• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Teori Keagenan

Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak antara satu atau lebih principal memberi wewenang dan otoritas kepada agent untuk melakukan kepentingan principals. Principal dalam teori keagenan merupakan pemilik perusahaan atau pemegang saham, sedangkan agent

merupakan pihak yang diberi wewenang untuk mengelola perusahaan (manajer). Principal berkewajiban untuk menyediakan fasilitas dan dana untuk kebutuhan operasional perusahaan. Manajer berkewajiban untuk mengelola kekayaan perusahaan agar nilai perusahaan meningkat. Sebagai imbalannya, manajer akan memperoleh gaji, bonus, atau kompensasi lainnya.

Manajer yang diangkat oleh pemegang saham bertugas untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Akan tetapi, antara manajer dan pemegang saham sering terjadi konflik karena perbedaan kepentingan. Manajer cenderung mempunyai kepentingan pribadi, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraannya sendiri.

Bentuk konflik kepentingan antara manajer dan stockholders menurut Jensen dan Meckling (1976) adalah adanya agency cost. Untuk meyakinkan bahwa agen akan membuat keputusan sesuai dengan harapan pemilik, dibutuhkan biaya, sehingga muncullah biaya keagenan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Atas dasar teori keagenan ini, manajemen dapat mencapai keinginannya dan mewujudkan tujuan pemegang saham, yaitu untuk meningkatkan laba, sehingga pembagian dividen bagi para manajer akan naik.

Informasi yang terdapat dalam teori agensi digunakan untuk pengambilan keputusan, dan untuk mengevaluasi dan membagi hasil sesuai kontrak kerja antara pemegang saham dan manajer. Hal ini memotivasi manajer untuk berusaha seoptimal mungkin dan menyajikan laporan akuntansi sesuai dengan harapan pemegang saham, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan pemegang saham kepada manajer.

B. Kualitas Laba

Tujuan laporan keuangan dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) di Indonesia adalah menyajikan informasi keuangan suatu perusahaan, yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan oleh pemakai (Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, SAK). Agar informasi dalam laporan keuangan dapat digunakan, maka laporan keuangan tersebut harus memenuhi karakteristik kualitas laporan keuangan. Karakteristik kualitatif dalam rerangka dasar IFRS, antara lain terdiri dari relevance, faithful representation,

comparability, verifiability, time lines, dan understandability.

Seperti yang telah disebutkan diatas, salah satu karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah relevansi (relevance), yang terdiri dari predictive value

dan confirmatory value. Informasi dalam laporan keuangan dikatakan relevan

apabila informasi tersebut dapat mempengaruhi pengambilan keputusan ekonomis pengguna.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Informasi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan, salah satu kriterianya adalah mempunyai nilai prediksi (predictive value), dimana laporan keuangan diharapkan mampu memberikan gambaran kepada para pengguna tentang kondisi keuangan perusahaan di masa yang akan datang, untuk mengurangi ketidakpastian. Informasi tentang laba merupakan informasi yang mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, agar laba dapat digunakan dalam pengambilan keputusan, maka laba harus memenuhi karakteristik kualitatif laporan keuangan. laba yang memenuhi karakteristik kualitatif merupakan laba yang berkualitas.

Penelitian tentang kualitas laba telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Tong dan Miao (2011). Dalam penelitian Tonag dan Miao dengan judul “Are Dividends Associated with the Quality of

Earnings?” tersebut kualitas laba yang baik mengandung tiga karakteristik, yaitu

menggambarkan kinerja perusahaan saat ini secara akurat, menyajikan indikator yang baik tentang kinerja operasional perusahaan di masa depan, dan menyajikan pengukuran untuk menilai nilai perusahaan.

Kualitas laba dalam penelitian Tong dan Miao (2011) diukur menggunakan empat macam proksi, antara lain Discretionary Accrual yang menggunakan modified Jones model (1991), proksi kedua dan ketiga pemetaan akrual ke arus kas menggunakan model Dechow dan Dichev (2002), dan proksi yang keempat pengukurannya menggunakan market-based yang mencakup kemampuan laba untuk menjelaskan variasi pada tingkat pengembalian.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Kualitas laba menurut Schipper dan Vincent (2003) menunjukkan tingkat antara kedekatan laba yang dilaporkan dengan Hicksian Income. Hicksian income

merupakan jumlah yang dapat digunakan dalam satu periode, dengan menjaga kemampuan perusahaan pada awal dan akhir periode tetap sama. Schipper dan Vincent (2003) dalam Bandi (2007) membedakan konstruk kualitas laba yang tergantung pada kedua perlakuan akuntansi dan peristiwa dan transaksi yang mendasari (yakni, ekonomika dari model bisnis yang secara signifikan menurunkan kemampuan rediktif laba) dan yang tergantung utamanya atau keseluruhannya pada perlakuan akuntansi (yakni, menyelaraskan smoothing) dan diskresionari atau akrual abnormal merupakan penomena). Konstruk kualitas laba yang digunakan oleh Schipper dan Vincent adalah (1) properti runtut waktu dari laba; (2) karakteristik kualitatif pilihan dalam kerangka konseptual FASB; (3) hubungan antara laba, kas, dan akrual; dan (4) keputusan implementasi.

Menurut Dechow et al (2010) kualitas laba yang tinggi memberikan informasi lebih tentang kinerja keuangan perusahaan yang relevan atas keputusan yang diambil oleh pengguna. Dalam penelitian tersebut terdapat tiga hal yang harus diperhatikan tentang kualitas laba. Pertama kualitas laba tergantung pada relevansi pengambilan keputusan. Kualitas laba didefinisikan hanya dalam konteks keputusan tertentu. Kedua, kualitas pelaporan laba tergantung pada keinformatifannya tentang kinerja keuangan perusahaan. Ketiga, kualitas laba ditentukan oleh relevansi kinerja keuangan yang mendasari sebuah keputusan dan kemampuan sistem akuntansi untuk mengukur kinerja. Berdasarkan pengertian atas kualitas laba tersebut menunjukkan bahwa kualitas dapat dievaluasi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

sehubungan dengan setiap keputusan yang tergantung pada keinformatifan kinerja keuangan.

Penman dan Zhang (2002) mendefinisikan kualitas laba berasal dari perubahan tingkat konservatisma perusahaan melewati satu periode waktu. Laba yang dilaporkan memiliki kualitas yang baik jika merupakan indikator yang baik bagi laba masa depan yang diperkirakan, dari informasi yang tersedia. Berdasarkan penelitian tersebut, laba yang berkualitas baik merupakan laba yang berkelanjutan (sustainable earnings), yang ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kasnya. Sedangkan laba yang tidak berkelanjutan yang dihasilkan oleh perlakuan akuntansi merupakan laba yang berkualitas buruk.

Sedangkan menurut Chandrarin (2003) laba akuntansi yang berkualitas adalah laba akuntansi yang mempunyai sedikit atau tidak mengandung gangguan persepsian di dalamnya dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya.

C. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Kualitas Laba

Penilaian profitabilitas perusahaan penting dilakukan baik oleh manajemen, investor, pemerintah maupun pihak lain yang berkepentingan. Untuk mengetahui profitabilitas perusahaan dilakukan dengan menganalisis rasio laporan keuangan. Informasi yang terdapat dalam laporan keuangan tersebut digunakan oleh pihak yang berkepentingan untuk memprediksi penerimaan (deviden dan bunga) yang akan diperoleh investor, karena pendapatan investor tergantung dari jumlah laba yang diperoleh perusahaan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Profitabilitas dapat diukur dengan beberapa penilaian, salah satunya adalah

Return On Assets sebagai salah satu proksi untuk menilai profitabilitas

perusahaan. Rasio ROA yang rendah akan lebih memotivasi perusahaan untuk cenderung meningkatkan laba, sehingga dengan adanya manipulasi laba tersebut dapat menyebabkan laba yang sebenarnya tidak nampak dan kualitas laba perusahaan menurun.

Hasibuan (2004) dalam Rindy dan Dharma (2010), Return on Assets

(ROA) adalah rasio keuangan perusahaan yang berhubungan dengan aspek

earning atau profitabilitas. Return on Assets digunakan untuk mengukur

efektivitas perusahaan dalam menghasilkan laba dengan memanfaatkan aset yang dimiliki. Return on Assets dihitung dengan membagi laba bersih setelah pajak dengan total aset perusahaan. ROA yang positif menunjukkan bahwa total aset yang digunakan untuk operasional perusahaan mampu memberi laba bagi perusahaan. Sedangkan ROA negatif menunjukkan dari penggunaan aset perusahaan mengalami kerugian.

Rasio ROA yang rendah akan lebih memotivasi perusahaan untuk cenderung meningkatkan labanya, sehingga dengan adanya manipulasi tersebut dapat menyebabkan laba yang sebenarnya tidak nampak. Oleh karena itu, dalam perusahaan yang mempuyai profitabilitas tinggi sekalipun, kualitas labanya belum tentu baik, hal itu dikarenakan manajemen telah melakukan manipulasi atas laba perusahaan.

Dalam penelitian yang dilakukan Degeorge et ell (2005), dengan menggunakan returns on assets sebagai variabel kontrol, menunjukkan bahwa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

returns on assets berpengaruh signifikan positif terhadap absolute discretionary

accrual, hal itu menunjukkan bahwa returns on assets berpengaruh negatif

terhadap kualitas laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut :

H1 : Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kualitas laba.

D. Pengaruh Leverage Terhadap Kualitas Laba

Leverage menunjukkan kapasitas perusahaan untuk memenuhi

kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka panjang (Putri Sibarani, 2009). Rasio leverage dapat dibedakan menjadi debt to total asset ratio, debt to equity ratio, long-term debt to capitalization ratio, times interest earned, cash flow

interest coverage, dan cash return on sales.

Penelitian ini menggunakan rasio debt to total asset untuk mengukur

leverage. Debt to total assets adalah rasio yang mengukur seberapa besar jumlah

aset perusahaan yang dibiayai oleh hutang. Rasio ini menggambarkan perbandingan antara total hutang dengan total aset perusahaan. Jika semakin besar persentasenya, maka semakin besar pula risiko yang akan ditanggung perusahaan karena tidak mampu melunasi hutang.

Perusahaan yang mempunyai leverage tinggi cenderung memanipulasi laba yaitu dengan melakukan manajemen laba. Menurut Solechan (2009), dasar akrual dalam laporan keuangan memberikan kesempatan kepada manajer memodifikasi laporan keuangan untuk menghasilkan jumlah laba (earning) yang diinginkan, sehingga menyebabkan rendahnya kualitas laba yang sebenarnya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Menurut DeFond dan Jimbalvo (1994) dalam Tong dan Miao (2011), dan Valipour dan Moradbeygi (2011), manipulasi laba dilakukan untuk menghindari terjadinya pelanggaran perjanjian hutang dengan kreditur dan untuk menampilkan gambaran perusahaan yang diinginkan untuk mengurangi komitmen terhadap kontrak. Perusahaan yang melakukan manipulasi laba cenderung melakukan

income maximation agar laba pada periode sekarang menjadi lebih tinggi dari

yang seharusnya (Solechan, 2009).

Selain itu, Jang, Sugiarto dan Siagian (2007) menyatakan bahwa besarnya

leverage perusahaan juga menyebabkan para investor menjadi kurang percaya

terhadap laba yang dipublikasikan oleh perusahaan, yang pada akhirnya akan mengakibatkan respon pasar menjadi relatif rendah. Respon pasar yang rendah pada akhirnya akan mencerminkan bahwa laba suatu perusahaan kurang atau tidak berkualitas. Rendahnya kualitas laba akan dapat membuat kesalahan pembuatan keputusan bagi para pemakainya seperti investor dan kreditor (Siallagan dan Machfoedz, 2006).

Tong dan Miao (2011) dalam penelitiannya tentang kualitas laba, dengan

leverage sebagai variabel kontrol menunjukkan bahwa leverage bernilai negatif,

tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Namun dalam penelitian Valipour dan Moradbeygi (2011), menunjukkan bahwa leverage

berpengaruh signifikan negatif terhadap kualitas laba. Degeorge et all (2005) juga menyatakan bahwa leverage menunjukkan pengaruh signifikan positif terhadap

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

negatif terhadap kualitas laba. Maka berdasarkan uraian tersebut, dapat disusun hipotesis sebagai berikut :

H2 : Leverage berpengaruh negatif terhadap kualitas laba.

E. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Kualitas laba

Dalam penelitian Rachmawati dan Triatmoko (2007), ukuran perusahaan yang relatif besar dapat digunakan sebagai indikasi bahwa perusahaan tersebut mempunyai komitmen yang tinggi untuk terus memperbaiki kinerjanya, hal tersebut membuat masyarakat bersedia membayar lebih mahal untuk mendapatkan saham perusahaan karena akan mendapatkan pengembalian yang menguntungkan dari perusahaan.

Perusahaan berukuran kecil lebih banyak melakukan manajemen laba untuk menghindari pelaporan kerugian dari pada perusahaan menengah atau besar. Hal itu dikarenakan perusahaan berukuran besar mempunyai sistem pengandalian internal yang lebih baik, dan mempunyai auditor internal yang lebih kompeten dibandingkan dengan perusahaan kecil. Sistem pengendalian internal yang efektif memberikan kontribusi terhadap keandalan informasi keuangan yang diungkapkan kepada pengguna (Kim et al, 2003).

Semakin besar ukuran suatu perusahaan semakin kecil kemungkinan dapat dilaksanakannya manajemen laba. Oleh karena itu, perusahaan yang berukuran besar, lebih mungkin untuk merancang dan memelihara sistem pengendalian internal yang lebih baik dan lebih efektif daripada perusahaan yang berukuran kecil, hal itu mengurangi kemungkinan manipulasi laba. Sehingga akan meningkatkan kualitas laba perusahaan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Selain itu, menurut Watts dan Zimmerman (1978) dalam Sun dan Rath (2009), perusahaan yang berukuran besar secara politis lebih sensitif dan cenderung untuk menarik perhatian politik yang lebih tinggi, daripada perusahaan kecil. Perusahaan besar cenderung menghadapi biaya politis (political cost) yang lebih besar dan menghindari manipulasi laba karena perusahaan besar lebih banyak diamati oleh publik (pihak luar), baik oleh analis keuangan maupun investor. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan akan mempengaruhi stabilitas laba, dengan implikasi bahwa perusahaan berukuran besar kurang memerlukan manajemen laba karena perusahaan besar memiliki sumber daya yang cukup untuk melakukan diversifikasi risiko dan menstabilkan pertumbuhan perusahaan yang mengarah ke aliran laba yang lebih stabil (Sun dan Rath, 2009).

Ukuran Perusahaan dapat diukur dengan beberapa proksi, antara lain aset, penjualan, jumlah pekerja dan nilai tambah (valueadded). Indriani (2005) dalam Rachmawati dan Triatmoko (2007), menyatakan bahwa, suatu perusahaan yang mempunyai aset yang besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan, artinya perusahaan telah menghasilkan arus kas yang positif dan mempunyai prospek yang baik dalam jangka panjang. Perusahaan yang mempunyai aset besar, juga mencerminkan bahwa perusahaan tersebut lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dari pada perusahaan yang mempunyai aset yang lebih sedikit.

Dalam penelitian Tong dan Miao (2011), menggunakan logaritma total aset sebagai proksi ukuran perusahaan. Dalam penelitian tersebut, menunjukkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut :

H3 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kualitas laba.

F. Diagram Sistematis Rerangka Teoritis

Penelitian ini mencoba memberikan bukti empiris tentang pengaruh Profitabilitas, Leverage, dan Ukuran Perusahaan terhadap Kualitas laba. Berdasarkan hipotesis yang telah disusun diatas, maka penulis dapat menggambarkan rerangka teoritis penelitian sebagai berikut :

Gambar II.1

Diagram Sistematik Rerangka Teoritis

Diagram sistematik rerangka teoritis diatas menjelaskan tentang pengaruh profitabilitas, leverage, dan ukuran perusahaan terhadap kualitas laba. Profitabilitas (ROA) dihipotesiskan berpengaruh negatif terhadap kualitas laba Degeorge et al (2005). Perusahaan yang mempuyai profitabilitas tinggi, kualitas labanya belum tentu baik, hal itu dapat dikarenakan laba yang dilaporkan bukan merupakan laba yang sebenarnya. Manajemen mungkin telah melakukan manipulasi atas laba perusahaan. Rasio ROA yang rendah akan lebih memotivasi

H3 + H2 - H1 - Profitabilitas (ROA) Leverage

(DTA) Kualitas Laba

Ukuran Perusahaan (Ln_TA)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

perusahaan untuk cenderung meningkatkan labanya, sehingga dengan adanya manipulasi tersebut dapat menyebabkan laba yang sebenarnya tidak nampak, dan kualitas laba perusahaan menurun.

Leverage (DTA) dihipotesiskan berpengaruh negatif terhadap kualitas

laba, karena perusahaan yang mempunyai leverage tinggi mempunyai kecenderungan memanipulasi laba untuk menghindari pelanggaran perjanjian hutang dengan kreditur (Valipour dan Moradbeygi, 2011). Hal itu dilakukan untuk memberikan gambaran perusahaan yang diinginkan.

Ukuran perusahaan (Ln_TA) dihipotesiskan berpengaruh positif terhadap kualitas laba (Tong dan Miao, 2011). Hal itu dikarenakan perusahaan berukuran besar mempunyai sistem pengandalian internal yang lebih baik, dan mempunyai auditor internal yang lebih kompeten (Kim et al, 2003). Selain itu, menurut Watts dan Zimmerman (1978) dalam Sun dan Rath (2009), perusahaan yang berukuran besar secara politis lebih sensitif dan cenderung untuk menarik perhatian politik yang lebih tinggi. Sehingga perusahaan besar akan cenderung menghindari manipulasi laba.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

BAB III

Dokumen terkait