• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tikus

Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus terdapat di Indonesia. Setiap spesies menghuni habitat yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya, diantaranya ada yang beradaptasi dengan lingkungan yang diciptakan oleh manusia, seperti daerah pertanian (Rochman 1986).

Tikus adalah binatang sosial yang hidup dalam satu kelompok. Kelompok tikus dipimpin oleh individu yang paling kuat dan akan menyerang kelompok lain yang masuk ke dalam teritorialnya. Konsumsi tikus sangat mempengaruhi faktor kerusakan dalam berbagai bidang. Tikus lebih cenderung memilih makanan yang kaya karbohidrat dibanding dengan tepung terigu, gula, silikat, minyak nabati, dan parafin (Mukhlis 2007).

Habitat setiap spesies tikus berbeda-beda, tetapi hal tersebut tidak membatasi wilayah penyebaran dari spesies tikus tersebut (Meehan 1984). Hama yang sering mengakibatkan kerugian bagi manusia di daerah permukiman dan harus dikendalikan yaitu tikus rumah. Tikus rumah merupakan hewan pengerat yang hidup pada permukiman warga dengan ekor yang panjang dan pandai memanjat serta melompat. Tikus ini sering berhadapan langsung dengan kegiatan manusia dalam aspek apapun (Priyambodo 2006).

Kebutuhan pakan bagi seekor tikus setiap harinya kurang lebih sebanyak 10% dari bobot tubuhnya jika pakan tersebut berupa pakan kering, atau sekitar 10 g/hari dengan rerata bobot tubuh 100 g. Sikap tikus mudah curiga atau berhati-hati terhadap setiap benda yang baru ditemuinya termasuk pakan. Tikus merupakan hewan yang mempunyai kemampuan reproduksi yang sangat tinggi, tikus jantan biasanya selalu berada dalam kondisi siap kawin setiap saat sepanjang tahun. Kemampuan fisik tikus yang menunjang setiap aktivitasnya yaitu dapat menggali, memanjat, meloncat, mengerat, berenang, dan menyelam (Priyambodo 2006).

Tikus Rumah (Rattus rattus diardii)

Tikus rumah merupakan salah satu hama yang mempengaruhi aktivitas manusia di wilayah permukiman, sebagian besar aktivitas tikus rumah menimbulkan kerugian bagi manusia. Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (R. rattus diardii) digolongkan ke dalam Kelas Mammalia, Ordo Rodentia, dan Famili Muridae. Ciri morfologi tikus rumah adalah panjang tubuh 100 – 190 mm, dan memiliki ekor yang lebih panjang atau sama dengan panjang tubuh. Panjang telapak kaki belakang 35 mm dan telinga 20 mm. Bentuk badan silindris, ekor tidak ditumbuhi rambut, serta bobot tubuh berkisar antara 70 g - 300 g, rambut bertekstur agak kasar berwarna coklat kehitaman pada bagian dorsal. Warna rambut pada bagian ventral hampir sama dengan warna pada bagian dorsal. Tikus betina memiliki puting susu 2 pasang di dada dan 3 pasang di perut (Priyambodo 2003).

Gambar 1 Tikus rumah

Tikus Sawah (Rattus argentiventer)

Tikus sawah (R. argentiventer) memiliki panjang tubuh berkisar antara 130-210 mm, memiliki ekor yang lebih pendek dari pada ukuran kepala dan tubuh. Bagian perut bagian bawah berwarna putih bercampur kelabu, tubuh bagian punggung dan kepala berwarna kuning coklat. Betina memiliki puting susu tiga pasang di dada dan tiga pasang di perut (Priyambodo 2003).

Menurut Priyambodo (2003), tikus sawah memiliki tekstur rambut agak kasar, bentuk hidung kerucut, bentuk badan silindris, warna badan bagian punggung cokelat kelabu kehitaman, warna bagian perut kelabu pucat, bobot tubuh 70 g – 300 g, panjang kepala dan badan 130 mm – 210 mm, panjang ekor 110 mm – 160 mm, panjang total 240 mm – 370 mm, lebar daun telinga 19 mm -

22 mm, panjang telapak kaki belakang 32 mm – 39 mm, dan lebar sepasang gigi pengerat 3 mm.

Gambar 2 Tikus sawah

Rodentisida Botanis Umbi Gadung

Gadung merupakan tumbuhan perdu memanjat yang tingginya dapat mencapai 5-10 m. Tumbuhan gadung memiliki batang bulat, berbulu, dan berduri yang tersebar sepanjang batang dan tangkai daun. Umbi tumbuhan gadung bulat diliputi rambut akar yang besar dan kaku. Jenis ini di Indonesia dikenal dengan beberapa nama daerah yaitu gadung, sekapa, bitule, bati, kasimun dan lain-lainnya. Dalam bahasa latinnya, gadung disebut Dioscorea hispida Denust. Kulit umbi berwarna gading atau coklat muda, daging umbinya berwarna putih gading atau kuning, dan umbinya muncul dekat permukaan tanah (Flach 1996).

Umbi gadung berasal dari India bagian Barat kemudian menyebar luas sampai ke Asia Tenggara. Tumbuhan gadung tumbuh pada tanah datar hingga ketinggian 850 m dpl, tetapi dapat juga ditemukan pada ketinggian 1.200 m dpl. Umbi gadung ini dapat dijadikan kripik, oleh Pemkab Kuningan dinyatakan sebagai makanan khas daerah. Kripik gadung memiliki rasa yang gurih dan membuat kita terjebak untuk selalu mengunyahnya dalam jumlah yang tak terbatas (Anonim 2007).

Tumbuhan ini memanjat dengan sistem akar berserat. komposisi umbi per 100 g umbi gadung adalah air 78 g, protein 1,81 g, lemak 1,6 g, karbohidrat 18 g, serat 0,9 g, dan abu 0,7 g. Umbi gadung ini memiliki yang mengandung 0,2-0,7%

diosgenin dan 0,044% dioscorine. Racun ini dapat menyebabkan kelumpuhan sistem saraf pusat (Flach 1996).

Pestisida dari umbi tanaman merambat ini menjadi salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai racun tikus yang berbahan alamiah. Racun tikus seperti ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tak akan mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan sekitar (Anonim 2004).

Beras

Beras merupakan salah satu komoditas utama dalam pangan masyarakat Indonesia (Soekartawi 1994). Beras merupakan pangan paling penting di dunia untuk konsumsi manusia. Sebagian terbesar karbohidrat di beras adalah pati dan hanya sebagian kecil pentosa, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Antara 85% hingga 90% dari berat kering beras berupa pati. Pati pada endosperm beras berbentuk granula polihedral berukuran 3 - 5 µm (Haryadi 2006).

Parafin

Parafin merupakan salah satu bahan pengawet yang dapat digabungkan dengan umpan beracun terhadap tikus. Penggunaan parafin bertujuan untuk memberikan ketahanan dalam pembuatan bentuk rodentisida. Selain itu parafin dapat mencegah rodentisida dari serangan serangga, cendawan, atau oleh gangguan faktor fisik seperti panas dan kelembaban. Pemberian parafin pada umpan dan rodentisida dalam bentuk blok dapat mencegah terjadinya keracunan pada manusia karena salah sasaran, seperti yang terjadi pada penduduk transmigran di daerah Sumatera ketika terjadi kelaparan (Priyambodo 2003).

Karamel

Menurut Priyambodo (2003), gula dengan konsentrasi 5% dapat meningkatkan palabilitas tikus terhadap umpan sampai 2-3 kali lipat, atau bahkan lebih untuk umpan cair. Salah satu kelemahan gula sebagai bahan penarik adalah dapat menarik organisme lain seperti cendawan dan serangga (seperti semut), sehingga menjadi tidak menarik lagi bagi tikus.

Bahan tambahan

Bahan tambahan diberikan di dalam umpan beracun tikus. Hal ini dimaksudkan untuk menutup rasa tidak enak dari bahan racun tersebut. Dengan demikian, tikus memakan umpan dengan jumlah yang cukup banyak sehingga jumlah racun yang ikut termakan cukup untuk mematikannya (Priyambodo 2003). Vetsin merupakan bahan yang umum dipakai sebagai bahan penyedap dalam pembuatan masakan. Penambahan vetsin dalam makanan dapat meningkatkan rasa sedap pada makanan. Selain dapat meningkatkan rasa enak pada makanan, penambahan vetsin juga dapat meningkatkan aroma yang sedap pada makanan. Pemberian vetsin pada umpan beracun tikus dapat meningkatkan rasa dan aroma yang sedap pada umpan, sehingga tikus menjadi suka untuk mengonsumsi umpan yang diberikan daripada umpan lain yang tersedia di lapangan (Sudiarta 2008).

Ikan merupakan salah satu komoditas perairan yang sangat berpotensi untuk dimanfaatkan di Indonesia. Tepung ikan merupakan salah satu produk hasil olahan yang berasal dari ikan. Tepung ikan dapat digunakan sebagai bahan penarik tikus dalam pengumpanan beracun. Penggunaan tepung ikan sebagai bahan penarik tikus dimaksudkan untuk menutupi rasa tidak enak dari umpan beracun yang akan diberikan kepada tikus (Priyambodo 2003).

Minyak nabati dapat digunakan sebagai bahan tambahan yang berfungsi sebagai bahan perekat agar racun yang digunakan dapat menempel pada umpan. Kelemahan dari minyak nabati adalah mudah menjadi tengik sehingga dapat menjadikan umpan tersebut tidak disukai oleh tikus (Priyambodo 2003).

Gula pasir sering digunakan sebagai bahan untuk merubah rasa menjadi lebih manis pada makanan atau minuman. Penambahan gula pasir dapat menjadikan umpan lebih menarik dan memiliki rasa yang enak dalam pembuatan umpan. Selain itu penambahan telur dapat menambahkan umpan menjadi spesial untuk diaplikasikan sehingga tikus tertarik untuk mengonsumsi. Telur mengandung vitamin D yang dapat membantu penyerapan kalsium untuk pembentukan tulang. Selain itu telur diketahui sebagai sumber vitamin B12, vitamin B6, dan volat yang dibutuhkan untuk kesehatan tubuh dan melindungi sel-sel syaraf (Sudiarta 2008).

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai Juli 2011.

Bahan dan Alat Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah tikus rumah (R. rattus diardii) dan tikus sawah (R. argentiventer) yang diperoleh dari permukiman masyarakat Darmaga Bogor dan lahan pertanian Kabupaten Pati. Tikus yang digunakan sebanyak 60 ekor tikus rumah dan 60 ekor tikus sawah, dengan berat antara 70 - 150 gram.

Kandang Percobaan

Kandang yang digunakan dalam pengujian yaitu kandang perlakuan yang terbuat dari kawat aluminium berukuran 50 cm x 40 cm x 20 cm (p x l x t). Setiap kandang dilengkapi peralatan tambahan yaitu tempat minum, tempat makan, bumbung untuk persembunyian tikus (Gambar 3).

Gambar 3 Kandang perlakuan

Timbangan

Alat yang digunakan untuk menghitung bobot bahan dalam pengujian adalah timbangan elektronik (electronic top-loading balance for animal) (Gambar 2). Timbangan digunakan untuk mendapatkan besar konsumsi makan tikus dengan

mengetahui besar pakan sebelum dan sesudah konsumsi serta mendapatkan bobot tikus sebelum dan sesudah perlakuan.

Gambar 4 Timbangan elektronik (electronic top-loading balance for animal)

Blok Gadung

Pada awal dilakukan pembuatan karamel dengan cara mendidihkan gula merah yang ditambahkan dengan sedikit air, kemudian dipersiapkan parafin yang berfungsi untuk menjadikan seluruh bahan yang diolah menjadi padat seperti balok. Tahapan selanjutnya yaitu dipersiapkan umbi gadung yang berpotensi menjadi racun. Umbi gadung dibersihkan lalu dipotong kecil dan kemudian dihancurkan menggunakan blender.

Bahan utama yang berguna sebagai penarik tikus untuk mengonsumsi umpan yaitu beras. Selain itu diperlukan pula bahan tambahan yang berguna sebagai penambah ketertarikan tikus yang terdiri dari tepung ikan, gula pasir, vetsin, telur, dan minyak goreng. Seluruh bahan dicampurkan, kemudian diolah dengan cara dipanaskan di atas kompor.

Proses pengolahan dilakukan di atas kompor dengan diatur pada tingkat kepanasan 600˚C. Diawali dengan memasukkan karamel yang dilanjutkan dengan memasukkan parafin. Setelah kedua bahan tersebut meleleh, kemudian dimasukkan beras dan umbi gadung yang telah dicampur. Tahap selanjutnya yaitu dengan memasukkan bahan tambahan yang telah dicampur sebelumnya di wadah lain. Seluruh bahan dicampur dan diaduk hingga merata, kemudian memasuki tahapan terakhir yaitu memindahkan seluruh bahan yang telah diolah ke dalam cetakan dengan ukuran 4 cm x 2 cm x 2 cm.

Metode Penelitian Persiapan Kandang

Seluruh bagian kandang diperiksa dan dibersihkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Setelah kandang pengujian layak digunakan, kemudian diletakkan tempat makan dan minum tikus, serta bumbu untuk tempat persembunyian tikus.

Persiapan Hewan Uji

Tikus yang telah diperoleh dari lapang, kemudian diadaptasikan terlebih dahulu dalam kandang pemeliharaan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman selama 2-3 hari dengan diberi pakan gabah dan air setiap hari. Penentuan bobot tikus dilakukan dengan cara memasukkan tikus ke dalam plastik yang sudah dikonversi terlebih dahulu, kemudian dilakukan penimbangan.

Perlakuan Rodentisida Gadung Bentuk Blok

Teknik perlakuan konsentrasi bahan aktif yaitu dengan menentukan jumlah umbi gadung yang akan digunakan sebagai racun dalam umpan dengan 5 macam konsentrasi yaitu 0%, 10%, 20%, 25%, 30%. Pada konsentrasi 0% dijadikan sebagai kontrol dengan tidak menambahkan gadung dalam umpan, lalu untuk konsentrasi lain 10%, 20%, 25%, 30% ditambahkan beras, karamel, parafin, dan bahan tambahan hingga mencapai konsentrasi 100% (Tabel 1).

Tabel 1 Kandungan dan komposisi umpan perlakuan rodentisida bentuk blok Umpan

Perlakuan

Komposisi umpan (%) Racun Beras Parafin Bahan

Tambahan Karamel Kontrol G1 G2 G3 G4 0 10 20 25 30 40 30 30 25 20 40 25 30 30 30 10 10 10 10 10 10 25 10 10 10 Keterangan: Bahan tambahan yang digunakan yaitu minyak goreng, gula pasir, telur, tepung

Pemberian blok dilakukan 3 hari berturut-turut kemudian dilanjutkan dengan pemberian beras. Tikus yang digunakan yaitu tikus rumah dan tikus sawah untuk masing-masing konsentrasi umpan dengan 10 ulangan, jadi tikus yang disediakan dalam konsentrasi bahan aktif ini berjumlah 50 ekor tikus rumah dan 50 ekor tikus sawah.

Metode Pilihan (Choice Test)

Pada metode pilihan ini dipilih blok yang paling efektif dalam pengujian konsentrasi bahan aktif dibandingkan dengan beras yang dicampur dengan gadung dan tidak membentuk blok (Gambar 5). Kemudian dilakukan pengamatan terhadap konsumsi pada setiap bahan selama 2 minggu. Hal ini bertujuan untuk membandingkan ketertarikan tikus terhadap bahan yang diberikan dalam perlakuan, sehingga dapat diketahui perlakuan yang efektif dalam teknik pengendalian tikus. Metode pilihan dilakukan dengan menggunakan empat ekor tikus sawah dan kemudian masing-masing tikus diberi pilihan antara blok yang paling efekif dalam pelakuan konsentrasi bahan aktif dan beras yang dicampur bubuk gadung (BG) dengan perbandingan 70:30.

A B

Gambar 5 Pengujian pilihan antara blok (A) dan beras yang ditambah gadung (B)

Konversi Umpan

Seluruh data yang diperoleh dari pengujian terhadap tikus rumah dan tikus sawah dikonversi terlebih dahulu terhadap 100 g bobot tikus, dengan rumus sebagai berikut:

Konversi umpan/racun (g) = x 100%

Bobot umpan/racun yang dikonsumsi (g)   Rerata bobot tubuh tikus (g) 

Rerata bobot tubuh tikus (g) =

Analisis Data

Data hasil penelitian diolah dengan program Statistical Analysis System (SAS) for Windows ver.9.1. Apabila hasil yang diperoleh berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji selang ganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) pada taraf α= 5%.

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum perlakuan penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan dengan konsentrasi 20%, 25%, dan 30% terhadap 2 tikus sawah pada masing-masing konsentrasi. Didapatkan hasil konsumsi umpan pada 20% sebesar 3.775 g/ 100 g bobot tubuh, 25% sebesar 2.889 g/ 100 g bobot tubuh, 30% sebesar 3.636 g/ 100 g bobot tubuh tikus. Pada perlakuan 20% tidak menimbulkan kematian tikus namun memperlihatkan pengurangan bobot tikus sebesar 27.975 g. Kemudian untuk perlakuan 25% menimbulkan kematian tikus dan mengakibatkan bobot menurun 21.105 g sedangkan pada konsentrasi 30% menimbulkan kematian dan penurunan bobot sebesar 60.485 gr. Hal ini memperlihatkan ketertarikan tikus mengonsumsi blok yang telah dibuat pada berbagai konsentrasi dan dampak setelah mengonsumsi blok yaitu kematian.

Perlakuan Rodentisida Gadung Bentuk Blok terhadap Tikus Rumah

Konsumsi tikus rumah terhadap umpan blok dan beras setelah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi tikus rumah terhadap umpan cukup tinggi, karena umpan perlakuan tersebut mengandung berbagai bahan penyedap dan bahan tambahan seperti beras, karamel, tepung ikan, telur, minyak goreng, gula pasir, dan vetsin yang dapat menambah ketertarikan tikus untuk mengonsumsinya. Bahan tambahan diberikan untuk menutup rasa tidak enak dari bahan racun (Priyambodo 2003).

Tabel 2 Konsumsi tikus rumah terhadap umpan blok dan beras setelah perlakuan Perlakuan Umpan Blok

(g/100 g bobot tubuh) Beras Setelah Perlakuan (g/100 g bobot tubuh) Kematian (%) kontrol 8.838±0.401a 8.074±0.235a 0 G1 5.292±0.360bc 6.033±0.527b 30 G2 5.693±0.462b 8.062±0.239a 0 G3 3.950±0.185c 6.460±0.312ab 0 G4 3.992±0.400c 7.724±0.243a 0

Keterangan : angka dalam kolom yang sama dengan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dalam uji Duncan pada taraf 5%

Pada pengujian ini konsumsi tertinggi umpan yaitu pada perlakuan kontrol (8.838 g/100 g bobot tubuh). Hasil ini berbeda nyata dengan perlakuan umpan G1, G2, G3, dan G4. Konsumsi tertinggi umpan pada perlakuan kontrol disebabkan pada umpan selain kontrol terdapat bahan gadung 10%, 20%, 25%, dan 30% yang dapat mengurangi ketertarikan konsumsi tikus rumah. Pada kontrol hanya terdiri dari bahan-bahan beras, karamel, parafin, dan bahan tambahan yang dapat meningkatkan ketertarikan tikus untuk mengonsumsi.

Umpan selain kontrol yang cukup banyak dikonsumsi oleh tikus rumah yaitu pada perlakuan umpan G1 dan G2. Perlakuan umpan G2 dan G3 berbeda nyata, hal ini disebabkan perlakuan G2 mengandung beras lebih banyak yang mengakibatkan tikus lebih tertarik untuk mengonsumsinya dibandingkan dengan perlakuan G3. Konsumsi tikus rumah terhadap perlakuan G1 dan G2 tidak berbeda nyata, demikian juga perlakuan G3 dan G4 tidak berbeda nyata.

Perlakuan G1 merupakan umpan yang dapat dikatakan tinggi untuk dikonsumsi oleh tikus rumah pada perlakuan rodentisida dengan tambahan bahan gadung yang berperan sebagai racun. Hal ini dikarenakan perlakuan G1 mengandung karamel yang berbahan dasar gula merah dengan konsentrasi terbesar yaitu sebesar 25% dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan G1 terdapat parafin 25%, konsentrasi tersebut lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi pada perlakuan lainnya. Hal ini menyebabkan gadung yang terdapat dalam blok dapat berperan dengan baik sebagai bahan racun. Umbi gadung merupakan tumbuhan yang efektif untuk mengendalikan hama tikus (Sudarmo 2005).

Pada Tabel 2 dapat dilihat konsumsi beras setelah tikus rumah diberi perlakuan dengan beberapa konsentrasi. Pada perlakuan G1 berbeda nyata dengan perlakuan G2, G4, dan kontrol, namun perlakuan G1 tidak berbeda nyata dengan G3. Keefektifan dalam kematian tikus rumah yaitu pada G1 yang dapat mematikan tikus sebesar 30% dalam 10 ulangan. Hal ini disebabkan oleh komposisi konsentrasi blok yang cukup baik dengan mengakibatkan umpan dikonsumsi dalam jumlah yang tinggi sebesar 5.292 g/100 g bobot tubuh. Pada perlakuan G2, G3, G4 tidak menimbulkan kematian. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi blok yang berbeda-beda dan daya tahan tikus yang beragam. Tikus

rumah memiliki daya tahan yang cukup baik, karena hewan mamalia ini dapat menetralisir racun dalam tubuhnya.

Pada Tabel 3 memperlihatkan bobot tubuh tikus rumah menunjukkan kenaikan yang terlihat jelas pada perlakuan kontrol sebesar 11.094 g. Hal ini disebabkan pada perlakuan kontrol tidak terkandung konsentrasi racun yang mengakibatkan umpan tidak memiliki efek apapun. Namun, pada perlakuan G2 dan G4 yang telah terkandung racun memperlihatkan kenaikan yang tidak terlalu besar yaitu sebesar 2.089 g dan 4.586 g. Hal ini disebabkan oleh konsumsi beras setelah perlakuan blok yang cukup tinggi (8.062 g dan 7.724 g). Perlakuan G2 dan G4 memperlihatkan bahwa rodentisida botanis yang diaplikasikan memiliki efek yang tidak terlalu besar bagi bobot tubuh. Pada perlakuan G1 dan G3 menimbulkan penurunan bobot tubuh tikus rumah.

Tabel 3 Bobot awal dan akhir tubuh tikus rumah terhadap perlakuan Perlakuan Rerata bobot tubuh tikus rumah (g)

Bobot awal Bobot akhir

Kontrol 97.633 108.727

G1 119.795 109.001

G2 107.601 109.690

G3 112.375 106.881

G4 101.663 106.249

Perlakuan Rodentisida Gadung Bentuk Blok terhadap Tikus Sawah

Pada perlakuan terhadap tikus sawah memperlihatkan konsumsi tertinggi umpan pada perlakuan G1 sebesar 5.622 g/100 g bobot tikus sawah (Tabel 4), hal ini tidak berbeda nyata dibandingkan dengan konsumsi umpan pada perlakuan lainnya. Hasil ini membuktikan bahwa umpan yang telah dibuat cukup efektif dalam menarik tikus sawah untuk dikonsumsi selain itu disebabkan oleh komposisi umpan perlakuan gadung dalam blok tidak mempengaruhi konsumsi tikus sawah.

Umpan perlakuan ini mengandung berbagai bahan penyedap dan bahan tambahan seperti beras, karamel, tepung ikan, telur, minyak goreng, gula pasir, dan vetsin yang dapat menambah ketertarikan tikus untuk mengonsumsinya.

Tabel 4 Konsumsi tikus sawah terhadap umpan blok dan beras setelah perlakuan

Perlakuan Umpan Blok

(g/100 g berat badan) Beras Setelah Perlakuan (g/100 g berat badan) Kematian (%) Kontrol 4.710±2.351a 6.230±1.997a 0 G1 3.592±2.061a 4.496±2.695a 40 G2 4.581±1.509a 4.521±1.928a 30 G3 4.585±1.568a 3.435±3.141a 70 G4 4.960±1.088a 4.302±3.275a 40

Keterangan : angka dalam kolom yang sama dengan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dalam uji Duncan pada taraf 5%

Konsumsi beras dalam perlakuan terhadap tikus sawah tidak berbeda nyata untuk seluruh perlakuan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya tikus yang mati ketika perlakuan umpan blok gadung, kemudian pada perlakuan tersebut menimbulkan efek yang sama terhadap konsumsi beras. Data kematian tikus sawah terlihat begitu beragam, pada perlakuan G1 melihatkan kematian 40%, perlakuan G2 dan G4 memperlihatkan kematian mencapai 30%, kemudian untuk perlakuan G3 kematian mencapai 70% (Tabel 4).

Pada perlakuan G3 terhadap tikus sawah mencapai nilai efektif untuk kematian tikus. Pada perlakuan G4 menimbulkan kematian lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan G3 yang mengandung racun lebih sedikit. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi blok rodentisida botanis yang beragam, kemudian daya tahan tikus yang berbeda-beda, karena enzim yang terdapat di dalam tubuh tikus bekerja dengan sendiri. Selain itu, gadung yang digunakan dalam bentuk ekstrak kasar memungkinkan untuk dinetralisir oleh tikus uji. Ada perbedaan yang nyata antara berbagai tingkat konsentrasi ekstrak umbi gadung dengan jumlah kematian rata-rata (Narendra 2005).

Pada perlakuan terhadap tikus sawah memperlihatkan penurunan bobot tubuh tikus (Tabel 5), kecuali pada perlakuan kontrol yang tidak mengandung konsentrasi racun yang mengakibatkan bobot tubuh tikus sawah tidak terpengaruh.

Tabel 5 Bobot awal dan akhir tubuh tikus sawah terhadap perlakuan Perlakuan Rerata bobot tubuh tikus sawah (g)

Bobot awal Bobot akhir

Kontrol 100.328 100.726

G1 102.929 84.441

G2 107.455 90.769

G3 109.282 84.804

G4 110.557 101.995

Metode Pilihan (choice test)

Perlakuan umpan pilihan dilakukan dengan memberikan umpan blok dan umpan beras yang dicampur dengan gadung yang tidak berbentuk blok (BG) (Tabel 6). Umpan blok yang digunakan yaitu umpan perlakuan G3 dengan konsentrasi gadung 25%. Blok gadung G3 dipilih sebagai umpan pada choice test

ini dikarenakan blok gadung tersebut cukup efektif dalam ketertarikan untuk dikonsumsi serta dalam mematikan tikus sawah.

Tabel 6 Konsumsi umpan pada metode pilihan Ulangan

Konsumsi (g/100 g berat

badan) Rerata bobot tubuh tikus sawah (g)

Blok G3 BG Bobot awal Bobot akhir Bobot rerata

1 0.214 5.366 148.42 150.88 149.650

2 0.367 7.877 85.66 94.35 90.005

3 2.334 3.177 105.21 108.2 106.705

4 1.178 4.482 144.19 136.03 140.110

Rerata 1.02 5.23

Dari Tabel 6 terlihat bahwa konsumsi umpan pada G3 yaitu 1.02 g/100 g bobot tikus lebih sedikit dibandingkan dengan BG yaitu sebesar 5.23 g/100 g bobot tikus. Hal ini dikarenakan jarangnya tikus mengonsumsi umpan dengan bentuk blok. Kemudian pada umpan BG terdapat konsentrasi beras cukup banyak yang dapat menarik tikus. Pada umumnya tikus cenderung untuk memilih mengonsumsi umpan berupa serealia sebagai pakan utamanya (Priyambodo 2003). Umpan G3 termasuk umpan yang efektif dalam kematian tikus namun kurang efektif dalam menambah ketertarikan tikus untuk mengonsumsi dibandingkan dengan BG. Keempat perlakuan tersebut tidak menimbulkan kematian sampai pada pemberian hari ke-14 (tidak diganti dengan beras).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perakitan umpan dalam bentuk blok sangat efektif bagi ketertarikan tikus untuk mengonsumsi, terlihat dari pengujian kontrol yang tinggi dalam tingkat konsumsi dibandingkan dengan pengujian lainnya seperti G1, G2, G3, dan G4. Tikus rumah mengonsumsi umpan kontrol mencapai 8.838 g/100 g bobot tubuh

Dokumen terkait