• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelenggaraan makanan merupakan salah satu dari empat kegiatan pokok yang ada di rumah sakit. Penyelenggaraan makanan merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kapada konsumen, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat, dan termasuk sampai kegiatan pencatatan, pelaporan dan evaluasi (Depkes 2003a).

Tujuan dilaksanakannya penyelenggaraan makanan di rumah sakit untuk menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi konsumen yang membutuhkannya.

Sasaran penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah konsumen atau pasien maupun karyawan. Sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga dilakukan penyelenggaraan bagi pengunjung (pasien rawat jalan atau keluarga pasien). Dalam penyelenggaraan makanan rumah sakit, standar masukan (input) meliputi biaya, tenaga, sarana dan prasarana, metoda, peralatan. Sedangkan standar proses meliputi penyusunan anggaran belanja bahan makanan setahun, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan harian dan bulanan, pengadaan/pembelian, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan, persiapan bahan makanan, pengolahan makanan dan pendistribusian makanan. Sedangkan standar keluaran (output) adalah mutu makanan dan kepuasan konsumen. Menurut Mukrie. et al (1990) manajemen penyelenggaraan makanan berfungsi sebagai sistem dengan tujuan untuk menghasilkan makanan yang berkualitas baik.

Pengadaan/Pembelian Bahan Makanan

Pembelian bahan makanan merupakan salah satu kegiatan pengadaan dalam upaya memenuhi kebutuhan bahan makanan. Kegiatan pengadaan bahan makanan perlu mendapat perhatian khusus dari pengelola karena bahan makanan merupakan faktor penentu kualitas makanan yang akan dihasilkan (Depkes 1990).

Berdasarkan Keppres RI No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah, pelaksanaan pembelian bahan makanan dapat dilakukan antara lain :

1. Penawaran umum/terbuka (formal tender) untuk pembelian yang bernilai di atas Rp 100.000.000,-

2. Pemilihan langsung (selective tender) untuk pembelian yang bernilai antara Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp. 100.000.000,-

3. Penunjukan langsung atau pengadaan langsung untuk pembelian yang bernilai Rp. 5.000.000,- sampai dengan Rp 50.000.000,-.

4. Pembelian langsung untuk pembelian yang bernilai kurang dari Rp 5.000.000,-

Pemilihan rekanan yang akan memasok barang dilakukan oleh tim pengadaan yang telah ditunjuk oleh pimpinan rumah sakit. Tim pengadaan terdiri dari bagian instalasi gizi, logistik dan bagian anggaran. Pemesanan bahan makanan dibuat sehari sebelumnya berdasarkan jumlah pasien, menu dan standar porsi yang berlaku.

Perencanaan Menu

Perencanaan menu adalah suatu kegiatan penyusunan menu yang akan diolah untuk memenuhi selera konsumen/pasien dan kebutuhan zat gizi yang memenuhi prinsip gizi seimbang. Perencanaan menu merupakan proses bertahap terdiri dari apa yang akan disajikan dan kapan makanan tersebut disajikan. Tujuan perencanaan menu adalah tersedianya siklus menu sesuai dengan pedoman menurut klasifikasi pelayanan yang ada di rumah sakit (Depkes 2003a).

Keberhasilan dan kegagalan suatu penyelenggaraan makanan ditentukan oleh menu yang disusun atau hidangan yang disajikan. Untuk menghasilkan menu yang baik perlu diperhatikan variasi menu dan kombinasi hidangan untuk menghindari kebosanan karena pemakaian jenis bahan makanan atau jenis masakan yang berulang (Mukrie. et al 1990)

Perencanaan menu akan baik hasilnya bila disusun oleh sekelompok orang (panitia kerja) yang terdiri dari orang-orang yang banyak kaitannya dalam penyelenggaraan makanan (Depkes 1991a). Dalam perencanaan menu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :

1. Kebutuhan gizi individu maupun kelompok populasi 2. Kebiasaan makan dan preferensinya terhadap makanan 3. Peraturan dan macam rumah sakit

7

5. Perlengkapan dan peralatan dapur yang tersedia 6. Macam dan jumlah pegawai

7. Macam pelayanan yang diberikan 8. Musim/iklim dan keadaan pasar 9. Keuangan yang tersedia

Menu makanan yang disajikan untuk orang sakit biasanya sudah ditentukan atau disebut menu baku, pada penyelenggaraan makanan institusi menu dapat disusun untuk jangka waktu yang lama, misalnya siklus menu 5 hari, 7 hari atau 10 hari. Untuk menghitung jenis dan jumlah bahan makanan yang dibutuhkan setiap hari dapat digunakan menu baku, standar porsi, resep baku, bumbu baku dan harga makanan per porsi.

Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan

Perencanaan kebutuhan bahan makanan adalah kegiatan untuk menetapkan jumlah, macam/jenis dan kualitas bahan makanan yang dibutuhkan untuk kurun waktu tertentu dalam rangka melaksanakan kegiatan pengadaan makanan. Tujuannya adalah tersedianya taksiran kebutuhan bahan makanan dalam kurun waktu tertentu untuk pasien dan pegawai (Depkes 1990).

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam perencanaan kebutuhan bahan makanan adalah menentukan jumlah pasien dengan mengacu pada DPMP (Daftar Permintaan Makanan Pasien), menentukan standar porsi tiap bahan makanan, menghitung berapa kali pemakaian bahan makanan setiap siklus menu (Depkes 2003a).

Kegiatan pembelian bahan makanan sangat diperlukan taksiran kebutuhan bahan makanan. Pada umumnya perhitungan taksiran kebutuhan bahan makanan untuk pasien dan pegawai menurut masing-masing jenis bahan makanan dibuat dalam jangka waktu tiga bulan dengan memperhitungkan stock bahan makanan pada akhir triwulan sebelumnya.

Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Makanan

Penerimaan bahan makanan merupakan suatu kegiatan yang meliputi memeriksa, meneliti, mencatat dan melaporkan macam, kualitas dan kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yang telah ditetapkan (Depkes 2003a). Menurut Moehyi (1992b) dalam penerimaan

hendaknya perlu diperhatikan jumlah, jenis, ukuran, kualitas bahan dan batas kadaluarsanya.

Bahan makanan yang dikirim rekanan diterima di ruang penerimaan bahan makanan oleh panitia penerima yang dibentuk oleh pimpinan rumah sakit. Penerimaan bahan makanan berdasarkan bon pesanan bahan makanan yang telah dibuat sehari sebelumnya.

Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tatacara menata, menyimpan, memelihara keamanan bahan makanan kering dan basah baik kualitas maupun kuantitas di gudang bahan makanan kering dan basah serta pencatatan dan pelaporannya (Depkes 2003a). Menurut Tarwotjo (1983) penyimpanan bahan makanan adalah suatu kegiatan yang menyangkut pemasukan bahan makanan, penyimpanan serta penyaluran bahan makanan ke bagian persiapan dan pengolahan. Dalam penyimpanan bahan makanan perlu diperhatikan beberapa hal antara lain :

1. Bahan-bahan yang cepat mengalami proses pembusukan, tengik, kekeringan.

2. Bahan yang dapat disimpan beberapa jam, beberapa hari dan beberapa bulan.

3. Bagaimana cara pengaturannya dalam ruang penyimpanan bahan makanan.

Metode penyimpanan bahan makanan yang baik harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) yang artinya bahan makanan yang terdahulu diletakkan terdepan atau teratas. Untuk mempermudah maka setiap bahan makanan yang diterima diberi tanggal penerimaan (Yuliati dan Santoso 1995).

Untuk semua kelas rumah sakit diperlukan ruang penyimpanan untuk bahan makanan kering yaitu gudang bahan makanan dan ruang pendingin atau ruang pembeku (freezer) untuk bahan makanan basah. Petugas pengelola bahan makanan harus mencatat semua jenis dan jumlah bahan makanan yang diterima dan disimpan di gudang atau tempat penyimpanan serta mencatat setiap pengeluaran (Moehyi 1992b).

Pengolahan Bahan Makanan

Persiapan bahan makanan adalah serangkaian kegiatan dalam penanganan bahan makanan yang meliputi berbagai proses antara lain membersihkan, memotong, mengupas, mengocok, merendam dan lain-lain.

9

Tujuannya adalah menyiapkan bahan makanan serta bumbu-bumbu untuk mempermudah proses pengolahan.

Pengolahan bahan makanan merupakan satu kegiatan untuk mengubah (memasak) bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap dimakan, berkualitas dan aman untuk dikonsumsi. Menurut Tarwotjo dan Soejoeti (1983) pengolahan makanan adalah suatu proses kegiatan terhadap bahan makanan, mulai dari makanan mentah atau makanan setengah jadi menjadi makanan siap dimakan. Dalam pengolahan makanan melalui proses yang saling berkaitan yaitu persiapan bahan makanan, pemasakan dan penyaluran makanan.

Berdasarkan pendapat Mahmud dan Krisdinamurtirin (1980) pegolahan bahan makanan bertujuan untuk mempertahankan nilai gizi, meningkatkan nilai cerna, mempertahankan sifat warna, bau, rasa, keempukan dan penampakan makanan serta bebas dari organisme yang berbahaya bagi kesehatan.

Proses pengolahan bahan makanan biasanya disebut juga proses pemasakan. Untuk dapat menghasilkan makanan yang berkualitas tinggi diperlukan persiapan dan tehnik pengolahan dengan cara yang tepat, proporsi bahan seimbang, bervariasi serta memenuhi standar sanitasi. Kesalahan dalam urutan dan pencampuran bumbu akan menghasilkan makanan yang tidak menarik. Ada berbagai proses pemasakan yang dikenal yaitu pemasakan dengan media udara sebagai penghantar panas (oven : 100 – 200 ºC), menggunakan air panas (merebus : 85 – 120 ºC), menggunakan lemak/minyak atau menggoreng (125- 200 ºC) dan tehnik pemasakan cepat dengan tekanan tinggi.

Pendistribusian Makanan

Pendistribusian makanan merupakan serangkaian kegiatan menyalurkan makanan sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan konsumen yang dilayani baik makanan biasa maupun makanan khusus (Depkes 2003a). Distribusi makanan merupakan tahap akhir dari kegiatan penyelenggaraan makanan, bila cara menyajikannya kurang menarik dapat mengecewakan konsumen yang berarti pula merupakan kegagalan bagi petugas penyelenggara makanan yang telah susah payah bekerja seharian (Tarwotjo 1983).

Pada umumnya ada dua cara distribusi makanan yang dilakukan di rumah sakit, yaitu :

a. Distribusi makanan yang dipusatkan (sentralisasi).

Makanan dibagikan pada masing-masing alat makan pasien (plato) di tempat penyelenggaraan makanan kemudian langsung didistribusikan ke pasien.

b. Distribusi makanan tidak dipusatkan (Desentralisasi).

Makanan dibawa dalam jumlah banyak di wadah-wadah ke dapur ruang perawatan pasien, selanjutnya makanan tersebut diporsikan ke alat makan yang tersedia kemudian didistribusikan ke pasien.

Pembagian makanan dilakukan oleh petugas gizi ruangan. Kedua cara pendistribusian di atas dapat pula digunakan bersama-sama disuatu rumah sakit bila dianggap perlu. Kedua cara tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Sebaiknya pihak penyelenggara dapat memilih cara yang lebih tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi rumah sakit yang bersangkutan (Depkes 1991a).

Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan merupakan serangkaian kegiatan mengumpulkan data dan mengolah data kegiatan pelayanan gizi rumah sakit dalam jangka waktu tertentu, untuk menghasilkan bahan bagi penilaian kegiatan pelayanan gizi rumah sakit maupun untuk pengambilan keputusan.

Agar semua pekerjaan atau kegiatan dapat terlaksana sesuai dengan rencana dan tercapai secara berdaya guna dan berhasil guna maka perlu adanya pengawasan dan pengendalian. Dalam hal ini pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu bentuk dari pengawasan dan pengendalian. Pencatatan dilakukan pada setiap langkah kegiatan yang dilakukan, sedangkan pelaporan dilakukan secara berkala sesuai dengan kebutuhan rumah sakit (Depkes 2003a).

Pelayanan Gizi Rumah Sakit

Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) merupakan salah satu dari sepuluh fasilitas pelayanan yang harus ada di rumah sakit. Pelayanan Gizi Rumah Sakit yang merupakan bagian integral dari Pelayanan Kesehatan Paripurna Rumah Sakit dengan beberapa kegiatan antara lain Pelayanan Gizi Rawat Inap dan Rawat Jalan (Almatsier 2004).

Program pelayanan gizi bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit melalui upaya penyediaan pelayanan gizi yang berdaya guna dan berhasil guna. Pelayanan gizi rumah sakit adalah kegiatan pelayanan gizi di

11

rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit baik rawat inap maupun rawat jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan maupun mengoreksi kelainan metabolisme, dalam rangka upaya preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif (Depkes 2003a).

Usaha pelayanan kesehatan di rumah sakit bertujuan agar tercapai kesembuhan penderita di dalam waktu sesingkat mungkin, untuk itu maka perlu dilakukan kegiatan pengembangan pelayanan gizi rumah sakit. Makanan yang memenuhi kebutuhan gizi dan termakan habis akan mempercepat penyembuhan dan memperpendek hari rawat. Ini berarti pula dengan biaya yang sama rumah sakit dapat memberikan pelayanan lebih baik.

Instalasi gizi sebagai salah satu pusat biaya (cost center) di rumah sakit dengan salah satu kegiatan pokoknya yaitu penyelenggaraan makanan bagi pasien rawat inap dan pegawai, harus mampu mengolah dana yang terbatas dengan efisien dan efektif dalam upaya memberikan mutu pelayanan yang baik dengan tarif yang bersaing.

Biaya untuk makanan mengambil bagian terbesar dari biaya pengelolaan rumah sakit. Dari data yang dikumpulkan, 20 – 40% dari belanja di rumah sakit adalah untuk bahan makanan. Agar pemanfataannya berdaya guna dan berhasil guna maka biaya yang sangat besar ini perlu dikelola dengan baik, karena makanan yang menarik dan memenuhi cita rasa, banyak berpengaruh terhadap citra rumah sakit.

Pemberian penyuluhan dan konsultasi gizi yang terarah sesuai dengan keadaan, kebutuhan dan kemampuan pasien serta lingkungannya dapat merubah sikap dan kebiasaan makannya. Keadaan gizi baik dapat mencegah timbulnya penyakit kembali (Depkes 1991a).

Peranan Makanan Pada Orang Sakit

Setiap orang dalam hidupnya selalu membutuhkan dan mengkonsumsi berbagai bahan makanan baik dalam keadaan sehat ataupun sakit. Menurut Moehyi (1995) makanan dalam upaya penyembuhan penyakit berfungsi sebagai salah satu bentuk terapi, penunjang pengobatan atau tindakan medis.

Pemberian makanan pada orang sakit harus disesuaikan dengan keadaan penyakitnya dengan memperhatikan konsistensi makanan dan kandungan gizinya agar orang sakit memperoleh zat gizi sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan zat gizi pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor

umur, jenis kelamin, aktivitas, komplikasi penyakit dan faktor stress (Depkes 2003b).

Makanan merupakan suatu bentuk terapi yang bertujuan untuk memelihara status gizi secara normal atau optimal walaupun terjadi peningkatan kebutuhan gizi akibat penyakit yang dideritanya. Disamping itu untuk memperbaiki terjadinya defisiensi zat gizi serta kelebihan atau kekurangan berat badan pasien.

Berdasarkan Moehyi (1995) sebagai dasar dalam menentukan diet bagi orang sakit digunakan beberapa patokan antara lain :

a. Diet yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan akan berbagai unsur gizi essensial (glukosa, asam amino tertentu, vitamin dan mineral).

b. Mempertimbangkan kebiasaan orang sakit dalam kegiatan sehari-hari. c. Jenis bahan makanan yang disajikan haruslah yang dapat diterima.

d. Bahan makanan yang digunakan adalah yang mudah diolah, mudah didapat, alami dan lazim dimakan.

e. Memberikan penjelasan kepada penderita dan keluarganya tentang tujuan dan manfaat diet yang diberikan.

f. Diet khusus diberikan jika benar-benar diperlukan dan dalam waktu yang tidak terlalu lama.

g. Makanan diusahakan diberikan melalui mulut.

Gizi Pada Penderita Gangguan Jiwa

Penderita gangguan jiwa mempunyai perilaku makan yang berbeda-beda, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai nafsu makan yang tidak teratur. Pada suatu saat mereka mampu menghabiskan makanan yang disediakan, tetapi pada saat lain mereka bahkan tidak menyentuh makanan yang disajikan atau bahkan membuangnya (Astuti 1961).

Keadaan nafsu makan yang tidak teratur disebabkan karena adanya waham, halusinasi, keinginan bunuh diri, hiperaktif, hipertim (keadaan yang sangat menggembirakan), hipotim (keadaan yang menyedihkan), suasana baru yang mencekam dan membosankan serta berfikiran bahwa makanan mempunyai arti simbolik (Depkes 1987).

Pengaturan diet dan penyusunan menu makanan untuk pasien gangguan jiwa dan neurologi, disesuaikan dengan individu pasien dan penyakit yang diderita. Berbagai kondisi fisiologis pasien bervariasi dan berbeda pada penyakit

13

yang menyerang susunan saraf pusat yang menimbulkan gangguan antara lain kejang, kesadaran menurun dan dimensia yang membutuhkan diet khusus.

Pemberian diet disini bertujuan untuk mempertahankan status gizi normal, dengan memberikan makanan sesuai dengan kebutuhan pasien, dimana kalori dan protein diberikan sesuai kondisi berat ringannya penyakit (Depkes 2003b). Diet yang direkomendasikan untuk penderita gangguan jiwa antara lain :

1. Memberikan diet ketogenik dengan menyesuaikan lemak sebagai sumber energi utama bertujuan untuk menurunkan serangan kejang.

2. Pemberian makanan tinggi kalori pada kesadaran menurun untuk mengoreksi adanya stress. Protein, lemak, vitamin dan mineral disesuaikan dengan penyakitnya.

3. Bentuk makanan cair, lunak atau makanan biasa dapat diberikan secara oral, enteral atau parenteral sesuai dengan tingkat kesadaran pasien. 4. Pada dimensia, pengaturan diet dan penyusunan menu makanan sesuai

status gizi pasien.

5. Pemberian vitamin dan mineral disesuaikan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

Departemen Kesehatan menetapkan peraturan pemberian makanan untuk penderita gangguan jiwa dengan diet tinggi kalori tinggi protein (Depkes 1991b).

Tabel 1 Standart gizi untuk penderita gangguan jiwa

No Komponen Berat (gram) Kkal 1 Beras 500 1.750 2 Daging 100 190 3 Telur 50 95 4 Tahu/tempe 100 160 5 Susu 15 76 6 Sayuran 200 78 7 Buah-buahan 200 80 8 Kecap 5 0 9 Bumbu 25 0 10 Garam 10 0 11 Minyak goreng 15 135 12 Teh 3 0 13 Roti 50 175 14 Gula pasir 20 72 Jumlah 2.811

Selain diberikan terapi diet pada pasien gangguan jiwa diberikan juga obat-obatan sebagai terapi medis. Pengobatan yang bersifat psikotropik mempunyai pengaruh terhadap nafsu makan, fungsi pencernaan, penyerapan dan metabolisme zat gizi (Styonegoro 1984).

Tabel 2 Jenis pengobatan dan pengaruhnya terhadap kesehatan penderita gangguan jiwa.

No Jenis Pengobatan Nama Obat Pengaruh 1 Antipsychotic - Chlopromazine - mulut kering

- Fluiphemazine - konstipasi

- Haloperidol - BB bertambah - Laxopine - Deples riboflafin 2 Heterocyclic - Molindoe - mulut kering Antidepresant - Amytryptiline - konstipasi

- Desipromine - BB bertambah (dapat - Dovepine Dicapai 2 kg/bulan) 3 Mono Amvine - Fluxepine - mulut kering

Oxidase Inhibitor - Imipramine - konstipasi

(MAOI) - Phenelzine - BB bertambah - Tramylcopramine - defisiensi vit B2 4 Lithium - Lithium Carbonate - mual

- muntah

- polidipsi

- poliuri

- BB bertambah Sumber : Naskah Pelatihan Tenaga Gizi RS Khusus. Jakarta, 1992

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa obat-obatan yang diberikan kepada penderita gangguan jiwa mempengaruhi sistem saluran cerna, ini berarti dapat mempengaruhi masukan zat gizi.

Menurut Khomsan (2003) stress akan merusak kelenjar timus yang berfungsi memproduksi sel darah putih sehingga kondisi kekebalan tubuh menurun, ini berarti kebutuhan vitamin C dalam tubuh harus ditingkatkan. Selain itu orang yang stress dianjurkan untuk menjauhi kopi dan makanan yang manis-manis, karena kafein dalam kopi bersifat diuretik sehingga vitamin B dan C ikut keluar bersama urin. Sementara bila mengkonsumsi makanan manis dalam tubuh membutuhkan kehadiran vitamin B untuk mengkonversi gula menjadi energi.

Masih menurut Khomsan orang yang mengalami defisiensi vitamin B1 akan mengalami ganngguan sistem syaraf dan memunculkan gejala-gejala kelelahan dan mudah terusik. Stress akan merangsang dihasilkannya hormon adrenalin secara berlebihan sehingga jantung berdebar cepat. Produksi hormon adrenalin ini akan membutuhkan zat-zat gizi seperti vitamin B, mineral zinc,

15

kalium dan kalsium. Jadi stress yang berkepanjangan akan menguras zat-zat gizi yang ada dalam tubuh. Untuk mengantisipasi kehilangan zat gizi pada penderita stress sebaiknya kita perhatikan makanan yang kaya akan nutrisi anti stress seperti terlihat dalam Tabel 3.

Tabel 3 Bahan makanan kaya vitamin mineral anti stress

No Bahan Makanan Vitamin/Mineral 1. Daging, serealia Vitamin B1

2. Susu, daging, ikan. Riboflavin 3. Daging,ikan, telur,kacang-kacangan. Niacin 4. Hati, daging, susu, ikan laut. Vitamin B 12. 5. Tomat,mangga,jeruk,sayuran hijau. Vitamin C. 6. Sarden, susu, teri Kalsium 7. Daging, seafood, buncis. Seng, Magnesium. Sumber : Pangan Dan Gizi Untuk Kesehatan. Khomsan (2002).

Kesehatan Jiwa

Berdasarkan UU No 3 tahun 1996 dijelaskan yang dimaksud dengan kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Sedangkan gangguan jiwa adalah gangguan pada fungsi kejiwaan. Yang dimaksud dengan fungsi kejiwaan adalah proses berfikir, emosi, kemauan dan perilaku psikomotorik termasuk berbicara.

Penyebab timbulnya gangguan jiwa (neurose) dan penyakit jiwa (psychose) merupakan akibat dari tidak mampunya orang dalam menghadapi kesukaran dengan wajar atau ia tidak sanggup menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan jiwa antara lain frustasi (tekanan perasaan), konflik/pertentangan batin dan kecemasan (anxiety) (Daradjat, Z 2001).

Dari hasil berbagai penyelidikan dapat dikatakan bahwa gangguan jiwa adalah kumpulan keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik maupun mental. Keabnormalan tersebut tidak disebabkan oleh sakit atau rusaknya bagian-bagian anggota badan, walaupun kadang gejalanya terlihat pada fisik. Keabnormalan itu terlihat dalam bermacam-macam gejala antara lain ketegangan batin (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah/cemas, perbuatan yang terpaksa (compulsive), hysteria, rasa lemah dan tidak mampu mencapai tujuan, takut pikiran buruk. Semuanya itu mengganggu ketenangan hidup misalnya tidak bisa tidur nyenyak, tidak ada nafsu makan dan sebagainya.

Ada perbedaan antara neurose dan psychose. Orang yang terkena neurose masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, kepribadiannya tidak jauh dari realitas dan masih hidup dalam alam kenyataan. Sedangkan orang yang kena psychose kepribadiannya sangat terganggu, tidak ada integritas dan hidup jauh dari alam kenyataan (Daradjat, Z 2001).

Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa (PPDGJ) III gangguan jiwa diartikan sebagai adanya kelompok gejala-gejala atau perilaku yang ditemukan secara klinis yang disertai adanya penderitaan (distress) dan berkaitan dengan terganggunya fungsi seseorang. Bila disimpulkan ganguan jiwa adalah kondisi terganggunya fungsi mental diantaranya emosi, pikiran, kemauan, perilaku psikomorik dan verbal (Maslim, R 1996).

Skizofrenia dan Konsumsi Pangan

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang paling banyak terjadi bila dibandingkan dengan penyakit jiwa yang lain. Penyakit ini menyebabkan kemunduran kepribadian yang mulai terlihat pada masa puber dan yang paling banyak menderita adalah orang berumur 15 – 45 tahun. Dan laki-laki tiga kali lebih banyak menderita gangguan ini dibandingkan wanita.

Ciri khas dari gangguan skizofrenia adalah halusinasi, waham, pikiran dan gangguan perilaku disertai dengan alam perasaan/afek yang tumpul atau mendatar. Kondisi seperti ini menyebabkan penderita amat sulit beradaptasi terhadap realita kehidupan psikososial disekitarnya (Maisarah 1997). Selain itu hal ini juga dapat menyebabkan nafsu makan yang tidak teratur, pada suatu saat mereka mampu menghabiskan makanan cukup banyak tetapi pada saat lain mereka tidak mau makan sama sekali bahkan membuang makanan yang ada.

Penderita skizofrenia mengalami desintegrasi pribadi (kepecahan pribadi), tingkah laku, emosional dan intelektual menjadi majemuk serta mengalami gangguan yang serius atau kemunduran (Kartono 1981). Gejala fisiknya adalah gangguan motorik berupa retardasi yaitu lambat gerak geriknya dan tidak teratur, tingkah laku yang streotypis (berulang-ulang). Adapun gejala psikisnya antara lain adalah daya ingat menurun, menjadi pemimpi, tidak

Dokumen terkait