• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian umbi gadung (Doscorea hispida dennst.) sebagai rodentisida botanis siap pakai dalam pengendalian tikus rumah (Rattus rattus diardii linn.) Dan tikus sawah (Rattus argentiventer rob. & klo.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengujian umbi gadung (Doscorea hispida dennst.) sebagai rodentisida botanis siap pakai dalam pengendalian tikus rumah (Rattus rattus diardii linn.) Dan tikus sawah (Rattus argentiventer rob. & klo.)"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN UMBI GADUNG (Dioscorea hispida Dennst.)

SEBAGAI RODENTISIDA BOTANIS SIAP PAKAI DALAM

PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.)

DAN TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.)

DWI DINAR MURJANI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRAK

DWI DINAR MURJANI. Pengujian Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst.) sebagai Rodentisida Botanis Siap Pakai dalam Pengendalian Tikus Rumah (Rattus rattus diardii Linn.) dan Tikus Sawah (Rattus argentiventer Rob. & Klo.). Dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO.

Tikus merupakan satwa liar yang sangat sering berhubungan dengan manusia. Dua spesies tikus yang berperan penting sebagai hama yaitu tikus rumah (Rattus rattus diardii) dan tikus sawah (Rattus argentiventer). Kerugian yang ditimbulkan oleh tikus tersebut yaitu seperti merusak alat-alat rumah tangga bahkan dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang tinggi dalam sistem pertanian. Diperlukan cara pengendalian yang tepat untuk menekan serangan hama tersebut. Umbi gadung merupakan tumbuhan yang efektif untuk mengendalikan hama tikus. Rodentisida botanis adalah penemuan yang sangat baik dan merupakan sistem pengendalian yang efektif dan efisien, karena memanfaatkan tanaman yang tersedia dan ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi umbi gadung yang tepat dalam mengendalikan populasi tikus rumah dan tikus sawah yang banyak tersebar di permukiman maupun lahan pertanian. Terdapat dua pengujian dalam percobaan perlakuan rodentisida gadung bentuk blok yaitu pengujian tanpa pilihan dan pengujian pilihan. Pada pengujian tanpa pilihan, menggunakan bahan aktif umbi gadung dengan lima macam konsentrasi sebesar 0% (kontrol), 10% (G1), 20% (G2), 25% (G3), 30% (G4) terhadap tikus rumah dan tikus sawah dengan sepuluh ulangan. Perakitan umpan dalam bentuk blok cukup efektif bagi ketertarikan tikus untuk mengonsumsi serta secara umum terdapat penurunan bobot tubuh tikus sebagai akibat dari perlakuan. Pada perlakuan G1 terhadap tikus rumah dikonsumsi sebanyak 5.292 g/100 g bobot tubuh kemudian menimbulkan kematian mencapai 30%. Perlakuan G3 terhadap tikus sawah dikonsumsi sebanyak 4.585 g/100 g bobot yang dapat menimbulkan kematian mencapai 70%. Perlakuan G3 menimbulkan hasil yang cukup efektif dalam ketertarikan dan kematian tikus. Percobaan kedua yaitu pengujian pilihan untuk membandingkan ketertarikan tikus terhadap bahan yang diberikan dalam perlakuan. Metode pilihan dilakukan dengan masing-masing tikus diberi blok yang paling efektif dalam pelakuan rodentisida gadung blok dan beras yang dicampur ekstrak gadung (BG). Hasil percobaan menunjukkan perlakuan BG lebih efektif dalam menarik tikus untuk mengonsumsi dibandingkan dengan umpan G3.

(3)

ABSTRACT

DWI DINAR MURJANI. Examination of Gadung Tuber (Dioscorea hispida

Dennst.) as a Ready to Use Botanical Rodenticides to Control House Rat (Rattus rattus diardii Linn.) and Ricefield Rat (Rattus argentiventer Rob. & Klo.). Supervised by SWASTIKO PRIYAMBODO.

Rodent is a wild animal that are very frequent in connection with human. Two species of rodent that play an important role as pests are R. rattus diardii and

R. argentiventer. Many losses could be caused by rodent, such as causing damage to household tools and even it can cause economical high losses in agricultural systems. Appropriate controls are needed to suppress the pest attack. Gadung tuber is an effective plant controlling rodent pests. Botanical rodenticide is an excellent invention and a control system that effective and efficient, because it uses available plants and environmental friendly. This study aims to determine the exact formulation of gadung tuber in controlling the population of R. rattus diardii and R. argentiventer that are mostly spread at settlements and farms. There are two experiments of block form gadung rodenticide: no choice and choice test. In no choice test, gadung tubers active ingredient were divided in to five concentration 0% (control), 10% (G1), 20% (G2), 25% (G3), 30% (G4) to R. rattus diardii and R. argentiventer with ten replication. The block form bait is quite effective for rodents to consume and it generally decreases the rats body weight as a result of this treatment. G1 treatment to house rat was consumed as many as 5.292 g/100 g of body weight and cause of death of this treatment reaches 30%. G3 treatment to ricefield rat was consumed as many as 4.585 g/100 g of body weight that can cause death to 70%. G3 treatment caused quite effective results in the attraction and the death of rat. The second experiment aims to compare the interest to the given materials treatment. In choice test, each rat was given the most effective bait in the block form rodenticide treatment and rice mixed with extracts gadung (BG). The experimental results showed that the BG treatment is more effective in attracting the rats to consume compared to the G3 treatment.

(4)

PENGUJIAN UMBI GADUNG (Dioscorea hispida Dennst.)

SEBAGAI RODENTISIDA BOTANIS SIAP PAKAI DALAM

PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.)

DAN TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.)

DWI DINAR MURJANI

A34070083

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pengujian Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst.) sebagai Rodentisida Botanis Siap Pakai dalam Pengendalian Tikus Rumah (Rattus rattus diardii Linn.) dan Tikus Sawah (Rattus argentiventer Rob. & Klo.)

Nama Mahasiswa : Dwi Dinar Murjani

NRP : A34070083

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si NIP 19630226 198703 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc NIP 19640204 199002 1 002

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bogor pada tanggal 24 September 1989. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Suparmo dan Ibu Murtiningsih.

Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMAN 4 Kota Bogor pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan masuk dalam Departemen Proteksi Tanaman.

(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengujian Umbi Gadung (Dioscorea hispida) sebagai Rodentisida Botanis Siap Pakai dalam Pengendalian Tikus Rumah (Rattus rattus diardii) dan Tikus Sawah (Rattus argentiventer)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tamanan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan Februari 2010 sampai Juli 2011.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini, khususnya kepada:

1. Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis.

2.

Dr. Ir. Abdul Munif, MSc. selaku penguji tamu yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

3.

Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr. selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan motivasi yang besar.

4.

Ibunda Murtiningsih, Bapak Suparmo, Teguh Arief, Destri Atri, dan seluruh keluarga besar yang senantiasa memberikan dukungan serta aliran do’a kepada penulis.

5. Bapak Soban, dosen, serta staf dan administrasi Departemen Proteksi Tanaman.

6.

Dhea Siwandani Putri yang senantiasa memberi semangat kepada penulis.

7.

Rekan-rekan mahasiswa IPB khususnya Kurniatus Ziyadah, Ahmad

Riyadi, Ahmad Latip, Gamatriani, Hendi Irawan, Alice Mayella, Harwan Susetyo, Triyastuti, Minkhaya, Annisa Nurfajrina, Agus Setiawan, Radhy Alfitra, Riska Nuridha, Nindy Abdelia, Aditya Nugraha, Yugih, Kevin, Karina Swedianti, Ganisa Kusumawardani dan seluruh PTN 44 atas segala kritik, saran, dan dukungannya selama ini.

8. Teman-teman B20, UKM Futsal IPB, Agric Basket IPB, Botani Ambassador 2011, Kontrak-AAN: Ikra, Alma, Avero, Eko, Bisri, Denda, Yakub, Ari, Made, Eka, dan Faisal yang telah memberikan waktu luang untuk berbagi informasi, bantuan, dan kreatifitas.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Maka penulis mengharapkan penelitian ini akan bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, September 2011

Dwi Dinar Murjani

 

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... . viii

DAFTAR GAMBAR ... ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... .... x

PENDAHULUAN ... ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Tikus ... 5

Tikus Rumah (Rattus rattus diardii) ... 6

Tikus Sawah (Rattus argentiventer) ... 6

Rodentisida Botanis ... 7

Umbi Gadung ... 7

Beras ... ... 8

Parafin ... ... 8

Karamel ... ... 8

Bahan Tambahan ... ... 9

BAHAN DAN METODE ... 10

Waktu dan Tempat ... 10

Bahan dan Alat ... 10

Metode Penelitian ... 12

Persiapan Kandang ... 12

Persiapan Hewan Uji ... 12

Perlakuan Rodentisida Gadung Bentuk Blok ... 12

Metode Pilihan (Choice Test) ... 13

Konversi Umpan ... 13

Analisis Data ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

Perlakuan Rodentisida Gadung Bentuk Blok terhadap Tikus Rumah ... 15

(9)

Metode Pilihan (Choice Test) ... 19

KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

Kesimpulan ... 20

Saran ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 21

(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman 1. Kandungan dan komposisi umpan perlakuan konsentrasi bahan

akif ... 12  2. Konsumsi tikus rumah terhadap umpan blok dan beras

setelah perlakuan ... 16 3. Bobot awal dan akhir tikus rumah terhadap perlakuan ... 17 4. Konsumsi tikus sawah terhadap umpan blok dan beras

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1. Tikus rumah ... 6 2. Tikus sawah ... 7  3. Kandang perlakuan ... .... 10  4. Timbangan elektronik (electronic top-loading balance for animal) ... 11 5. Pengujian pilihan antara blok (A) dan beras yang ditambah

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Konsumsi makan tikus rumah terhadap berbagai blok dan beras …... 25

2. Analisis ragam konsumsi tikus rumah terhadap blok ... 25

3. Analisis ragam konsumsi tikus rumah terhadap blok ... 25

4. Hari kematian tikus rumah ... 26

5. Konsumsi makan tikus sawah terhadap berbagai blok dan beras …... 27

6. Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap blok ... 27

7. Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap beras ... 28

8. Hari kematian tikus sawah ... 28

9. Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap hari kematian ... 28 

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian merupakan proses produksi yang didasarkan pada pertumbuhan tanaman dan atau hewan. Sistem peranian yang tidak merusak, tidak mengubah, serasi, selaras, dan seimbang dengan lingkungan atau pertanian yang patuh dan tunduk pada kaidah-kaidah alamiah merupakan sistem pertanian yang berkelanjutan. Pertanian memiliki visi dan misi yang tangguh, untuk mewujudkannya dibutuhkan kualitas sumberdaya petani yang dapat menguasai ilmu dan teknologi pertanian, memiliki jiwa wirausaha, dan siap menghadapi kompetisi bisnis baik dalam tataran lokal, nasional, regional, maupun global (Salikin 2003).

Produktivitas pertanian dapat terganggu oleh adanya OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Organisme pengganggu tanaman ini dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis terhadap petani maupun masyarakat. Hama adalah salah satu yang termasuk dalam OPT yang merupakan pengganggu dari jenis makhluk hidup yang termasuk kepada kelompok hewan. Apabila OPT ini dibiarkan atau terlambat untuk dikendalikan, maka selain menimbulkan kerugian secara ekonomis, akan menimbulkan penurunan kuantitas dan kualitas, penambahan biaya rutin dalam bercocok tanam, gangguan bagi langkah-langkah budidaya pertanian, pencemaran lingkungan, dan perubahan pola kehidupan serta tata cara hidup masyarakat (Djafaruddin 1995).

(14)

Pada daerah permukiman sering timbul gangguan yang diakibatkan oleh tikus rumah, seperti rusaknya peralatan rumah tangga, timbulnya penyakit, lingkungan kotor, bahkan mengakibatkan tempat pembuangan sampah menjadi tidak teratur. Pada hasil pengamatan terhadap intensitas kerusakan tanaman padi akibat serangan tikus sawah di lapangan, menunjukkan bahwa terdapat intensitas kerusakan yang berbeda diantara stadium padi. Intensitas kerusakan tertinggi terjadi pada stadium padi bunting (Priyambodo 2003, Sudarmaji 2004).

Berbagai teknik pengendalian tikus telah diupayakan penerapannya, namun pelaksanaannya masih belum optimal sehingga belum diperoleh hasil yang diterapkan. Salah satu teknik yang sering dilakukan masyarakat adalah penggunaan rodentisida. Rodentisida digolongkan atas rodentisida fumigan dan umpan beracun. Umpan beracun ini dapat berupa racun akut dan racun kronis. Segala jenis rodentisida yang digunakan sangat tergantung pada bahan aktif yang digunakan, selain itu keefektifan penggunaan rodentisida dalam pengendalian tikus dapat dilihat pada daya tarik umpan yang digunakan (Priyambodo 2003).

Pengendalian tikus yang sering digunakan dan didapatkan hasil yang efektif, dilakukan dengan rodentisida sintetik. Rodentisida yang diaplikasikan dengan baik akan didapatkan hasil produksi yang melebihi hasil rata-rata petani (Utama 2003). Beberapa tanaman dilaporkan menunjukan aktivitas yang efektif menjadi rodentisida dan telah diuji sebagai rodentisida yang umum digunakan dalam keperluan pertanian (Prakash & Rao 1997).

Rodentisida termasuk dalam jenis pestisida yang berarti pembunuh atau pengendali hewan pengerat. Pestisida ini pada umumnya bahan kimia atau campuran bahan kimia serta bahan-bahan lain. Artinya pestisida dengan satu atau beberapa cara mempengaruhi kehidupan, misalnya menghentikan pertumbuhan bahkan membunuh hama. Pestisida selalu mengandung resiko dalam penggunaannya seperi resiko bagi keselamatan pengguna serta resiko bagi lingkungan yang menyebabkan pencemaran air, tanah, dan udara (Djojosumarto 2000).

(15)

efisien, karena memanfaatkan tanaman tersedia yang mungkin kurang berguna. Namun banyak jenis pestisida botanis kurang dikembangkan pengguna, selain kalah bersaing dengan pestisida sintetis juga karena ekstrak dari tanaman biasanya kadar bahan aktifnya tidak tetap, bervariasi, dan tidak stabil (Natawigena 2000).

Penggunaan rodentisida botanis selain dapat mengurangi pencemaran lingkungan, harga relatif lebih murah dibandingkan dengan rodentisida sintetik. Rodentisida botanis dapat dibuat secara sederhana berupa larutan hasil perasan, rendaman, eksrak, dan rebusan bagian tumbuhan. Keunggulan rodentisida botanis yaitu murah dan mudah dalam proses pembuatan, aman terhadap lingkungan, serta sulit menimbulkan resistensi pada tikus. Selain itu terdapat pula kelemahannya yaitu daya kerja relatif lambat, kurang praktis, serta tidak tahan disimpan (Sudarmo 2005).

Kelompok tumbuhan rodentisida nabati adalah kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hewan rodentia. Tumbuh-tumbuhan ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai penekan kelahiran (efek aborsi atau kontrasepsi) dan penekan populasi (efek mortalitas). Tumbuhan yang termasuk kelompok penekan kelahiran umumnya mengandung steroid, sedangkan yang tergolong penekan populasi biasanya mengandung alkaloid. Dua jenis tumbuhan yang sering digunakan sebagai rodentisida nabati adalah jenis umbi gadung (Anonim 2004).

Daya tarik umpan sangat berpengaruh pada perilaku makan tikus karena bahan racun yang digunakan sebagai rodentisida tidak disukai oleh tikus. Pencampuran racun dengan umpan dalam pembuatan rodentisida diperlukan karena dalam pertumbuhan normal tikus membutuhkan karbohidrat, protein, dan lemak secara berimbang. Selain komponen utama tersebut, bahan tambahan

(16)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi umbi gadung yang tepat dalam mengendalikan populasi tikus rumah dan tikus sawah yang banyak tersebar di permukiman maupun lahan pertanian.

Manfaat Penelitian

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Tikus

Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus terdapat di Indonesia. Setiap spesies menghuni habitat yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya, diantaranya ada yang beradaptasi dengan lingkungan yang diciptakan oleh manusia, seperti daerah pertanian (Rochman 1986).

Tikus adalah binatang sosial yang hidup dalam satu kelompok. Kelompok tikus dipimpin oleh individu yang paling kuat dan akan menyerang kelompok lain yang masuk ke dalam teritorialnya. Konsumsi tikus sangat mempengaruhi faktor kerusakan dalam berbagai bidang. Tikus lebih cenderung memilih makanan yang kaya karbohidrat dibanding dengan tepung terigu, gula, silikat, minyak nabati, dan parafin (Mukhlis 2007).

Habitat setiap spesies tikus berbeda-beda, tetapi hal tersebut tidak membatasi wilayah penyebaran dari spesies tikus tersebut (Meehan 1984). Hama yang sering mengakibatkan kerugian bagi manusia di daerah permukiman dan harus dikendalikan yaitu tikus rumah. Tikus rumah merupakan hewan pengerat yang hidup pada permukiman warga dengan ekor yang panjang dan pandai memanjat serta melompat. Tikus ini sering berhadapan langsung dengan kegiatan manusia dalam aspek apapun (Priyambodo 2006).

(18)

Tikus Rumah (Rattus rattus diardii)

Tikus rumah merupakan salah satu hama yang mempengaruhi aktivitas manusia di wilayah permukiman, sebagian besar aktivitas tikus rumah menimbulkan kerugian bagi manusia. Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (R. rattus diardii) digolongkan ke dalam Kelas Mammalia, Ordo Rodentia, dan Famili Muridae. Ciri morfologi tikus rumah adalah panjang tubuh 100 – 190 mm, dan memiliki ekor yang lebih panjang atau sama dengan panjang tubuh. Panjang telapak kaki belakang 35 mm dan telinga 20 mm. Bentuk badan silindris, ekor tidak ditumbuhi rambut, serta bobot tubuh berkisar antara 70 g - 300 g, rambut bertekstur agak kasar berwarna coklat kehitaman pada bagian dorsal. Warna rambut pada bagian ventral hampir sama dengan warna pada bagian dorsal. Tikus betina memiliki puting susu 2 pasang di dada dan 3 pasang di perut (Priyambodo 2003).

Gambar 1 Tikus rumah

Tikus Sawah (Rattus argentiventer)

Tikus sawah (R. argentiventer) memiliki panjang tubuh berkisar antara 130-210 mm, memiliki ekor yang lebih pendek dari pada ukuran kepala dan tubuh. Bagian perut bagian bawah berwarna putih bercampur kelabu, tubuh bagian punggung dan kepala berwarna kuning coklat. Betina memiliki puting susu tiga pasang di dada dan tiga pasang di perut (Priyambodo 2003).

(19)

22 mm, panjang telapak kaki belakang 32 mm – 39 mm, dan lebar sepasang gigi pengerat 3 mm.

Gambar 2 Tikus sawah

Rodentisida Botanis

Umbi Gadung

Gadung merupakan tumbuhan perdu memanjat yang tingginya dapat mencapai 5-10 m. Tumbuhan gadung memiliki batang bulat, berbulu, dan berduri yang tersebar sepanjang batang dan tangkai daun. Umbi tumbuhan gadung bulat diliputi rambut akar yang besar dan kaku. Jenis ini di Indonesia dikenal dengan beberapa nama daerah yaitu gadung, sekapa, bitule, bati, kasimun dan lain-lainnya. Dalam bahasa latinnya, gadung disebut Dioscorea hispida Denust. Kulit umbi berwarna gading atau coklat muda, daging umbinya berwarna putih gading atau kuning, dan umbinya muncul dekat permukaan tanah (Flach 1996).

Umbi gadung berasal dari India bagian Barat kemudian menyebar luas sampai ke Asia Tenggara. Tumbuhan gadung tumbuh pada tanah datar hingga ketinggian 850 m dpl, tetapi dapat juga ditemukan pada ketinggian 1.200 m dpl. Umbi gadung ini dapat dijadikan kripik, oleh Pemkab Kuningan dinyatakan sebagai makanan khas daerah. Kripik gadung memiliki rasa yang gurih dan membuat kita terjebak untuk selalu mengunyahnya dalam jumlah yang tak terbatas (Anonim 2007).

(20)

diosgenin dan 0,044% dioscorine. Racun ini dapat menyebabkan kelumpuhan sistem saraf pusat (Flach 1996).

Pestisida dari umbi tanaman merambat ini menjadi salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai racun tikus yang berbahan alamiah. Racun tikus seperti ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tak akan mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan sekitar (Anonim 2004).

Beras

Beras merupakan salah satu komoditas utama dalam pangan masyarakat Indonesia (Soekartawi 1994). Beras merupakan pangan paling penting di dunia untuk konsumsi manusia. Sebagian terbesar karbohidrat di beras adalah pati dan hanya sebagian kecil pentosa, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Antara 85% hingga 90% dari berat kering beras berupa pati. Pati pada endosperm beras berbentuk granula polihedral berukuran 3 - 5 µm (Haryadi 2006).

Parafin

Parafin merupakan salah satu bahan pengawet yang dapat digabungkan dengan umpan beracun terhadap tikus. Penggunaan parafin bertujuan untuk memberikan ketahanan dalam pembuatan bentuk rodentisida. Selain itu parafin dapat mencegah rodentisida dari serangan serangga, cendawan, atau oleh gangguan faktor fisik seperti panas dan kelembaban. Pemberian parafin pada umpan dan rodentisida dalam bentuk blok dapat mencegah terjadinya keracunan pada manusia karena salah sasaran, seperti yang terjadi pada penduduk transmigran di daerah Sumatera ketika terjadi kelaparan (Priyambodo 2003).

Karamel

(21)

Bahan tambahan

Bahan tambahan diberikan di dalam umpan beracun tikus. Hal ini dimaksudkan untuk menutup rasa tidak enak dari bahan racun tersebut. Dengan demikian, tikus memakan umpan dengan jumlah yang cukup banyak sehingga jumlah racun yang ikut termakan cukup untuk mematikannya (Priyambodo 2003). Vetsin merupakan bahan yang umum dipakai sebagai bahan penyedap dalam pembuatan masakan. Penambahan vetsin dalam makanan dapat meningkatkan rasa sedap pada makanan. Selain dapat meningkatkan rasa enak pada makanan, penambahan vetsin juga dapat meningkatkan aroma yang sedap pada makanan. Pemberian vetsin pada umpan beracun tikus dapat meningkatkan rasa dan aroma yang sedap pada umpan, sehingga tikus menjadi suka untuk mengonsumsi umpan yang diberikan daripada umpan lain yang tersedia di lapangan (Sudiarta 2008).

Ikan merupakan salah satu komoditas perairan yang sangat berpotensi untuk dimanfaatkan di Indonesia. Tepung ikan merupakan salah satu produk hasil olahan yang berasal dari ikan. Tepung ikan dapat digunakan sebagai bahan penarik tikus dalam pengumpanan beracun. Penggunaan tepung ikan sebagai bahan penarik tikus dimaksudkan untuk menutupi rasa tidak enak dari umpan beracun yang akan diberikan kepada tikus (Priyambodo 2003).

Minyak nabati dapat digunakan sebagai bahan tambahan yang berfungsi sebagai bahan perekat agar racun yang digunakan dapat menempel pada umpan. Kelemahan dari minyak nabati adalah mudah menjadi tengik sehingga dapat menjadikan umpan tersebut tidak disukai oleh tikus (Priyambodo 2003).

(22)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai Juli 2011.

Bahan dan Alat

Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah tikus rumah (R. rattus diardii) dan tikus sawah (R. argentiventer) yang diperoleh dari permukiman masyarakat Darmaga Bogor dan lahan pertanian Kabupaten Pati. Tikus yang digunakan sebanyak 60 ekor tikus rumah dan 60 ekor tikus sawah, dengan berat antara 70 - 150 gram.

Kandang Percobaan

Kandang yang digunakan dalam pengujian yaitu kandang perlakuan yang terbuat dari kawat aluminium berukuran 50 cm x 40 cm x 20 cm (p x l x t). Setiap kandang dilengkapi peralatan tambahan yaitu tempat minum, tempat makan, bumbung untuk persembunyian tikus (Gambar 3).

Gambar 3 Kandang perlakuan

Timbangan

(23)

mengetahui besar pakan sebelum dan sesudah konsumsi serta mendapatkan bobot tikus sebelum dan sesudah perlakuan.

Gambar 4 Timbangan elektronik (electronic top-loading balance for animal)

Blok Gadung

Pada awal dilakukan pembuatan karamel dengan cara mendidihkan gula merah yang ditambahkan dengan sedikit air, kemudian dipersiapkan parafin yang berfungsi untuk menjadikan seluruh bahan yang diolah menjadi padat seperti balok. Tahapan selanjutnya yaitu dipersiapkan umbi gadung yang berpotensi menjadi racun. Umbi gadung dibersihkan lalu dipotong kecil dan kemudian dihancurkan menggunakan blender.

Bahan utama yang berguna sebagai penarik tikus untuk mengonsumsi umpan yaitu beras. Selain itu diperlukan pula bahan tambahan yang berguna sebagai penambah ketertarikan tikus yang terdiri dari tepung ikan, gula pasir, vetsin, telur, dan minyak goreng. Seluruh bahan dicampurkan, kemudian diolah dengan cara dipanaskan di atas kompor.

(24)

Metode Penelitian

Persiapan Kandang

Seluruh bagian kandang diperiksa dan dibersihkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Setelah kandang pengujian layak digunakan, kemudian diletakkan tempat makan dan minum tikus, serta bumbu untuk tempat persembunyian tikus.

Persiapan Hewan Uji

Tikus yang telah diperoleh dari lapang, kemudian diadaptasikan terlebih dahulu dalam kandang pemeliharaan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman selama 2-3 hari dengan diberi pakan gabah dan air setiap hari. Penentuan bobot tikus dilakukan dengan cara memasukkan tikus ke dalam plastik yang sudah dikonversi terlebih dahulu, kemudian dilakukan penimbangan.

Perlakuan Rodentisida Gadung Bentuk Blok

Teknik perlakuan konsentrasi bahan aktif yaitu dengan menentukan jumlah umbi gadung yang akan digunakan sebagai racun dalam umpan dengan 5 macam konsentrasi yaitu 0%, 10%, 20%, 25%, 30%. Pada konsentrasi 0% dijadikan sebagai kontrol dengan tidak menambahkan gadung dalam umpan, lalu untuk konsentrasi lain 10%, 20%, 25%, 30% ditambahkan beras, karamel, parafin, dan bahan tambahan hingga mencapai konsentrasi 100% (Tabel 1).

Tabel 1 Kandungan dan komposisi umpan perlakuan rodentisida bentuk blok

Umpan Perlakuan

Komposisi umpan (%)

Racun Beras Parafin Bahan

Tambahan Karamel Kontrol G1 G2 G3 G4 0 10 20 25 30 40 30 30 25 20 40 25 30 30 30 10 10 10 10 10 10 25 10 10 10 Keterangan: Bahan tambahan yang digunakan yaitu minyak goreng, gula pasir, telur, tepung

(25)

Pemberian blok dilakukan 3 hari berturut-turut kemudian dilanjutkan dengan pemberian beras. Tikus yang digunakan yaitu tikus rumah dan tikus sawah untuk masing-masing konsentrasi umpan dengan 10 ulangan, jadi tikus yang disediakan dalam konsentrasi bahan aktif ini berjumlah 50 ekor tikus rumah dan 50 ekor tikus sawah.

Metode Pilihan (Choice Test)

Pada metode pilihan ini dipilih blok yang paling efektif dalam pengujian konsentrasi bahan aktif dibandingkan dengan beras yang dicampur dengan gadung dan tidak membentuk blok (Gambar 5). Kemudian dilakukan pengamatan terhadap konsumsi pada setiap bahan selama 2 minggu. Hal ini bertujuan untuk membandingkan ketertarikan tikus terhadap bahan yang diberikan dalam perlakuan, sehingga dapat diketahui perlakuan yang efektif dalam teknik pengendalian tikus. Metode pilihan dilakukan dengan menggunakan empat ekor tikus sawah dan kemudian masing-masing tikus diberi pilihan antara blok yang paling efekif dalam pelakuan konsentrasi bahan aktif dan beras yang dicampur bubuk gadung (BG) dengan perbandingan 70:30.

A B

Gambar 5 Pengujian pilihan antara blok (A) dan beras yang ditambah gadung (B)

Konversi Umpan

Seluruh data yang diperoleh dari pengujian terhadap tikus rumah dan tikus sawah dikonversi terlebih dahulu terhadap 100 g bobot tikus, dengan rumus sebagai berikut:

Konversi umpan/racun (g) = x 100%

(26)

Rerata bobot tubuh tikus (g) =

Analisis Data

Data hasil penelitian diolah dengan program Statistical Analysis System (SAS) for Windows ver.9.1. Apabila hasil yang diperoleh berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji selang ganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) pada taraf α= 5%.

2

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum perlakuan penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan dengan konsentrasi 20%, 25%, dan 30% terhadap 2 tikus sawah pada masing-masing konsentrasi. Didapatkan hasil konsumsi umpan pada 20% sebesar 3.775 g/ 100 g bobot tubuh, 25% sebesar 2.889 g/ 100 g bobot tubuh, 30% sebesar 3.636 g/ 100 g bobot tubuh tikus. Pada perlakuan 20% tidak menimbulkan kematian tikus namun memperlihatkan pengurangan bobot tikus sebesar 27.975 g. Kemudian untuk perlakuan 25% menimbulkan kematian tikus dan mengakibatkan bobot menurun 21.105 g sedangkan pada konsentrasi 30% menimbulkan kematian dan penurunan bobot sebesar 60.485 gr. Hal ini memperlihatkan ketertarikan tikus mengonsumsi blok yang telah dibuat pada berbagai konsentrasi dan dampak setelah mengonsumsi blok yaitu kematian.

Perlakuan Rodentisida Gadung Bentuk Blok terhadap Tikus Rumah

Konsumsi tikus rumah terhadap umpan blok dan beras setelah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi tikus rumah terhadap umpan cukup tinggi, karena umpan perlakuan tersebut mengandung berbagai bahan penyedap dan bahan tambahan seperti beras, karamel, tepung ikan, telur, minyak goreng, gula pasir, dan vetsin yang dapat menambah ketertarikan tikus untuk mengonsumsinya. Bahan tambahan diberikan untuk menutup rasa tidak enak dari bahan racun (Priyambodo 2003).

Tabel 2 Konsumsi tikus rumah terhadap umpan blok dan beras setelah perlakuan

Perlakuan Umpan Blok (g/100 g bobot tubuh)

Beras Setelah Perlakuan (g/100 g bobot tubuh)

Kematian (%) kontrol 8.838±0.401a 8.074±0.235a 0

G1 5.292±0.360bc 6.033±0.527b 30 G2 5.693±0.462b 8.062±0.239a 0 G3 3.950±0.185c 6.460±0.312ab 0 G4 3.992±0.400c 7.724±0.243a 0

(28)

Pada pengujian ini konsumsi tertinggi umpan yaitu pada perlakuan kontrol (8.838 g/100 g bobot tubuh). Hasil ini berbeda nyata dengan perlakuan umpan G1, G2, G3, dan G4. Konsumsi tertinggi umpan pada perlakuan kontrol disebabkan pada umpan selain kontrol terdapat bahan gadung 10%, 20%, 25%, dan 30% yang dapat mengurangi ketertarikan konsumsi tikus rumah. Pada kontrol hanya terdiri dari bahan-bahan beras, karamel, parafin, dan bahan tambahan yang dapat meningkatkan ketertarikan tikus untuk mengonsumsi.

Umpan selain kontrol yang cukup banyak dikonsumsi oleh tikus rumah yaitu pada perlakuan umpan G1 dan G2. Perlakuan umpan G2 dan G3 berbeda nyata, hal ini disebabkan perlakuan G2 mengandung beras lebih banyak yang mengakibatkan tikus lebih tertarik untuk mengonsumsinya dibandingkan dengan perlakuan G3. Konsumsi tikus rumah terhadap perlakuan G1 dan G2 tidak berbeda nyata, demikian juga perlakuan G3 dan G4 tidak berbeda nyata.

Perlakuan G1 merupakan umpan yang dapat dikatakan tinggi untuk dikonsumsi oleh tikus rumah pada perlakuan rodentisida dengan tambahan bahan gadung yang berperan sebagai racun. Hal ini dikarenakan perlakuan G1 mengandung karamel yang berbahan dasar gula merah dengan konsentrasi terbesar yaitu sebesar 25% dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan G1 terdapat parafin 25%, konsentrasi tersebut lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi pada perlakuan lainnya. Hal ini menyebabkan gadung yang terdapat dalam blok dapat berperan dengan baik sebagai bahan racun. Umbi gadung merupakan tumbuhan yang efektif untuk mengendalikan hama tikus (Sudarmo 2005).

(29)

rumah memiliki daya tahan yang cukup baik, karena hewan mamalia ini dapat menetralisir racun dalam tubuhnya.

Pada Tabel 3 memperlihatkan bobot tubuh tikus rumah menunjukkan kenaikan yang terlihat jelas pada perlakuan kontrol sebesar 11.094 g. Hal ini disebabkan pada perlakuan kontrol tidak terkandung konsentrasi racun yang mengakibatkan umpan tidak memiliki efek apapun. Namun, pada perlakuan G2 dan G4 yang telah terkandung racun memperlihatkan kenaikan yang tidak terlalu besar yaitu sebesar 2.089 g dan 4.586 g. Hal ini disebabkan oleh konsumsi beras setelah perlakuan blok yang cukup tinggi (8.062 g dan 7.724 g). Perlakuan G2 dan G4 memperlihatkan bahwa rodentisida botanis yang diaplikasikan memiliki efek yang tidak terlalu besar bagi bobot tubuh. Pada perlakuan G1 dan G3 menimbulkan penurunan bobot tubuh tikus rumah.

Tabel 3 Bobot awal dan akhir tubuh tikus rumah terhadap perlakuan Perlakuan Rerata bobot tubuh tikus rumah (g)

Bobot awal Bobot akhir

Kontrol 97.633 108.727

G1 119.795 109.001

G2 107.601 109.690

G3 112.375 106.881

G4 101.663 106.249

Perlakuan Rodentisida Gadung Bentuk Blok terhadap Tikus Sawah

Pada perlakuan terhadap tikus sawah memperlihatkan konsumsi tertinggi umpan pada perlakuan G1 sebesar 5.622 g/100 g bobot tikus sawah (Tabel 4), hal ini tidak berbeda nyata dibandingkan dengan konsumsi umpan pada perlakuan lainnya. Hasil ini membuktikan bahwa umpan yang telah dibuat cukup efektif dalam menarik tikus sawah untuk dikonsumsi selain itu disebabkan oleh komposisi umpan perlakuan gadung dalam blok tidak mempengaruhi konsumsi tikus sawah.

(30)
[image:30.595.111.516.149.269.2]

Tabel 4 Konsumsi tikus sawah terhadap umpan blok dan beras setelah perlakuan

Perlakuan Umpan Blok

(g/100 g berat badan)

Beras Setelah Perlakuan (g/100 g berat badan)

Kematian (%)

Kontrol 4.710±2.351a 6.230±1.997a 0

G1 3.592±2.061a 4.496±2.695a 40

G2 4.581±1.509a 4.521±1.928a 30

G3 4.585±1.568a 3.435±3.141a 70

G4 4.960±1.088a 4.302±3.275a 40

Keterangan : angka dalam kolom yang sama dengan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dalam uji Duncan pada taraf 5%

Konsumsi beras dalam perlakuan terhadap tikus sawah tidak berbeda nyata untuk seluruh perlakuan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya tikus yang mati ketika perlakuan umpan blok gadung, kemudian pada perlakuan tersebut menimbulkan efek yang sama terhadap konsumsi beras. Data kematian tikus sawah terlihat begitu beragam, pada perlakuan G1 melihatkan kematian 40%, perlakuan G2 dan G4 memperlihatkan kematian mencapai 30%, kemudian untuk perlakuan G3 kematian mencapai 70% (Tabel 4).

Pada perlakuan G3 terhadap tikus sawah mencapai nilai efektif untuk kematian tikus. Pada perlakuan G4 menimbulkan kematian lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan G3 yang mengandung racun lebih sedikit. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi blok rodentisida botanis yang beragam, kemudian daya tahan tikus yang berbeda-beda, karena enzim yang terdapat di dalam tubuh tikus bekerja dengan sendiri. Selain itu, gadung yang digunakan dalam bentuk ekstrak kasar memungkinkan untuk dinetralisir oleh tikus uji. Ada perbedaan yang nyata antara berbagai tingkat konsentrasi ekstrak umbi gadung dengan jumlah kematian rata-rata (Narendra 2005).

Pada perlakuan terhadap tikus sawah memperlihatkan penurunan bobot tubuh tikus (Tabel 5), kecuali pada perlakuan kontrol yang tidak mengandung konsentrasi racun yang mengakibatkan bobot tubuh tikus sawah tidak terpengaruh.

(31)
[image:31.595.112.481.105.223.2]

Tabel 5 Bobot awal dan akhir tubuh tikus sawah terhadap perlakuan Perlakuan Rerata bobot tubuh tikus sawah (g)

Bobot awal Bobot akhir

Kontrol 100.328 100.726

G1 102.929 84.441

G2 107.455 90.769

G3 109.282 84.804

G4 110.557 101.995

Metode Pilihan (choice test)

Perlakuan umpan pilihan dilakukan dengan memberikan umpan blok dan umpan beras yang dicampur dengan gadung yang tidak berbentuk blok (BG) (Tabel 6). Umpan blok yang digunakan yaitu umpan perlakuan G3 dengan konsentrasi gadung 25%. Blok gadung G3 dipilih sebagai umpan pada choice test

ini dikarenakan blok gadung tersebut cukup efektif dalam ketertarikan untuk dikonsumsi serta dalam mematikan tikus sawah.

Tabel 6 Konsumsi umpan pada metode pilihan

Ulangan

Konsumsi (g/100 g berat

badan) Rerata bobot tubuh tikus sawah (g)

Blok G3 BG Bobot awal Bobot akhir Bobot rerata

1 0.214 5.366 148.42 150.88 149.650

2 0.367 7.877 85.66 94.35 90.005

3 2.334 3.177 105.21 108.2 106.705

4 1.178 4.482 144.19 136.03 140.110

Rerata 1.02 5.23

(32)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perakitan umpan dalam bentuk blok sangat efektif bagi ketertarikan tikus untuk mengonsumsi, terlihat dari pengujian kontrol yang tinggi dalam tingkat konsumsi dibandingkan dengan pengujian lainnya seperti G1, G2, G3, dan G4. Tikus rumah mengonsumsi umpan kontrol mencapai 8.838 g/100 g bobot tubuh dan untuk tikus sawah mencapai 4.710 g/100 g bobot tubuh. Tingkat kefektifan dalam kematian yang disebabkan oleh perlakuan konsentrasi bahan aktif yaitu pada perlakuan G1 pada tikus rumah dan G3 pada tikus sawah. Pada perlakuan G1 terhadap tikus rumah dikonsumsi sebanyak 5.292 g/100 g bobot tubuh kemudian menimbulkan kematian mencapai 30%. Kemudian perlakuan G3 terhadap tikus sawah telah dikonsumsi sebanyak 4.585 g/100 g bobot yang dapat menimbulkan kematian tikus sawah mencapai 70%. Pada pengujian umpan blok dapat disimpulkan bahwa G3 menimbulkan hasil yang efektif dalam ketertarikan dan kematian tikus namun pada pengujian pilihan dapat memperlihatkan perlakuan BG lebih efektif dalam menarik tikus untuk mengonsumsi dibandingkan dengan umpan G3.

Saran

(33)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2004. Pengawetan bamboo dengan pestisida alami. Pikiran Rakyat Cyber Media. (http://community.um.ac.id) [11 Oktober 2010].

[Anonim]. 2007. Kripik gadung makanan olahan tradisional. Warta Desa 21 September 2007:1 (kolom 1).

Djafaruddin. 1995. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Djojosumarto P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Ed ke-2. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Flach M, Rumawas F, editor. 1996. Plant Yielding Non-Seed Carbohydrates.

Bogor: Prosea.

Haryadi. 2006. Teknologi Pengelolaan Beras. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Hone J. 1996. Analysis Of Vertebrate Pest Conrol. Cambridge: Cambridge University Press.

Meehan, AP. 1984. Rat and Mice, Their Biologi and Control. East Griendstead: Rentokil Limited.

Mukhlis A. 2007. Kajian ketertarikan tikus pohon (Rattus tiomanicus Miller), tikus rumah (Rattus rattus diardii L.), dan wirok kecil (Bandicota bangalensis Gray&Hard.) pada beberapa jenis umpan [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Narendra P. 2005. Daya bunuh gadung racun (Dioscorea hispida) terhadap mencit putih (Mus musculus) [skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro.

Natawigena D. 2000. Beberapa kendala dalam memproduksi pestisida nabati.

Crop Science [jurnalon-line]. http://cropscience.org/ [20 Januari 2010]. Prakash A, Rao J. 1997. Botanical Pesticides in Agriculture. Cuttack: CRC

Press.

Priyambodo S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Ed ke-3. Jakarta: Penebar Swadaya.

Priyambodo S. 2006. Tikus. Di dalam: Singgih HS dan Upik KH, editor. Hama Permukiman Indonesia. Bogor: Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman (UKPHP). hlm 195-212.

Rochman. 1986. Biologi dan Ekologi Tikus Khususnya pada Tanaman Pangan di Indonesia. Seminar Penggunaan Klerat-RMB. Jakarta.

Rochman. 1990. Masalah Tikus dan Pengendaliannya pada Tanaman Pangan di Indonesia. Bogor: PT. Agricon Indonesia. hlm 271-285.

(34)

Soekartawi. 1994. Peran Sektor Pertanian dalam Perekonomian Indonesia. Studi Indonesia 4: 47.

Sudarmaji. 2004. Dinamika populasi tikus sawah (Rattus argentiventer

Rob&kloss) pada ekosistem sawah irigasi teknis dengan pola tanam padi-padi bera [disertasi]. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Sudarmo S. 2005. Pestisida Nabati. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Sudiarta IN. 2008. Karamel dan jagung pecah sebagai bahan campuran umpan bagi tikus pohon (Rattus tiomanicus Mill.) dan tikus rumah (Rattus rattus diardii Linn.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Utama SP. 2003. Kajian effisiensi teknis usahatani padi sawah pada petani serta

sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT) di sumatera barat. Akta Agrosia 6:2 [jurnal on-line]. http://bdpunib.org/akta/artikelakta/2003/67.pdf [Jul-Des 2003].

(35)

AFTAR PUSTAKA

(36)

Lampiran 1 konsumsi makan tikus rumah terhadap berbagai blok dan beras

Jumlah Ulangan

Rerata konsumsi blok dan beras (gr)

Kontrol 10% 20% 25% 30%

Blok Beras Blok Beras Blok Beras Blok Beras Blok Beras 1 8.09 7.03 4.91 7.89 4.93 10.70 3.48 5.64 5.17 6.76 2 8.15 7.25 4.31 2.84 5.36 15.84 3.92 7.99 4.57 5.60 3 7.66 8.63 5.25* 5.9* 4.56 5.20 4.30 8.04 2.09 6.79 4 9.33 7.41 5.83 9.78 3.34 6.85 2.81 8.18 2.64 8.58 5 9.53 9.75 5.46 8.65 5.00 5.35 5.28 10.81 4.02 7.99 6 13.85 9.31 8.49 11.88 5.11 6.98 4.81 5.14 5.18 8.75 7 12.58 9.38 5.43 6.59 5.89 8.77 4.73 6.48 2.98 9.95 8 13.94 6.26 6.53 5.93 8.86 7.27 4.61 3.59 2.13 4.49 9 7.66 7.30 5.46* 4.28* 5.85 8.13 4.23 6.30 6.04 8.84 10 5.22 10.3 5.35* 3.31* 6.37 9.82 4.75 9.23 5.57 13.11 Rerata 9.60 8.26 5.79 6.57 5.53 8.49 4.29 7.14 4.04 8.09 Konversi 8.838 8.074 5.292 6.033 5.693 8.062 3.950 6.460 3.992 7.724

*) Tikus perlakuan mati

Lampiran 2 Analisis ragam konsumsi tikus rumah terhadap blok Sumber Keragaman Derajat Bebas (db) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat Tengah (KT)

Nilai F Nilai p

Model 4 7.424 1.856 13.29 <.0001 Error 45 6.284 0.139 Total 49 13.708

Lampiran 3 Analisis ragam konsumsi tikus rumah terhadap beras Sumber Keragaman Derajat Bebas (db) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat Tengah (KT)

Nilai F Nilai p

Model 4 1.53433760 0.38358440 3.51 0.0141 Error 45 4.91809240 0.10929094

(37)

Lampiran 4 Hari kematian tikus rumah

Ulangan

Hari kematian tikus

Kontrol 10% 20% 25% 30% 1 # # # # # 2 # # # # #

3 # Ke-9 # # #

(38)

Lampiran 5 Konsumsi makan tikus sawah terhadap berbagai blok dan beras

Jumlah Ulangan

Rerata konsumsi blok dan beras (gr)

Kontrol 10% 20% 25% 30%

Blok Beras Blok Beras Blok Beras Blok Beras Blok Beras

1 7.37 8.30 1.45* 2.86* 4.28* 4.88* 4.47* 3.91* 5.03 6.93 2 10.19 7.08 6.79 6.91 1.76* -* 3.74* -* 5.67 6.83 3 2.03 7.08 7.41 3.77 4.61 5.23 5.67 6.66 6.34 9.95 4 10.43 5.17 3.23 4.10 5.34 4.95 4.01 5.62 4.55 5.01 5 4.98 6.48 5.53 5.49 4.13 5.07 4.44* 5.61* 4.89 5.31 6 2.73 6.34 9.45 9.13 3.82 2.19 1.45* -* 4.51 4.59 7 2.44 5.71 5.38 5.00 5.63 7.27 3.2* 3.17* 3.96 5.34 8 3.63 5.90 6.25* 5.29* 5.8* 4.51* 5.25* -* 3.96* -* 9 6.59 6.55 2.44* 0* 2.87 3.45 5.06* -* 6.79* -* 10 6.00 2.27 5.48* -* 6.03 7.79 4.80 5.10 4.63* -*

Rerata 5.64 6.48 5.34 5.32 4.43 5.04 4.20 5.01 5.03 6.56

Konversi 4.710 6.230 3.592 4.496 4.581 4.521 4.585 3.435 4.960 4.302 *) Tikus perlakuan mati

Lampiran 6 Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap blok Sumber

Keragaman

Derajat Bebas (db)

Jumlah Kuadrat (JK)

Kuadrat Tengah (KT)

Nilai F Nilai p

(39)

Lampiran 7 Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap beras Sumber Keragaman Derajat Bebas (db) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat Tengah (KT)

Nilai F Nilai p

Model 4 41.179 10.295 1.45 0.2343

Error 45 320.183 7.115

Total 49 361.362

Lampiran 8 Hari kematian tikus sawah

Ulangan Hari kematian tikus

Kontrol 10% 20% 25% 30%

1 # Ke-13 Ke-5 Ke-7 #

2 # # Ke-3 Ke-3 #

3 # # # # # 4 # # # # #

5 # # # Ke-22 #

6 # # # Ke-3 #

7 # # # Ke-22 #

8 # Ke-14 Ke-11 Ke-3 Ke-3

9 # Ke-4 # Ke-3 Ke-3

10 # Ke-3 # # Ke-3

#) Tikus perlakuan tidak mati

Lampiran 9 Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap hari kematian Sumber Keragaman Derajat Bebas (db) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat Tengah (KT)

Nilai F Nilai p

Model 3 48.216 28.072 0.59 0.6342

Error 13 621.667 47.821

Total 16 705.882

(40)

PENGUJIAN UMBI GADUNG (Dioscorea hispida Dennst.)

SEBAGAI RODENTISIDA BOTANIS SIAP PAKAI DALAM

PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.)

DAN TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.)

DWI DINAR MURJANI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(41)

ABSTRAK

DWI DINAR MURJANI. Pengujian Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst.) sebagai Rodentisida Botanis Siap Pakai dalam Pengendalian Tikus Rumah (Rattus rattus diardii Linn.) dan Tikus Sawah (Rattus argentiventer Rob. & Klo.). Dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO.

Tikus merupakan satwa liar yang sangat sering berhubungan dengan manusia. Dua spesies tikus yang berperan penting sebagai hama yaitu tikus rumah (Rattus rattus diardii) dan tikus sawah (Rattus argentiventer). Kerugian yang ditimbulkan oleh tikus tersebut yaitu seperti merusak alat-alat rumah tangga bahkan dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang tinggi dalam sistem pertanian. Diperlukan cara pengendalian yang tepat untuk menekan serangan hama tersebut. Umbi gadung merupakan tumbuhan yang efektif untuk mengendalikan hama tikus. Rodentisida botanis adalah penemuan yang sangat baik dan merupakan sistem pengendalian yang efektif dan efisien, karena memanfaatkan tanaman yang tersedia dan ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi umbi gadung yang tepat dalam mengendalikan populasi tikus rumah dan tikus sawah yang banyak tersebar di permukiman maupun lahan pertanian. Terdapat dua pengujian dalam percobaan perlakuan rodentisida gadung bentuk blok yaitu pengujian tanpa pilihan dan pengujian pilihan. Pada pengujian tanpa pilihan, menggunakan bahan aktif umbi gadung dengan lima macam konsentrasi sebesar 0% (kontrol), 10% (G1), 20% (G2), 25% (G3), 30% (G4) terhadap tikus rumah dan tikus sawah dengan sepuluh ulangan. Perakitan umpan dalam bentuk blok cukup efektif bagi ketertarikan tikus untuk mengonsumsi serta secara umum terdapat penurunan bobot tubuh tikus sebagai akibat dari perlakuan. Pada perlakuan G1 terhadap tikus rumah dikonsumsi sebanyak 5.292 g/100 g bobot tubuh kemudian menimbulkan kematian mencapai 30%. Perlakuan G3 terhadap tikus sawah dikonsumsi sebanyak 4.585 g/100 g bobot yang dapat menimbulkan kematian mencapai 70%. Perlakuan G3 menimbulkan hasil yang cukup efektif dalam ketertarikan dan kematian tikus. Percobaan kedua yaitu pengujian pilihan untuk membandingkan ketertarikan tikus terhadap bahan yang diberikan dalam perlakuan. Metode pilihan dilakukan dengan masing-masing tikus diberi blok yang paling efektif dalam pelakuan rodentisida gadung blok dan beras yang dicampur ekstrak gadung (BG). Hasil percobaan menunjukkan perlakuan BG lebih efektif dalam menarik tikus untuk mengonsumsi dibandingkan dengan umpan G3.

(42)

ABSTRACT

DWI DINAR MURJANI. Examination of Gadung Tuber (Dioscorea hispida

Dennst.) as a Ready to Use Botanical Rodenticides to Control House Rat (Rattus rattus diardii Linn.) and Ricefield Rat (Rattus argentiventer Rob. & Klo.). Supervised by SWASTIKO PRIYAMBODO.

Rodent is a wild animal that are very frequent in connection with human. Two species of rodent that play an important role as pests are R. rattus diardii and

R. argentiventer. Many losses could be caused by rodent, such as causing damage to household tools and even it can cause economical high losses in agricultural systems. Appropriate controls are needed to suppress the pest attack. Gadung tuber is an effective plant controlling rodent pests. Botanical rodenticide is an excellent invention and a control system that effective and efficient, because it uses available plants and environmental friendly. This study aims to determine the exact formulation of gadung tuber in controlling the population of R. rattus diardii and R. argentiventer that are mostly spread at settlements and farms. There are two experiments of block form gadung rodenticide: no choice and choice test. In no choice test, gadung tubers active ingredient were divided in to five concentration 0% (control), 10% (G1), 20% (G2), 25% (G3), 30% (G4) to R. rattus diardii and R. argentiventer with ten replication. The block form bait is quite effective for rodents to consume and it generally decreases the rats body weight as a result of this treatment. G1 treatment to house rat was consumed as many as 5.292 g/100 g of body weight and cause of death of this treatment reaches 30%. G3 treatment to ricefield rat was consumed as many as 4.585 g/100 g of body weight that can cause death to 70%. G3 treatment caused quite effective results in the attraction and the death of rat. The second experiment aims to compare the interest to the given materials treatment. In choice test, each rat was given the most effective bait in the block form rodenticide treatment and rice mixed with extracts gadung (BG). The experimental results showed that the BG treatment is more effective in attracting the rats to consume compared to the G3 treatment.

(43)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian merupakan proses produksi yang didasarkan pada pertumbuhan tanaman dan atau hewan. Sistem peranian yang tidak merusak, tidak mengubah, serasi, selaras, dan seimbang dengan lingkungan atau pertanian yang patuh dan tunduk pada kaidah-kaidah alamiah merupakan sistem pertanian yang berkelanjutan. Pertanian memiliki visi dan misi yang tangguh, untuk mewujudkannya dibutuhkan kualitas sumberdaya petani yang dapat menguasai ilmu dan teknologi pertanian, memiliki jiwa wirausaha, dan siap menghadapi kompetisi bisnis baik dalam tataran lokal, nasional, regional, maupun global (Salikin 2003).

Produktivitas pertanian dapat terganggu oleh adanya OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Organisme pengganggu tanaman ini dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis terhadap petani maupun masyarakat. Hama adalah salah satu yang termasuk dalam OPT yang merupakan pengganggu dari jenis makhluk hidup yang termasuk kepada kelompok hewan. Apabila OPT ini dibiarkan atau terlambat untuk dikendalikan, maka selain menimbulkan kerugian secara ekonomis, akan menimbulkan penurunan kuantitas dan kualitas, penambahan biaya rutin dalam bercocok tanam, gangguan bagi langkah-langkah budidaya pertanian, pencemaran lingkungan, dan perubahan pola kehidupan serta tata cara hidup masyarakat (Djafaruddin 1995).

(44)

Pada daerah permukiman sering timbul gangguan yang diakibatkan oleh tikus rumah, seperti rusaknya peralatan rumah tangga, timbulnya penyakit, lingkungan kotor, bahkan mengakibatkan tempat pembuangan sampah menjadi tidak teratur. Pada hasil pengamatan terhadap intensitas kerusakan tanaman padi akibat serangan tikus sawah di lapangan, menunjukkan bahwa terdapat intensitas kerusakan yang berbeda diantara stadium padi. Intensitas kerusakan tertinggi terjadi pada stadium padi bunting (Priyambodo 2003, Sudarmaji 2004).

Berbagai teknik pengendalian tikus telah diupayakan penerapannya, namun pelaksanaannya masih belum optimal sehingga belum diperoleh hasil yang diterapkan. Salah satu teknik yang sering dilakukan masyarakat adalah penggunaan rodentisida. Rodentisida digolongkan atas rodentisida fumigan dan umpan beracun. Umpan beracun ini dapat berupa racun akut dan racun kronis. Segala jenis rodentisida yang digunakan sangat tergantung pada bahan aktif yang digunakan, selain itu keefektifan penggunaan rodentisida dalam pengendalian tikus dapat dilihat pada daya tarik umpan yang digunakan (Priyambodo 2003).

Pengendalian tikus yang sering digunakan dan didapatkan hasil yang efektif, dilakukan dengan rodentisida sintetik. Rodentisida yang diaplikasikan dengan baik akan didapatkan hasil produksi yang melebihi hasil rata-rata petani (Utama 2003). Beberapa tanaman dilaporkan menunjukan aktivitas yang efektif menjadi rodentisida dan telah diuji sebagai rodentisida yang umum digunakan dalam keperluan pertanian (Prakash & Rao 1997).

Rodentisida termasuk dalam jenis pestisida yang berarti pembunuh atau pengendali hewan pengerat. Pestisida ini pada umumnya bahan kimia atau campuran bahan kimia serta bahan-bahan lain. Artinya pestisida dengan satu atau beberapa cara mempengaruhi kehidupan, misalnya menghentikan pertumbuhan bahkan membunuh hama. Pestisida selalu mengandung resiko dalam penggunaannya seperi resiko bagi keselamatan pengguna serta resiko bagi lingkungan yang menyebabkan pencemaran air, tanah, dan udara (Djojosumarto 2000).

(45)

efisien, karena memanfaatkan tanaman tersedia yang mungkin kurang berguna. Namun banyak jenis pestisida botanis kurang dikembangkan pengguna, selain kalah bersaing dengan pestisida sintetis juga karena ekstrak dari tanaman biasanya kadar bahan aktifnya tidak tetap, bervariasi, dan tidak stabil (Natawigena 2000).

Penggunaan rodentisida botanis selain dapat mengurangi pencemaran lingkungan, harga relatif lebih murah dibandingkan dengan rodentisida sintetik. Rodentisida botanis dapat dibuat secara sederhana berupa larutan hasil perasan, rendaman, eksrak, dan rebusan bagian tumbuhan. Keunggulan rodentisida botanis yaitu murah dan mudah dalam proses pembuatan, aman terhadap lingkungan, serta sulit menimbulkan resistensi pada tikus. Selain itu terdapat pula kelemahannya yaitu daya kerja relatif lambat, kurang praktis, serta tidak tahan disimpan (Sudarmo 2005).

Kelompok tumbuhan rodentisida nabati adalah kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hewan rodentia. Tumbuh-tumbuhan ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai penekan kelahiran (efek aborsi atau kontrasepsi) dan penekan populasi (efek mortalitas). Tumbuhan yang termasuk kelompok penekan kelahiran umumnya mengandung steroid, sedangkan yang tergolong penekan populasi biasanya mengandung alkaloid. Dua jenis tumbuhan yang sering digunakan sebagai rodentisida nabati adalah jenis umbi gadung (Anonim 2004).

Daya tarik umpan sangat berpengaruh pada perilaku makan tikus karena bahan racun yang digunakan sebagai rodentisida tidak disukai oleh tikus. Pencampuran racun dengan umpan dalam pembuatan rodentisida diperlukan karena dalam pertumbuhan normal tikus membutuhkan karbohidrat, protein, dan lemak secara berimbang. Selain komponen utama tersebut, bahan tambahan

(46)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi umbi gadung yang tepat dalam mengendalikan populasi tikus rumah dan tikus sawah yang banyak tersebar di permukiman maupun lahan pertanian.

Manfaat Penelitian

(47)

TINJAUAN PUSTAKA

Tikus

Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus terdapat di Indonesia. Setiap spesies menghuni habitat yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya, diantaranya ada yang beradaptasi dengan lingkungan yang diciptakan oleh manusia, seperti daerah pertanian (Rochman 1986).

Tikus adalah binatang sosial yang hidup dalam satu kelompok. Kelompok tikus dipimpin oleh individu yang paling kuat dan akan menyerang kelompok lain yang masuk ke dalam teritorialnya. Konsumsi tikus sangat mempengaruhi faktor kerusakan dalam berbagai bidang. Tikus lebih cenderung memilih makanan yang kaya karbohidrat dibanding dengan tepung terigu, gula, silikat, minyak nabati, dan parafin (Mukhlis 2007).

Habitat setiap spesies tikus berbeda-beda, tetapi hal tersebut tidak membatasi wilayah penyebaran dari spesies tikus tersebut (Meehan 1984). Hama yang sering mengakibatkan kerugian bagi manusia di daerah permukiman dan harus dikendalikan yaitu tikus rumah. Tikus rumah merupakan hewan pengerat yang hidup pada permukiman warga dengan ekor yang panjang dan pandai memanjat serta melompat. Tikus ini sering berhadapan langsung dengan kegiatan manusia dalam aspek apapun (Priyambodo 2006).

(48)

Tikus Rumah (Rattus rattus diardii)

[image:48.595.105.502.122.556.2]

Tikus rumah merupakan salah satu hama yang mempengaruhi aktivitas manusia di wilayah permukiman, sebagian besar aktivitas tikus rumah menimbulkan kerugian bagi manusia. Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (R. rattus diardii) digolongkan ke dalam Kelas Mammalia, Ordo Rodentia, dan Famili Muridae. Ciri morfologi tikus rumah adalah panjang tubuh 100 – 190 mm, dan memiliki ekor yang lebih panjang atau sama dengan panjang tubuh. Panjang telapak kaki belakang 35 mm dan telinga 20 mm. Bentuk badan silindris, ekor tidak ditumbuhi rambut, serta bobot tubuh berkisar antara 70 g - 300 g, rambut bertekstur agak kasar berwarna coklat kehitaman pada bagian dorsal. Warna rambut pada bagian ventral hampir sama dengan warna pada bagian dorsal. Tikus betina memiliki puting susu 2 pasang di dada dan 3 pasang di perut (Priyambodo 2003).

Gambar 1 Tikus rumah

Tikus Sawah (Rattus argentiventer)

Tikus sawah (R. argentiventer) memiliki panjang tubuh berkisar antara 130-210 mm, memiliki ekor yang lebih pendek dari pada ukuran kepala dan tubuh. Bagian perut bagian bawah berwarna putih bercampur kelabu, tubuh bagian punggung dan kepala berwarna kuning coklat. Betina memiliki puting susu tiga pasang di dada dan tiga pasang di perut (Priyambodo 2003).

(49)
[image:49.595.211.408.126.274.2]

22 mm, panjang telapak kaki belakang 32 mm – 39 mm, dan lebar sepasang gigi pengerat 3 mm.

Gambar 2 Tikus sawah

Rodentisida Botanis

Umbi Gadung

Gadung merupakan tumbuhan perdu memanjat yang tingginya dapat mencapai 5-10 m. Tumbuhan gadung memiliki batang bulat, berbulu, dan berduri yang tersebar sepanjang batang dan tangkai daun. Umbi tumbuhan gadung bulat diliputi rambut akar yang besar dan kaku. Jenis ini di Indonesia dikenal dengan beberapa nama daerah yaitu gadung, sekapa, bitule, bati, kasimun dan lain-lainnya. Dalam bahasa latinnya, gadung disebut Dioscorea hispida Denust. Kulit umbi berwarna gading atau coklat muda, daging umbinya berwarna putih gading atau kuning, dan umbinya muncul dekat permukaan tanah (Flach 1996).

Umbi gadung berasal dari India bagian Barat kemudian menyebar luas sampai ke Asia Tenggara. Tumbuhan gadung tumbuh pada tanah datar hingga ketinggian 850 m dpl, tetapi dapat juga ditemukan pada ketinggian 1.200 m dpl. Umbi gadung ini dapat dijadikan kripik, oleh Pemkab Kuningan dinyatakan sebagai makanan khas daerah. Kripik gadung memiliki rasa yang gurih dan membuat kita terjebak untuk selalu mengunyahnya dalam jumlah yang tak terbatas (Anonim 2007).

(50)

diosgenin dan 0,044% dioscorine. Racun ini dapat menyebabkan kelumpuhan sistem saraf pusat (Flach 1996).

Pestisida dari umbi tanaman merambat ini menjadi salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai racun tikus yang berbahan alamiah. Racun tikus seperti ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tak akan mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan sekitar (Anonim 2004).

Beras

Beras merupakan salah satu komoditas utama dalam pangan masyarakat Indonesia (Soekartawi 1994). Beras merupakan pangan paling penting di dunia untuk konsumsi manusia. Sebagian terbesar karbohidrat di beras adalah pati dan hanya sebagian kecil pentosa, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Antara 85% hingga 90% dari berat kering beras berupa pati. Pati pada endosperm beras berbentuk granula polihedral berukuran 3 - 5 µm (Haryadi 2006).

Parafin

Parafin merupakan salah satu bahan pengawet yang dapat digabungkan dengan umpan beracun terhadap tikus. Penggunaan parafin bertujuan untuk memberikan ketahanan dalam pembuatan bentuk rodentisida. Selain itu parafin dapat mencegah rodentisida dari serangan serangga, cendawan, atau oleh gangguan faktor fisik seperti panas dan kelembaban. Pemberian parafin pada umpan dan rodentisida dalam bentuk blok dapat mencegah terjadinya keracunan pada manusia karena salah sasaran, seperti yang terjadi pada penduduk transmigran di daerah Sumatera ketika terjadi kelaparan (Priyambodo 2003).

Karamel

(51)

Bahan tambahan

Bahan tambahan diberikan di dalam umpan beracun tikus. Hal ini dimaksudkan untuk menutup rasa tidak enak dari bahan racun tersebut. Dengan demikian, tikus memakan umpan dengan jumlah yang cukup banyak sehingga jumlah racun yang ikut termakan cukup untuk mematikannya (Priyambodo 2003). Vetsin merupakan bahan yang umum dipakai sebagai bahan penyedap dalam pembuatan masakan. Penambahan vetsin dalam makanan dapat meningkatkan rasa sedap pada makanan. Selain dapat meningkatkan rasa enak pada makanan, penambahan vetsin juga dapat meningkatkan aroma yang sedap pada makanan. Pemberian vetsin pada umpan beracun tikus dapat meningkatkan rasa dan aroma yang sedap pada umpan, sehingga tikus menjadi suka untuk mengonsumsi umpan yang diberikan daripada umpan lain yang tersedia di lapangan (Sudiarta 2008).

Ikan merupakan salah satu komoditas perairan yang sangat berpotensi untuk dimanfaatkan di Indonesia. Tepung ikan merupakan salah satu produk hasil olahan yang berasal dari ikan. Tepung ikan dapat digunakan sebagai bahan penarik tikus dalam pengumpanan beracun. Penggunaan tepung ikan sebagai bahan penarik tikus dimaksudkan untuk menutupi rasa tidak enak dari umpan beracun yang akan diberikan kepada tikus (Priyambodo 2003).

Minyak nabati dapat digunakan sebagai bahan tambahan yang berfungsi sebagai bahan perekat agar racun yang digunakan dapat menempel pada umpan. Kelemahan dari minyak nabati adalah mudah menjadi tengik sehingga dapat menjadikan umpan tersebut tidak disukai oleh tikus (Priyambodo 2003).

(52)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai Juli 2011.

Bahan dan Alat

Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah tikus rumah (R. rattus diardii) dan tikus sawah (R. argentiventer) yang diperoleh dari permukiman masyarakat Darmaga Bogor dan lahan pertanian Kabupaten Pati. Tikus yang digunakan sebanyak 60 ekor tikus rumah dan 60 ekor tikus sawah, dengan berat antara 70 - 150 gram.

Kandang Percobaan

Kandang yang digunakan dalam pengujian yaitu kandang perlakuan yang terbuat dari kawat aluminium berukuran 50 cm x 40 cm x 20 cm (p x l x t). Setiap kandang dilengkapi peralatan tambahan yaitu tempat minum, tempat makan, bumbung untuk persembunyian tikus (Gambar 3).

[image:52.595.102.511.82.842.2]

Gambar 3 Kandang perlakuan

Timbangan

(53)

mengetahui besar pakan sebelum dan sesudah konsumsi serta mendapatkan bobot tikus sebelum dan sesudah perlakuan.

Gambar 4 Timbangan elektronik (electronic top-loading balance for animal)

Blok Gadung

Pada awal dilakukan pembuatan karamel dengan cara mendidihkan gula merah yang ditambahkan dengan sedikit air, kemudian dipersiapkan parafin yang berfungsi untuk menjadikan seluruh bahan yang diolah menjadi padat seperti balok. Tahapan selanjutnya yaitu dipersiapkan umbi gadung yang berpotensi menjadi racun. Umbi gadung dibersihkan lalu dipotong kecil dan kemudian dihancurkan menggunakan blender.

Bahan utama yang berguna sebagai penarik tikus untuk mengonsumsi umpan yaitu beras. Selain itu diperlukan pula bahan tambahan yang berguna sebagai penambah ketertarikan tikus yang terdiri dari tepung ikan, gula pasir, vetsin, telur, dan minyak goreng. Seluruh bahan dicampurkan, kemudian diolah dengan cara dipanaskan di atas kompor.

(54)

Metode Penelitian

Persiapan Kandang

Seluruh bagian kandang diperiksa dan dibersihkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Setelah kandang pengujian layak digunakan, kemudian diletakkan tempat makan dan minum tikus, serta bumbu untuk tempat persembunyian tikus.

Persiapan Hewan Uji

Tikus yang telah diperoleh dari lapang, kemudian diadaptasikan terlebih dahulu dalam kandang pemeliharaan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman selama 2-3 hari dengan diberi pakan gabah dan air setiap hari. Penentuan bobot tikus dilakukan dengan cara memasukkan tikus ke dalam plastik yang sudah dikonversi terlebih dahulu, kemudian dilakukan penimbangan.

Perlakuan Rodentisida Gadung Bentuk Blok

[image:54.595.107.517.539.734.2]

Teknik perlakuan konsentrasi bahan aktif yaitu dengan menentukan jumlah umbi gadung yang akan digunakan sebagai racun dalam umpan dengan 5 macam konsentrasi yaitu 0%, 10%, 20%, 25%, 30%. Pada konsentrasi 0% dijadikan sebagai kontrol dengan tidak menambahkan gadung dalam umpan, lalu untuk konsentrasi lain 10%, 20%, 25%, 30% ditambahkan beras, karamel, parafin, dan bahan tambahan hingga mencapai konsentrasi 100% (Tabel 1).

Tabel 1 Kandungan dan komposisi umpan perlakuan rodentisida bentuk blok

Umpan Perlakuan

Komposisi umpan (%)

Racun Beras Parafin Bahan

Tambahan Karamel Kontrol G1 G2 G3 G4 0 10 20 25 30 40 30 30 25 20 40 25 30 30 30 10 10 10 10 10 10 25 10 10 10 Keterangan: Bahan tambahan yang digunakan yaitu minyak goreng, gula pasir, telur, tepung

(55)

Pemberian blok dilakukan 3 hari berturut-turut kemudian dilanjutkan dengan pemberian beras. Tikus yang digunakan yaitu tikus rumah dan tikus sawah untuk masing-masing konsentrasi umpan dengan 10 ulangan, jadi tikus yang disediakan dalam konsentrasi bahan aktif ini berjumlah 50 ekor tikus rumah dan 50 ekor tikus sawah.

Metode Pilihan (Choice Test)

Pada metode pilihan ini dipilih blok yang paling efektif dalam pengujian konsentrasi bahan aktif dibandingkan dengan beras yang dicampur dengan gadung dan tidak membentuk blok (Gambar 5). Kemudian dilakukan pengamatan terhadap konsumsi pada setiap bahan selama 2 minggu. Hal ini bertujuan untuk membandingkan ketertarikan tikus terhadap bahan yang diberikan dalam perlakuan, sehingga dapat diketahui perlakuan yang efektif dalam teknik pengendalian tikus. Metode pilihan dilakukan dengan menggunakan empat ekor tikus sawah dan kemudian masing-masing tikus diberi pilihan antara blok yang paling efekif dalam pelakuan konsentrasi bahan aktif dan beras yang dicampur bubuk gadung (BG) dengan perbandingan 70:30.

[image:55.595.100.508.133.804.2]

A B

Gambar 5 Pengujian pilihan antara blok (A) dan beras yang ditambah gadung (B)

Konversi Umpan

Seluruh data yang diperoleh dari pengujian terhadap tikus rumah dan tikus sawah dikonversi terlebih dahulu terhadap 100 g bobot tikus, dengan rumus sebagai berikut:

Konversi umpan/racun (g) = x 100%

(56)

Rerata bobot tubuh tikus (g) =

Analisis Data

Data hasil penelitian diolah dengan program Statistical Analysis System (SAS) for Windows ver.9.1. Apabila hasil yang diperoleh berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji selang ganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) pada taraf α= 5%.

2

(57)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum perlakuan penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan dengan konsentrasi 20%, 25%, dan 30% terhadap 2 tikus sawah pada masing-masing konsentrasi. Didapatkan hasil konsumsi umpan pada 20% sebesar 3.775 g/ 100 g bobot tubuh, 25% sebesar 2.889 g/ 100 g bobot tubuh, 30% sebesar 3.636 g/ 100 g bobot tubuh tikus. Pada perlakuan 20% tidak menimbulkan kematian tikus namun memperlihatkan pengurangan bobot tikus sebesar 27.975 g. Kemudian untuk perlakuan 25% menimbulkan kematian tikus dan mengakibatkan bobot menurun 21.105 g sedangkan pada konsentrasi 30% menimbulkan kematian dan penurunan bobot sebesar 60.485 gr. Hal ini memperlihatkan ketertarikan tikus mengonsumsi blok yang telah dibuat pada berbagai konsentrasi dan dampak setelah mengonsumsi blok yaitu kematian.

Perlakuan Rodentisida Gadung Bentuk Blok terhadap Tikus Rumah

[image:57.595.111.515.562.685.2]

Konsumsi tikus rumah terhadap umpan blok dan beras setelah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi tikus rumah terhadap umpan cukup tinggi, karena umpan perlakuan tersebut mengandung berbagai bahan penyedap dan bahan tambahan seperti beras, karamel, tepung ikan, telur, minyak goreng, gula pasir, dan vetsin yang dapat menambah ketertarikan tikus untuk mengonsumsinya. Bahan tambahan diberikan untuk menutup rasa tidak enak dari bahan racun (Priyambodo 2003).

Tabel 2 Konsumsi tikus rumah terhadap umpan blok dan beras setelah perlakuan

Perlakuan Umpan Blok (g/100 g bobot tubuh)

Beras Setelah Perlakuan (g/100 g bobot tubuh)

Kematian (%) kontrol 8.838±0.401a 8.074±0.235a 0

G1 5.292±0.360bc 6.033±0.527b 30 G2 5.693±0.462b 8.062±0.239a 0 G3 3.950±0.185c 6.460±0.312ab 0 G4 3.992±0.400c 7.724±0.243a 0

(58)

Pada pengujian ini konsumsi tertinggi umpan yaitu pada perlakuan kontrol (8.838 g/100 g bobot tubuh). Hasil ini berbeda nyata dengan perlakuan umpan G1, G2, G3, dan G4. Konsumsi tertinggi umpan pada perlakuan kontrol disebabkan pada umpan selain kontrol terdapat bahan gadung 10%, 20%, 25%, dan 30% yang dapat mengurangi ketertarikan konsumsi tikus rumah. Pada kontrol hanya terdiri dari bahan-bahan beras, karamel, parafin, dan bahan tambahan yang dapat meningkatkan ketertarikan tikus untuk mengonsumsi.

Umpan selain kontrol yang cukup banyak dikonsumsi oleh tikus rumah yaitu pada perlakuan umpan G1 dan G2. Perlakuan umpan G2 dan G3 berbeda nyata, hal ini disebabkan perlakuan G2 mengandung beras lebih banyak yang mengakibatkan tikus lebih tertarik untuk mengonsumsinya dibandingkan dengan perlakuan G3. Konsumsi tikus rumah terhadap perlakuan G1 dan G2 tidak berbeda nyata, demikian juga perlakuan G3 dan G4 tidak berbeda nyata.

Perlakuan G1 merupakan umpan yang dapat dik

Gambar

Gambar 1  Tikus rumah
Gambar 2  Tikus sawah
Gambar 3  Kandang perlakuan
Tabel 1 Kandungan dan komposisi umpan perlakuan rodentisida bentuk blok
+7

Referensi

Dokumen terkait