• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue 2.1.1. Definisi

Demam berdarah dengue (DBD), adalah penyakit infeksi yang disebabkan virus dengue dengan manifestasi klinis demam tinggi, perdarahan terutama di kulit, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi.1 Pada demam berdarah dengue terjadi hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) akibat perembesan plasma.11

Demam berdarah dengue disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Bone virus (Arboviroses) genus flavivirus, famili

Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.5

2.I.2 Epidemiologi

Sebanyak 1,8 milliar (lebih dari 70%) dari populasi di seluruh dunia yang tinggal di negara-negara anggota dari WHO, Asia Tenggara, dan Pasifik wilayah Barat berisiko terkena demam berdarah dengue dan hampir 75% dari beban penyakit global akibat demam berdarah dengue.3

Wabah demam berdarah adalah masalah kesehatan terbesar di Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste yang berada di zona khatulistiwa dan musim tropis. Aedes aegypti tersebar luas di perkotaan dan pedesaan, serotipe virus beredar dan demam berdarah adalah penyebab utama rawat inap dan kematian pada anak-anak. Lebih dari 35% dari penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan, 150.000 kasus dilaporkan pada tahun 2007 (rekor tertinggi) dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan dari Jakarta dan Jawa Barat.3

Wabah di Kuba tahun 1981, dilaporkan kasus demam berdarah dengue pada anak dan dewasa terpajan sama. Hal ini menunjukkan terjadi sindrom permeabilitas vaskuler akut. Terjadi hampir selalu pada anak usia 14 tahun dan

yang lebih muda. Pada orang dewasa penyakit ini lebih sering disertai fenomena perdarahan.7

2.1.3 Cara Penularan 2.1.3.1 Virus

Virus dengue (DEN) adalah virus RNA kecil beruntai tunggal yang terdiri dari empat serotipe yang berbeda (DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4). Virus ini terkait erat serotipe virus dengue memiliki genus flavivirus, dan famili flaviviridae.3 Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.5 Di Asia genotipe DEN 2 dan DEN 3 sering terkait dengan penyakit berat yang menyertai infeksi dengue sekunder.3

Gambar 2.1 Struktur Virus Dengue

Sumber : M. Z. Fanani, 2011

Partikel matur dari virus dengue berbentuk bulat dengan diameter 50 nm yang mengandung beberapa isi dari tiga protein struktural yang berasal dari host,

membran tunggal dan bilayer genom RNA beruntai tunggal.3 Panjang genom virus 11 kb dan genom dengan urutan yang lengkap berguna

untuk isolasi dari keempat serotipe virus dengue.11

Virus DEN virionnya tersusun oleh suatu untaian genom RNA dikelilingi oleh nukleokapsid, ditutupi oleh suatu envelope (selubung) dari lipid yang mengandung 2 protein, yaitu selubung protein (E) dan protein membran (M).

Genom RNA virus Dengue mengkode tiga protein struktural, kapsid (C), membran (M), dan selubung (E) serta tujuh protein nonstruktural, yaitu NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b, dan NS5.12

2.1.3.2 Vektor

Berbagai serotipe virus dengue ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti yang terinfeksi. Selain itu, nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini walaupun merupakan vektor yang kurang berperan.3

Nyamuk Aedes aegypti termasuk spesies tropis dan subtropis yang di distribusikan secara luas di seluruh dunia, terutama di antara garis Lintang 350 Lintang Utara dan 350 Lintang Selatan. Aedes aegypti telah ditemukan sejauh 450 lintang utara, tetapi invasi terjadi selama musim panas dan nyamuk tidak bertahan di musim dingin. Karena suhu yang lebih rendah, Aedes aegypti relatif jarang ditemukan di atas ketinggian 1000 meter.3

2.1.3.3 Host

Setelah masa inkubasi 4-10 hari, infeksi salah satu virus dari empat serotipe dapat menghasilkan spektrum yang luas dari penyakit, walaupun infeksi tanpa gejala atau subklinis. Infeksi primer menyebabkan kekebalan perlindungan seumur hidup terhadap infeksi serotipe. Individu yang terkena infeksi akan dilindungi dari penyakit dengan serotipe yang berbeda dalam 2-3 bulan infeksi primer tetapi tanpa kekebalan jangka panjang.3

Faktor-faktor risiko yang menentukan derajat keparahan penyakit yaitu infeksi sekunder, usia, etnis, dan mungkin penyakit kronis (asma, anemia sel sabit, dan diabetes melitus). Pada usia anak, kurang mampu mengkompensasi kebocoran kapiler sehingga dapat berisiko besar menjadi sindrom syok dengue.3

Virus dengue memasuki tubuh manusia melalui proses gigitan nyamuk yang menembus kulit. Setelah nyamuk menggigit manusia disusul oleh periode tenang kurang lebih 4 hari, virus melakukan replikasi secara cepat dalam tubuh manusia virus akan memasuki sirkulasi darah (viraemia) apabila jumlah virus sudah cukup, dan manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala panas. Tubuh memberi reaksi

setelah adanya virus dengue dalam tubuh manusia. Bentuk reaksi terhadap virus antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dapat berbeda dan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis dan perjalanan penyakit.12 2.1.3.4 Penularan Virus Dengue

Manusia adalah host utama dari virus. Virus dengue yang beredar dalam sirkulasi darah manusia yang ditularkan oleh nyamuk betina yang terinfeksi. Virus ini kemudian menginfeksi usus nyamuk dan kemudian menyebar secara sistemik selama periode 8-12 hari yang selanjutnya siap ditularkan kembali kepada manusia lainnya. Masa inkubasi ekstrinsik dipengaruhi sebagian oleh kondisi lingkungan, terutama suhu lingkungan. Aedes agypti adalah salah satu vektor yang paling efisien untuk arbovirus karena sangat antropofilik dan selalu berada di dekat manusia.3

2.1.4 Patofisiologi 2.1.4.1 Sistem Vaskular

Patofisiologi primer DBD dan SSD adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah pada kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler. Hal tersebut menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan postmortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia.12

Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorpsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan SSD melibatkan 3 faktor : perubahan vaskuler, trombositopeni, dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, dan banyak diantaranya penderita menunjukkan gangguan koagulasi.12

2.1.4.2 Sistem Respon Imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang

berlangsung 5-7 hari. Setelah itu muncul respon imun baik humoral maupun seluler. 12

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke 5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke 14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu, diagnosis dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat.12

2.1.4.3. Trombositopenia

Pada kasus DBD, kelainan hematologis ini ditemukan. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Pada masa konvalesens kadar trombosit akan sangat cepat meningkat dan kadar trombosit menjadi normal biasanya tercapai 7-10 hari sejak permulaan sakit. Trombositopenia berhubungan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan masa hidup trombosit yang pendek akibat meningkatnya destruksi trombosit. Penyebab peningkatan destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi penyebab yaitu virus dengue, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel, dan aktivasi sistem pembekuan darah secara bersamaan atau terpisah.1

2.1.4.4 Sistem koagulasi dan fibrinolisis

Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyebab terjadinya inflamasi sistemik yang ditandai dengan meningkatnya kadar berbagai sitokin dalam

sirkulasi seperti TNFα, IL-1, dan IL-6, yang dapat menimbulkan aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolisis pada DBD.1

Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DBD. Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, dan masa tromboplastin parsial yang teraktivasi memanjang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk

faktor II, V, VII, VIII, X, dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi peningkatan fibrinogen degradation products (FDP). 1

2.1.4.5 Sistem Komplemen

Sistem komplemen diaktifkan oleh kompleks virus dan antibodi dengan mensekresikan C3a dan C5a, yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga terjadi ekstravasasi plasma dari intravaskuler menuju ekstravaskuler.1 Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita DBD ialah ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam urin 24 jam, adanya kompleks imun yang bersirkulasi (circulating immune complex) baik pada DBD derajat ringan maupun berat, dan adanya korelasi antara kadar kuantitatif kompleks imun dengan derajat berat penyakit.1

2.1.4.6 Respon Leukosit

Pada penderita DBD dapat terjadi leukopenia ringan sampai lekositosis sedang. Leukopeni dapat dijumpai antara hari pertama dan ketiga dengan hitung jenis yang masih dalam batas normal. Jumlah granulosit menurun pada hari ketiga sampai kedelapan. Pada sediaan apus darah tepi penderita DBD dapat ditemukan limfosit bertransformasi atau atipik (20-50%), terutama pada infeksi sekunder. Limfosit atipik ini merupakan sel berinti satu (mononuklear) dengan struktur kromatin inti halus dan agak padat, serta sitoplasma yang relatif lebar dan berwarna biru tua. Limfosit atipik ini dikenal sebagai limfosit plasma biru yang ditemukan sejak hari ketiga demam.1

2.1.5 Patogenesis

Patogenesis demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom syok dengue (SSD) masih merupakan masalah yang kontroversial karena sejauh ini belum ada teori yang menjelaskan secara tuntas patogenesis DBD. Secara garis besar ada dua teori yang banyak dianut untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody dependent enhancement (ADE).12

Teori infeksi sekunder, menyebutkan bahwa apabila seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue, akan mempunyai antibodi yang

dapat menetralisasi yang sama (homologous). Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain, maka terjadi infeksi yang berat. Pada infeksi selanjutnya, antibodi heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda, namun tidak dapat dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius.12

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau virus lain) karena adanya non-netralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi. Ikatan

antara kompleks tersebut dengan reseptor Fc pada sel melalui bagian Fc IgG

menimbulkan peningkatan (enhancement) infeksi virus DEN. Kompleks virus-antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan virus-antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi. Makrofag akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1, IL-6, dan TNF-α dan juga “platelet activating factor” (PAF). Karena antibodi bersifat heterolog, maka virus tidak dapat dinetralisasi tetapi bebas bereplikasi di dalam makrofag.12

TNF-α yang terangsang IFN maupun makrofag teraktivasi antigen - antibodi kompleks. Kompleks ini akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endotel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas. Hal tersebut akan mengakibatkan syok.12

Patogenesis terrjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection, sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada pasien, mengakibatkan terbentuknya komplek virus - antibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen, agregasi trombosit, dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah.12

Gambar 2.2 Patogenesis DBD

Sumber : Soegeng Soegijanto, 2008

Teori Infection Enhancing Antibody berdasarkan pada peran sel fagosit mononuklear merangsang terbentuknya antibodi non - netralisasi. Antigen dengue lebih banyak didapat pada sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada kejadian ini antibodi non - netralisasi berupaya melekat pada sekeliling permukaan sel makrofag yang beredar dan tidak melekat pada sel makrofag yang menetap di jaringan. Makrofag yang dilekati antibodi non - netralisasi, akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi, dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan akan melepaskan sitokin yang memiliki sifat vasoaktif atau prokoagulasi diantaranya IL-1, IL-6, dan TNF-α juga Platelet Activating Factor (PAF). Bahan - bahan mediator tersebut akan memengaruhi sel – sel endotel dinding pembuluh darah dan sistem hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan.12

Gambar 2.3 Teori Enhancing Antibody

Sumber : Soegeng Soegijanto, 2008

Selain kedua teori tersebut masih ada teori-teori lain tentang patogenesis DBD diantaranya, adalah teori virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan serotipe virus dengue Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4. Semuanya dapat ditemukan pada kasus yang fatal, tetapi berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain.12

Teori antigen-antibodi, menjelaskan bahwa pada penderita DBD terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai dengan penurunan kadar C3, C4, dan C5. Empat puluh delapan sampai tujuh puluh dua persen penderita DBD terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus dengue, selanjutnya kompleks imun tersebut dapat menempel pada trombosit, sel B, dan sel dalam organ tubuh lain. Terbentuknya kompleks imun tersebut akan memengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang lain.12

Teori mediator, menjelaskan bahwa makrofag yang terinfeksi virus dengue akan melepas berbagai mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-2, TNF-α, dan lain-lain. Diperkirakan mediator dan endotoksin bertanggung jawab atas terjadinya syok septik, demam, dan peningkatan permeabilitas kapiler.12

Gigitan Nyamuk Virus melekat pada reseptor monosit

Monosit terinfeksi Mekanisme eferen Mekanisme aferen Hati, limpa, usus, sum -sum tulang Komplemen Viremia

Tromboplastin Mediator Kimiawi

Aktivasi sistem koagulasi

Sitokin

Permeabilitas Kapiler

2.1.6 Manifestasi Klinis

Terdapat 4 gejala utama penyakit DBD, yaitu demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Gejala lain adalah perasaan tidak enak di daerah epigastrium, nyeri di bawah lengkung iga kanan, atau kadang-kadang nyeri perut dapat dirasakan di seluruh perut.1

Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis, dan fase pemulihan.

1. Fase febris.

Biasanya demam mendadak tinggi 2-7 hari, disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, faring hiperemis, injeksi konjungtiva, anoreksia, mual, dan muntah. 3

Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti petekie, perdarahan mukosa, dan dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal walaupun jarang. Hepatomegali timbul saat beberapa hari setelah demam.3

2. Fase kritis.

Terjadi pada hari ke 3-7 dengan penurunan suhu tubuh menjadi 37,5-380C atau kurang, disertai peningkatan permeabilitas kapiler secara paralel dengan hematokrit menigkat, merupakan tanda awal fase kritis. Timbulnya kebocoran plasma biasanya berlangsung selama 24-48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh leukopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit.3

Tingkat kebocoran plasma bervariasi. Efusi pleura dan asites secara klnis terdeteksi tergantung pada tingkat kebocoran plasma dan volume dari terapi cairan. Foto dada dan USG abdomen sangat berguna untuk penegakan diagnosis. Tingkat kenaikan hematokrit juga merupakan dasar yang menggambarkan tingkat keparahan kebocoran plasma.3

Syok dapat terjadi ketika volume plasma menghilang melalui kebocoran plasma, hal ini sering ditandai dengan suhu tubuh di bawah normal. Dengan syok berkepanjangan akan menyebabkan hipoperfusi organ,

penurunan nilai organ, asidosis metabolik, dan koagulasi intravaskular diseminata. Hal ini dapat menyebabkan perdarahan yang parah dan hematokrit menjadi turun saat syok berat. Selain itu, penurunan fungsi organ yang berat seperti hepatitis, ensefalitis atau miokarditis, dan atau perdarahan berat juga dapat berkembang tanpa kebocoran plasma atau syok.3

3. Fase pemulihan.

Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil, dan diuresis membaik.3

Beberapa pasien mungkin memiliki rash, pruritus, bradikardi, dan perubahan pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek pengenceran dari reabsorpsi cairan. Jumlah sel darah putih akan naik segera setelah suhu normal dibandingkan jumlah trombosit. Gangguan pernapasan dari efusi pleura dan asites akan terjadi bila pemberian cairan intravena yang berlebihan. Selama fase kritis atau fase pemulihan, terapi cairan yang berlebihan berhubungan dengan edema paru dan gagal jantung kongestif.3

Gambar 2.4 Fase perjalanan klinis DBD

2.1.7 Diagnosis Demam Berdarah Dengue 2.1.7.1 Gejala klinis demam berdarah dengue.

Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.

Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : - Uji bendung positif.

- Petekie, ekimosis, purpura.

- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi. - Hematemesis atau melena.

Pembesaran hati.

Syok, ditandai frekuensi denyut nadi teraba cepat dan lemah sampai tidak teraba, penyempitan tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, capillary refill time

memanjang (> 2 detik), dan pasien tampak gelisah.11 2.1.7.2 Data Laboratorium

Trombositopenia (100 000/μl atau kurang).

Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan manifestasi sebagai berikut :

- Peningkatan hematokrit ≥ β0% dari nilai standar.

- Penurunan hematokrit ≥ β0%, setelah mendapat terapi cairan. - Efusi pleura/perikardial, asites, dan hipoproteinemia.11

Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis kerja DBD.11

Kelainan hematologis lain yaitu waktu perdarahan memanjang, kadar protombin menurun (jarang ditemukan < 40% kontrol), kadar fibrinogen mungkin subnormal dan produk-produk pecahan fibrin naik, kenaikan kadar transaminase serum, konsumsi komplemen, asidosis metabolik ringan dengan hiponatremia, dan kadang-kadang hipokloremia, sedikit kenaikan urea nitrogen serum, dan hipoalbuminemia. Roentgenogram dada menunjukkan efusi pleura pada hampir semua penderita.7

2.1.8 Tata Laksana Demam Berdarah Dengue 2.1.8.1 Derajat Penyakit

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi):

Derajat 1 : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya menifestasi perdarahan ialah uji bendung.

Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.

Derajat III: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.

Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.11

2.1.8.2 Penatalaksanaan

Tata laksana bersifat simptomatik dan suportif. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk mengatasi demam. Pemberian parasetamol dapat disederhanakan seperti tertera pada tabel 2.1.5 Tabel 2.1 Dosis parasetamol menurut kelompok umur

Umur (tahun) Parasetamol (tiap kali pemberian)

Dosis (mg) Tablet (1 tab = 500mg)

<1 60 1/8

1-3 60-125 1-8-1/4

4-6 125-250 1/4-1/2

7-12 250-500 1/2-1

Pengobatan suportif lain yang dapat diberikan antara lain larutan oralit, larutan gula garam, jus buah, susu, dan lain-lain. Apabila pasien mulai terlihat tanda - tanda dehidrasi pemberian cairan oral dapat diberikan untuk mencegah dehidrasi. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum ASI, tetap harus diberikan ASI selain larutan oralit. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak dapat minum, muntah, atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.5

Peningkatan nilai hematokrit 10-20% menandakan pasien memasuki fase kritis dan memerlukan pengobatan cairan intravena apabila pasien tidak dapat minum oral. Pasien harus dirawat dan diberikan cairan sesuai kebutuhan. Tanda vital, hasil laboratorium, asupan dan keluaran cairan harus di catat dalam lembar khusus. Penurunan hematokrit merupakan tanda-tanda perdarahan. Umumnya pada fase ini pasien tidak dapat makan dan minum karena anoreksia dan muntah. Kewaspadaan perlu ditingkatkan pada pasien dengan risiko tinggi, seperti bayi, DBD derajat III dan IV, berbadan gemuk, perdarahan berat, dan penurunan kesadaran.13

Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2.2 di bawah ini. Jenis cairan adalah golongan kristaloid (ringer laktat, atau ringer asetat) dan koloid.5

Tabel 2.2 Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (defisit 5-8%)

Berat badan waktu masuk RS Jumlah cairan ml/kg berat badan perhari

<7 220

7-11 165

12-18 132

>18 88

Sumber : Depkes, 2005

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungan dari tabel 2.3 berikut.5

Tabel 2.3 Kebutuhan cairan rumatan

Berat Badan (kg) Jumlah cairan (ml)

10 100 per kg BB

10-20 1000 + 50 x kg (diatas 10 kg)

>20 1500 + 20 x kg (diatas 20 kg)

Sumber : Depkes, 2005

Kemampuan untuk memberi cairan sesuai kebutuhan pada fase ini menentukan prognosis. Sebagian pasien sembuh setelah pemberian cairan intravena, sedangkan pasien dengan kondisi berat atau tidak mendapat cairan sesuai dengan kebutuhan akan jatuh ke dalam fase syok. Pemberian cairan intravena sebelum terjadi kebocoran plasma sebaiknya dihindarkan karena dapat menimbulkan kelebihan cairan. Pemantauan tanda vital pada fase kritis bertujuan

Dokumen terkait