• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Ayam Broiler Periode Starter dengan Pemberian Metionin Cair dalam Air Minum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Ayam Broiler Periode Starter dengan Pemberian Metionin Cair dalam Air Minum"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMA AYAM BROILER PERIODE

STARTER

DENGAN

PEMBERIAN METIONIN CAIR DALAM AIR MINUM

SKRIPSI MULYA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

MULYA. D24052829. 2009. Performa Ayam Broiler Periode Starter dengan Pemberian Metionin Cair dalam Air Minum. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr.

Ayam broiler merupakan ternak yang mempunyai sifat proses produksi yang relatif cepat. Sifat produksi ayam broiler akan muncul jika memperhatikan beberapa faktor produksi seperti kualitas pakan. Pakan komersil yang digunakan peternak kualitas nutriennya bisa berkurang akibat kurang baiknya proses transportasi atau penyimpanan. Ransum yang kualitasnya kurang baik akan mempengaruhi angka konversi ransum. Mengingat biaya ransum merupakan biaya produksi yang paling besar (60-80%) dari seluruh biaya yang dikeluarkan, maka kerugian akan terjadi jika konversi ransum tinggi. Penambahan metionin cair dalam air minum diharapkan dapat meningkatkan kualitas ransum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan metionin cair sebanyak 0,05% dan 0,10% terhadap performa ayam broiler periode starter.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai Agustus 2008 di kandang panggung peternak komersil di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Hewan percobaan yang digunakan adalah ayam broiler umur sehari (DOC) sebanyak 3600 ekor yang dibagi ke dalam sembilan petak. Ransum yang digunakan adalah ransum periode starter dari tiga pabrik yang berbeda dan penambahan metionin cair ke dalam air minum dengan konsentrasi 0%; 0,05% dan 0,10%. Pada penelitian ini digunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Peubah yang diukur adalah konsumsi air minum, konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum. Sampel yang diambil untuk diukur bobot badannya adalah 10% dari populasi. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), jika berpengaruh nyata, maka dilakukan uji kontras ortogonal.

Penambahan 0,05% dan 0,10% metionin cair dalam air minum tidak berpengaruh terhadap konsumsi air minum, konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum pada ayam broiler periode starter, hal ini disebabkan kebutuhan asam amino metionin sudah terpenuhi dalam pakan.

(3)

ABSTRACT

Performance of Broiler Starter Periode with Liquid Methionine in Drinking Water

Mulya, M. Ridla and R. Mutia.

The objective of this research was to observe the effects of liquid methionine addition (0%; 0.05% and 0.10%) on broiler performance. Three thousand and six hundred DOC (day old chick) strain Cobb were used randomized block design with 3 treatments and 3 blocks. The variables were water consumption, feed consumption, body weight gain and feed conversion. The data were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and differences among treatments were tested by contrast orthogonal when there was a significant effect of treatment on variables measured. The result showed that liquid methionine did not effect on water consumption, feed consumption, body weight gain and feed conversion ratio of broiler starter period. It was concluded that liquid methionine addition in the drinking water did not affect the amino acid balance in the ration of broiler starter used in this research.

(4)

PERFORMA AYAM BROILER PERIODE

STARTER

DENGAN

PEMBERIAN METIONIN CAIR DALAM AIR MINUM

MULYA D24052829

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

PERFORMA AYAM BROILER PERIODE

STARTER

DENGAN

PEMBERIAN METIONIN CAIR DALAM AIR MINUM

Oleh : MULYA D24052829

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 24 Agustus 2009

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr. Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr. NIP. 19631206 198903 1 003 NIP. 19630917 198803 2 001

Dekan Ketua Departemen

Fakultas Peternakan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Institut Pertanian Bogor Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 15 Desember 1987

sebagai putra keempat dari lima bersaudara dari keluarga Anda dan Remas.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1993 di SD Negeri Sirnagalih 6,

pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SMP Negeri

1 Tamansari Bogor dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun

2005 di SMA Negeri 2 Pontianak.

Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian

Bogor, Fakultas Peternakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP)

melalui ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama mengikuti

pendidikan di IPB, penulis aktif di Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim Fakultas

(7)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melebihkan manusia dengan ilmu

sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini.

Semoga shalawat serta salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Begitu

juga shalawat serta salam tetap tercurah kepada sahabat-sahabat beliau yang

merupakan sumber ilmu pengetahuan dan hikmah.

Skripsi dengan judul Performa Ayam Broiler Periode Starter dengan Pemberian Metionin Cair Dalam Air Minum ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Bogor. Selain itu, penyusun skripsi ini merupakan wujud peran aktif dan kontribusi

dalam dunia peternakan. Skripsi ini disusun dengan harapan dapat memberikan

informasi mengenai manfaat penambahan metionin cair dalam air minum untuk

meningkatkan performa ayam broiler periode starter.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli-Agustus 2008. Lokasi penelitian ini

bertempat di kandang komersil di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

sempurna, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran sehingga

skripsi ini menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini bermanfaat dalam dunia

pendidikan dan peternakan serta menjadi catatan amal shaleh. Amin.

Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan pada semua pihak yang

turut membantu penyusunan skripsi ini, semoga Allah SWT membalasnya.

Bogor, 3 Agustus 2009

(8)

DAFTAR ISI

Pertambahan Bobot Badan ... 9

Konversi Ransum ... 10

METODE ... 11

Waktu dan Tempat ... 11

Materi ... 11

Hewan Percobaan ... 11

Kandang dan Peralatan ... 11

Ransum ... 11

Keadaan Umum di dalam Kandang ... 16

Konsumsi Air Minum ... 18

Konsumsi Ransum ... 21

(9)

Konversi Ransum ... 25

KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

Kesimpulan... 27

Saran ... 27

UCAPAN TERIMA KASIH ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Performa Mingguan Ayam Broiler ... 3

2. Kebutuhan Nutrisi Broiler Periode Starter ... 4

3. Hasil Analisis Kimia Ransum Komersil Periode Starter ... 12

4. Perlakuan Penelitian ... 13

5. Rataan Suhu dan Kelembaban Selama Tiga Minggu Penelitian ... 16

6. Konsumsi Air Minum Selama Tiga Minggu Penelitian (ml) ... 19

7. pH Air Minum Selama Tiga Minggu Penelitian ... 20

8. Konsumsi Ransum Selama Tiga Minggu Penelitian (gram) ... 23

9. Pertambahan Bobot Badan Selama Tiga Minggu Penelitian (gram)... 24

(11)

PERFORMA AYAM BROILER PERIODE

STARTER

DENGAN

PEMBERIAN METIONIN CAIR DALAM AIR MINUM

SKRIPSI MULYA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(12)

RINGKASAN

MULYA. D24052829. 2009. Performa Ayam Broiler Periode Starter dengan Pemberian Metionin Cair dalam Air Minum. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr.

Ayam broiler merupakan ternak yang mempunyai sifat proses produksi yang relatif cepat. Sifat produksi ayam broiler akan muncul jika memperhatikan beberapa faktor produksi seperti kualitas pakan. Pakan komersil yang digunakan peternak kualitas nutriennya bisa berkurang akibat kurang baiknya proses transportasi atau penyimpanan. Ransum yang kualitasnya kurang baik akan mempengaruhi angka konversi ransum. Mengingat biaya ransum merupakan biaya produksi yang paling besar (60-80%) dari seluruh biaya yang dikeluarkan, maka kerugian akan terjadi jika konversi ransum tinggi. Penambahan metionin cair dalam air minum diharapkan dapat meningkatkan kualitas ransum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan metionin cair sebanyak 0,05% dan 0,10% terhadap performa ayam broiler periode starter.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai Agustus 2008 di kandang panggung peternak komersil di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Hewan percobaan yang digunakan adalah ayam broiler umur sehari (DOC) sebanyak 3600 ekor yang dibagi ke dalam sembilan petak. Ransum yang digunakan adalah ransum periode starter dari tiga pabrik yang berbeda dan penambahan metionin cair ke dalam air minum dengan konsentrasi 0%; 0,05% dan 0,10%. Pada penelitian ini digunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Peubah yang diukur adalah konsumsi air minum, konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum. Sampel yang diambil untuk diukur bobot badannya adalah 10% dari populasi. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), jika berpengaruh nyata, maka dilakukan uji kontras ortogonal.

Penambahan 0,05% dan 0,10% metionin cair dalam air minum tidak berpengaruh terhadap konsumsi air minum, konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum pada ayam broiler periode starter, hal ini disebabkan kebutuhan asam amino metionin sudah terpenuhi dalam pakan.

(13)

ABSTRACT

Performance of Broiler Starter Periode with Liquid Methionine in Drinking Water

Mulya, M. Ridla and R. Mutia.

The objective of this research was to observe the effects of liquid methionine addition (0%; 0.05% and 0.10%) on broiler performance. Three thousand and six hundred DOC (day old chick) strain Cobb were used randomized block design with 3 treatments and 3 blocks. The variables were water consumption, feed consumption, body weight gain and feed conversion. The data were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and differences among treatments were tested by contrast orthogonal when there was a significant effect of treatment on variables measured. The result showed that liquid methionine did not effect on water consumption, feed consumption, body weight gain and feed conversion ratio of broiler starter period. It was concluded that liquid methionine addition in the drinking water did not affect the amino acid balance in the ration of broiler starter used in this research.

(14)

PERFORMA AYAM BROILER PERIODE

STARTER

DENGAN

PEMBERIAN METIONIN CAIR DALAM AIR MINUM

MULYA D24052829

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(15)

PERFORMA AYAM BROILER PERIODE

STARTER

DENGAN

PEMBERIAN METIONIN CAIR DALAM AIR MINUM

Oleh : MULYA D24052829

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 24 Agustus 2009

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr. Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr. NIP. 19631206 198903 1 003 NIP. 19630917 198803 2 001

Dekan Ketua Departemen

Fakultas Peternakan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Institut Pertanian Bogor Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 15 Desember 1987

sebagai putra keempat dari lima bersaudara dari keluarga Anda dan Remas.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1993 di SD Negeri Sirnagalih 6,

pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SMP Negeri

1 Tamansari Bogor dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun

2005 di SMA Negeri 2 Pontianak.

Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian

Bogor, Fakultas Peternakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP)

melalui ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama mengikuti

pendidikan di IPB, penulis aktif di Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim Fakultas

(17)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melebihkan manusia dengan ilmu

sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini.

Semoga shalawat serta salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Begitu

juga shalawat serta salam tetap tercurah kepada sahabat-sahabat beliau yang

merupakan sumber ilmu pengetahuan dan hikmah.

Skripsi dengan judul Performa Ayam Broiler Periode Starter dengan Pemberian Metionin Cair Dalam Air Minum ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Bogor. Selain itu, penyusun skripsi ini merupakan wujud peran aktif dan kontribusi

dalam dunia peternakan. Skripsi ini disusun dengan harapan dapat memberikan

informasi mengenai manfaat penambahan metionin cair dalam air minum untuk

meningkatkan performa ayam broiler periode starter.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli-Agustus 2008. Lokasi penelitian ini

bertempat di kandang komersil di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

sempurna, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran sehingga

skripsi ini menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini bermanfaat dalam dunia

pendidikan dan peternakan serta menjadi catatan amal shaleh. Amin.

Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan pada semua pihak yang

turut membantu penyusunan skripsi ini, semoga Allah SWT membalasnya.

Bogor, 3 Agustus 2009

(18)

DAFTAR ISI

Pertambahan Bobot Badan ... 9

Konversi Ransum ... 10

METODE ... 11

Waktu dan Tempat ... 11

Materi ... 11

Hewan Percobaan ... 11

Kandang dan Peralatan ... 11

Ransum ... 11

Keadaan Umum di dalam Kandang ... 16

Konsumsi Air Minum ... 18

Konsumsi Ransum ... 21

(19)

Konversi Ransum ... 25

KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

Kesimpulan... 27

Saran ... 27

UCAPAN TERIMA KASIH ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

(20)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Performa Mingguan Ayam Broiler ... 3

2. Kebutuhan Nutrisi Broiler Periode Starter ... 4

3. Hasil Analisis Kimia Ransum Komersil Periode Starter ... 12

4. Perlakuan Penelitian ... 13

5. Rataan Suhu dan Kelembaban Selama Tiga Minggu Penelitian ... 16

6. Konsumsi Air Minum Selama Tiga Minggu Penelitian (ml) ... 19

7. pH Air Minum Selama Tiga Minggu Penelitian ... 20

8. Konsumsi Ransum Selama Tiga Minggu Penelitian (gram) ... 23

9. Pertambahan Bobot Badan Selama Tiga Minggu Penelitian (gram)... 24

(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Rumus Struktur Asam Amino Metionin Cair ... 6

2. Pembagian Petak dalam Kandang ... 11

3. Grafik Rataan Konsumsi Air Minum Ayam Broiler Selama Tiga Minggu

Penelitian ... 18

4. Grafik Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler Selama Tiga Minggu

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Ragam Konsumsi Air Minum ... 34

2. Konsumsi Air Minum Mingguan (ml)... 34

3. Analisis Ragam Konsumsi Ransum ... 35

4. Konsumsi Ransum Mingguan (gram)... 35

5. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan ... 36

6. Bobot Badan Mingguan (gram)... 36

(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ayam broiler mempunyai potensi yang besar dalam memberikan sumbangan

terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia,

karena sifat proses produksi relatif cepat (kurang dari 5 minggu) dan hasilnya dapat

diterima masyarakat luas. Sifat produksi ayam broiler akan muncul jika

memperhatikan beberapa faktor produksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi

produksi ayam broiler adalah genetik, lingkungan dan interaksi antara genetik dan

lingkungan.

Ransum yang diberikan harus mempunyai kualitas yang baik, mengandung

nutrien yang dibutuhkan ternak dan mudah diserap dalam saluran pencernaan,

sehingga dapat tercapai produktivitas yang optimal. Ransum yang diproduksi oleh

pabrik-pabrik biasanya sudah menggunakan standar kebutuhan nutrien ternak.

Namun dalam prakteknya ransum yang sampai ke tangan peternak kualitas

nutriennya bisa berkurang. Permasalahan ini biasanya diakibatkan kurang baiknya

proses transportasi atau penyimpanan. Pada proses transportasi atau penyimpanan

ransum pengaruh lingkungan sangat harus diperhatikan, terutama pada saat terjadi

hujan. Pada saat terjadi hujan ransum yang didistribusikan akan terganggu

kelembabannya, hal sama akan terjadi pada saat penyimpanan di gudang. Mengingat

permasalah tersebut maka suhu dan kelembaban ransum harus dijaga agar tidak

mempengaruhi kualitas ransum. Ransum yang kualitasnya kurang baik akan

mempengaruhi angka konversi ransum. Mengingat biaya ransum merupakan biaya

produksi yang paling besar (60-80%) dari seluruh biaya yang dikeluarkan, maka

kerugian akan terjadi jika konversi ransum tinggi.

Berbagai cara dapat ditempuh agar ternak dapat memenuhi kebutuhan

nutriennya, sehingga penggunaan ransum bisa lebih efisien dan angka konversi

ransum akan semakin membaik. Salah satunya dengan cara menambahkan zat

makanan yang diduga berkurang akibat transportasi atau penyimpanan. Zat makanan

yang biasanya berubah akibat hal tersebut salah satunya adalah asam amino,

terutama asam amino esensial. Asam amino esensial merupakan asam amino yang

(24)

amino esensial yang menjadi pembatas salah satunya adalah metionin. Asam amino

metionin dibutuhkan ternak untuk pertumbuhan yang optimal.

Produk metionin sintetis yang biasa digunakan dalam penyusunan ransum

adalah metionin serbuk dan metionin cair. Penggunaan metionin serbuk kurang

efisien jika diterapkan di peternakan, karena selain harganya yang lebih mahal, juga

membutuhkan waktu yang lama untuk mencampur metionin serbuk dengan ransum

dalam jumlah yang banyak tanpa menggunakan mixer. Lain halnya jika

menggunakan metionin cair, penggunaan metionin jenis ini dapat dicampur dengan

air minum. Pengerjaannya sama dengan ketika peternak memberikan vitamin untuk

ayam broiler. Dengan cara ini peternak tidak membutuhkan waktu yang lama untuk

menggunakannya dan harganya pun lebih murah. Penambahan metionin cair dalam

air minum ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum atau

memperkecil nilai konversi ransum.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan metionin

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Pedaging

Ayam broiler merupakan ayam tipe berat pedaging yang lebih muda dan

berukuran lebih kecil, dapat tumbuh sangat cepat sehingga dapat dipanen pada umur

4-5 minggu yang ditujukan untuk menghasilkan daging dan menguntungkan secara

ekonomis jika dibudidayakan (Poultry Indonesia, 2007). Ayam broiler merupakan

ayam-ayam muda jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur sekitar 4-5

minggu dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ekor yang bertujuan sebagai sumber

daging (Kartasudjana, 2005). Karakteristik dari ayam broiler modern adalah

pertumbuhan yang cepat, banyak penimbunan pada bagian dada dan otot-otot daging,

disamping itu relatif lebih rendah aktifitasnya jika dibandingkan dengan ayam yang

digunakan untuk produksi telur (Pond et al., 1995). Ayam broiler merupakan ayam

yang telah mengalami seleksi genetik (breeding) sebagai penghasil daging dengan

pertumbuhan yang cepat sehingga waktu pemeliharaannya lebih singkat, pakan lebih

efisien dan produksi daging tinggi (Ensminger, 1991).

Tabel 1. Performa Mingguan Ayam Broiler

Umur

Keunggulan ayam pedaging didukung oleh sifat genetik, karena ayam

pedaging ini memiliki laju pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat,

sehingga produksi optimal hanya dapat diwujudkan apabila ayam tersebut

memperoleh makanan yang berkualitas baik dalam jumlah kebutuhan nutrisi yang

mencukupi. Rekayasa genetik, perkembangan teknologi pakan dan manajemen

perkandangan menyebabkan strain ayam broiler yang ada sekarang lebih peka

terhadap formula pakan yang diberikan (Wahju, 2004). Seperti yang dinyatakan oleh

(26)

ketersediaan nutrisi dalam pakan yang cukup dan keadaan lingkungan yang meliputi

temperatur lingkungan dan pemeliharaan. Menurut Direktorat Bina Produksi (1997),

persyaratan mutu ayam umur satu hari (DOC) adalah berat minimal 37 gram, kondisi

fisik sehat, kaki normal, dapat berdiri tegak, tampak segar, aktif, tidak dehidrasi,

tidak ada kelainan bentuk, tidak cacat fisik sekitar pusar dan dubur kering serta pusar

tertutup, warna bulu seragam sesuai dengan strain dan kondisi bulu kering.

Menurut Wahju (2004), pakan ayam broiler harus mengandung energi yang

cukup untuk membantu reaksi-reaksi metabolik, menyokong pertumbuhan dan

mempertahankan suhu tubuh. Selain itu ayam membutuhkan protein yang seimbang,

fosfor, kalsium, mineral, serat dan vitamin yang sangat memiliki peran penting

selama tahap permulaan hidupnya. Kebutuhan nutrien broiler periode starter dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Ayam Broiler Periode Starter

Zat Pakan NRC (1994) Leeson dan Summers (2005) SNI (2006)

(27)

Asam Amino Metionin

Metionin adalah asam amino yang mengandung sulfur dan esensial

(undispensable) bagi manusia dan ternak monogastrik. Menurut Sutardi (1980) asam

amino metionin bersifat glikogenik (menghasilkan glukosa pada waktu proses

metabolisme terjadi) dan lipotropik (membantu pemecahan lemak dalam tubuh pada

proses metabolisme), hubungannya dengan asam amino lain yang mengandung

sulfur (sistein dan sistin) adalah sebagai donor bagi sistein (CySN). Sistein (asam

amino non esensial) mendapatkan sulfur dari metionin dan kerangka karbon dari

serin (SER). Apabila sistein (CySN) dan sistin (CYS) kurang maka metionin dan

serin akan dirombak melalui proses transmetilasi, sehingga memperbesar kebutuhan

metionin (Sanchez et al., 1984).

Menurut Cheeke (2005) asam amino dapat dibedakan menjadi dua yaitu asam

amino esensial dan asam amino non esensial. Asam amino esensial yaitu asam amino

yang harus tersedia cukup di dalam bahan pakan, karena tidak dapat disintesis di

dalam tubuh ternak, sedangkan asam amino non esensial yaitu asam amino yang

dapat disintesis oleh tubuh ternak guna mencukupi kebutuhan pertumbuhan normal.

Menurut Huygherbaert et al. (1994), pertumbuhan daging di dalam dada

broiler sangat sensitif dipengaruhi oleh metionin di dalam ransum. Sigit (1995)

menyatakan bahwa metionin adalah asam amino yang mengandung sulfur yang

esensial bagi manusia dan ternak monogastrik. Asam amino metionin juga

merupakan salah satu kerangka yang membentuk protein tubuh, sedangkan protein

pada tiap jaringan tubuh berbeda kandungan asam aminonya, dengan kata lain asam

amino menentukan corak dan fungsi jaringan tubuh. Metionin juga merupakan asam

amino yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan yang cepat dan untuk hidup pokok

semua hewan dan salah satu akibat bila kekurangan asam amino metionin adalah

lambatnya laju pertumbuhan (Prawirokusumo et al., 1987).

Sutardi (1980) menyatakan metionin sebagai komponen alam terdapat dalam

konfigurasi L-Metionin. Di dalam alat pencernaan asam amino-L (L-AA) mengalami

deaminasi (pencopotan gugus amino) oleh mikroba menjadi asam keto alfa. Asam

keto alfa dapat juga dideaminasikan menjadi asam amino dalam bentuk L-AA atau

D-AA. Metionin dapat dibuat sintesanya dalam bentuk DL-metionin. Terdapat dua

(28)

metionin yaitu DL-metionin dan yang kedua dalam bentuk liquid metionin yaitu

analog hidroksi metionin (Vazquez-Anon et al., 2006).

Metionin cair atau Methionine Hydroxy Analogue (MHA) merupakan asam

amino sintetis yang sudah banyak digunakan untuk menyusun pakan ternak. Analog

metionin ini bisa digunakan untuk pengganti metionin. Pemakaiannya memberikan

keuntungan ganda. Pertama, bagi industri-industri bahan pakan pembuatan metionin

cair ini jauh lebih mudah dibandingkan dengan DL-Metionin dalam bentuk powder,

sehingga harganya jauh lebih murah (Sutardi, 1980). Metionin cair mempunyai

efisiensi yang sama dengan DL-Metionin jika digunakan pada ternak unggas

(Daenner dan Besseil, 2003). Struktur asam amino metionin cair (MHA) dapat dilihat

pada Gambar 1.

Gambar 1. Rumus Struktur Asam Amino Metionin Cair (Sutardi, 1980)

Pemberian metionin perlu memperhatikan tingkat protein, bentuk fisik dan

palatabilitas bahan pakan. Selain itu, karena metionin diketahui sebagai asam amino

yang bersifat racun bila berlebihan, sehingga pemberiannya harus diperhatikan

dengan baik. Kelebihan pemberiannya akan berakibat buruk pada penambahan berat

badan. Menurut Leeson dan Summers (2005), asam amino metionin akan bersifat

racun apabila diberikan dua kali lebih banyak dari kebutuhan. Terjadinya penurunan

selera makan atau penurunan laju pertumbuhan dapat disebabkan oleh antagonisme

asam-asam amino, ketidakseimbangan pola konsentrasi asam amino dan keracunan.

Namun masalah tersebut dapat dikoreksi dengan penambahan asam amino pembatas

pertama (metionin, lysin, atau triptopan) (Amrullah, 2004; Pesti et al., 2005).

Konsumsi Air Minum

Air merupakan senyawa penting dalam kehidupan. Dua per tiga bagian dari

tubuh hewan adalah air dengan berbagai peranan untuk kehidupan (Parakkasi, 1999).

Menurut Scott et al. (1982), air mempunyai fungsi sebagai berikut : (1) zat dasar dari

(29)

zat-zat makanan, metabolit-metabolit dan hasil sisa ke dan dari semua sel-sel dalam

tubuh, (2) penting dalam mengatur suhu tubuh karena air mempunyai sifat menguap

dan spesifik heat, (3) membantu mempertahankan homeostasis dengan ikut dalam

reaksi dan perubahan fisiologis yang mengontrol pH, tekanan osmotis, konsentrasi

elektrolit.

Kandungan air dalam tubuh anak ayam yang berumur satu minggu adalah

85%, sedangkan kandungan air dalam tubuh ayam dewasa sebesar 55% pada umur

42 minggu. Kehilangan air tubuh 10% dapat menyebabkan kerusakan yang hebat dan

kehilangan air tubuh 20% akan menyebabkan kematian (Wahju, 2004).

Ada banyak faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum pada ternak

antara lain adalah tingkat garam natrium dan kalium dalam ransum, enzim-enzim,

bau ransum, makanan tambahan pelengkap, temperatur air, penyakit, jenis bahan

makanan, kelembaban, angin, komposisi pakan, bentuk pakan, umur, produksi telur,

jenis kelamin dan jenis tempat air minum (Wahju, 2004).

Pada ayam broiler konsumsi air minum erat hubungannya dengan bobot

badan dan konsumsi ransum. Menurut Ensminger et al. (1992) pada umumnya ayam

mengkonsumsi air minum dua kali dari bobot pakan yang dikonsumsi. Menurut

National Research Council (1994) konsumsi air minum bertambah sekitar 7% setiap

peningkatan suhu 1OC diatas suhu 21OC. Semakin tinggi suhu lingkungan maka

semakin banyak ternak mengkonsumsi air minum. Hal ini akan membantu ternak

untuk menurunkan suhu tubuhnya yang meningkat akibat suhu lingkungan yang

tinggi.

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dimakan dalam jangka

waktu tertentu dan ransum yang dikonsumsi oleh ternak akan digunakan untuk

memenuhi kebutuhan energi dan zat nutrisi yang lain. Tingkat energi menentukan

jumlah ransum yang dikonsumsi, ayam cenderung meningkatkan konsumsinya jika

kandungan energi ransum rendah dan sebaliknya konsumsi akan menurun jika

kandungan energi ransum meningkat (Scott et al., 1982). Menurut Parakkasi (1999)

komsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila diberikan ad

(30)

makanan yang dimakan oleh ternak, dimana zat makanan yang dikandungnya akan

digunakan untuk mencukupi kehidupan pokok dan untuk produksi hewan tersebut.

Konsumsi ransum pada unggas dipengaruhi oleh besar tubuh ayam, aktivitas

sehari-hari, lingkungan, kualitas dan kuantitas ransum (National Research Council,

1994). Menurut Scott et al. (1982) konsumsi ransum dipengaruhi oleh kandungan

energi ransum, bentuk ransum, kesehatan lingkunan, zat-zat makanan, kecepatan

pertumbuhan atau produksi telur dan stres. Selain faktor-faktor tersebut Wahju

(2004) menambahkan, bahwa faktor genetik juga sangat berpengaruh terhadap

konsumsi ransum. Secara umum konsumsi meningkat dengan peningkatan bobot

badan ayam karena ayam yang berbobot badan besar mempunyai kemampuan

menampung makanan lebih banyak.

Ayam yang mengkonsumsi ransum dengan kandungan energi lebih tinggi

akan menunjukkan lemak karkas yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang

mengkonsumsi ransum dengan energi yang lebih rendah. Ayam yang mengkonsumsi

energi yang cukup untuk pertumbuhan yang normal dan tidak dapat menimbun

lemak dalam jumlah yang lebih tinggi di dalam jaringan bila ayam diberi ransum

dengan energi rendah (Wahju, 2004).

Konsumsi ransum ayam broiler dapat juga dipengaruhi oleh ketersediaan

asam amino. Menurut Sutardi (1980), jika pola konsentrasi asam amino menyimpang

dari pola yang dibutuhkan tubuh, selera makan akan menurun. Segala sesuatu yang

menyebabkan penyimpangan pola konsentrasi asam amino plasma darah akan

menimbulkan gejala makro berupa penurunan selera makan dan penyusutan bobot

hidup. Sumber penyimpangan tersebut adalah defisiensi asam amino, ketidakserasian

asam amino, keracunan asam amino dan antagonisme asam amino. Bagian-bagian

otak yang ikut serta dalam pengaturan selera makan akibat kurang baiknya

ketersediaan asam amino adalah lobus pyriform dan amygdaloid. Lobus pyriform

mampu menurunkan selera makan bila ternak disodori makanan yang defisiensi asam

amino esensial, sedangkan amygdaloid mampu menurunkan konsumsi bila disodori

(31)

Pertambahan Bobot Badan

Ensminger (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan adalah suatu proses

peningkatan ukuran tulang, otot, organ dalam dan bagian tubuh lainnya yang tejadi

sebelum lahir dan sesudah lahir sampai mencapai tubuh dewasa. Salah satu kriteria

untuk mengukur pertumbuhan adalah dengan pengukuran pertambahan bobot badan.

Ternak ayam akan mengalami pertambahan bobot badan karena pembesaran dan

pembelahan sel. Pertambahan bobot badan diartikan sebagai kemampuan untuk

mengubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam pakan menjadi daging. Anggorodi

(1985) mendefinisikan bahwa pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan

berat jaringan-jaringan seperti otot, tulang jantung dan semua jaringan tubuh lainnya.

Ayam broiler merupakan ayam yang memiliki ciri khas dengan tingkat

pertumbuhan yang cepat sehingga dapat dipasarkan dalam waktu singkat (Amrullah,

2004). Dijelaskan pula bahwa ayam broiler sudah dapat dipasarkan dalam umur

empat minggu dengan bobot badan sekitar 0,8-1,0 kg bahkan dapat lebih. Ayam

broiler jantan dan betina dipasarkan dengan bobot 1,8-2,0 kg dalam bentuk karkas

atau potongan komersial karkas dan juga dijual hidup (National Research Council,

1994).

Menurut Maynard et al. (1983) kecepatan pertumbuhan tergantung dari

spesies, jenis kelamin, umur dan keseimbangan zat-zat nutrien dalam ransum. Wahju

(2004) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

adalah jenis kelamin, energi metabolis ransum, kandungan protein ransum dan

lingkungan. Sutardi (1980) menambahkan, jika pola konsentrasi asam amino

menyimpang dari pola yang dibutuhkan tubuh, maka selera makan akan menurun

dan pertumbuhan akan terhambat. Segala sesuatu yang menyebabkan penyingkiran

pola konsentrasi asam amino plasma darah akan menimbulkan gejala makro berupa

penyusutan bobot hidup. Sumber penyingkiran tersebut adalah defisiensi asam

amino, ketidak serasian asam amino, keracunan asam amino dan antagonisme asam

amino.

Pertambahan bobot badan dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot

badan dengan melakukan penimbangan berulang dalam waktu tertentu misalnya tiap

(32)

Konversi Ransum

Lacy dan Vest (2000) menyatakan bahwa konversi ransum berguna untuk

mengukur produktivitas ternak dan didefinisikan sebagai rasio antara konsumsi

ransum dengan pertambahan bobot badan yang diperoleh selama waktu tertentu.

Faktor yang mempengaruhi konversi ransum adalah genetik, kualitas pakan,

penyakit, temperatur, sanitasi kandang, ventilasi, pengobatan dan manajemen

kandang. Menurut Amrullah (2004) konversi ransum mencerminkan keberhasilan

dalam memilih atau menyusun ransum berkualitas. Konversi ransum melibatkan

pertumbuhan ayam dan konsumsi ransum (National Research Council, 1994).

Menurut Wahju (2004) konversi ransum ini dapat digunakan untuk mengukur

keefisienan penggunaan ransum. Semakin rendah angka konversi ransum maka

semakin baik. Hal ini berarti penggunaan ransum semakin efisien. Menurut Amrullah

(2004), angka konversi ransum dipengaruhi tiga faktor yaitu kualitas pakan, teknik

pemberian pakan dan angka mortalitas. Semakin tinggi nilai konversi ransum

menunjukan semakin banyak ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot

badan per satuan berat dan semakin rendah nilai konversi ransum berarti kualitas

ransum semakin baik.

Konversi ransum dipengaruhi oleh litter, panjang dan intensitas cahaya, luas

lantai per ekor, uap amonia kandang, penyakit dan bangsa unggas, selain itu kualitas

ransum, jenis ransum, penggunaan zat aditif, kualitas air, dan manajemen

pemeliharaan (Gillepsie, 1992) faktor pemberian pakan dan penerangan turut

mempengaruhi konversi ransum (Lacy dan Vest, 2000).

Menurut Scott et al. (1982) semakin rendah kandungan energi dan protein

ransum pada ayam broiler maka semakin tinggi konversi ransumnya. Penurunan

(33)

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai Agustus 2008. Penelitian

menggunakan kandang panggung peternak komersil di Desa Pamijahan, Leuwiliang,

Kabupaten Bogor.

Materi

Hewan Percobaan

Pada penelitian ini digunakan ayam broiler umur sehari (DOC) strain Cobb

sebanyak 3600 ekor yang dibagi ke dalam 9 petak. Ayam tersebut dipelihara selama

21 hari secara intensif dalam kandang panggung, beralaskan sekam, sekat terbuat

dari bambu, serta dilengkapi dengan brooder, tempat pakan dan tempat air minum.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan dalam penelitian adalah kandang panggung milik

peternak komersil yang disekat menjadi 9 petak dengan luas setiap petaknya adalah

30 m2. Penerangan kandang menggunakan lampu neon (di setiap petak), lampu ini

membantu ayam untuk beraktivitas pada malam hari. Pemanas menggunakan

semawar minyak tanah (di setiap petak). Peralatan lainnya adalah tempat pakan,

tempat air minum, timbangan, ember, tong, pH meter, gelas ukur, pipet volumetrik

dan higrotermometer. Pembagian petak perlakuan di dalam kandang dapat dilihat

pada Gambar 2.

Petak 1 Petak 2 Petak 3 Petak 4 Petak 5 Petak 6 Petak 7 Petak 8 Petak 9

Kandang Panggung

Gambar 2. Pembagian Petak dalam Kandang Selama Tiga Minggu Penelitian

Ransum

Digunakan tiga ransum komersil periode starter dari pabrik yang berbeda.

(34)

dalam air minum diberikan dengan konsentrasi 0%; 0,05% dan 0,10% dan air minum

yang digunakan kualitasnya baik tidak terkontaminasi mikroorganisme.

Tabel 3. Hasil Analisis Kimia Ransum Komersial Periode Starter

Komponen R1 R2 R3

Sumber : Laboratorium Terpadu, IPB (2008).

Vaksin dan Vitamin

Pemberian vaksin ND dilakukan pada saat ayam berumur 5 hari melalui tetes

(35)

ayam berumur 11 hari melalui air minum. Sebelum divaksin Gumboro ayam

dipuasakan terlebih dahulu dari air minum selama dua jam tanpa menghentikan

pemberian pakan. Vitamin diberikan sampai ayam berumur 7 hari, setelah ayam

divaksin dan setelah pengukuran bobot badan untuk menghindari stres pada ternak.

Metode

Perlakuan Penelitian

Perlakuan terdiri atas faktor suplementasi metionin cair (0%; 0,05% dan

0,10%) dalam air minum dan tiga jenis ransum komersil periode starter dari pabrik

yang berbeda. Air minum dan ransum diberikan ad libitum setiap pagi dan sore.

Perlakuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perlakuan Penelitian

Ket : M0: Suplementasi 0% metionin M1: Suplementasi 0,05% metionin

pertambahan bobot badan dan konversi ransum.

(36)

2. Konsumsi ransum (g/ekor)

Ransum diberikan ad libitum setiap pagi dan sore. Ayam tidak dipuasakan

sebelum dilakukan penimbangan ransum. Rataan konsumsi ransum dihitung dari

selisih antara ransum yang diberikan dengan sisa, dibagi jumlah ayam yang ada

dalam satu petak. Pengukuran sisa dilakukan seminggu sekali pada pagi hari.

Rataan Konsumsi Ransum Ransum yang Diberikan – Ransum Sisa Jumlah Ayam Hidup

3. Pertambahan Bobot Badan (g/ekor)

Pertambahan bobot badan diperoleh dari hasil perhitungan antara bobot badan

akhir dikurangi bobot badan awal. Bobot badan diukur seminggu sekali dan ayam

tidak dipuasakan sebelum dilakukan penimbangan ransum. Bobot badan diukur

dengan mengambil sampel sebanyak 10% dari jumlah populasi yang ada.

Pengambilan sampel dilakukan secara acak bebas. Setiap penimbangan ayam

yang ditimbang sebanyak 2 ekor. Data yang diambil adalah rataan dari seluruh

populasi yang ditimbang.

Pertambahan Bobot Badan Bobot Badan Akhir–Bobot Badan Awal Jumlah Ayam yang Ditimbang

4. Konversi ransum

Konversi ransum dihitung dari hasil perbandingan antara rataan konsumsi ransum

dengan rataan pertambahan bobot badan ayam.

Konversi Ransum - Rataan Konsumsi Ransum . Rataan Pertambahan Bobot Badan

Rancangan Percobaan

Pada penelitian ini digunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) 3x3

dengan tiga perlakuan metionin dan tiga pengelompokan menurut jenis ransum.

Model matematik Rancangan Acak Kelompok adalah sebagai berikut:

Yij = µ + τi + βj + εij

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan pada perlakukan metionin ke-i dan kelompok ransum ke-j

µ = Nilai rataan umum

τi = Efek perlakuan metionin ke-i

=

=

(37)

βj = Efek kelompok ransum ke-j

εij = Pengaruh galat percobaan

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA), jika

berpengaruh nyata, maka dilakukan uji kontras ortogonal (Steel dan Torrie, 1993).

Manajemen Pemeliharaan

Pemeliharaan ayam broiler dilakukan pada kandang panggung yang

beralaskan sekam selama periode starter. Sebelum memasuki masa pemeliharaan

ternak, kandang disucihamakan terlebih dahulu. Lantai dan dinding kandang

dibersihkan dari debu dan kotoran. Selanjutnya dilakukan pengapuran pada lantai

dan dinding kandang. Penyemprotan desinfektan dilakukan setelah kapur mengering

dan terakhir dilakukan penebaran sekam. Peralatan kandang seperti tempat pakan dan

tempat air minum terlebih dahulu dicuci dengan sabun atau deterjen. Selain itu

dilakukan pemasangan tirai terpal pada sisi kandang. Tirai dipasang penuh pada

minggu pertama, dibuka secara bertahap pada minggu kedua dan ketiga tergantung

kondisi cuaca.

Pemberian ransum dan air minum diberikan ad libitum setiap pagi dan sore

hari. Tempat ransum yang digunakan berbentuk piringan dan tempat air minum

mengunakan bell drinker yang digantung untuk mengurangi kemungkinan tumpah.

Penimbangan sisa ransum dilakukan pada pagi hari setiap semingu sekali, sedangkan

pengukuran sisa air minum dilakukan pada pagi hari dan sore hari, sebelum

pergantian air minum terlebih dahulu diukur pH air menggunakan pHmeter digital

dan suhu air menggunakan termometer. Pengontrolan ransum dan air minum harus

dilakukan dengan baik jangan sampai habis. Jika ransum atau air minum mendekati

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum di dalam Kandang

Suhu dalam kandang selama penelitian berkisar antara 24,43-33,57OC. Suhu

dalam kandang selama penelitian cukup optimal untuk pertumbuhan ayam. Keadaan

ini dilihat dari normalnya pertumbuhan bobot badan pada ayam broiler starter yaitu

pada umur tiga minggu pertambahan bobot badannya mencapai rata-rata 722,69

g/ekor. Pertambahan bobot badan tersebut berada di atas pertambahan bobot badan

ayam broiler strainCobb menurut Annisa (2003), yaitu 719,8 g/ekor.

Suhu dan kelembaban pada Tabel 5 didapat dari hasil pengukuran

menggunakan hygrotermometer yang digantung dengan ketinggian 1,5 meter dari

lantai kandang.

Umumnya ayam broiler pada umur satu minggu memerlukan suhu yang lebih

tinggi yaitu 32-35 OC, sedangkan umur 2-3 minggu ayam broiler akan tumbuh

dengan optimal pada suhu 20-27 OC (Amrullah, 2004). Ayam yang mengalami

cekaman dingin atau cekaman panas dapat dilihat dari tingkah lakunya. Ayam yang

mengalami cekaman dingin akan sering bergerombol dan berdiam diri di bawah

pemanas untuk menjaga agar suhu tubuhnya tetap hangat sedangkan ayam yang

mengalami cekaman panas akan sering minum daripada mengkonsumsi ransum

dengan tujuan untuk menurunkan suhu tubuhnya (Wahju, 2004). Selain itu, ayam

yang mengalami cekaman panas akan sering mengalami gejala panting yaitu ayam

terlihat terengah-engah dan merentangkan sayapnya. Cara ini dilakukan sebagai

usaha pengeluaran panas melalui evaporasi. Tillman et al. (1991) mengemukakan,

bahwa dalam keadaan suhu lingkungan yang tinggi, maka ternak unggas akan

meningkatkan pengeluaran panas tubuhnya agar tetap dalam keadaan seimbang Tabel 5. Rataan Suhu dan Kelembaban Selama Tiga Minggu Penelitian

Minggu Suhu (OC) Kelembaban (%)

04:30 12:00 16:00 04:30 12:00 16:00

1 24,43 33,57 29,57 65,57 44,43 50,00

2 26,43 31,00 27,43 63,43 50,29 59,00

(39)

dengan produksi panasnya. Ayam akan berusaha melepaskan panas dari tubuhnya

dengan melakukan gerakan dan sikap memperluas permukaan badan dengan

meregangkan sayap agar aliran udara di antara bulu-bulu menjadi lancar.

Gejala panting tersebut jelas terlihat pada saat suhu lingkungan sangat tinggi

dan pada ayam berumur tiga minggu, yaitu saat pertumbuhan bulu dari ayam tersebut

sudah hampir sempurna (Wahju, 2004). Oleh karena itu pada minggu ketiga

penelitian semawar yang digunakan sebagai pemanas dimatikan untuk menurunkan

suhu lingkungan sehingga cekaman panas pada ternak berkurang. Keadaan lain yang

terjadi apabila suhu lingkungan sangat tinggi adalah sekam yang cepat basah. Ayam

akan sering minum apabila suhu tubuhnya tinggi (Amrullah, 2004), konsumsi air

minum yang tinggi menyebabkan kadar air feses menjadi tinggi pula. Sehingga

sekam yang digunakan sebagai litter menjadi basah dan pada akhirnya kadar amonia

di dalam kandang menjadi meningkat. Permasalahan ini bisa ditanggulangi dengan

cara membuka sebagian tirai untuk memperlancar aliran udara. Chamruspollert et al.

(2004) menambahkan, bahwa semakin tinggi suhu disekitar tubuh ternak maka akan

meningkatkan kebutuhan metionin tubuh, namun hal ini akan terjadi apabila arginin

dalam keadaan berlebih. Suplementasi metionin cair dalam air minum diharapkan

dapat mengurangi stres pada ayam broiler starter.

Kelembaban dalam kandang selama penelitian berkisar antara 44,43-65,57%.

Hal ini menunjukkan, bahwa kelembaban dalam kandang selama penelitian baik

untuk pertumbuhan ayam. Keadaan ini sesuai dengan rekomendasi yang

dikemukakan oleh Appleby et al. (2004), bahwa kelembaban yang baik untuk

pertumbuhan optimal ayam broiler berkisar antara 50-60%. Kelembabam kandang

yang tinggi menunjukan kadar uap air di udara semakin meningkat, peristiwa ini

akan menghambat sirkulasi udara di dalam kandang, dimana udara yang akan masuk

atau keluar terhalang oleh butiran-butiaran uap air. Sirkulasi atau kecepatan aliran

udara yang kurang baik akan menghambat pertumbuhan ternak. Menurut Lott et al.

(1998); May et al. (2000), kecepatan aliran udara akan mempengaruhi pertambahan

bobot badan, konsumsi ransum dan konversi ransum. Menurut Yahav et al. (2004)

ayam broiler akan tumbuh optimal pada kecepatan aliran udara 2,0 m/s, sedangkan

(40)

Konsumsi Air Minum

Air merupakan suatu zat makanan yang sangat penting, namun peranannya

berbeda dengan peranan zat-zat makanan pada umumnya. Air tidak menyuplai energi

untuk pertumbuhan, untuk pemeliharaan atau untuk kerja fisik tubuh, tetapi air

mempunyai peranan penting dalam reaksi-reaksi biologis dan dalam mengatur

temperatur tubuh (Sutardi,1980). Pada keadaan temperatur kandang yang tinggi

ayam broiler akan mengkonsumsi air lebih banyak lagi (May et al., 1997). Hal ini

bertujuan untuk menyerap panas yang dihasilkan dari reaksi kimia dalam proses

metabolisme (Tillman et al., 1991; Amrullah, 2004; Wahju, 2004). Semakin besar

bobot badan atau umur ternak maka semakin tinggi panas yang dihasilkan, untuk itu

konsumsi air yang digunakan untuk menyerap panas semakin tinggi (Wahju, 2004).

Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan selama tiga minggu pada

Gambar 2. Grafik Rataan Konsumsi Air Minum Ayam Broiler Selama Tiga Minggu Penelitian

Gambar 2 memperlihatkan konsumsi air minum setiap minggu meningkat

dengan semakin bertambahnya umur dan besar tubuh ayam. Seperti yang ditulis oleh

Brake et al. (1992); Beker dan Teeter (1994); National Research Council (1994)

bahwa pada ayam broiler konsumsi air minum erat hubungannya dengan bobot

badan, semakin besar ukuran tubuh ternak maka kebutuhan air minum akan

meningkat. Minggu kedua perlakuan rata-rata air minum meningkat sekitar 123,53%

dari minggu pertama dan pada minggu ketiga konsumsi meningkat sekitar 69,67 %

dari minggu kedua. Hal ini karena dengan semakin bertambahnya umur dan besar minggu ke

(41)

tubuh ayam maka panas yang dihasilkan dari reaksi kimia dalam proses metabolisme

semakin tinggi, untuk itu ternak membutuhkan air minum yang lebih banyak lagi.

Menurut Tillman et al. (1991) air dapat menyerap lebih baik dibandingkan dengan

medium lainnya, dapat menyerap sejumlah panas dengan kenaikan temperatur yang

sangat sedikit.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi konsumsi air minum adalah suhu di

dalam kandang. Semakin tinggi suhu di dalam kandang maka suhu tubuh ayam

broiler akan meningkat. Peningkatan suhu tubuh inilah yang mengakibatkan proses

evaporasi semakin meningkat dengan tujuan panas dalam tubuh akan keluar melalui

penguapan (Piliang dan Djojosoebagio, 2006). Evaporasi yang tinggi mengakibatkan

cairan dalam tubuh berkurang sehingga ayam akan berusaha menyeimbangkan

persentase cairan tubuh dengan cara meningkatkan konsumsi air minum dan

menurunkan konsumsi ransum.

Selama penelitian ayam tidak mengalami cekaman panas. Hal ini ditunjukan

oleh normalnya perbandingan antara konsumsi air minum dan konsumsi ransum

yaitu 1:2,13. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ensminger et al. (1990); Brake

et al. (1992), bahwa pada umumnya ayam mengkonsumsi air minum dua kali dari

bobot pakan yang dikonsumsi. Faktor bentuk tempat air minum juga mempengaruhi

konsumsi air minum. Menurut May et al. (1997), dengan suhu kandang yang sama

ayam akan lebih banyak minum jika menggunakan tempat air minum berbentuk bell

drinker dari pada berbentuk nipple drinker. Selama tiga minggu penelitian tempat air

minum yang digunakan berbentuk bell drinker.

Tabel 6. Konsumsi Air Minum Selama Tiga Minggu Penelitian (ml)

Suplementasi Metionin Cair Ransum Ket : M0: Suplementasi 0% metionin

M1: Suplementasi 0,05% metionin M2: Suplementasi 0,10% metionin R1: Ransum dari pabrik 1

(42)

Berdasarkan hasil sidik ragam (ANOVA), pemberian metionin cair dalam air

minum tidak mempengaruhi konsumsi air minum. Menurut Wahju (2004), ada

banyak faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum pada ternak antara lain

adalah tingkat garam natrium dan kalium dalam ransum, enzim-enzim, bau air,

makanan tambahan pelengkap, temperatur air, penyakit, jenis bahan makanan,

kelembaban, angin, komposisi pakan, umur, jenis kelamin dan jenis tempat air

minum. Penambahan metionin cair dalam air minum tidak menambah tingkat

kesukaan ternak terhadap air minum yang disediakan.

Tabel 7. pH Air Minum Selama Tiga Minggu Penelitian

Suplementasi Metionin

Ket : M0: Suplementasi 0% metionin M1: Suplementasi 0,05% metionin M2: Suplementasi 0,10% metionin R1: Ransum dari pabrik 1

R2: Ransum dari pabrik 2 R3: Ransum dari pabrik 3

Chamruspollert et al. (2004) menambahkan, bahwa semakin tinggi suhu

disekitar tubuh ternak, maka kebutuhan metionin akan semakin meningkat.

Penambahan metionin cair dalam air minum akan membantu asupan metionin pada

saat suhu lingkungan tinggi atau pada saat ayam mengalami stres panas. Pada saat

konsumsi ransum menurun akibat stres panas (Sutardi, 1980), ayam akan tetap

mendapat asupan asam amino dari air minum yang dikonsumsi. Penambahan

metionin cair dalam air minum juga dapat memperbaiki kualitas air yang akan

digunakan untuk air minum pada ternak. Hal ini ditunjukan oleh hasil pengukuran

pH air minum setelah ditambahkan metionin cair dalam air minum. Tabel 7

menunjukan, bahwa pH air yang ditambah 0,05% metionin cair mencapai rataan 3,11

dan air minum yang ditambah 0,10% metionin cair dalam air minum pHnya

mencapai rataan 2,96, sedangkan air yang tidak ditambah metionin cair menunjukan

pH yang netral yaitu 6,77. Menurut Appleby et al. (2004), ayam broiler tidak suka

(43)

konsumsi air minum tidak berbeda nyata. Ayam yang diberi metionin cair dalam air

minum tetap mengkonsumsi air minum sama banyaknya dengan ayam yang tidak

diberi metionin cair dalam air minum walaupun pH air minum yang dihasilkan

memiliki pH yang rendah.

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan ayam broiler. Berangkat dari pemahaman seorang peternak mengenai

fenomena bahwa ayam broiler lahap makan (Amrullah, 2004). Ayam broiler dapat

tumbuh hingga mencapai bobot badan tertentu sejalan dengan jumlah ransum yang

dikonsumsi. Makin sedikit jumlah ransum yang dikonsumsi maka semakin rendah

pertambahan bobot badan dari ayam broiler tersebut, dengan demikian gangguan

terhadap konsumsi ransum yang terjadi sehari saja sudah dapat menghambat

pertumbuhan.

Konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor. Wahju (2004)

menjelaskan, secara umum konsumsi meningkat dengan meningkatnya umur dan

bobot badan ayam karena ayam yang berbobot badan besar mempunyai kemampuan

menampung makanan lebih banyak. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang

(44)

Gambar 3 memperlihatkan, bahwa konsumsi ransum setiap minggu

meningkat dengan semakin bertambahnya umur dan besar tubuh ayam. Minggu

kedua perlakuan rata-rata konsumsi ransum meningkat sekitar 162,84% dan pada

minggu ketiga konsumsi meningkat sekitar 69,57%. Hal ini karena ayam lebih

banyak membutuhkan zat-zat makanan yang dikonsumsi untuk hidup pokok dan

pertumbuhan. Menurut Brake et al. (1992); Vandegrift et al. (2003), konsumsi

ransum meningkat dengan semakin bertambahnya umur ayam.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi konsumsi ransum adalah suhu di dalam

kandang. Semakin tinggi suhu di dalam kandang maka suhu tubuh ayam broiler akan

meningkat, respon ternak terhadap suhu tubuh yang tinggi adalah mengurangi

konsumsi ransum dan menambah konsumsi air minum sehingga produksi panas

menjadi berkurang. Respon inilah yang mengakibatkan perbandingan antara

konsumsi ransum dan konsumsi air minum semakin besar. Ransum yang dikonsumsi

akan dirombak oleh tubuh dan perombakannya membutuhkan energi. Energi tersebut

nantinya akan menghasilkan panas tubuh. Semakin banyak ransum yang dikonsumsi

maka produksi panas akan semakin tinggi (Amrullah, 2004). Selama tiga minggu

penelitian ayam tidak mengalami cekaman panas. Hal ini ditunjukan oleh normalnya

perbandingan antara konsumsi air minum dan konsumsi ransum yaitu 1:2,13. Sesuai

dengan yang dikemukakan oleh Ensminger et al. (1990); Brake et al. (1992), bahwa

pada umumnya ayam mengkonsumsi air minum dua kali dari bobot pakan yang

dikonsumsi.

Berdasarkan hasil sidik ragam (ANOVA), pemberian 0,05% dan 0,10%

metionin cair dalam air minum tidak mempengaruhi konsumsi ransum. Hal ini terkait

dengan nutrien yang terkandung didalam ransum. Pemberian metionin cair dalam air

minum tidak mempengaruhi konsentrasi asam amino dalam plasma darah ayam

broiler, sehingga konsumsinya hampir sama dengan ayam broiler tanpa penambahan

metionin cair dalam air minum. Menurut Sutardi (1980), selera makan atau konsumsi

ransum akan meningkat jika pola konsentrasi asam amino plasma darah sesuai

(45)

Tabel 8. Konsumsi Ransum Selama Tiga Minggu Penelitian (gram)

Ket : M0: Suplementasi 0% metionin M1: Suplementasi 0,05% metionin M2: Suplementasi 0,10% metionin R1: Ransum dari pabrik 1

R2: Ransum dari pabrik 2 R3: Ransum dari pabrik 3

Pola asam amino plasma darah mendekati pola asam amino dari zat makanan

yang diserap oleh tubuh (Schwab et al., 2003; Corzo et al., 2005). Kadar asam amino

plasma darah dipertahankan secara homeostatik. Ransum yang kekurangan asam

amino esensial tertentu menyebabkan asam amino lain dideaminasikan, lalu

dioksidasikan menjadi energi dan pada akhirnya akan diekskresikan (Sutardi, 1980).

Proses perombakan asam amino diatas merupakan beban berat, menuntut banyak

energi yang mengakibatkan suhu tubuh semakin meningkat. Maka, reaksi

homeostatik tubuh terhadap peningkatan suhu tersebut adalah dengan cara

mengurangi konsumsi ransum yang pola asam aminonya tidak seimbang. Selain itu

kekurangan metionin juga akan menurunkan penggunaan ransum dan menurunkan

sistem kekebalan tubuh ayam broiler (Zhang dan Guo, 2008).

Asam amino yang tidak dideaminasikan akan ditransfer menuju

jaringan-jaringan tubuh seperti jantung, hati, mukosa intestinal dan otot skeletal.

Jaringan-jaringan tersebut memiliki kapasitas untuk merubah kembali metionin cair (MHA)

menjadi L-metionin melalui proses transaminasi (Wang et al., 2001). Metionin

sintetis yang ditambahkan ke dalam ransum akan diserap oleh dinding usus

kemudian dimetabolis menjadi L-metionin (Martı´n-Venegas et al., 2006). Semakin

tinggi asam amino yang dimetabolis atau diretensi maka nilai hayati dari protein

akan semakin tinggi dan ransum semakin efisien untuk pembentukan

jaringan-jaringan tubuh (Sutardi, 1980).

Pola asam amino plasma darah yang tidak sesuai dengan kebutuhan ternak

(46)

(Sutardi, 1980). Kedua bagian otak tersebut mempengaruhi pusat lapar dan pusat

kenyang untuk mengubah selera makan. Lobus pyriform mampu menurunkan

konsumsi makanan bila hewan diberi makanan yang defisien asam amino esensial,

sedangkan daerah amygdaloid mampu menurunkan konsumsi makanan yang

komposisi asam aminonya tidak seimbang.

Pertambahan Bobot Badan

Bobot badan ayam yang dipelihara turut menentukan keberhasilan dari usaha

ayam broiler karena nilai penjualan diukur berdasarkan berat ayam yang dihasilkan.

Pertumbuhan ayam yang diperoleh dari penimbangan bobot badan mingguan sejak

DOC sampai minggu ketiga dari masing-masing perlakuan pada penelitian ini dapat

dilihat pada Tabel 9.

Berdasarkan hasil sidik ragam (ANOVA), pemberian metionin cair dalam air

minum tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan. Hal ini terkait dengan nutrien

yang terkandung di dalam ransum. Pemberian 0,05% dan 0,10% metionin cair dalam

air minum tidak mempengaruhi pola konsentrasi asam amino plasma darah.

Konsentrasi asam amino plasma darah tidak berubah setelah ternak diberi metionin

cair dalam air minum sebanyak 0,05% dan 0,10%.

Tabel 9. Pertambahan Bobot Badan Selama Tiga Minggu Penelitian (gram)

Suplementasi

Ket : M0: Suplementasi 0% metionin M1: Suplementasi 0,05% metionin M2: Suplementasi 0,10% metionin R1: Ransum dari pabrik 1

R2: Ransum dari pabrik 2 R3: Ransum dari pabrik 3

Menurut Sutardi (1980), segala sesuatu yang menyebabkan penyimpangan

pola konsentrasi asam amino akan menurunkan selera makan dan penyusutan bobot

hidup. Sehingga apabila penambahan metionin cair dalam air minum tidak

(47)

bobot badan pun tidak akan berubah atau konsumsi dan bobot badannya akan sama

pada ternak yang air minumnya tidak ditambahkan metionin cair.

Dahiya et al. (2007) menyatakan, bahwa penambahan 0,8% metionin sintetis

dalam ransum dapat menurunkan populasi E.coli dan Streptococcus. Penambahan

yang relatif tinggi juga akan mengurangi populasi C.perfringens. Mikroorganisme

tersebut akan mempengaruhi bobot badan ternak apabila berada di dalam saluran

pencernaan dalam jumlah yang banyak (Wahju, 2004).

Konversi Ransum

Semakin kecil konversi ransum mencerminkan zat makanan yang dikonsumsi

semakin efisien dan semakin sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut (Titus dan

Fritz, 1971; Wahju, 2004). Rataan konversi ransum selama tiga minggu

pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 10.

Berdasarkan hasil sidik ragam (ANOVA), pemberian metionin cair dalam air

minum tidak mempengaruhi konversi ransum. Efisiensi ransum tidak berubah pada

saat ternak diberi metionin cair dalam air minum. Konversi ransum merupakan

perbandingan antara konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan yang

dihasilkan. Jadi yang mempengaruhi konversi ransum adalah banyaknya ransum

yang dikonsumsi untuk menghasilkan pertambahan bobot badan. Semakin kecil

konversi ransum maka ransum yang digunakan semakin efisien untuk menghasilkan

bobot badan.

Tabel 10. Konversi Ransum Selama Tiga Minggu Penelitian

Suplementasi Metionin Cair Ransum Rataan

R1 R2 R3

M0 1,46 1,57 1,49 1,51 ± 0,06

M1 1,54 1,52 1,51 1,52 ± 0,01

M2 1,53 1,43 1,50 1,49 ± 0,05

Ket : M0: Suplementasi 0% metionin M1: Suplementasi 0,05% metionin M2: Suplementasi 0,10% metionin R1: Ransum dari pabrik 1

(48)

Metionin cair memiliki efisiensi yang sama dengan metionin bentuk serbuk

jika digunakan pada ransum unggas (Schwab et al., 2003). Namun metionin sintetis

yang baik untuk digunakan pada ransum ternak ruminansia adalah metionin cair,

menurut Sutardi (1980) metionin cair ternyata lebih tahan terhadap degradasi oleh

mikroba rumen. Enzim detiometilase mikroba yang bertugas mencopot gugus metil

tio (-S-CH3) sedikit banyak tertipu oleh tidak adanya gugus amino, sehingga banyak

yang lolos dari perombakan dalam rumen. Bagian yang lolos itu akan sampai ke usus

dan diserap disana, ini merupakan sumber tambahan bagi nutrisi protein selain dari

protein mikroba. Namun hal ini tidak terjadi pada unggas karena di dalam saluran

pencernaan unggas tidak terdapat mikroba yang dapat mendegradasi metionin,

sehingga baik metionin cair maupun metionin serbuk mempunyai efisiensi yang

(49)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penambahan 0,05% dan 0,10% metionin cair dalam air minum tidak

mempengaruhi performa ayam broiler periode starter dengan catatan air minum yang

digunakan tidak terkontaminasi mikroorganisme, hal ini disebabkan kebutuhan asam

amino metionin sudah terpenuhi dalam pakan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan suplementasi yang lebih besar

untuk mengetahui persentase metionin cair terbaik dalam meningkatkan performa

ayam broiler yang diberi pakan komersil dan air minum yang digunakan kualitasnya

(50)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahi robbil a’lamin, segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melebihkan manusia dengan ilmu sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Semoga shalawat serta

salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Begitu juga shalawat serta

salam tetap tercurah kepada sahabat-sahabat beliau yang merupakan sumber ilmu

pengetahuan dan hikmah.

Pertama, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua atas kasih sayang, nasihat, do’a, kesabaran, pengorbanan dan bimbingannya selama ini, serta terima kasih penulis ucapkan kepada kakak dan adik

tercinta yang telah memberikan motivasi.

Penulis mengucapkan terikasih kepada Dr. Ir. M. Ridla. M.Agr. selaku

pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi dan Dr. Ir. Rita Mutia. M.Agr.

selaku pembimbing skripsi atas semua pengarahan, pembimbingan dan saran-saran

kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis

mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Ibnu Katsir Amrullah selaku dosen

pembahas seminar serta Ir. Dwi Margi Suci. MS. Dan Ir. Sri Darwati. M.Si. selaku

dosen penguji sidang yang telah memberikan saran-saran kepada penulis.

Tak lupa juga ucapan terima kasih kepada mas Helmi, mas Izal, Leo, Beny,

Dede, Nia, Dilla, Ratna, Ahun dan Laskar Domba IPTP atas semua bantuan dan

motivasinya, serta mas Mul dan Danil sahabat satu penelitian, semoga kerjasama

yang dibangun selama ini menjadi lebih baik lagi. Penulis juga mengucapkan

terimakasih kepada semua dosen dan teman-teman Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

angkatan 41, 42, 43 dan teman-teman Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

angkatan 42 atas segala bantuan, kerjasama dan kebersamaannya selama ini. Semoga

skripsi ini bermanfaat bagi civitas akademik dan masyarakat yang bergerak di bidang

peternakan.

Bogor, 25 Agustus 2009

Gambar

Tabel 1. Performa Mingguan Ayam Broiler
Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Ayam Broiler Periode Starter
Gambar 2.  Pembagian Petak dalam Kandang Selama Tiga Minggu Penelitian
Tabel 3. Hasil Analisis Kimia Ransum Komersial Periode Starter
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh pemberian sinbiotik tepung ubi jalar merah dan ragi tape terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, dan bobot badan akhir pada periode

sampai 200 mg/kg pada periode starter tidak efektif mempengaruhi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, mortalitas dan bobot

Data konsumsi air minum, konsumsi pakan, bobot hidup, konversi pakan, bobot relatif dan panjang relatif saluran pencernaan ayam broiler umur 35 hari dengan pemberian air

Data konsumsi air minum, konsumsi pakan, bobot hidup, konversi pakan, bobot relatif dan panjang relatif saluran pencernaan ayam broiler umur 35 hari dengan pemberian air

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan Viterna dalam air minum tidak mempengaruhi konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan bobot badan akhir, dengan

Probiotik kering berperan dalam saluran pencernaan mampu meningkatkan performa pertumbuhan ternak, yaitu konsumsi ransum, konversi ransum, pertambahan bobot badan yang

Parameter yang diamati yaitu performa ayam broiler yang terdiri dari konsumsi pakan, konsumsi air minum, pertambahan bobot badan, bobot badan akhir, konversi

Penggunaan ekstrak mengkudu dalam air minum mulai taraf 10 sampai 15% menurunkan konsumsi pakan, meningkatkan pertambahan bobot badan, dan menurunkan konversi pakan broiler yang