PENGARUH SUPPLEMENTASI VITAMIN E DAN DL-
METHIONINE DALAM RANSUM TERHADAP
PERFORMA AYAM BROILER PADA
KONDISI CEKAMAN PANAS
SKRIPSI
ARI SUKMA KINANTI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
ARI SUKMA KINANTI. D24060113. 2011. Pengaruh Suplementasi Vitamin E dan DL- methionine dalam Ransum terhadap Performa Ayam
Broiler pada Kondisi Cekaman Panas. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr. Pembimbing Anggota : Dr.Ir. Sumiati, M.Sc.
Salah satu faktor yang menghambat laju produksi peternakan ayam di negara tropis seperti di Indonesia adalah temperatur yang tinggi dan musim kemarau yang panjang. Peningkatan suhu lingkungan melebihi kisaran zona suhu nyaman menyebabkan stres oksidatif, sehingga menyebabkan terjadinya serangan lipida peroksida pada membran sel. Salah satu upaya untuk mengatasi stres oksidatif akibat cekaman panas pada ayam broiler adalah dengan pemberian DL- methionine dan vitamin E dalam ransum. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh suplementasi DL- methionine dan vitamin E terhadap performa ayam broiler yang diberi cekaman panas. DL- methionine), E2M3 (Vit E 100 mg/kg dan 0,4 % DL- methionine), E3M1 (Vit E 200 mg/kg dan 0,2 % DL- methionine), E3M2 (Vit E 200 mg/kg dan 0,3 % DL- methionine), E3M3 (Vit E 200 mg/kg dan 0,4 % DL- methionine). Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Data dianalisis menggunakan ANOVA. Peubah yang diukur adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, mortalitas, dan bobot badan akhir.
Pada periode starter, pemberian DL- methionine dan vitamin E tidak mempengaruhi performa ayam broiler di kandang A dan kandang C. Pemberian DL- methionine 0,2%, 0,3% 0,4% dan vitamin E 0 mg/kg, 100 mg/kg, 200 mg/kg tidak nyata mempengaruhi konsumsi, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan mortalitas.
Pada periode finisher, pemberian DL- methionine 0,15%, 0,25%,0,35% dan vitamin E 0 mg/kg, 100 mg/kg, 200 mg/kg tidak efektif mempengaruhi konsumsi, pertambahan bobot badan, konversi ransum, dan bobot badan akhir.
Penambahan DL- methionine memberikan pengaruh yang efektif menurunkan mortalitas. Pemberian DL- methionine (0,35%) menghasilkan mortalitas terendah. Suplementasi DL- methionine (0,15%) memiliki pengaruh yang sama dengan pemberian DL- methionine (0,25%) dan (0,35%)
ABSTRACT
The Effect Supplementation of Vitamin E and DL- methionine in Broilers’ Ration in Heat Stress Condition
A.S. Kinanti, M. Ridla, Sumiati
High ambient temperatures along with high humidity caused heat stress in
broilers. This condition interfered the broilers’ comfort and decreased productivity.
In this research, vitamin E and DL- methionine were used as anti heat - stress agent in the broilers. Vitamin E could prevent heat stress because of its function as antioxidant. Heat stress could decrease growth, so DL- methionine was used to increase growth in heat stress condition. This research used 465 unsexed DOC of broilers and they divided into 2 condition, comfortable zone (23.95-29.330C) in Kandang blok A and high temperatures (26.47-32.460C) in kandang Blok C. The treatment diets were E1M1 (Vit E 0 mg/kg and 0.2 % DL- methionine), E1M2 (Vit E 0 mg/kg and 0.3 % DL- methionine), E1M3 (Vit E 0 mg/kg and 0.4 % DL- methionine), E2M1 (Vit E 100 mg/kg and 0.2 % DL- methionine), E2M2(Vit E 100 mg/kg and 0.3 % DL- methionine), E2M3 (Vit E 100 ppm and 0.4 % DL- methionine), E3M1 (Vit E 200 mg/kg and 0.2 % DL- methionine), E3M2 (Vit E 200 mg/kg and 0.3 % DL- methionine), E3M3 (Vit E 200 mg/kg and 0.4 % DL- methionine). A factorial completely randomized design consisted of two factors (Vitamin E and DL- methionine) was used in this experiment. The data were analyzed using ANOVA. The variables measured were feed intake, body weight gain, feed conversion, mortality rate, and final weight.
In starter period, Supplementation DL- methionine and vitamin E didn’t
Supplementation of DL- methionine 0.15%, 0.25%, 0.35% and vitamin E 0 mg/kg, 100 mg/kg, 200 mg/kg was not effective to feed intake, body weight gain, feed conversion and final body weight gain.
Supplementation of DL- methionine influenced in decreasing mortality rate. The lowest mortality was achieved by DL- methionine 0.35% supplementation. Supplementation of methionine 0.15 % had the same influence with DL-methionine 0.25% and 0.35%.
PENGARUH SUPPLEMENTASI VITAMIN E DAN DL-
METHIONINE DALAM RANSUM TERHADAP
PERFORMA AYAM BROILER PADA
KONDISI CEKAMAN PANAS
ARI SUKMA KINANTI D24060113
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
Judul :Pengaruh Supplementasi Vitamin E dan DL-methionine dalam Ransum terhadap Performa Ayam Broiler pada Kondisi Cekaman Panas
Nama : Ari Sukma Kinanti
NIM : D24060113
Menyetujui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
(Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr) (Dr. Ir. Sumiati, M. Sc) NIP : 19631206 198903 1 003 NIP :19611017 198603 2 001
Mengetahui: Ketua Departemen,
Ilmu Nutrisi dan teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr) NIP. 19670506 199103 1 001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pemalang, 6 Januari 1989 sebagai putri pertama dari
tiga bersaudara dari keluarga Suwarjo dan Ambarwati. Pendidikan dasar diselesaikan
pada tahun 1999 di SD Muhammadiyah 02 Bendan Pekalongan, pendidikan lanjutan
menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SMP Negeri 2 Pekalongan dan
pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2006 di SMA Negeri 1
Pekalongan.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut
Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk
IPB) dengan Program Mayor Ilmu Nutrisi dan Teknologi pakan, Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi pakan, Fakultas Peternakan dengan Minor Kewirausahaan
Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif di Himpunan
Profesi Mahasiswa Ilmu Nutrisi Ternak (Himasiter) periode 2007-2008 sebagai
anggota BKM (Biro Khusus Magang), periode 2008-2009 sebagai anggota PSDM
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT atas Rahmat, Karunia dan RidhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Semoga shalawat serta salam tetap tercurah
kepada Nabi Muhammmad SAW.
Skripsi dengan judul Pengaruh Supplementasi DL- methionine dan Vitamin E dalam Ransum terhadap Performa Ayam Broiler pada Kondisi Cekaman Panas merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan November 2009- Februari 2010 bertempat di Laboratorium
Lapang Blok A dan Blok C, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Salah satu faktor yang menghambat laju produksi peternakan di Indonesia
adalah temperatur yang tinggi dan musim kemarau yang panjang. Temperatur yang
tinggi dapat menyebabkan cekaman panas pada ayam broiler yang ditandai dengan
menurunya konsumsi pakan dan lambatnya laju pertumbuhan. Salah satu cara
mengatasi cekaman panas pada broiler adalah pemberian vitamin E yang berfungsi
sebagai antioksidan. Asam amino diperlukan untuk hidup pokok dan pertumbuhan
bagi ternak. Penggunaan DL- Methionine diharapkan dapat meningkatkan
pertumbuhan selama kondisi cekaman panas.
Skripsi ini diharapakan dapat memberikan informasi mengenai taraf
penggunaaan vitamin E dan DL- methionine yang tepat untuk mengatasi cekaman
HASIL DAN PEMBAHASAN………... 21
Keadaan Umum di Kandang……….. 21
Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Broiler Periode Starter(Umur 0- 3 minggu)……… 23
Konsumsi Ransum………. 23
Pertambahan Bobot Badan………... 25
Konversi Ransum………... 27
Mortalitas………. 28
Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Broiler Periode Finisher (Umur 3- 6 Minggu)……… 29 Konsumsi Ransum……….. 30
Pertambahan Bobot Badan………... 32
Konversi Ransum………... 34
Mortalitas……….... 36
Bobot Badan Akhir……… 37
KESIMPULAN DAN SARAN……….. 39
Kesimpulan………. 39
Saran……… 39
UCAPAN TERIMA KASIH ………. 40
DAFTAR PUSTAKA………. 41
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Tipikal Rata- rata Suhu Lingkungan yang Direkomendasikan untuk Produksi Optimum Pertumbuhan
pada berbagai Tingkat Umur Ayam Broiler ………. 4
2. Klasifikasi Utama Antioksidan Enzimatik dan Antioksidan Non-Enzimatik……… 7
3. Performa Mingguan Ayam Broiler………... 11
4. Susunan dan Kandungan Nutrien Ransum Basal Periode
Starter dan Finisher……… 16
5. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif di Kandang Blok C (Perlakuan cekaman panas) Setiap Minggu Selama 6
Minggu Pemeliharaan………. 21
6. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif di Kandang Blok A
(Kontrol) Setiap Minggu Selama 6 Minggu Pemeliharaan... 22
7. Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode Starter
(gram/ekor)……… 24
8. Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter
(gram/ekor)……… 25
9. Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Starter………… 27
10. Mortalitas Ayam Broiler Periode Starter (%)………. 29
11. Konsumsi Ayam Broiler Periode Finisher (gram/ekor)…... 30
12. Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Finisher
(gram/ekor)……… 33
13. Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Finisher………. 35
14. Mortalitas Ayam Broiler Periode Finisher(%)……… 36
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Diagram Zona Suhu Nyaman (Thermonetral Zone) pada
Lingkungan Pemeliharaan Ayam……… 3
2. Struktur Kimia α –Tokoferol………. 9
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor. Halaman
1. ANOVA Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ayam Broiler
Periode Starter………. 45
2. ANOVA Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot
Badan Ayam Broiler Periode Starter………. 45
3. ANOVA Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum Ayam
Broiler Periode Starter………... 46
4. ANOVA Pengaruh Perlakuan terhadap Mortalitas Ayam Broiler
Periode Starter……… 46
5. ANOVA Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ayam Broiler
Periode Finisher……… 46
6. ANOVA Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot
Badan Ayam Broiler Periode Finisher………. 47
7. ANOVA Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum Ayam
Broiler Periode Finisher……….. 47
8. ANOVA Pengaruh Perlakuan terhadap Mortalitas Ayam Broiler
Periode Finisher………. 47
9. ANOVA Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Badan Akhir
Ayam Broiler Umur 6 Minggu………... 48
10. Uji Jarak Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Mortalitas Periode Finisher……….
PENDAHULUAN Latar Belakang
Salah satu faktor yang menghambat laju produksi peternakan ayam di negara
tropis seperti di Indonesia adalah temperatur yang tinggi dan musim kemarau yang
panjang. Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan cekaman panas pada ayam
broiler yang ditandai dengan menurunnya konsumsi pakan dan pertambahan bobot
badan.
Peningkatan suhu lingkungan yang melebihi kisaran zona suhu nyaman untuk
ayam akan menyebabkan terjadinya cekaman panas pada ayam broiler. Zona nyaman
untuk ayam broiler yaitu pada suhu 19-27 0C. Ayam broiler akan mengalami
cekaman panas bila suhu lingkungan lebih tinggi dari 32 0C.
Cekaman panas akibat dari tingginya suhu lingkungan yang melebihi kisaran
zona suhu normal dapat menyebabkan stres oksidatif pada ayam broiler. Stres
oksi-datif yaitu kondisi aktitivitas radikal bebas yang melebihi antioksidan. Radikal bebas
akan mudah menyerang asam lemak tidak jenuh ganda pada membran sel yang
disebut serangan lipida peroksida. Salah satu upaya untuk mengatasi cekaman panas
pada ayam broiler adalah dengan pemberian vitamin E yang berfungsi sebagai
antioksidan. Peran antioksidan adalah untuk mengubah bentuk radikal bebas menjadi
ikatan-ikatan yang aman sehingga menghentikan proses lipida peroksida. Radikal
bebas dapat terbentuk dari energi panas. Konsumsi nutrisi antioksidan pada pakan
dapat memelihara status antioksidan alami ternak. Selanjutnya dijelaskan bahwa
vitamin E memperbaiki stres dan daya tahan terhadap penyakit. Sebagai hasilnya
performa produksi dan reproduksi meningkat. Pemberian vitamin E diharapkan dapat
mengatasi cekaman panas untuk mencegah kerusakan jaringan akibat radikal bebas.
Cekaman panas yang berkepanjangan menyebabkan konsumsi pakan menjadi
rendah dan menyebabkan pertumbuhan terhambat sehingga produksi rendah.
Asam amino metionin diperlukan untuk pertumbuhan yang cepat dan untuk hidup
pokok semua hewan sehingga pemberian DL- methionine diperlukan untuk
meningkatkan pertumbuhan selama kondisi cekaman panas. Suplementasi
kombinasi Vitamin E dan DL- methionine yang tepat diharapkan dapat
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Vitamin E
dan DL- methionine dalam ransum terhadap performa ayam broiler pada kondisi
TINJAUAN PUSTAKA Cekaman panas
Cekaman merupakan kondisi dimana kesehatan ternak terganggu yang
disebabkan oleh adanya lingkungan yang terjadi secara terus menerus pada hewan
dan mengganggu proses homeostasis (Leeson dan Summers, 2001). Cekaman panas
terjadi ketika ayam tidak mampu menyeimbangkan panas di dalam tubuhnya dengan
panas yang ada di lingkungan. Menurut Kusnadi (2006), cekaman panas pada ayam
broiler dapat menurunkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, efisiensi
penggunaan ransum, dan meningkatnya angka kematian.
Zona suhu nyaman (Thermonetral zone) pada ayam broiler terlihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Zona Suhu Nyaman (Thermonetral zone) pada Lingkungan Pemeliharaan Ayam
Sumber: (Kuczynski, 2002).
Ayam adalah salah satu hewan homeotermik yang memiliki kemampuan
untuk mempertahankan suhu tubuhnya relatif stabil pada suatu kisaran suhu yang
sempit walaupun terjadi perubahan suhu yang besar pada lingkungan. Cekaman
panas yang berkepanjangan akan menyebabkan penurunan produksi hormon tiroksin
sehingga konsumsi pakan menjadi rendah dan menyebabkan pertumbuhan terhambat
sehingga produksinya rendah (Sahin dan Kucuk, 2002).
Mati karena dingin
Batas Suhu Bawah
Batas Suhu Atas
Mati Karena Panas
Peningkatan suhu lingkungan 5 0C yang melebihi kisaran zona suhu nyaman
menyebabkan stres oksidatif (kondisi aktitivitas radikal bebas melebihi antioksidan)
pada ayam broiler (Mujahid et al., 2007). Panting merupakan salah satu respon ayam broiler yang nyata akibat stres panas dan merupakan mekanisme evaporasi
saluran pernafasan. North dan Bell (1990) melaporkan bahwa ayam broiler mulai
panting pada kondisi lingkungan 29 °C atau ketika suhu ayam mencapai 42 °C. Yahav et al. (1995) menyatakan bahwa meningkatnya kelembaban dalam kandang ayam broiler pada suhu udara yang tetap dapat meningkatkan kondisi
lingkungan kandang ayam broiler kepada kondisi thermonetral zone sehingga ayam broiler semakin merasa nyaman. Suhu lingkungan yang nyaman sesuai kebutuhan
ternak untuk menghasilkan produksi optimum sesuai umur ayam broiler disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Tipikal Rata-rata Suhu Lingkungan yang Direkomendasikan untuk Produksi Optimum Pertumbuhan pada Berbagai Tingkat Umur Ayam Broiler
Sumber : Charoen Pokphand Indonesia (2005)
Rangkaian respon fisiologi tubuh ayam akibat adanya cekaman panas diawali
dengan pembentukan CRH (Corticotrophin Releasing Hormone) di hipotalamus dan
CRH ini akan menstimulasi pembentukan ACTH (Adrenocorticotropic Hormone)
pada hipofisa anterior yang kemudian ACTH ini menginduksi pembentukan
glukorkotikoid pada kelenjar adrenal korteks. Pelepasan glukokortikoid
menimbulkan berbagai efek terhadap metabolisme normal tubuh, seperti gangguan
sekresi hormon, pertahanan (imunitas) tubuh, pertumbuhan dan aktivitas reproduksi
(Sugito, 2007). Hormon kortikosteron dan kortisol diklasifikasikan sebagai Umur (hari) Suhu (oC) Kelembaban (%)
1-3 32 60
4-6 31 60
7-14 30 60
15-21 28 60
22-35 26 60
glukokortikoid. Menurut Guyton (1983), peranan utama kortikosteron dan kortisol
terdapat pada peristiwa glukoneogenesis yaitu perombakan (katabolisme) dari non
karbohidrat sebagai usaha penyediaan glukosa darah, sehingga terjadi penurunan
pertumbuhan.
Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mengandung elektron yang
tidak berpasangan pada orbit luarnya. Molekul terdiri atas atom dengan elektron
yang berpasangan pada kulit terluarnya, tetapi pada suatu kondisi, molekul atau atom
yang memiliki elektron yang tidak berpasangan biasanya mengambil elektron lain
dari sekitarnya untuk dijadikan sebagai pasangannya. Radikal bebas umumnya
merusak molekul lain, misalnya molekul pada sel (Surai, 2003).
Adanya molekul dengan elektron yang tidak berpasangan ini membuat
molekul atau elektron sangat reaktif. Reaktif artinya molekul atau elektron
mempunyai spesifisitas yang rendah sehingga mereka mampu bereaksi dengan
molekul-molekul yang berada disekitarnya (Burk, 1986). Molekul-molekul tersebut
termasuk protein, lipid, karbohidrat dan DNA.
Radikal bebas dapat terbentuk secara endogen dan eksogen. Radikal bebas
endogen terbentuk dari membran plasma dan organel-organel seperti mitokondria,
peroksisom, retikulum endoplasmik dan sitosol. Radikal eksogen dapat terbentuk
dari asap rokok, radiasi, polusi, ultraviolet dan bahan- bahan industri (Surai, 2003).
Radikal bebas diproduksi secara normal pada fungsi imunitas, diperlukan
oleh sel imun untuk membunuh patogen dan mengeluarkannya, dalam keadaan
overproduksi pada kondisi patogenik menyebabkan kerusakan sel imun. Dibutuhkan
keseimbangan oksidan-antioksidan untuk mengatur fungsi sistem imun dalam
menjaga integritas dan fungsi lipida membran, protein seluler, asam nukleat serta
mengatur ekspresi gen (Wu dan Meydani, 1999).
Cekaman panas dapat menyebabkan stres pada ternak. Kondisi stress
berhubungan dengan produksi radikal bebas yang menyebabkan stres oksidasi dan
keseimbangan prooksidan antioksidan berpotensi mengakibatkan kerusakan jaringan
disebabkan penurunan rangkaian oksidasi dan phosporilasi dalam mitokondria
sehingga menghasilkan peningkatan kerusakan elektron dan produksi radikal
superoksida yang berlebihan (Surai, 2003).
Antioksidan
Antioksidan adalah substansia yang mencegah atau menurunkan reaksi-reaksi
oksidasi dan berfungsi untuk mencegah atau menghentikan kerusakan akibat adanya
radikal bebas (Noguchi dan Niki, 1998). Antioksidan melindungi sel dan jaringan
dengan memusnahkan radikal bebas secara enzimatik atau dengan reaksi kimia
langsung, mengurangi pembentukan radikal bebas, mengikat ion logam yang terlibat
dalam pembentukan spesies yang reaktif (transferin, seruloplasmin, dan albumin),
memperbaiki kerusakan sasaran serta menghancurkan molekul yang rusak dan
menggantinya yang baru (Asikin, 2001).
Antioksidan terdiri atas antioksidan endogen yang dihasilkan oleh tubuh
sendiri dan antioksidan eksogen yang berasal dari makanan (Jadhav et al., 1996).
Klasifikasi Antioksidan Utama
Antioksidan endogen dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu antioksidan
non-enzimatik dan antioksidan enzimatik. Antioksidan bekerja dalam 3 cara yaitu:
Tabel 2. Klasifikasi Utama Antioksidan Enzimatik dan Antioksidan Non-Enzimatik
Cekaman panas dapat menyebabkan stres oksidatif yaitu kondisi terjadinya
menghentikan kerusakan akibat adanya radikal bebas ke dalam ikatan-ikatan yang
aman sehingga menghentikan proses lipida peroksida (Surai, 2003).
Vitamin E
Vitamin E ditemukan oleh Evans dan Bishop sebagai vitamin yang larut
dalam lemak atau minyak dan dikenal juga sebagai alpha-tocopherol
(Anggorodi, 1985). Terdapat enam jenis tokoferol, α (alfa), ß (beta), γ (gama), δ (delta), ρ (eta), λ (zeta), yang memiliki aktivitas bervariasi, sehingga nilai vitamin E dari suatu bahan pangan didasarkan pada jumlah dari aktivitas-aktivitas tersebut.
Tokoferol yang terbesar aktivitasnya adalah tokoferol alfa (Surai, 2003).
Beberapa fungsi vitamin E adalah: (1) Sebagai antioksidan biologis; (2)
Menjaga struktur lipida; (3) Dalam reaksi-reaksi fosforilasi normal, terutama
persenyawaan fosfat berenergi tinggi seperti fosfat keratin dan trifosfat adenosine;
(4) Metabolisme asam nukleat; (5) Sintesis asam askorbat; (6) Sintesis ubiquinon,
dan metabolisme sulfur asam amino (Surai, 2003).
Fungsi utama vitamin E adalah mencegah peroksidasi membran fosfolipid.
Karakteristik vitamin E yang lipofilik memungkinkan tokoferol berada di lapisan
dalam sel membran. Tokoferol OH dapat memindahkan atom hidrogen dengan satu
elektron ke radikal bebas dan membersihkan radikal bebas sebelum radikal bebas
bereaksi dengan protein membran sel atau bereaksi membentuk lipid peroksidasi.
Tokoferol-OH yang bereaksi dengan radikal bebas membentuk tokoferol-O.
Tokoferol-O sendiri adalah radikal bebas juga (Halliwell, 1999).
Selama ransum dibuat dari bahan-bahan makanan sumber nabati dan hewani,
kandungan vitamin E ransum sudah cukup. Vitamin E bersifat tidak stabil yaitu
mudah dioksidasi oleh oksigen dari udara, sehingga ransum biasanya dilengkapi
dengan bahan penstabil yang biasanya terdapat dalam campuran vitamin- mineral
Struktur kimia α –Tokoferol dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Kimia α –Tokoferol
Sumber: Surai (2003)
Cekaman panas akibat dari tingginya suhu lingkungan yang melebihi kisaran
zona suhu nyaman juga dapat menyebabkan stres oksidatif dalam tubuh. Hal ini
menimbulkan munculnya radikal bebas yang berlebih serta limfosit yang dihasilkan
menjadi berkurang. Akibatnya, antibodi yang dihasilkan oleh limfosit tersebut
menjadi lebih rendah yang dapat memberikan dampak negatif terhadap kondisi
fisiologis dan produktivitas ayam broiler (Surai, 2003). Radikal bebas yang
dihasilkan akan mudah menyerang asam lemak tidak jenuh ganda pada membran sel
yang disebut serangan lipida peroksida.
Salah satu upaya untuk mengatasi stres oksidatif akibat cekaman panas pada
ayam broiler adalah dengan pemberian vitamin E dalam ransum (Guo et al., 2001). Vitamin E berfungsi melindungi sel dari radikal bebas dan meningkatkan daya
tahan terhadap penyakit. Menurut Surai (2003), vitamin E termasuk antioksidan
primer yang bekerja sebagai antioksidan pemutus rantai peroksidasi lipid dengan
cara menjadi donor ion hidrogen bagi radikal bebas bebas menjadi molekul yang
lebih stabil yaitu hidroperoksida (H2O2).
Asam Amino Metionin
Metionin adalah asam amino yang mengandung sulfur dan esensial bagi
manusia dan ternak monogastrik. Asam amino metionin merupakan salah satu
kerangka yang membentuk protein tubuh, dan protein pada tiap jaringan tubuh
berbeda kandungan asam aminonya. Jadi asam amino menentukan corak dan fungsi
jaringan tubuh. Metionin juga merupakan asam amino yang sangat diperlukan untuk
kekurangan asam amino metionin adalah lambatnya laju pertumbuhan
(Prawirokusumo et al., 1987).
Menurut Pesti et al. (2005) metionin sebagai komponen alam terdapat dalam
konfigurasi L-methionine. Di dalam alat pencernaan, asam amino L (L-AA)
mengalami deaminasi (pencopotan gugus asam amino) oleh mikroba menjadi asam
keto alfa. Asam keto alfa dapat dideaminasikan menjadi asam amino dalam bentuk
L-AA atau D-AA. Pada umumnya metionin dapat dibuat sintesisnya ke dalam
ransum dalam bentuk DL-methionine. Ada 2 jenis asam amino sintesis yang biasa
ditambahkan, pertama dalam bentuk powder metionin yaitu DL- methionin dan yang
kedua dalam bentuk liquid methionin (Vazquez Anion et al., 2006)
Struktur asam amino metionine dapat dilihat pada Gambar 3
NH2
CH3-S-CH2-CH2-C-COOH
H
Gambar 3. Struktur Asam Amino Metionin Sumber: Pond et al. (2005)
Pemberian metionin perlu memperhatikan tingkat protein, bentuk fisik, dan
palatabilitas bahan pakan. Selain itu, metionin diketahui sebagai asam amino yang
bersifat racun bila berlebihan, sehingga pemberiannya perlu diperhatikan dengan
baik. Kelebihan metionin akan berakibat buruk pada pertambahan bobot badan.
Menurut Leeson dan Summers (2001), asam amino metionin akan bersifat racun
apabila diberikan dua kali lebih banyak dari kebutuhan. Penurunan selera makan atau
penurunan laju pertumbuhan dapat disebabkan oleh antagonisme asam amino,
ketidakseimbangan pola konsentrasi asam amino dan keracunan.
Asam amino metionin diperlukan untuk pertumbuhan yang cepat dan untuk
hidup pokok semua hewan. Cekaman panas yang berkepanjangan menyebabkan
konsumsi pakan menjadi rendah dan menyebabkan pertumbuhan terhambat sehingga
produksi rendah (Sahin dan Kucuk, 2002). Penggunaan metionin diperlukan untuk
Ayam Broiler
Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus Gallus dan spesies Gallus domesticus. Ayam broiler dihasilkan dari bangsa tipe berat Cornish. Bangsa ayam ini berbulu putih dan seleksi diteruskan hingga dihasilkan
ayam broiler seperti sekarang ini (Amrullah, 2004). Performa ayam broiler dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Performa Mingguan Ayam Broiler
Sumber: Poultry Indonesia (2007)
Keunggulan ayam pedaging yaitu memiliki laju pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat cepat. Produksi optimal ayam broiler hanya dapat
diwujudkan apabila ayam tersebut memperoleh makanan yang berkualitas baik
dengan jumlah kebutuhan nutrisi yang mencukupi. Rekayasa genetik, perkembangan
teknologi pakan dan manajemen perkandangan menyebabkan strain ayam broiler
yang ada sekarang lebih peka terhadap formula pakan yang diberikan (Wahju,
2004).
Amrullah (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan yang cepat dari ayam
harus diimbangi dengan ketersediaan nutrisi dalam pakan yang cukup dan keadaan
lingkungan yang meliputi temperatur lingkungan dan pemeliharaan. Menurut Wahju
(2004), pakan ayam broiler harus mengandung energi yang cukup untuk membantu
reaksi-reksi metabolik, menyokong pertumbuhan, dan mempertahankan suhu tubuh.
Selain itu ayam membutuhkan protein yang seimbang, fosfor, Ca, mineral, serat, dan
Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum dihitung sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh
ternak dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk produksi
hewan tersebut (Tillman et al., 1998). Parakkasi (1999) menyatakan bahwa konsumsi
ransum adalah jumlah makanan yang dikonsumsi oleh hewan apabila makanan
tersebut diberikan ad libitum dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi ini menggambarkan palatabilitas. Pada umumnya palatabilitas ditentukan oleh rasa, bau,
dan warna dari bahan pakan. Palatabilitas yaitu daya tarik suatu pakan yang dapat
menimbulkan selera makan dan langsung dimakan oleh ternak (Pond et al., 2005).
Leeson dan Summers (2001) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi
konsumsi ransum adalah bentuk ransum, kandungan energi ransum, kesehatan
lingkungan, zat nutrisi, kecepatan pertumbuhan, dan stres.
Menurut NRC (1994), faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah
besar tubuh ayam, aktivitas sehari-hari, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas
ransum. Selain itu konsumsi ransum dipengaruhi bobot badan, strain, tingkat
produksi, tingkat cekaman, aktivitas ternak, mortalitas, kandungan energi dalam
ransum, dan suhu lingkungan (North dan Bell, 1990).
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan merupakan suatu ukuran yang digunakan untuk
mengukur pertumbuhan. Menurut Rose (1997), pertumbuhan meliputi peningkatan
ukuran sel-sel tubuh dan peningkatan sel-sel individual. Pertumbuhan itu mencakup
4 komponen utama yaitu adanya peningkatan berat otot, peningkatan ukuran
kerangka, peningkatan total lemak tubuh dalam jaringan adipose dan peningkatan
ukuran bulu, kulit, dan organ dalam.
Scott et al. (1982) mengatakan bahwa pertumbuhan ayam broiler sangat cepat
dimulai saat menetas sampai berumur 8 minggu, namun setelah itu kecepatan
pertumbuhan akan menurun. Pertumbuhan ayam broiler sangat sensitif terhadap
tingkat nutrisi yang diperoleh sehingga keseimbangan zat nutrisi sangat penting.
Pemberian pakan dengan kualitas lebih rendah terutama saat pertumbuhan akan
dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan dan produktivitas yang maksimal.
Pencapaian produktivitas yang maksimal tidak selalu dapat menghasilkan ekonomi
yang tinggi, khususnya jika harga rata-rata protein tinggi. Rendahnya kandungan
protein ransum awal (starter) dapat menyebabkan pertumbuhan terganggu pada
awalnya dan akan mempengaruhi penurunan bobot tubuh serta performa pada saat
dewasa. Menurut North dan Bell (1990), peningkatan bobot badan setiap minggunya
tidak terjadi secara seragam. Setiap minggu pertumbuhan ayam akan mengalami
peningkatan hingga pertumbuhan maksimal, setelah itu mengalami penurunan.
Bobot badan akhir merupakan bobot badan ayam broiler yang dicapai pada
masa akhir pemeliharaan. Menurut Gordon dan Charles (2002), target bobot badan
akhir tidak hanya berdasarkan kriteria kecukupan kebutuhan pertumbuhan fisiologis
selama masa pembesaran dalam rangka menopang produksi, tetapi setiap organ
tubuh dan otot mengikuti kurva pertumbuhannya masing- masing. Menurut Bell dan
Weaver (2002), bobot badan akhir dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konsumsi
ransum, dan konversi ransum.
Konversi Ransum
Menurut Lacy dan Vest (2000), konversi ransum didefinisikan sebagai rasio
antara konsumsi ransum dengan pertumbuhan bobot badan yang diperoleh dalam
kurun waktu tertentu. Semakin tinggi konversi ransum menunjukkan semakin banyak
ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per satuan berat. Faktor
utama yang mempengaruhi konversi ransum adalah genetik, temperatur, ventilasi,
sanitasi, kualitas pakan, jenis ransum, penggunaan zat aditif, kualitas air,
pengafkiran, penyakit, dan pengobatan, serta manajemen pemeliharaan. Selain itu
konversi ransum dipengaruhi faktor kualitas ransum, teknik pemberian pakan dan
Mortalitas
North dan Bell (1990) menyatakan bahwa presentase kematian minggu
pertama selama periode pertumbuhan tidak lebih dari 4 %. Kematian minggu
selanjutnya harus relatif lebih rendah sampai terakhir minggu tersebut dan terus
dalam keadaan konstan sampai berakhirnya periode pertumbuhan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi presentase kematian antara lain bobot badan, bangsa, tipe ayam,
iklim, kebersihan lingkungan dan penyakit. Menurut Lacy dan Vest (2000), angka
mortalitas diperoleh dengan perbandingan antara jumlah ayam yang mati dengan
ayam yang dipelihara. Angka mortalitas normal pada ayam pedaging sekitar 4 %.
Faktor seperti umur, temperatur air minum, aliran udara, panas, cahaya, nutrisi,
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok A dan Blok C,
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 hingga
Februari 2010.
Materi Ternak
Penelitian ini menggunakan 465 ekor DOC (Day Old Chick) ayam broiler
strain ross (unsexed) yang dibeli dari Cibadak Indah Sari Farm. Rata-rata bobot
badan DOC yaitu 39,69 ±2,76 gram/ ekor.
Penelitian ini dilakukan di dua tempat, yaitu di Blok A sebagai kontrol dan di Blok
C sebagai perlakuan cekaman panas. Untuk mengukur peubah penelitian kontrol,
diambil 60 ekor ayam secara acak dan dibagi dalam 3 petak, masing-masing petak
terdiri atas 20 ekor ayam, sedangkan untuk mengukur peubah penelitian dalam
perlakuan cekaman panas, diambil 405 ekor ayam secara acak dibagi dalam 9
perlakuan dan 3 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 15 ekor ayam.
Kandang dan Peralatan
Penelitian ini menggunakan kandang sistem litter beralaskan sekam padi. Kandang blok A merupakan kandang yang tertutup yang memiliki ukuran kandang
1,5 x 3 m sebanyak 3 petak dan sirkulasi udara menggunakan exhaust fan yang diletakkan membelakangi kandang. Kandang blok A menggunakan air conditioner berjumlah 3 buah yang tingginya 3 m dari lantai. Kandang blok C menggunakan tirai yang tidak
tertutup sepenuhnya sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran udara dengan
lancar dan ukuran kandang ini 1,5 x 1,5 m sebanyak 27 petak. Kandang blok A dan
blok C pada masing-masing petak dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air
minum. Peralatan lain yang digunakan adalah timbangan, tirai, sapu, tambang untuk
Ransum
Ransum penelitian disusun berdasarkan Leeson dan Summers (2005). Vitamin E
dan DL- metionin ditambahkan sesuai perlakuan yaitu vitamin E: 0 ppm, 100 ppm,
dan 200 ppm; DL- methionine pada periode starter 0,2%, 0,3%, 0,4%, dan pada periode finisher 0,15%, 0,25%, 0,35%. Ransum yang diberikan berbentuk crumble.
Tabel 4 menunjukkan susunan dan kandungan zat makanan ransum basal yang
digunakan dalam penelitian.
Tabel 4. Susunan dan Kandungan Nutrien Ransum Basal Periode Starter dan Finisher
Bahan pakan (Umur 0-3 minggu) Ransum Starter (%)
Energi Bruto (kkal/kg) 3712 3981
Methionine (%) 0,30 0,22
Lysin (%) 0,90 0,63
Metode Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap Faktorial (RAL Faktorial) 3x3 dengan 3 ulangan.
Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = µ + αi+ βj +(αβ)ij + εijk
Keterangan :
Yijk =Nilai pengamatan perlakuan ke-i, perlakuan ke-j, dan ulangan ke-k
µ =Rataan umum
αi =Pengaruh perlakuan ke-i βj =Pengaruh perlakuan ke-j
(αβ)ij =Pengaruh interaksi perlakuan ke-i dan perlakuan ke-j εijk = Error perlakuan ke-i, perlakuan ke-j, dan ulangan ke-k
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA).
Perlakuan Penelitian
Perlakuan yang digunakan adalah penambahan vitamin E (sebagai faktor 1)
dan penambahan DL- methionine (sebagai faktor 2). Tiap perlakuan terdiri atas 3
kali ulangan. Taraf pemberian vitamin E dan DL- methionine sebagai berikut :
1. Taraf pemberian vitamin E
E1 = Ransum Basal
E2 = E1+Vitamin E 100 mg/kg
E3 = E1 + Vitamin E 200mg/kg
2. Taraf pemberian DL- methionine periode starter
M1 = Ransum Basal+ DL-methionine 0,2 % = sesuai kebutuhan (Leeson dan
Summers, 2005)
M2 = Ransum Basal+ DL- methionine 0,3 % = 20% lebih tinggi dari
kebutuhan (Leeson dan Summers, 2005)
M3 = Ransum Basal+ DL- methionine 0,4 % = 40% lebih tinggi dari
3. Taraf pemberian DL- methionine periode finisher
M1 = Ransum Basal+ DL-methionine 0,15 % = sesuai kebutuhan (Leeson
dan Summers, 2005)
M2 = Ransum Basal+ DL- methionine 0,25% = 20% lebih tinggi dari
kebutuhan (Leeson dan Summers, 2005)
M3 = Ransum Basal+ DL- methionine 0,35 % = 40% lebih tinggi dari
kebutuhan (Leeson dan Summers, 2005)
Peubah yang Diukur
Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah konsumsi ransum, pertambahan
bobot badan, konversi ransum, mortalitas, dan bobot badan akhir.
1. Konsumsi Ransum (g/ekor)
Rataan konsumsi ransum dihitung dari selisih antara ransum yang diberikan
dengan sisa ransum dibagi dengan jumlah ayam yang ada dalam satu petak.
Pengukuran sisa pakan dilakukan seminggu sekali pada pagi hari.
2. Pertambahan Bobot Badan (PBB) (g/ekor)
Pertambahan Bobot Badan diperoleh dari hasil perhitungan antara bobot
badan akhir dikurangi bobot badan awal. Bobot badan diukur seminggu
sekali.
3. Konversi Ransum
Konversi Ransum dihitung dari perbandingan antara rataan konsumsi ransum
dengan rataan pertambahan bobot badan.
4. Mortalitas (%)
5. Bobot Badan Akhir (g/ekor)
Bobot badan akhir diperoleh dari penimbangan bobot badan pada minggu terakhir
penelitian (minggu ke 6).
Pemeliharaan
Pemeliharaan ayam broiler dilakukan pada dua tempat, yaitu di kandang Blok
A dengan kondisi lingkungan normal (kisaran suhu 23,95-29,33 0C) dan di kandang
Blok C dengan kondisi lingkungan yang mendukung cekaman panas (kisaran suhu
26,47-32,46 0C). Penggunaan air conditioner (AC) pada kandang blok A dilakukan
setelah ayam berusia 21 hari.
Pada hari pertama ayam dikandangkan, diberikan air minum yang
mengandung 10% larutan gula. Vita Stress diberikan pada hari berikutnya selama 3
hari serta pada waktu sebelum dan sesudah penimbangan dan vaksinasi.
Pencegahan terhadap penyakit dilakukan dengan vaksinasi ND
(Newcastle disease) dan gumboro. Vaksinasi dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu
vaksinasi ND1 pada ayam berumur 3 hari yang dilakukan melalui tetes mata dan
ND2 pada umur 21 hari melalui oral (air minum). Vaksinasi gumboro dilakukan pada
umur 10 hari melalui oral (air minum). Pemeliharaan dilakukan selama 6 minggu,
setiap minggu dilakukan penimbangan.
Sanitasi dilakukan terhadap peralatan makan dan air minum, serta kandang.
Tempat pakan dan air minum diletakkan setinggi 30 cm di atas sekam agar tidak
cepat kotor. Pakan dan air minum diberikan ad libitum.
Perlakuan Cekaman Panas
Perlakuan cekaman panas dilakukan dengan menambahkan pemanas
berbahan bakar batu bara sebanyak 10 buah. Alat-alat ini disimpan di sepanjang
lorong antarsekat. Sumber panas lain adalah bohlam berdaya 60 watt yang dipasang
pada masing-masing kandang. Lampu ini menyala selama 24 jam. Sumber panas
batu bara disesuaikan dengan keadaan suhu kandang yang mendukung cekaman
panas. Selain itu, sisi kandang bagian luar ditutup dengan tirai berwarna hitam.
ditempel pada sisi kanan dan sisi kiri kandang. Suhu yang diiinginkan 30 0C agar
terjadi cekaman panas.
Pembuatan Pakan
Pakan yang digunakan dibuat secara manual. Proses pembuatan pakan yaitu :
1. Setiap bahan pakan yang akan digunakan dalam penyusunan ransum ditimbang
sesuai dengan formulasi yang telah ditentukan,
2. Bahan pakan mikro seperti garam, premix, dan limestone dicampur terlebih
dahulu dalam plastik ukuran kecil,
3. Jagung dicampur dengan CPO secara manual sampai tercampur rata,
4. Setelah tercampur rata, satu per satu bahan dimasukkan dalam campuran
termasuk bahan pakan mikro, kemudian diaduk sampai rata,
5. Setelah semua bahan tercampur rata, ransum kemudian dimasukkan ke dalam
mesin pellet sedikit demi sedikit,
6. Pakan yang telah berbentuk pellet kemudian dimasukkan ke dalam mesin
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di Kandang
Sumber panas selama penelitian berasal dari bohlam berdaya 60 watt yang
dipasang sepanjang hari (24 jam) pada masing-masing kandang dan pemanas
(brooder) berbahan bakar batu bara sebanyak 10 buah yang dipasang sesuai dengan
keadaan suhu kandang yang mendukung cekaman panas. Selain itu sumber cekaman
panas berasal dari tirai penutup kandang berupa plastik warna hitam yang tetap
tertutup walaupun pada siang hari.
Suhu dan kelembaban kandang pada Tabel 5 didapat dari pengukuran
menggunakan thermohygrometer yang digantung pada sisi kanan dan kiri kandang.
Tabel 5. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif di Kandang Blok C (Perlakuan Cekaman Panas) Setiap Minggu Selama 6 Minggu Pemeliharaan
Minggu Pagi Siang Malam
Suhu (°C) RH (%) Suhu (°C) RH (%) Suhu (°C) RH (%)
1 28,86 66,11 32,14 53,21 27,11 63,79
2 28,36 77,08 31,73 58,71 25,87 84,86
3 28,60 76,96 32,46 58,93 26,47 87,67
Rataan periode
starter 28,61 73,38 32,11 56,95 26,48 78,77
4 28,52 84,14 30,01 70,43 27,94 77,21
5 28,69 91,00 29,44 85,93 28,24 85,25
6 30,23 79,46 29,91 75,71 28,00 90,89
Rataan periode
finisher 29,01 82,89 30,45 72,75 27,67 85,25
Pengaruh cekaman panas terhadap ayam broiler selama pemeliharaan
ditandai dengan perilaku ayam yang tidak banyak bergerak, saling memisahkan diri
dengan melebarkan sayapnya, menempelkan tubuhnya di lantai serta panting (meningkatkan frekuensi pernapasan). Panting merupakan salah satu respon ayam broiler yang nyata akibat stress panas dan merupakan mekanisme evaporasi saluran
Sebagai pembanding dalam penelitian ini digunakan kandang pada kondisi
suhu normal (kandang Blok A) yang suhunya dipertahankan sesuai dengan
kebutuhan pertumbuhan optimum ayam broiler dengan menggunakan dua buah AC
(Air Conditioner) dan dua buah exhause fan. Penggunaan AC dimulai pada saat ayam broiler berumur 3 minggu dengan tujuan suhu optimum pertumbuhan ayam
broiler dapat dipertahankan. Rataan suhu dan kelembaban relatif di kandang blok A
(Kontrol) setiap minggu selama 6 minggu pemeliharaan disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif di Kandang Blok A (Kontrol) Setiap Minggu Selama 6 Minggu Pemeliharaan
kandang pada periode starter cukup optimal untuk pertumbuhan ayam. Kelembaban
di kandang Blok C periode starter adalah 69,70±7,52 % dan kandang Blok A adalah
69,44±10,31%. Keadaan ini tidak sesuai dengan rekomendasi yang dikemukakan
oleh Appleby et al. (2004), bahwa kelembaban yang baik untuk pertumbuhan broiler
berkisar antara 50-60%. Kandang Blok C memiliki kelembaban kandang yang
tinggi, hal ini menunjukkan kadar uap air di udara semakin meningkat. Kondisi ini
akan menghambat sirkulasi udara di dalam kandang, dimana udara yang akan masuk
atau keluar terhalang oleh butiran- butiran uap air. Sirkulasi atau kecepatan aliran
(2000), kecepatan aliran udara akan mempengaruhi pertambahan bobot badan,
konsumsi ransum, dan konversi ransum.
Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Broiler Periode Starter
(Umur 0- 3 Minggu)
Penambahan DL-methionine 0,2% sampai 0,4% dan Vitamin E 0 mg/kg
sampai 200 mg/kg pada periode starter tidak efektif mempengaruhi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, mortalitas dan bobot badan
akhir. Hal ini karena pada periode starter ayam belum mengalami cekaman panas.
Menurut Guo et al. (2001), penambahan vitamin E sampai 100 mg/kg pada periode
starter tidak mempengaruhi performa broiler.
Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum adalah jumlah makanan yang dikonsumsi oleh hewan
apabila makanan tersebut diberikan ad libitum dalam jangka waktu tertentu (Parakkasi, 1999). Tabel 7 menunjukkan konsumsi ransum ayam broiler selama
periode starter (0-3 minggu). Konsumsi ransum ayam broiler periode starter di kandang C sebesar 1031,52± 43,21 gram/ekor sedangkan di kandang blok A sebesar
999,88±34,92 gram/ ekor. Konsumsi ransum di kandang C sama dengan kandang A
karena tidak ada perbedaan suhu antara kandang A dan Kandang C selama periode
starter. Bila dibandingkan dengan standar konsumsi ransum broiler strain Ross periode starter yang dikeluarkan oleh Aviagen (2009) yaitu 1087 gram/ekor, maka
rataan konsumsi ransum penelitian lebih rendah daripada standar. Hal ini
kemungkinan Aviagen menggunakan kandang yang lebih baik atau nyaman dan
pakan berkualitas bagi broiler sehingga pertumbuhannya maksimal. Konsumsi
ransum penelitian ini lebih tinggi dibandingkan penelitian supplementasi
DL-methionine 0,20% sampai 0,35% menurut Hani’ah (2008) yaitu 933,89 gram/ekor
Leeson dan Summers (2001) mengemukakan faktor- faktor yang
mempengaruhi konsumsi ransum adalah bentuk ransum, kandungan energi ransum,
kesehatan lingkungan, zat nutrisi, kecepatan pertumbuhan, dan stress.
Menurut Leeson dan Summers (2005) kebutuhan methionine untuk starter sebesar 0,5%. Penambahan DL-methionine 0,3% mengandung methionine sebesar
0,6% sehingga kandungan ransum M2 lebih tinggi 20% dibandingkan rekomendasi
Leeson dan Summers. Menurut uji statistik, penambahan DL-methionine sampai
taraf 0,4% pada Tabel 7 tidak berpengaruh nyata meningkatkan konsumsi ransum.
Namun, secara kumulatif konsumsi tertinggi dicapai pada penambahan
DL-methionine 0,3%. Penambahan DL-DL-methionine 0,3 %. pada penelitian ini mampu
meningkatkan konsumsi sebesar 10,96% dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Menurut Zhang dan Guo (2008), ransum yang kekurangan asam amino
esensial tertentu menyebabkan asam amino lain dideaminasikan, lalu dioksidasikan
menjadi energi dan pada akhirnya akan dieksresikan. Proses perombakan asam
amino tersebut merupakan kerja berat, menuntut banyak energi yang mengakibatkan
suhu tubuh semakin meningkat. Maka reaksi homeostatik tubuh terhadap
peningkatan suhu tersebut adalah dengan cara mengurangi ransum.
Hani’ah (2008) menyatakan konsumsi ransum memiliki pengaruh yang sama
pada pemberian DL-methionine 0,2%; 0,25%: 0,3% maupun 0,35%. Jika dilihat dari
nilai yang diperoleh, penambahan DL-methionine 0,25% menghasilkan konsumsi
tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Tabel 7. Konsumsi Ransum Ayam Broiler Periode Starter (gram/ekor)
Vitamin E
DL-methionine Rataan±SD Kontrol
M1 M2 M3
E1 995,47±20,01 1016,02±15,72 1020,34±2,20 1010,61±13,29 999,88±34,92
E2 1016,84±3,38 1182,61±258,52 935,69±123,38 1045,05±125,85
E3 944,59±6,05 1122,14±155,14 1050,01±28,37 1038,91±89,29
Penambahan vitamin E sampai taraf 200 mg/kg berdasarkan uji statistik tidak
berpengaruh nyata mempengaruhi konsumsi ransum ayam broiler periode starter. Secara kumulatif level Vitamin E 100 mg/kg (Tabel 7) menghasilkan konsumsi
tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Level vitamin E 200 mg/kg dapat
meningkatkan konsumsi sebesar 3,30 % dibandingkan perlakuan lainnya. Guo et al.
(2001), melaporkan penambahan vitamin E 100 mg/kg tidak mempengaruhi
konsumsi ayam broiler periode starter. Interaksi pemberian DL-methionine 0,3% dan vitamin E 100 mg/kg cenderung meningkatkan konsumsi ransum dibandingkan
perlakuan lainnya.
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan merupakan suatu ukuran yang digunakan untuk
mengukur pertumbuhan. Tabel Pertambahan bobot badan ayam broiler periode
starter disajikan pada Tabel 8.
Rata- rata pertambahan bobot badan ayam broiler periode starter di kandang
blok C sebesar 658,355±12,31 gram/ekor dan kandang blok A sebesar 606,68±71,24
gram/ekor. Pertambahan bobot badan di kandang C sama dengan di kandang A
karena tidak ada perbedaan suhu antara kandang A dan kandang C selama periode
starter. Nilai tersebut lebih rendah dari standar pertambahan bobot badan broiler strain Ross periode starter menurut Aviagen (2009) yaitu 807 gram/ekor. Tabel 8. Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter (gram/ekor)
Vitamin
E
DL-methionine Rataan±SD Kontrol
M1 M2 M3
E1 646,51±13,01 646,42±33,54 660,68±8,27 651,20±8,21 606,68±71,24
E2 661,04±42,24 686,91±66,88 650,19±83,82 664,31±16,00
E3 604,88±5,04 684,26±47,95 681,69±11,13 658,68±46,61
manajemen perkandangan yang baik serta pakan yang lebih baik daripada penelitian
ini. Rata-rata pertambahan bobot badan penelitian ini lebih tinggi dibandingkan
penelitian Hani’ah (2008) yang menyatakan pertambahan bobot badan ayam broiler
periode starter yaitu sebesar 609,96 gram/ekor. Wahju (2004) mengemukakan faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah jenis kelamin, energi
metabolis ransum, kandungan protein ransum dan lingkungan.
Berdasarkan analisis statisik penambahan DL-methionine sampai taraf 0,4%
tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan ayam broiler periode starter. Secara
kumulatif penambahan DL-methionine 0,3% (lebih tinggi 20% dari kebutuhan)
menghasilkan bobot badan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Penambahan DL-methionine 0,3 % mampu meningkatkan PBB sebesar 4,96%.
Menurut Pond et al. (2005), jika pola konsentrasi asam amino kurang dari pola yang
dibutuhkan tubuh, maka selera makan akan menurun dan pertumbuhan akan
terhambat. Hal ini sama dengan yang dikemukakan oleh Sutardi (1980) bahwa pola
asam amino yang tidak sesuai dengan kebutuhan ternak akan direspon oleh
bagian-bagian otak seperti lobus pyriform dan amygdaloid. Kedua bagian otak tersebut
mempengaruhi pusat lapar dan kenyang untuk mengubah selera makan. lobus pyriform mampu menurunkan konsumsi ransum bila ransum yang defisien asam amino esensial, sedangkan daerah amygdaloid mampu menurunkan konsumsi
makanan yang konsumsi asam aminonya tidak seimbang. Selain itu menurut
Prawirokusumo et al. (1987) salah satu akibat bila terjadi kekurangan asam amino metionin adalah lambatnya laju pertumbuhan.
Hani’ah (2008) melaporkan penambahan DL-methionine berpengaruh nyata
meningkatkan pertambahan bobot badan ayam broiler periode starter dibandingkan ransum basal, tetapi pemberian DL-methionine 0,2%; 0,25%; 0,3%
memilikipengaruh yang sama terhadap pertambahan bobot badan . Jika dilihat dari
nilainya, penambahan DL-methionine 0,25 % menghasilkan pertambahan bobot
badan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Pemberian vitamin E sampai taraf 200 mg/kg menurut analisis statistik tidak
mempengaruhi pertambahan bobot badan ayam broiler periode starter. Pertambahan
Bobot Badan tertinggi dicapai pada pemberian vitamin E 100 mg/kg. Pertambahan
tanpa penambahan vitamin E. Menurut Guo et al. (2001), penambahan vitamin E sampai 100 mg/kg tidak mempengaruhi PBB ayam broiler periode starter. Jika dilihat dari nilai yang diperoleh (Tabel 8), penambahan vitamin E 100 mg/kg
menghasilkan Pertambahan Bobot Badan lebih tinggi dibandingkan perlakuan
lainnya. Pertambahan bobot badan tertinggi dicapai saat interaksi pemberian
DL-methionine 0,3% dan vitamin E 100 mg/kg.
Konversi Ransum
Menurut Lacy dan Vest (2000), konversi ransum didefinisikan sebagai rasio
antara konsumsi ransum dengan pertumbuhan bobot badan yang diperoleh dalam
kurun waktu tertentu. Konversi ransum ayam broiler periode starter ditunjukkan pada Tabel 9.
Konversi ransum broiler periode starter di kandang blok C sebesar 1,5 ±0,05
dan kandang blok A sebesar 1,66±0,15. Konversi ransum di kandang C sama dengan
di kandang A karena di kandang A konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan
sama dengan kandang C. Konversi ransum penelitian kurang baik bila dibandingkan
dengan standar konversi ransum broiler strain Ross periode starter yang dikeluarkan
oleh Aviagen (2009) yaitu 1,3. Tingginya konversi ransum pada penelitian ini
dibandingkan Aviagen kemungkinan karena pada Aviagen menggunakan
manajemen pemeliharaan yang baik serta pakan yang berkualitas. Konversi ransum
hasil penelitian ini sama dengan penelitian menurut Hani’ah (2008) yaitu 1,45. Tabel 9. Konversi Ransum Ayam Broiler Periode Starter
Vitamin E DL-methionine Rataan±SD Kontrol
M1 M2 M3
E1 1,54±0,02 1,57±0,06 1,54±0,02 1,55±0,02 1,66±0,15
E2 1,54±0,10 1,73±0,35 1,44±0,13 1,57±0,15
E3 1,56±0,02 1,66±0,35 1,54±0,13 1,58±0,06
Rataan± SD 1,55±0,01 1,65±0,08 1,51±0,06
Faktor utama yang mempengaruhi konversi ransum adalah genetik,
temperatur, ventilasi, sanitasi, kualitas pakan, jenis ransum, penggunaan zat aditif,
kualitas air, pengafkiran, penyakit, dan pengobatan, serta manajemen pemeliharaan.
Selain itu konversi ransum dipengaruhi faktor kualitas ransum, teknik pemberian
pakan dan angka mortalitas (Amrullah, 2004)
Berdasarkan uji statistik pada Tabel 9 menunjukkan penambahan
DL-methionine sampai taraf 0,4% tidak mempengaruhi konversi ransum. Secara
kumulatif konversi ransum terendah diperoleh pada penambahan DL-methionine
0,4%. Menurut Hani’ah (2008) pemberian DL-methionine tidak mempengaruhi
konversi ransum ayam broiler periode starter. Secara kumulatif penambahan DL-methionine 0,35% menghasilkan konversi paling rendah dibandingkan pemberian
DL-methionine 0,20%:0,25%: 0,30%.
Guo et al. (2001) menjelaskan penambahan vitamin E sampai 100 mg/kg tidak mempengaruhi konversi ransum ayam broiler periode starter. Namun, dilihat
dari nilainya pemberian vitamin E 100 mg/kg menghasilkan konversi yang rendah
dibandingkan tanpa penambahan vitamin E.
Berdasarkan uji statistik, penambahan vitamin E sampai taraf 200 mg/kg
tidak nyata mempengaruhi mortalitas. Secara kumulatif, ransum tanpa penambahan
vitamin E menghasilkan konversi ransum terendah (Tabel 9). Konversi ransum
terendah dicapai pada interaksi penambahan DL-methionine 0,4% dan vitamin E
200 mg/kg.
Mortalitas
Mortalitas di kandang blok C sebesar 1,23±1,96%. Mortalitas di kandang
blok A 0%. Mortalitas di kandang C kemungkinan disebabkan oleh keadaan
Tabel. 10 menunjukkan mortalitas broiler periode starter. Mortalitas di kandang blok C lebih tinggi daripada kandang blok A kemungkinan karena
lingkungan di kandang blok A lebih nyaman daripada kandang blok C. Faktor-
faktor yang mempengaruhi presentase kematian antara lain bobot badan, bangsa, tipe
ayam, iklim, kebersihan lingkungan, dan penyakit.
Berdasarkan uji statistik penambahan DL-methionine samapai tarf 0,4% dan
vitamin E samapai taraf 200 mg/kg tidak berpengaruh nyata mempengaruhi
mortalitas. Penambahan DL-methionine 0,2% menghasilkan mortalitas terendah.
Mortalitas terendah dicapai ketika ransum tanpa ditambahkan vitamin E. Interaksi
penambahan DL-methionine 0,4% dan vitamin E 200 mg/kg menghasilkan
mortalitas tertinggi.
Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Broiler Periode Finisher
(Umur 3- 6 Minggu)
Rata- rata suhu di kandang blok C periode finisher (umur 3- 6 minggu)
adalah 29,04± 0,29 0C dan di kandang blok A yaitu 25,89± 1,79 0C . Zona nyaman
untuk ayam broiler yaitu pada suhu 19-27 0C (Kuezynski, 2002). Hal ini
menunjukkan di kandang blok C mengalami cekaman panas. Ayam di kandang C
mengalami cekaman panas terlihat dari ayam sering menunjukkan tingkah laku
panting yaitu ayam terengah-engah dan membuka sayapnya. Cara ini dilakukan sebagai usaha pengeluaran panas melalui evaporasi. Selain itu, litter menjadi basah sehingga kadar amonia meningkat. Keadaan ini disebabkan oleh ayam yang sering Tabel 10. Mortalitas Ayam Broiler Periode Starter (%)
Vitamin E DL-methionine Rataan±SD Kontrol
M1 M2 M3
E1 0 0 0 0 0
E2 2,22±3,85 0 0 0,74±1,28
E3 0 2,22±3,85 4,44±3,85 2,22±2,22
Rataan±SD 0,74±1,28 0,74±1,28 1,48±2,56
Keterangan: M1= DL-met 0,15%, M2= DL- met 0,25%:, M3= DL- met 0,35 %, E1= Vit. E 0 mg/kg, E2= Vit. E 100 mg/kg, E3= Vit. E 200 mg/kg.
minum apabila suhu tubuhnya tinggi (Amrullah, 2004). Konsumsi air minum yang
tinggi menyebabkan kadar air feses menjadi tinggi pula.
Kelembaban di kandang C periode finisher adalah 80,29±5,53% dan di kandang
A adalah 89,49±6,62%. Hal ini menunjukkan bahwa kelembaban kandang tinggi.
Kelembaban yang sesuai untuk broiler berkisar antara 50-60% Appleby et al. (2004).
Penambahan DL-methionine dan Vitamin E pada periode finisher tidak mempengaruhi konsumsi, penambahan bobot badan, konversi pakan, mortalitas, dan
bobot badan akhir.
Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum broiler periode finisher di kandang blok C sebesar 3110,06±79,20 gram/ ekor sedangkan di kandang blok A sebesar 3049,73±234,12
gram/ekor. Konsumsi ransum broiler periode finisher (3-6 minggu) disajikan pada Tabel 11.
Konsumsi ransum pada cekaman panas lebih tinggi daripada kondisi nyaman.
Hal ini tidak sesuai dengan literatur. Pada kondisi cekaman panas ayam akan
mengurangi konsumsi ransum. Ransum yang dikonsumsi akan dirombak oleh tubuh
dan perombakannya membutuhkan energi. Energi tersebut nantinya akan Tabel 11. Konsumsi Ayam Broiler Periode Finisher (gram/ekor)
Vitamin E
DL-methionine Kontrol
M1 M2 M3 Rataan±
SD
E1 3239,60±223,02 2997,55±105,72 3084,09±112,64 3107,08
±122,65
3049,73
±234,12
E2 3305,33 ±416,72 3490,48 ±512,65 2865,08±256,86 3220,29
±321,25
E3 2835,76 ±76,31 2997,79 ±317,06 3174,86±248,88 3002,80
±169,60
Rataan ± SD
3126,89 ±254,26 3161,94 ±284,52 3041,34±159,25
Keterangan: M1= DL-met 0,15%, M2= DL- met 0,25%:, M3= DL- met 0,35 %, E1= Vit. E 0 mg/kg, E2= Vit. E 100 mg/kg, E3= Vit. E 200 mg/kg.
menghasilkan panas tubuh. Semakin banyak ransum yang dikonsumsi maka
produksi panas akan semakin tinggi (Amrullah, 2004). Oleh karena itu ayam akan
mengurangi konsumsi ransum pada kondisi cekaman panas. Kondisi ini sama
dengan penelitian Batshan (2002) bahwa konsumsi pakan pada kondisi cekaman
panas lebih rendah daripada suhu nyaman. Dilihat dari konsumsi ransum ayam
broiler yang dipelihara pada dua kandang yang berbeda belum menunjukkan adanya
cekaman panas sehingga tidak mempengaruhi konsumsi ransum. Menurut Mujahid
et al. (2007) peningkatan suhu lingkungan 5 0C yang melebihi kisaran zona suhu nyaman menyebabkan stres oksidatif (kondisi aktitivitas radikal bebas melebihi
antioksidan) pada ayam broiler. Hal ini berarti suhu yang menyebabkan stress selama penelitian ini broiler mengalami cekaman panas.. Upaya mengatasi cekaman
panas tersebut ayam akan melakukan panting dan banyak minum sehingga
berdampak terhadap pengurangan konsumsi pakan (Amrullah,2003). Menurut
Hani’ah (2008) yang konsumsi ransum broiler strain Ross periode finisher sebesar
2755,59 gram/ekor, maka konsumsi ransum penelitian ini lebih tinggi.
Berdasarkan Tabel 11 diperoleh bahwa penambahan DL-methionine samapai
taraf 0,35% menurut uji statistik tidak berpengaruh nyata mempengaruhi konsumsi
ransum ayam broiler periode finisher. Kebutuhan methionine untuk broiler periode finisher menurut Leeson dan Summers (2005) yaitu 0,38%. Berdasarkan analisis kandungan ransum, penambahan DL-methionine 0,25% mengandung methionine
sebesar 0,47% (lebih besar dari 20% dari Leeson dan Summers, 2005) secara
kumulatif menunjukan penambahan DL-methionine 0,25% mampu meningkatkan
konsumsi sebesar 1,11% dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Menurut Batshan
(2002), peningkatan protein dapat meningkatkan konsumsi ransum selama kondisi
cekaman panas. Konsumsi pakan rendah disebabkan ketidakseimbangan asam amino
Hani’ah (2008) menjelaskan pemberian DL-methionine tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan. Namun, secara kumulatif pemberian DL-methionine
0,25% menghasilkan konsumsi ransum tertinggi dibandingkan dibandingkan
pemberian DL-methionine 0,15%;0,25% maupun 0,30%.
Pada penelitian ini pemberian DL-methionine tidak mempengaruhi performa
ayam broiler. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan metionin
bervariasi tergantung pada konsumsi pakan, umur, jenis, status fisiologi dan kondisi
Iingkungan (Ishibashi dan Kamilake, 1985).
Pemberian vitamin E sampai taraf 200 mg/kg menurut uji statistik tidak
mempengaruhi konsumsi ransum periode finisher. Konsumsi ransum pada Tabel 11 meningkat 6,7% ketika ditambahkan vitamin E 100 mg/gram dibandingkan
perlakuan lainnya. Sahin et al. (2002) menyatakan peningkatan level vitamin E 0 mg/kg, 125 mg/kg, 250 mg/kg secara linier meningkatkan konsumsi ayam broiler
pada kondisi cekaman panas (320C). Menurut Niu et al. (2009), penambahan vitamin
E 200 mg/kg lebih tinggi meningkatkan konsumsi dibandingkan vitamin E 100
mg/kg pada kondisi cekaman panas. Interaksi penambahan DL-methionine 0,25%
dan vitamin E 100 mg/kg menghasilkan konsumsi ransum paling tinggi
dibandingkan perlakuan lainnya.
Pada penelitian ini pemberian Vitamin E tidak mempengaruhi performa ayam
broiler. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan vitamin E yaitu sumber vitamin E,
selenium, dan berbagai antioksidan lain, kandungan lemak dan asam lemak
(Guo et al., 2001)
Pertambahan Bobot Badan
Rata- rata pertambahan bobot badan broiler periode finisher disajikan pada Tabel 12. Rata- rata pertambahan bobot badan broiler periode finisher di kandang C
sebesar 1113,77±15,74 gram/ekor dan kandang blok A sebesar 1417,93±39,22
gram/ekor. Nilai tersebut lebih rendah dari standar strain Ross periode finisher menurut Aviagen (2009) yaitu 2550 gram/ekor. Rendahnya pertambahan bobot
badan broiler pada penelitian ini dibandingkan dengan standar disebabkan ayam
mengalami cekaman panas sehingga bobot badan yang dihasilkan rendah karena
Menurut Hani’ah (2008), pertambahan bobot badan ayam broiler periode
finisher sebesar 1191,59 gram/ekor. Pada suhu nyaman pertambahan bobot badan lebih tinggi daripada cekaman panas. Suhu yang tinggi selama penelitian
menyebabkan ayam mengurangi konsumsi ransum. Cara ini dilakukan karena
ayam mengurangi penimbunan panas dalam tubuh yang tentunya akan diikuti
dengan berkurangnya pertumbuhan (Kusnadi, 2006).
Berdasarkan uji statistik, Tabel 12 menunjukkan penambahan DL-methionine
samapai taraf 0,35% tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan ayam broiler
periode finisher. Secara kumulatif penambahan DL-methionine pada perlakuan M2
(lebih tinggi 20% dari rekomendasi Leeson dan Summers, 2005) menghasilkan
PBB tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Penambahan DL-methionine
0,15% mampu meningkatkan pertambahan bobot badan sebesar 11,97%
dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Bunchasak et al. (2006) melaporkan bahwa broiler yang disuplementasi
DL-metionin mempunyai PBB yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakan basal yang
defisien protein. Pemberian DL-methionine perlu memperhatikan tingkat protein,
fisik, dan palatabilitas bahan makanan. Selain itu metionin sebagai asam amino yang
bersifat racun bila berlebihan maka harus diperhatikan dengan baik. Kelebihan
pemberiannya akan berakibat buruk pada penambahan berat badan. Terjadinya Tabel 12. Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Finisher (gram/ekor)
Vitamin E
DL-methionine Rataan±SD Kontrol
M1 M2 M3
E1 1209,64±88,57 1039,49±64,51 1087,15±50,55 1112,09±87,77 1417,93
±39,22
E2 1122,07±50,85 1246,60±152,49 1036,84±139,81 1135,17±105,49
E3 1080,70±44,74 1085,55±112,41 1145,88±138,79 1104,04±36,31