esti dan Sediadi, 2000).

CMC

Natrium Carboxymethylcellulose (Na CMC) berbentuk granul, putih

sampai berwarna krem, bersifat higroskopik. CMC mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloidal. CMC tidak larut dalam etanol, eter dan dalam pelarut organik (Anonim, 1995).

Na CMC banyak digunakan pada formulasi farmasi sediaan oral ataupun topical karena sifatnya yang dapat meningkatkan kekentalan (viscosity increasing

properties). CMC digunakan pada emulsi dengan kadar 0,25 - 1% (Rowe, 2009).

CMC sering digunakan untuk meningkatkan kestabilan emulsi dalam produk makanan sehingga tidak terjadi pemisahan antara fase terdispersi dan fase pendispersi apabila produk makanan tersebut disimpan dalam jangka waktu yang panjang (Nugroho, 2007).

Gambar 1. Struktur kimia natrium carboxymethylcellulose

Penambahan CMC bertujuan untuk membentuk suatu cairan dengan kekentalan yang stabil dan homogen tetapi tidak mengalami pengendapan dalam waktu yang lama. Pemakaian CMC lebih efektif jika dibandingkan dengan pemakaian gum arab atau gelatin. Penambahan CMC pada konsentrasi 0,5-3,0% sering digunakan untuk mempertahankan kestabilan suspensi (Sopandi, 1989).

Mutu Sirup

Faktor-faktor yang menentukan mutu sirup adalah: gula, endapan, cita rasa dan aroma, kualitas bahan baku, kemasan produk, jenis dan cara pengemasan produk. Jika dalam pembuatan sirup, gula yang digunakan adalah gula sintetis seperti siklamat atau sakarin maka akan sangat merugikan konsumen terutama dalam masalah kesehatan jangka panjang. Terdapatnya endapan pada sirup akan memunculkan kesan negatif bahwa sirup tersebut kotor. Cita rasa dan aroma dari sirup akan menunjukkan kesegaran dari bahan baku yang digunakan pada pembuatan sirup. Sedangkan bahan baku yang digunakan pada pembuatan sirup harus memiliki kualitas yang baik sehingga akan dihasilkan citarasa dan warna serta aroma yang baik dari sirup. Satu hal yang sangat penting dalam menjaga kualitas sirup adalah kemasan yang digunakan. Kemasan yang baik akan meningkatkan penerimaan konsumen terhadap produk yang akan dihasilkan (Satuhu, 2004).

Mutu sirup ditentukan oleh konsentrasi gula dalam sirup. Konsentrasi gula minimum pada sirup adalah 55%. Tetapi sukrosa dalam gula dapat hilang yang disebabkan oleh beberapa hal yaitu zat kimia dalam kondisi asam, kehilangan secara fisik, dan kehilangan yang disebabkan oleh mikroba (Laily, 2008).

Mutu dari sirup dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1. Kadar vitamin C

Dalam pembuatan sirup gula merupakan faktor utama penentu mutu sirup, namun dengan meningkatnya konsentrasi gula tidak meningkatkan kandungan vitamin C pada sirup yang dihasilkan karena gula bukan sumber vitamin C. Kandungan vitamin C pada sirup dipengaruhi oleh jenis bahan yang digunakan serta banyaknya pengolahan yang dilakukan. Pemanasan pada proses pembuatan sirup akan menurunkan kandungan vitamin C. Vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak dibandingkan dengan vitamin lain. Disamping sangat mudah larut dalam air, vitamin C juga sangat mudah mengalami oksidasi yang dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, dan oksidator lainnya (Winarno, 2002). 2. Keasaman (pH)

Nilai keasaman suatu produk sirup dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang digunakan, jika memiliki keasaman yang tinggi maka nilai pH akan rendah dan sebaliknya. Penambahan gula yang tidak terlalu besar tidak mempengaruhi nilai keasaman suatu produk sirup. Penurunan nilai pH dipengaruhi oleh suhu dan waktu pemasakan. Selain itu penambahan asam sitrat pada sirup akan menurunkan nilai pH sirup. pH suatu produk sirup merupakan tingkat keasaman yang mempengaruhi daya tahan suatu produk namun seiring dengan lamanya penyimpanan maka nilai pH sirup juga akan menurun (Wong, 1989).

3. Total padatan terlarut

Total padatan terlarut merupakan salah satu penentu mutu sirup. Total padatan terlarut yang tinggi pada sirup serta memiliki keasaman yang tinggi merupakan salah satu teknik pengawetan pada pembuatan sirup. Nilai total padatan terlarut dipengaruhi oleh konsentrasi gula yang ditambahkan serta kemampuan larut bahan dalam air dalam proses pengolahan sirup. Pemanasan merupakan faktor penting dalam proses pelarutan bahan dalam air sehingga pemanasan akan meningkatkan total padatan terlarut yang terdapat pada sirup (Buckle, 2010). Total padatan yang terhitung pada buah-buahan adalah vitamin C, gula, asam, dan pektin (Dadzier dan Orchard, 1997).

4. Viskositas

Nilai viskositas pada sirup dipengaruhi oleh banyaknya zat pengental (CMC, gelatin, gum arab) pada proses pembuatan sirup. Namun di sisi lain nilai viskositas juga dipengaruhi oleh konsentrasi gula yang dipakai serta adanya pati yang terkandung dalam bahan. Pati yang terkandung dalam bahan akan mengalami gelatinisasi pada saat pemanasan sehingga sirup akan lebih mengental dan meningkatkan nilai viskositas sirup (Winarno, 2002).

5. Daya larut

Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu sirup adalah daya larut, semakin tinggi daya larutnya maka kualitasnya lebih baik. Daya larut yang tinggi disebabkan oleh adanya kandungan gula yang tinggi, hal ini disebabkan karena gula memiliki tingkat kelarutan dalam air yang sangat tinggi.

Faktor penentu mutu suatu produk adalah sedikit banyaknya total mikroba yang terkandung dalam produk tersebut. Banyaknya mikroba di dalam produk misalnya sirup, dapat terkontaminasi melalui udara, tanah, air, debu, bahkan manusia sendiri membawa mikroba (Desrosier, 2008). Gula termasuk salah satu bahan untuk mencegah pertumbuhan di dalam produk sirup, karena gula bersifat osmosis yang dapat mengikat air dari mikroba sehingga mikroba mengalami plasmolasis (Buckle, 2010).

7. Total gula

Banyaknya jumlah gula yang terdapat pada suatu produk pangan tergantung dari jumlah gula yang ditambahakan. Semakin banyak gula yang ditambahkan maka total gula yang terhitung akan semakin tinggi. Disamping itu komposisi gula alami dari bahan baku akan meningkatkan total gula dari produk 8. Skor rasa

Faktor yang mempengaruhi rasa dari sirup adalah komposisi penyusunnya,

essence, pemanis, pengawet, konsentrasi asam penyusun rasa. Cita rasa dari satu

sirup satu dengan sirup lainnya berbeda tergantung dari jenis bahan yang digunakan. Kandungan satu bahan dengan bahan lainnya memiliki perbedaan sehingga rasa dari sirup yang dihasilkan juga akan berbeda. Sama halnya dengan sirup dengan campuran pandan dan jahe akan memiliki rasa khas dari jahe karena kandungan zingeron (Lukito, 2007).

9. Skor warna

Warna merupakan faktor penting dalam meningkatkan penerimaan panelis terhadap suatu produk, termasuk sirup. Menurut Soekarto (1985) penerimaan

panelis terhadap suatu produk sangat bergantung pada warna, aroma, dan rasa yang dihasilkan.

10. Skor aroma

Aroma yang dihasilkan pada suatu produk dipengaruhi oleh kandungan bahan tersebut. Jika bahan tersebut memiliki kandungan minyak atsiri maka aroma yang paling kuat dapat dirasakan yaitu aroma minyak atsiri tersebut. Namun aroma dalam bahan tersebut dapat hilang jika bersifat volatil dan diolah dengan mengunakan pemanasan (Pinem, 1988).

11.Organoleptik warna, aroma, dan rasa

Kesukaan panelis terhadap produk dipengaruhi oleh warna, aroma, dan rasa dari suatu produk. Rasa, aroma, dan warna dari suatu produk pangan dipengaruhi oleh bahan baku penyusunnya, seperti sirup dengan campuran pandan dan jahe. Rasa yang khas dan aroma yang khas dari sirup tersebut dipengaruhi oleh jahe, serta warna didominasi oleh pandan (Lukito, 2007).

Penelitian Sebelumnya

Sebelumnya penelitian mengenai sirup sudah banyak dilakukan. Banyak penelitian menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan adalah produk sirup yang sehat baik tanpa menggunakan pengawet ataupun dengan menggunakan bahan baku yang berfungsi dalam menjaga kesehatan seperti jahe dan pandan serta mengatur konsentrasi jumlah gula dan penstabil (CMC) yang tepat sehingga tidak diperlukannya bahan pengawet dalam produk yang dihasilkan.

Menurut penelitian Febriyanti, dkk., (2011) menyatakan bahwa jahe memiliki peranan dalam memperbaiki rasa dari sirup yang dihasilkan sehingga dengan adanya penambahan jahe pada sirup akan meningkatkan cita rasa dan juga

meningkatkan penerimaan konsumen terhadap sirup tersebut. Hasil terbaik menurut parameter fisiko kimia diperoleh pada penambahan jahe sebesar 10%.

Menurut penelitian Rahaju (1981) dalam Pembuatan Sirup Jahe menyatakan bahwa sirup merupakan bahan pangan yang awet sehingga memungkinkan untuk tidak menggunakan bahan pengawet. Tetapi apabila menggunakan bahan pengawet seperti natrium benzoat cukup dengan konsentrasi 0,1%. Proses pembuatan jahe meliputi pencampuran sari jahe, gula dan air, selanjutnya dididihkan dan sirup yang dihasilkan dimasukkan ke dalam botol.

Menurut penelitian Ningrum (2013) menyatakan bahwa daun pandan dalam pembuatan sirup digunakan sebagai pewarna alami. Dengan adanya pewarna alami dari pandan maka konsumen lebih menyukai sirup yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan penggunaan sari daun pandan sebanyak 75 ml menghasilkan hasil terbaik terhadap 200 ml sirup yang dihasilkan.

Menurut penelitian Pratama, dkk., (2011) yaitu dilakukan pembuatan sirup dengan tidak menggunakan bahan pemanis buatan dan pewarna sintetis. Hal ini merupakan kekuatan utama untuk menyaingi pesaing produk sejenis mengingat dewasa ini masyarakat sudah sadar akan kesehatan. Pada proses pembuatan sirup perbandingan jumlah buah dan konsentrasi gula merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas organoleptik yang dihasilkan. Hasil terbaik terdapat pada perbandingan buah dan air 1:2 dan konsentrasi gula 80%. Sedangkan menurut SNI 01-3544-2013 syarat mutu sirup untuk mendapatkan kualitas sirup grade I maka konsentrasi gula dalam sirup minimal 65% dan untuk mendapatkan mutu sirup

Konsentrasi gula sangat menentukan kualitas mutu sirup yang akan dihasilkan. Jenis bahan dan konsentrasi gula merupakan hal utama dalam penentuan kadar mutu sirup. Bahan yang memiliki keasaman yang tinggi akan memerlukan konsentrasi gula yang tinggi untuk menetralisir rasa sirup yang akan dihasilkan. Selain fungsinya dalam memberikan rasa pada sirup, gula juga berfungsi sebagai pengawet karena akan menyebabkan plasmolisis terhadap mikroba dalam sirup.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemenuhan pangan yang sehat merupakan kebutuhan dasar manusia. Produk pangan yang sehat dihasilkan dengan menggunakan bahan baku yang bernutrisi tinggi sehingga produk tersebut tidak hanya dijadikan sebagai pangan bermutu baik tetapi juga berfungsi dalam menjaga kondisi kesehatan konsumen. Produk pangan sehat dapat diproduksi dalam bentuk minuman seperti sirup. Sirup tersebut dapat berupa campuran pandan dan jahe.

Jahe termasuk salah satu komoditas pertanian berupa tanaman rempah yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Kandungan senyawa kimia secara umum memiliki komponen senyawa kimia yang terkandung dalam jahe terdiri dari minyak menguap (volatile oil), dan ada minyak tidak menguap (non volatile

oil), dan pati. Selain kandungan jahe yang telah disebutkan di atas, masih ada

banyak komponen zat lain yang ditemukan dalam jahe. Zat aktif tersebut antara lain mineral sineol, fellandren, minyak damar, kamfer, zingiberin, borneol, zingiberol, gigerol paling banyak terkandung pada jahe merah), asam amino, zingeron, vitamin A, B1, C, lipid, protein, niacin dan masih banyak lagi lainnya.

Jahe memiliki manfaat yang sangat banyak antara lain melancarkan peredaran darah, mengatasi perut kembung, mengobati migrain, mengobati demam dan batuk, mencegah perut buncit, menurunkan tekanan darah, menurunkan berat badan, mengobati sakit gigi, mencegah siklus menstruasi yang tidak teratur, menangkal radikal bebas, memerangi sel kanker, menurunkan kolesterol.

Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) merupakan salah satu tumbuhan yang banyak tumbuh di Asia Tenggara, salah satunya di Indonesia. Pandan wangi adalah jenis tumbuhan monokotil dari famili Pandanaceae yang memiliki aroma wangi yang khas dan mempunyai kandungan kimia alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, serta polifenol yang berfungsi sebagai zat antioksidan.

Pemanfaatan tanaman obat seperti jahe dan pandan dalam bentuk sirup umumnya disukai oleh masyarakat karena tidak hanya memiliki rasa yang khas namun juga memiliki manfaat untuk kesehatan sehingga sangat potensial jika dilakukan pembuatan sirup berbahan dasar tanaman obat tersebut. Sirup adalah minuman yang berupa cairan kental dengan citarasa yang beragam. Konsumsi sirup harus diencerkan terlebih dahulu karena kandungan gula yang tinggi yaitu 55%-65%.

Dari penjelasan diatas, muncul gagasan untuk melestarikan minuman kesehatan yaitu dengan menciptakan minuman berbasis tanaman sehat yaitu minuman jahe dan pandan yang dibuat dalam bentuk sirup. Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu menjadi terobosan dan inovasi baru dalam bidang pangan.

Hal inilah yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Perbandingan Sari Pandan dengan Sari Jahe dan Perbandingan Massa Gula dengan Campuran Sari Terhadap Mutu Sirup Pandan” sehingga akan diperoleh produk minuman dengan mutu yang baik dan variasi yang banyak serta tidak mengurangi mutu selama penyimpanan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi perlakuan terbaik antara perbandingan sari pandan dengan sari jahe dan perbandingan gula yang menghasilkan sirup pandan dengan sifat fisik, kimia, dan organoleptik yang terbaik dan disukai konsumen.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data dalam penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknologi pertanian di

Dokumen terkait