• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ayam Pedaging

Ayam broiler merupakan ayam tipe berat pedaging yang lebih muda dan berukuran lebih kecil, dapat tumbuh sangat cepat sehingga dapat dipanen pada umur 4-5 minggu yang ditujukan untuk menghasilkan daging dan menguntungkan secara ekonomis jika dibudidayakan (Poultry Indonesia, 2007). Ayam broiler merupakan ayam-ayam muda jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur sekitar 4-5 minggu dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ekor yang bertujuan sebagai sumber daging (Kartasudjana, 2005). Karakteristik dari ayam broiler modern adalah pertumbuhan yang cepat, banyak penimbunan pada bagian dada dan otot-otot daging, disamping itu relatif lebih rendah aktifitasnya jika dibandingkan dengan ayam yang digunakan untuk produksi telur (Pond et al., 1995). Ayam broiler merupakan ayam yang telah mengalami seleksi genetik (breeding) sebagai penghasil daging dengan pertumbuhan yang cepat sehingga waktu pemeliharaannya lebih singkat, pakan lebih efisien dan produksi daging tinggi (Ensminger, 1991).

Tabel 1. Performa Mingguan Ayam Broiler Umur (minggu) Bobot Badan (g) Konsumsi Ransum (g) Konsumsi Air Minum (ml) Konversi Ransum DOC 40,00 - - - 1 175,00 150,00 325,00 0,86 2 486,00 512,00 1180,00 1,05 3 932,00 1167,00 2325,00 1,25

Sumber: Poultry Indonesia (2007).

Keunggulan ayam pedaging didukung oleh sifat genetik, karena ayam pedaging ini memiliki laju pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat, sehingga produksi optimal hanya dapat diwujudkan apabila ayam tersebut memperoleh makanan yang berkualitas baik dalam jumlah kebutuhan nutrisi yang mencukupi. Rekayasa genetik, perkembangan teknologi pakan dan manajemen perkandangan menyebabkan strain ayam broiler yang ada sekarang lebih peka terhadap formula pakan yang diberikan (Wahju, 2004). Seperti yang dinyatakan oleh Amrullah (2003) bahwa pertumbuhan yang cepat dari ayam harus diimbangi dengan

ketersediaan nutrisi dalam pakan yang cukup dan keadaan lingkungan yang meliputi temperatur lingkungan dan pemeliharaan. Menurut Direktorat Bina Produksi (1997), persyaratan mutu ayam umur satu hari (DOC) adalah berat minimal 37 gram, kondisi fisik sehat, kaki normal, dapat berdiri tegak, tampak segar, aktif, tidak dehidrasi, tidak ada kelainan bentuk, tidak cacat fisik sekitar pusar dan dubur kering serta pusar tertutup, warna bulu seragam sesuai dengan strain dan kondisi bulu kering.

Menurut Wahju (2004), pakan ayam broiler harus mengandung energi yang cukup untuk membantu reaksi-reaksi metabolik, menyokong pertumbuhan dan mempertahankan suhu tubuh. Selain itu ayam membutuhkan protein yang seimbang, fosfor, kalsium, mineral, serat dan vitamin yang sangat memiliki peran penting selama tahap permulaan hidupnya. Kebutuhan nutrien broiler periode starter dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Ayam Broiler Periode Starter

Zat Pakan NRC (1994) Leeson dan Summers (2005) SNI (2006)

Protein Kasar (%) 23,00 22,00 18,00 - 23,00 Ca (%) 1,00 0,95 0,90 - 1,20 P (%) 0,45 0,45 0,70 - 1,00 Histidin (%) 0,35 0,40 - Threonin (%) 0,80 0,72 - Arginin (%) 1,25 1,40 - Metionin (%) 0,50 0,50 0,50 Metionin + Sistin Valin (%) Phenilalanin (%) Isoleusin (%) Leusin (%) Lysin (%) 0,90 0,90 0,72 0,80 1,20 1,10 0,95 0,85 0,75 0,75 1,40 1,30 - - - - - 1,10

Asam Amino Metionin

Metionin adalah asam amino yang mengandung sulfur dan esensial (undispensable) bagi manusia dan ternak monogastrik. Menurut Sutardi (1980) asam amino metionin bersifat glikogenik (menghasilkan glukosa pada waktu proses metabolisme terjadi) dan lipotropik (membantu pemecahan lemak dalam tubuh pada proses metabolisme), hubungannya dengan asam amino lain yang mengandung sulfur (sistein dan sistin) adalah sebagai donor bagi sistein (CySN). Sistein (asam amino non esensial) mendapatkan sulfur dari metionin dan kerangka karbon dari serin (SER). Apabila sistein (CySN) dan sistin (CYS) kurang maka metionin dan serin akan dirombak melalui proses transmetilasi, sehingga memperbesar kebutuhan metionin (Sanchez et al., 1984).

Menurut Cheeke (2005) asam amino dapat dibedakan menjadi dua yaitu asam amino esensial dan asam amino non esensial. Asam amino esensial yaitu asam amino yang harus tersedia cukup di dalam bahan pakan, karena tidak dapat disintesis di dalam tubuh ternak, sedangkan asam amino non esensial yaitu asam amino yang dapat disintesis oleh tubuh ternak guna mencukupi kebutuhan pertumbuhan normal.

Menurut Huygherbaert et al. (1994), pertumbuhan daging di dalam dada broiler sangat sensitif dipengaruhi oleh metionin di dalam ransum. Sigit (1995) menyatakan bahwa metionin adalah asam amino yang mengandung sulfur yang esensial bagi manusia dan ternak monogastrik. Asam amino metionin juga merupakan salah satu kerangka yang membentuk protein tubuh, sedangkan protein pada tiap jaringan tubuh berbeda kandungan asam aminonya, dengan kata lain asam amino menentukan corak dan fungsi jaringan tubuh. Metionin juga merupakan asam amino yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan yang cepat dan untuk hidup pokok semua hewan dan salah satu akibat bila kekurangan asam amino metionin adalah lambatnya laju pertumbuhan (Prawirokusumo et al., 1987).

Sutardi (1980) menyatakan metionin sebagai komponen alam terdapat dalam konfigurasi L-Metionin. Di dalam alat pencernaan asam amino-L (L-AA) mengalami deaminasi (pencopotan gugus amino) oleh mikroba menjadi asam keto alfa. Asam keto alfa dapat juga dideaminasikan menjadi asam amino dalam bentuk L-AA atau D-AA. Metionin dapat dibuat sintesanya dalam bentuk DL-metionin. Terdapat dua jenis asam amino sintetis yang biasa ditambahkan, pertama dalam bentuk powder

metionin yaitu DL-metionin dan yang kedua dalam bentuk liquid metionin yaitu analog hidroksi metionin (Vazquez-Anon et al., 2006).

Metionin cair atau Methionine Hydroxy Analogue (MHA) merupakan asam amino sintetis yang sudah banyak digunakan untuk menyusun pakan ternak. Analog metionin ini bisa digunakan untuk pengganti metionin. Pemakaiannya memberikan keuntungan ganda. Pertama, bagi industri-industri bahan pakan pembuatan metionin cair ini jauh lebih mudah dibandingkan dengan DL-Metionin dalam bentuk powder, sehingga harganya jauh lebih murah (Sutardi, 1980). Metionin cair mempunyai efisiensi yang sama dengan DL-Metionin jika digunakan pada ternak unggas (Daenner dan Besseil, 2003). Struktur asam amino metionin cair (MHA) dapat dilihat pada Gambar 1. OH I CH3– S – CH2 – C – COOH I H

Gambar 1. Rumus Struktur Asam Amino Metionin Cair (Sutardi, 1980) Pemberian metionin perlu memperhatikan tingkat protein, bentuk fisik dan palatabilitas bahan pakan. Selain itu, karena metionin diketahui sebagai asam amino yang bersifat racun bila berlebihan, sehingga pemberiannya harus diperhatikan dengan baik. Kelebihan pemberiannya akan berakibat buruk pada penambahan berat badan. Menurut Leeson dan Summers (2005), asam amino metionin akan bersifat racun apabila diberikan dua kali lebih banyak dari kebutuhan. Terjadinya penurunan selera makan atau penurunan laju pertumbuhan dapat disebabkan oleh antagonisme asam-asam amino, ketidakseimbangan pola konsentrasi asam amino dan keracunan. Namun masalah tersebut dapat dikoreksi dengan penambahan asam amino pembatas pertama (metionin, lysin, atau triptopan) (Amrullah, 2004; Pesti et al., 2005).

Konsumsi Air Minum

Air merupakan senyawa penting dalam kehidupan. Dua per tiga bagian dari tubuh hewan adalah air dengan berbagai peranan untuk kehidupan (Parakkasi, 1999). Menurut Scott et al. (1982), air mempunyai fungsi sebagai berikut : (1) zat dasar dari darah, cairan interseluler dan intraseluler yang bekerja aktif dalam transformasi

zat-zat makanan, metabolit-metabolit dan hasil sisa ke dan dari semua sel-sel dalam tubuh, (2) penting dalam mengatur suhu tubuh karena air mempunyai sifat menguap dan spesifik heat, (3) membantu mempertahankan homeostasis dengan ikut dalam reaksi dan perubahan fisiologis yang mengontrol pH, tekanan osmotis, konsentrasi elektrolit.

Kandungan air dalam tubuh anak ayam yang berumur satu minggu adalah 85%, sedangkan kandungan air dalam tubuh ayam dewasa sebesar 55% pada umur 42 minggu. Kehilangan air tubuh 10% dapat menyebabkan kerusakan yang hebat dan kehilangan air tubuh 20% akan menyebabkan kematian (Wahju, 2004).

Ada banyak faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum pada ternak antara lain adalah tingkat garam natrium dan kalium dalam ransum, enzim-enzim, bau ransum, makanan tambahan pelengkap, temperatur air, penyakit, jenis bahan makanan, kelembaban, angin, komposisi pakan, bentuk pakan, umur, produksi telur, jenis kelamin dan jenis tempat air minum (Wahju, 2004).

Pada ayam broiler konsumsi air minum erat hubungannya dengan bobot badan dan konsumsi ransum. Menurut Ensminger et al. (1992) pada umumnya ayam mengkonsumsi air minum dua kali dari bobot pakan yang dikonsumsi. Menurut National Research Council (1994) konsumsi air minum bertambah sekitar 7% setiap peningkatan suhu 1OC diatas suhu 21OC. Semakin tinggi suhu lingkungan maka semakin banyak ternak mengkonsumsi air minum. Hal ini akan membantu ternak untuk menurunkan suhu tubuhnya yang meningkat akibat suhu lingkungan yang tinggi.

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dimakan dalam jangka waktu tertentu dan ransum yang dikonsumsi oleh ternak akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat nutrisi yang lain. Tingkat energi menentukan jumlah ransum yang dikonsumsi, ayam cenderung meningkatkan konsumsinya jika kandungan energi ransum rendah dan sebaliknya konsumsi akan menurun jika kandungan energi ransum meningkat (Scott et al., 1982). Menurut Parakkasi (1999) komsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila diberikan ad libitum. Menurut Tillman et al. (1991) konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah

makanan yang dimakan oleh ternak, dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kehidupan pokok dan untuk produksi hewan tersebut.

Konsumsi ransum pada unggas dipengaruhi oleh besar tubuh ayam, aktivitas sehari-hari, lingkungan, kualitas dan kuantitas ransum (National Research Council, 1994). Menurut Scott et al. (1982) konsumsi ransum dipengaruhi oleh kandungan energi ransum, bentuk ransum, kesehatan lingkunan, zat-zat makanan, kecepatan pertumbuhan atau produksi telur dan stres. Selain faktor-faktor tersebut Wahju (2004) menambahkan, bahwa faktor genetik juga sangat berpengaruh terhadap konsumsi ransum. Secara umum konsumsi meningkat dengan peningkatan bobot badan ayam karena ayam yang berbobot badan besar mempunyai kemampuan menampung makanan lebih banyak.

Ayam yang mengkonsumsi ransum dengan kandungan energi lebih tinggi akan menunjukkan lemak karkas yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang mengkonsumsi ransum dengan energi yang lebih rendah. Ayam yang mengkonsumsi energi yang cukup untuk pertumbuhan yang normal dan tidak dapat menimbun lemak dalam jumlah yang lebih tinggi di dalam jaringan bila ayam diberi ransum dengan energi rendah (Wahju, 2004).

Konsumsi ransum ayam broiler dapat juga dipengaruhi oleh ketersediaan asam amino. Menurut Sutardi (1980), jika pola konsentrasi asam amino menyimpang dari pola yang dibutuhkan tubuh, selera makan akan menurun. Segala sesuatu yang menyebabkan penyimpangan pola konsentrasi asam amino plasma darah akan menimbulkan gejala makro berupa penurunan selera makan dan penyusutan bobot hidup. Sumber penyimpangan tersebut adalah defisiensi asam amino, ketidakserasian asam amino, keracunan asam amino dan antagonisme asam amino. Bagian-bagian otak yang ikut serta dalam pengaturan selera makan akibat kurang baiknya ketersediaan asam amino adalah lobus pyriform dan amygdaloid. Lobus pyriform

mampu menurunkan selera makan bila ternak disodori makanan yang defisiensi asam amino esensial, sedangkan amygdaloid mampu menurunkan konsumsi bila disodori makanan yang pola konsentrasi asam aminonya tidak seimbang.

Pertambahan Bobot Badan

Ensminger (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan adalah suatu proses peningkatan ukuran tulang, otot, organ dalam dan bagian tubuh lainnya yang tejadi sebelum lahir dan sesudah lahir sampai mencapai tubuh dewasa. Salah satu kriteria untuk mengukur pertumbuhan adalah dengan pengukuran pertambahan bobot badan. Ternak ayam akan mengalami pertambahan bobot badan karena pembesaran dan pembelahan sel. Pertambahan bobot badan diartikan sebagai kemampuan untuk mengubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam pakan menjadi daging. Anggorodi (1985) mendefinisikan bahwa pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan seperti otot, tulang jantung dan semua jaringan tubuh lainnya. Ayam broiler merupakan ayam yang memiliki ciri khas dengan tingkat pertumbuhan yang cepat sehingga dapat dipasarkan dalam waktu singkat (Amrullah, 2004). Dijelaskan pula bahwa ayam broiler sudah dapat dipasarkan dalam umur empat minggu dengan bobot badan sekitar 0,8-1,0 kg bahkan dapat lebih. Ayam broiler jantan dan betina dipasarkan dengan bobot 1,8-2,0 kg dalam bentuk karkas atau potongan komersial karkas dan juga dijual hidup (National Research Council, 1994).

Menurut Maynard et al. (1983) kecepatan pertumbuhan tergantung dari spesies, jenis kelamin, umur dan keseimbangan zat-zat nutrien dalam ransum. Wahju (2004) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah jenis kelamin, energi metabolis ransum, kandungan protein ransum dan lingkungan. Sutardi (1980) menambahkan, jika pola konsentrasi asam amino menyimpang dari pola yang dibutuhkan tubuh, maka selera makan akan menurun dan pertumbuhan akan terhambat. Segala sesuatu yang menyebabkan penyingkiran pola konsentrasi asam amino plasma darah akan menimbulkan gejala makro berupa penyusutan bobot hidup. Sumber penyingkiran tersebut adalah defisiensi asam amino, ketidak serasian asam amino, keracunan asam amino dan antagonisme asam amino.

Pertambahan bobot badan dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan dengan melakukan penimbangan berulang dalam waktu tertentu misalnya tiap hari, tiap minggu, tiap bulan atau tiap tahun (Tillman et al.,1991).

Konversi Ransum

Lacy dan Vest (2000) menyatakan bahwa konversi ransum berguna untuk mengukur produktivitas ternak dan didefinisikan sebagai rasio antara konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan yang diperoleh selama waktu tertentu. Faktor yang mempengaruhi konversi ransum adalah genetik, kualitas pakan, penyakit, temperatur, sanitasi kandang, ventilasi, pengobatan dan manajemen kandang. Menurut Amrullah (2004) konversi ransum mencerminkan keberhasilan dalam memilih atau menyusun ransum berkualitas. Konversi ransum melibatkan pertumbuhan ayam dan konsumsi ransum (National Research Council, 1994).

Menurut Wahju (2004) konversi ransum ini dapat digunakan untuk mengukur keefisienan penggunaan ransum. Semakin rendah angka konversi ransum maka semakin baik. Hal ini berarti penggunaan ransum semakin efisien. Menurut Amrullah (2004), angka konversi ransum dipengaruhi tiga faktor yaitu kualitas pakan, teknik pemberian pakan dan angka mortalitas. Semakin tinggi nilai konversi ransum menunjukan semakin banyak ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per satuan berat dan semakin rendah nilai konversi ransum berarti kualitas ransum semakin baik.

Konversi ransum dipengaruhi oleh litter, panjang dan intensitas cahaya, luas lantai per ekor, uap amonia kandang, penyakit dan bangsa unggas, selain itu kualitas ransum, jenis ransum, penggunaan zat aditif, kualitas air, dan manajemen pemeliharaan (Gillepsie, 1992) faktor pemberian pakan dan penerangan turut mempengaruhi konversi ransum (Lacy dan Vest, 2000).

Menurut Scott et al. (1982) semakin rendah kandungan energi dan protein ransum pada ayam broiler maka semakin tinggi konversi ransumnya. Penurunan kandungan energi ransum memperburuk konversi ransum (Amrullah, 2004).

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai Agustus 2008. Penelitian menggunakan kandang panggung peternak komersil di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor.

Materi

Hewan Percobaan

Pada penelitian ini digunakan ayam broiler umur sehari (DOC) strain Cobb

sebanyak 3600 ekor yang dibagi ke dalam 9 petak. Ayam tersebut dipelihara selama 21 hari secara intensif dalam kandang panggung, beralaskan sekam, sekat terbuat dari bambu, serta dilengkapi dengan brooder, tempat pakan dan tempat air minum. Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan dalam penelitian adalah kandang panggung milik peternak komersil yang disekat menjadi 9 petak dengan luas setiap petaknya adalah 30 m2. Penerangan kandang menggunakan lampu neon (di setiap petak), lampu ini membantu ayam untuk beraktivitas pada malam hari. Pemanas menggunakan semawar minyak tanah (di setiap petak). Peralatan lainnya adalah tempat pakan, tempat air minum, timbangan, ember, tong, pH meter, gelas ukur, pipet volumetrik dan higrotermometer. Pembagian petak perlakuan di dalam kandang dapat dilihat pada Gambar 2.

Petak 1 Petak 2 Petak 3 Petak 4 Petak 5 Petak 6 Petak 7 Petak 8 Petak 9

Kandang Panggung

Gambar 2. Pembagian Petak dalam Kandang Selama Tiga Minggu Penelitian Ransum

Digunakan tiga ransum komersil periode starter dari pabrik yang berbeda. Hasil analisa kimia ransum komersial dapat dilihat pada Tabel 3. Metionin cair

dalam air minum diberikan dengan konsentrasi 0%; 0,05% dan 0,10% dan air minum yang digunakan kualitasnya baik tidak terkontaminasi mikroorganisme.

Tabel 3. Hasil Analisis Kimia Ransum Komersial Periode Starter

Komponen R1 R2 R3 Bahan kering (%) 87,00 88,60 88,57 Abu (%) 5,94 5,20 6,10 Protein kasar (%) 21,75 22,49 22,50 Serat Kasar (%) 3,55 3,47 2,94 Lemak kasar (%) 6,95 3,53 7,92 Ca (%) 1,09 1,17 1,04 P (%) 0,52 0,51 0,44 NaCl (%) 0,29 0,42 0,37 GE (kkal/kg) 3987,00 4012,00 4084,00 Asam aspartic (%) 2,03 1,95 1,79 Asam glutamik (%) 4,16 3,97 3,55 Serin (%) 1,17 1,10 1,01 Histidin (%) 0,55 0,52 0,47 Glysin (%) 1,48 1,20 1,00 Treonin (%) 0,95 0,82 0,78 Arginin (%) 1,46 1,35 1,24 Alanin (%) 1,50 1,31 1,11 Tyrosin (%) 0,85 0,86 0,75 Metionin (%) 0,45 0,49 0,44 Valin (%) 1,05 0,94 0,85 Phenilalanin (%) 1,14 1,05 0,97 Isoleusin (%) 0,89 0,83 0,77 Leusin (%) 2,15 1,95 1,72 Lysin (%) 1,37 1,20 1,21

Sumber : Laboratorium Terpadu, IPB (2008). Vaksin dan Vitamin

Pemberian vaksin ND dilakukan pada saat ayam berumur 5 hari melalui tetes mata untuk mencegah penyakit Newcastle Desease (ND) dan vaksin Gumboro saat

ayam berumur 11 hari melalui air minum. Sebelum divaksin Gumboro ayam dipuasakan terlebih dahulu dari air minum selama dua jam tanpa menghentikan pemberian pakan. Vitamin diberikan sampai ayam berumur 7 hari, setelah ayam divaksin dan setelah pengukuran bobot badan untuk menghindari stres pada ternak.

Metode

Perlakuan Penelitian

Perlakuan terdiri atas faktor suplementasi metionin cair (0%; 0,05% dan 0,10%) dalam air minum dan tiga jenis ransum komersil periode starter dari pabrik yang berbeda. Air minum dan ransum diberikan ad libitum setiap pagi dan sore. Perlakuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perlakuan Penelitian

Suplementasi metionin cair Ransum

R1 R2 R3

M0 R1 M0 R2 M0 R3 M0

M1 R1 M1 R2 M1 R3 M1

M2 R1 M2 R2 M2 R3 M2

Ket : M0: Suplementasi 0% metionin M1: Suplementasi 0,05% metionin M2: Suplementasi 0,10% metionin R1: Ransum dari pabrik 1

R2: Ransum dari pabrik 2 R3: Ransum dari pabrik 3

Peubah yang Diukur

Peubah yang diukur adalah konsumsi air minum, konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum.

1. Konsumsi air minum (ml/ekor)

Air minum diberikan dua kali sehari. Sisa dihitung saat pergantian air minum. Konsumsi air minum dihitung dari selisih antara air minum yang diberikan dengan sisa.

Rataan Konsumsi Air Air yang Diberikan – Air Sisa Jumlah Ayam Hidup =

2. Konsumsi ransum (g/ekor)

Ransum diberikan ad libitum setiap pagi dan sore. Ayam tidak dipuasakan sebelum dilakukan penimbangan ransum. Rataan konsumsi ransum dihitung dari selisih antara ransum yang diberikan dengan sisa, dibagi jumlah ayam yang ada dalam satu petak. Pengukuran sisa dilakukan seminggu sekali pada pagi hari. Rataan Konsumsi Ransum Ransum yang Diberikan – Ransum Sisa

Jumlah Ayam Hidup 3. Pertambahan Bobot Badan (g/ekor)

Pertambahan bobot badan diperoleh dari hasil perhitungan antara bobot badan akhir dikurangi bobot badan awal. Bobot badan diukur seminggu sekali dan ayam tidak dipuasakan sebelum dilakukan penimbangan ransum. Bobot badan diukur dengan mengambil sampel sebanyak 10% dari jumlah populasi yang ada. Pengambilan sampel dilakukan secara acak bebas. Setiap penimbangan ayam yang ditimbang sebanyak 2 ekor. Data yang diambil adalah rataan dari seluruh populasi yang ditimbang.

Pertambahan Bobot Badan Bobot Badan Akhir–Bobot Badan Awal Jumlah Ayam yang Ditimbang 4. Konversi ransum

Konversi ransum dihitung dari hasil perbandingan antara rataan konsumsi ransum dengan rataan pertambahan bobot badan ayam.

Konversi Ransum - Rataan Konsumsi Ransum . Rataan Pertambahan Bobot Badan Rancangan Percobaan

Pada penelitian ini digunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) 3x3 dengan tiga perlakuan metionin dan tiga pengelompokan menurut jenis ransum. Model matematik Rancangan Acak Kelompok adalah sebagai berikut:

Yij = µ + τi + βj + εij Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan pada perlakukan metionin ke-i dan kelompok ransum ke-j µ = Nilai rataan umum

τi = Efek perlakuan metionin ke-i =

=

βj = Efek kelompok ransum ke-j εij = Pengaruh galat percobaan

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), jika berpengaruh nyata, maka dilakukan uji kontras ortogonal (Steel dan Torrie, 1993). Manajemen Pemeliharaan

Pemeliharaan ayam broiler dilakukan pada kandang panggung yang beralaskan sekam selama periode starter. Sebelum memasuki masa pemeliharaan ternak, kandang disucihamakan terlebih dahulu. Lantai dan dinding kandang dibersihkan dari debu dan kotoran. Selanjutnya dilakukan pengapuran pada lantai dan dinding kandang. Penyemprotan desinfektan dilakukan setelah kapur mengering dan terakhir dilakukan penebaran sekam. Peralatan kandang seperti tempat pakan dan tempat air minum terlebih dahulu dicuci dengan sabun atau deterjen. Selain itu dilakukan pemasangan tirai terpal pada sisi kandang. Tirai dipasang penuh pada minggu pertama, dibuka secara bertahap pada minggu kedua dan ketiga tergantung kondisi cuaca.

Pemberian ransum dan air minum diberikan ad libitum setiap pagi dan sore hari. Tempat ransum yang digunakan berbentuk piringan dan tempat air minum mengunakan bell drinker yang digantung untuk mengurangi kemungkinan tumpah. Penimbangan sisa ransum dilakukan pada pagi hari setiap semingu sekali, sedangkan pengukuran sisa air minum dilakukan pada pagi hari dan sore hari, sebelum pergantian air minum terlebih dahulu diukur pH air menggunakan pHmeter digital dan suhu air menggunakan termometer. Pengontrolan ransum dan air minum harus dilakukan dengan baik jangan sampai habis. Jika ransum atau air minum mendekati habis, maka segera diberikan ransum dan air minum baru.

Dokumen terkait