• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Ayam Broiler yang diberi Sinbiotik Campuran Tepung Ubi Jalar Merah dan Ragi Tape pada Periode yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Ayam Broiler yang diberi Sinbiotik Campuran Tepung Ubi Jalar Merah dan Ragi Tape pada Periode yang Berbeda"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI SINBIOTIK

CAMPURAN TEPUNG UBI JALAR MERAH DAN RAGI

TAPE PADA PERIODE YANG BERBEDA

FITRI MULIA SUKMAWATI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Performa Ayam Broiler

yang diberi Sinbiotik Campuran Tepung Ubi Jalar Merah dan Ragi Tape pada Periode

yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan

belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014

Fitri Mulia Sukmawati

(4)

ABSTRAK

FITRI MULIA SUKMAWATI. Performa Ayam Broiler yang diberi Sinbiotik Campuran Tepung Ubi Jalar Merah dan Ragi Tape pada Periode yang Berbeda. Dibimbing oleh ASEP SUDARMAN dan WIDYA HERMANA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian tepung ubi jalar merah dan ragi tape sebagai sinbiotik yang dicampur ke dalam ransum terhadap performa ayam broiler pada periode yang berbeda. Penelitian ini menggunakan 200 ekor DOC yang dipelihara selama 42 hari dengan system litter. Data dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan (10 ekor ayam broiler per ulangan). Perlakuan ransum yang diuji yaitu: P1 = Ransum komersil, P2 = Ransum penelitian, P3 = P2 + 3% tepung ubi jalar merah + 0.75% ragi tape (periode starter-finisher), P4 = P2 + 3% tepung ubi jalar merah + 0.75% ragi tape (periode starter), P5 = P2 + 3% tepung ubi jalar merah + 0.75% ragi tape (periode finisher). Data yang diperoleh dianalisis dengan analisa ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan. Peubah yang diamati adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, bobot badan akhir, konversi ransum, PER, konsumsi air minum, persentase karkas, mortalitas, IOFCC, suhu dan kelembaban. Hasil menunjukkan penambahan sinbiotik belum menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap performa secara keseluruhan. Pemberian sinbiotik terbaik digunakan pada periode starter. IOFCC pada perlakuan P4 lebih menguntungkan dibandingkan pada periode yang lain. Penambahan sinbiotik dapat menurunkan angka mortalitas ayam dibandingkan dengan yang diberi ransum komersil.

Kata kunci: performa, ragi tape, sinbiotik, tepung ubi jalar merah

ABSTRACT

FITRI MULIA SUKMAWATI. Effect of Red Sweet Potato Meal and Traditional Yeast as a Mixed Synbiotic on Performance of Broiler at Different Periods. Supervised by ASEP SUDARMAN and WIDYA HERMANA.

This research aimed to assess the effect of red sweet potato meal and tape yeast as a mixed synbiotic on performance of broiler in different periods. This experiment used 200 day old chicks (DOC) of broiler kept with litter system for 42 days. Data were analyzed using a completely randomized design with five treatments and four replicates, consisted of 10 broilers in each replicates. The treatment diets were P1 = commercial feed, P2 = basal feed, P3 = basal feed + 3% sweet potato meal + 0.75% tape yeast (starter-finisher periode), P4 = basal feed + 3% sweet potato meal + 0.75% tape yeast (starter periode), P5 = basal feed + 3% sweet potato meal + 0.75% tape yeast (finisher periode). Variables observed were daily intake, body weight gain, final body weight, feed convertion, PER, water intake, carcass percentage, mortality, IOFCC, temperature and humidity. The result showed there is no effect on all cumulative performance of broiler. The best used sinbiotic on starter periode. IOFCC in treatment P4 were more profitable than the other treatments. Addtion of sinbiotic reduced mortality rates compared to commercial feed.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI SINBIOTIK

CAMPURAN TEPUNG UBI JALAR MERAH DAN RAGI

TAPE PADA PERIODE YANG BERBEDA

FITRI MULIA SUKMAWATI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Performa Ayam Broiler yang diberi Sinbiotik Campuran Tepung Ubi Jalar Merah dan Ragi Tape pada Periode yang Berbeda Nama : Fitri Mulia Sukmawati

NIM : D24090064

Disetujui oleh

Dr Ir Asep Sudarman, MRur Sc Pembimbing I

Dr Ir Widya Hermana, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHKS, MSi Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2013 ini adalah Performa Ayam Broiler yang diberi Sinbiotik Campuran Tepung Ubi Jalar Merah dan Ragi Tape pada Periode yang Berbeda

Penggunaan antibiotik semakin di tinggalkan karena diketahui dapat menyebabkan residu terutama dalam produk ternak. Sinbiotik tepung ubi jalar merah dan ragi tape dipilih sebagai bahan penelitian karena sinbiotik dapat menggantikan peran antibiotik. Penggunaan sinbiotik ini telah terbukti dapat meningkatkan performa ayam broiler, tetapi metode pemberian ransum bersinbiotik ini belum dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui metode pemberian ransum bersinbiotik tersebut.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik, saran, dan masukan yang membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

METODE PENELITIAN 2

Bahan 2

Ternak 2

Tepung Ubi Jalar Merah 2

Ragi Tape 2

Ransum 2

Alat 2

Lokasi dan Waktu 2

Prosedur Percobaan 2

Pembuatan ragi tape 2

Pembuatan ransum penelitian 3

Persiapan kandang 4

Pemeliharaan 4

Pengambilan data 4

Protein Efficiency Ratio (PER) 4

Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC) 4

Rancangan Analisis Data 4

Perlakuan 4

Rancangan percobaan 5

Peubah yang diamati 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Suhu Lingkungan Penelitian 5

Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Ayam broiler 6

Konsumsi Ransum 7

Pertambahan Bobot Badan 7

Konversi Ransum 8

Bobot Badan Akhir 8

Persentase Karkas 9

Nisbah Efisiensi Protein (PER) 10

Konsumsi Air Minum 11

Mortalitas dan Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC) 11

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 16

(11)

DAFTAR TABEL

1 Formulasi ransum basal 3

2 Kandungan nutrien ransum komersil dan basal 3

3 Rataan suhu dan kelembaban mingguan selama pemeliharaan 5 4 Rataan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum

dan bobot badan akhir pada periode starter (0-3 minggu) 6 5 Rataan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum

dan bobot badan akhir pada periode finisher (4-6 minggu) 6 6 Rataan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum

dan bobot badan akhir selama pemeliharaan (kumulatif) 7

7 Rataan Nisbah Efisiensi Protein (PER) 10

8 Rataan konsumsi air minum 11

9 Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC)ayam broiler 13

DAFTAR GAMBAR

1 Persentase karkas 9

2 Mortalitas 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 ANOVA konsumsi ransum ayam broiler periode starter 16 2 ANOVA konsumsi ransum ayam broiler periode finsher 16 3 ANOVA konsumsi ransum ayam broiler selama masa pemeliharaan

(kumulatif) 16

4 ANOVA pertambahan bobot badan ayam broiler periode starter 16 5 ANOVA pertambahan bobot badan ayam broiler periode finisher 16 6 Uji lanjut Duncan pertambahan bobot badan ayam broiler periode

finisher 16

7 ANOVA pertambahan bobot badan ayam broiler selama masa

pemeliharan (kumulatif) 17

8 Uji lanjut Duncan pertambahan bobot badan ayam broiler selama masa

pemeliharaan (kumulatif) 17

9 ANOVA konversi ransum ayam broiler periode starter 17 10 ANOVA konversi ransum ayam broiler periode finisher 17 11 ANOVA konversi ransum ayam broiler selama masa pemeliharaan

(kumulatif) 17

12 12 ANOVA bobot badan akhir ayam broiler periode starter 17 13 ANOVA bobot badan akhir ayam broiler periode finisher 18 14 14 Uji lanjut Duncan bobot badan akhir ayam broiler periode finisher 18 15 ANOVA nisbahefisiensi protein (PER) periode starter 18 16 ANOVA nisbahefisiensi protein (PER) periode finisher 18 17 ANOVA nisbahefisiensi protein (PER) selama masa pemeliharaan

(kumulatif) 18

(12)

19 ANOVA konsumsi air minum ayam broiler pada periode finisher 19 20 Uji lanjut Duncan konsumsi air minum ayam broiler periode finisher 19 21 ANOVA konsumsi air minum ayam broiler selama masa pemeliharaan

(kumulatif) 19

22 Uji lanjut Duncan konsumsi air minum ayam broiler selama masa

pemeliharaan (kumulatif) 19

23 ANOVA bobot karkas 19

24 ANOVA persentase karkas 20

25 Mortalitas 20

(13)

PENDAHULUAN

Konsumsi protein per kapita di Indonesia setiap tahun meningkat, yaitu sebanyak 54.35 g orang-1 hari-1 pada tahun 2009, sebanyak 55.01 g orang-1 hari-1 pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 mencapai 56.25 g orang-1 hari-1 (BPS 2012). Ayam broiler merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini disebabkan masa pertumbuhan ayam broiler yang sangat cepat dan penggunaan ransum yang efisien. Cepatnya pertumbuhan ayam broiler harus diimbangi dengan kualitas ransum yang diberikan dan dicerminkan oleh angka konversi/FCR (feed conversion ratio) yang baik. FCR dapat memburuk akibat adanya bakteri pathogen dalam saluran pencernaan ayam yang dapat berasal dari ransum yang dikonsumsi atau sanitasi kandang yang kurang baik.

Upaya menekan angka konversi akibat adanya bakteri pathogen banyak dilakukan penambahan feed additive berupa antibiotik. Penggunaan antibiotik untuk memacu pertumbuhan ternak semakin ditinggalkan sejak dikeluarkannya larangan penggunaan antibiotik ternak oleh Uni Eropa. Hal ini berdasarkan beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa penggunaan antibiotik dapat menyebabkan resistensi bakteri patogen yang dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan manusia. Residu antibiotik yang berada dalam telur maupun daging unggas juga dapat menyebabkan resiko penyakit pada manusia (Sofyan et al. 2010).

Alternatif lain dari penggunaan antibiotik pada ransum adalah penambahan feed additive berupa probiotik dan prebiotik. Probiotik adalah suatu bahan yang mengandung koloni mikroba tertentu, yang digunakan untuk meningkatkan daya cerna ransum sehingga produktivitas ternak dapat meningkat (Falaki et al. 2011; Rowghani et al. 2007). Keberadaan probiotik sendiri dapat berkembang lebih baik jika dikombinasikan dengan prebiotik, yang merupakan nutrien bagi probiotik. Kombinasi probiotik dan prebiotik yang diberikan secara bersamaan disebut sebagai sinbiotik.

Sumber probiotik yang dapat digunakan dalam ransum ternak diantaranya berupa ragi. Ragi tape dapat dipilih sebagai sumber probiotik yang mudah didapat. Ragi tape mengandung kapang, khamir dan bakteri yang dapat menghidrolisis pati sehingga terjadi keseimbangan mikroorganisme pada saluran pencernaan dan membantu penyerapan zat-zat makanan (Fardiaz 1992; Fuller 1992). Selain itu, mikroba-mikroba di dalam ragi dapat menciptakan keseimbangan mikroflora usus (Sianturi et al. 2006).

Ubi jalar dapat digunakan sebagai sumber prebiotik karena adanya senyawa rafinosa dan maltotriosa. Berdasarkan penelitian sebelumnya, level pemberian tepung ubi jalar sebanyak 3% dan ragi tape 0.75% merupakan level yang memberikan pengaruh yang baik terhadap sistem pencernaan dan performa ayam broiler (Arista 2012; Paramesuwari 2012). Namun metode pemberian ransum yang diberi sinbiotik tepung ubi jalar dan ragi tape pada periode pertumbuhan ayam broiler belum dikembangkan lebih lanjut.

(14)

2

METODE

Bahan

Ternak

Ayam broiler yang dipelihara selama penelitian sebanyak 200 ekor DOC pedaging dengan galur CP-707.

Tepung Ubi Jalar Merah

Ubi jalar merah yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari petani ubi jalar merah di sekitar kampus Dramaga. Ubi jalar dikeringkan di dalam oven dengan suhu 60 °C kemudian digiling hingga menjadi tepung ubi jalar.

Ragi Tape

Ragi tape yang digunakan dalam penelitian ini dibuat sesuai dengan cara yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan (PPPTP 1981).

Ransum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum komersil dan ransum basal. Ransum komersil yang digunakan berasal dari PT. Sinta Prima Feedmill. Pembuatan ransum basal dilakukan di PT. Indofeed Bogor dengan formulasi mengacu pada kebutuhan ayam broiler yang direkomendasikan oleh Leeson dan Summer (2001). Bahan makanan yang digunakan adalah jagung, dedak padi, minyak, tepung ikan, bungkil kedelai, CGM, CaCO3, DCP, Premiks,

NaCl, DL-Met, L-Lysin.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang sistem litter

berukuran 20 m2, sekat dari kawat berukuran 1 m x 1 m x 1 m, tempat ransum, tempat air minum, termometer, timbangan kapasitas 5 kg dengan akurasi 0.1 kg, timbangan digital dengan akurasi 0.01 g, oven 60 °C, gunting.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Oktober 2013. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Unggas sedangkan analisis karkas dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Prosedur Percobaan

Pembuatan Ragi Tape

(15)

3 dengan cara digerus, diparut, atau diblender. Kemudian dicampur dengan tepung beras dan ragi pasar (2 keping setiap kg tepung beras), sedikit demi sedikit ditambahkan dengan air hingga menjadi adonan yang kental. Adonan dibiarkan selama 3 hari pada suhu kamar dalam keadaan terbuka. Setelah 3 hari semua kotoran-kotoran dibuang, dan adonan tersebut diperas hingga airnya berkurang. Adonan dijemur hingga kering (PPPTP 1981).

Pembuatan Ransum Penelitian

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini berupa ransum komersil

broiler dan ransum basal yang diformulasikan sendiri dan ditambahkan dengan

tepung ubi jalar merah dan ragi tape. Penambahan tepung ubi jalar merah dan ragi tape berturut-turut sebanyak 3% dan 0.75% ke dalam ransum. Susunan ransum basal dapat dilihat pada Tabel 1 dan kandungan nutrien ransum penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1 Susunan formulasi ransum basal

No Bahan

*Mengacu pada Leeson dan Summer (2001); BK: bahan kering, EM: energi metabolis, PK: protein kasar , LK: lemak kasar, Ca: calcium, P: phosphor.

Tabel 2 Kandungan nutrien ransum komersil dan basal Nutrien

(16)

4

Persiapan Kandang

Kandang dan peralatan yang digunakan dibersihkan terlebih dahulu menggunakan desinfektan. Setelah kandang dibersihkan, daerah kandang ditabur dengan kapur yang bertujuan menghindari dari kuman penyakit.

Pemeliharaan

Pemeliharaan menggunakan DOC dari galur CP-707 yang berasal dari PT Charoen Pokphand Jaya Farm. Kebutuhan ransum ditimbang setiap minggunya dan dimasukkan ke dalam kantong plastik berukuran 5 kg. Ransum diberikan dua kali dalam sehari pada pukul 06.00 dan 16.00 WIB. Ayam mulai diberikan ransum perlakuan pada hari ke-1 pemeliharaan. Air minum diberikan ad libitum

dengan penambahan vitamin tanpa antibiotik satu hari sebelum penimbangan, pada hari penimbangan dan sesudah hari penimbangan.

Pengambilan Data

Bobot badan dan jumlah konsumsi ransum dihitung setiap minggunya pada sore hari hingga minggu ke enam. Konsumsi air minum, suhu, dan kelembaban dihitung setiap hari. Pengambilan data suhu dan kelembaban dilakukan pada pukul 06.00 (pagi), 12.00 (siang), dan 16.00 (sore) WIB. Bobot badan akhir dan persentase karkas dihitung pada minggu ke enam.

Nisbah Efisiensi Protein (PER)

Nisbah efisiensi rasio diperoleh dari perbandingan pertambahan bobot badan dengan konsumsi protein. Konsumsi protein (g) di peroleh dari jumlah perkalian antara konsumsi ransum (g) dengan kandungan protein ransum (%) (Khosravi et al. 2008).

Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC)

IOFCC (Income Over Feed and Chick Cost) adalah perbedaan rata-rata perdapatan (dalam rupiah) yang diperoleh dari hasil penjualan seluruh ayam pada akhir penelitian dengan rata-rata pengeluaran biaya seluruh ayam selama penelitian setelah dikurangi dengan biaya ransum. Untuk mengetahui Income

Over Feed and Chick Cost (IOFCC) digunakan rumus Mide (2007):

IOFCC (Rp) = TP (Rp) – {BR (Rp) + DOC (Rp)} Keterangan :

IOFCC : Income Over Feed and Chick Cost

TP : Total Penjualan

BR : Biaya ransum + tepung ubi jalar merah dan ragi

DOC : Biaya DOC

Rancangan dan Analisis Data

Perlakuan

Penelitian ini menggunakan 5 perlakuan, yaitu : P1 = Ransum komersil

P2 = Ransum basal

(17)

5 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan empat ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 10 ekor ayam. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA, Analysis of Variance) dan apabila terdapat perbedaan antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Mattjik dan Sumertajaya 2002). Model matematika yang digunakan:

Yij= µ + τi+ εij

Keterangan :

Yij = nilai pengamatan perlakuan ke-i ulangan ke-j

µ = rataan umum

τi = efek perlakuan ke-i

εij = galat percobaan perlakuan ke-i ulangan ke-j

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati yaitu konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, bobot badan akhir, konversi ransum, persentase bobot karkas, nisbah efisiensi protein (PER), konsumsi air minum, mortalitas, Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC), suhu dan kelembaban.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu Lingkungan Pemeliharaan

Pemeliharaan ayam broiler pada penelitian ini dilakukan selama 42 hari yang dimulai pada 29 Agustus 2013. Rataan suhu kandang selama pemeliharaan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Rataan suhu dan kelembaban mingguan selama pemeliharaan Minggu Pengukuran suhu pagi = pukul 06.00; siang = pukul 12.00; sore = pukul 16.00

(18)

6

Suhu kandang selama penelitian dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah suhu di luar kandang, pencahayaan, ventilasi sebagai pertukaran udara, keadaan angin dan suhu tubuh ternak. Kotoran ternak dan tumpahan air minum dapat berpengaruh terhadap kelembaban alas litter yang berpengaruh pula terhadap kelembaban udara di dalam kandang. Walaupun suhu dan kelembaban kandang bukan merupakan peubah utama yang diamati, tetapi suhu dan kelembaban sangat berpengaruh untuk kelangsungan ternak bertahan hidup dan berproduksi secara optimum. Suhu dan kelembaban yang ideal untuk pertumbuhan ayam broiler adalah 20-25 °C dengan kelembaban udara berkisar 60% - 70% (Ross 2009).

Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Ayam Broiler

Pengaruh pemberian sinbiotik tepung ubi jalar merah dan ragi tape terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, dan bobot badan akhir pada periode starter, finisher, dan kumulatif disajikan pada Tabel 4, Tabel 5, dan Tabel 6.

Tabel 4 Rataan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan bobot badan akhir pada periode starter (0-3 minggu)

Perlakuan

P1= Ransum komersil, P2= Ransum basal, P3= P2 + 3% tepung ubi jalar dan 0.75% ragi (periode

starter-finisher), P4= P2 + 3% tepung ubi jalar dan 0.75% ragi (periode starter saja), P5= P2 + 3% tepung ubi jalar dan 0.75% ragi (periode finisher saja).

Tabel 5 Rataan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan bobot badan akhir pada periode finisher (4-6 minggu)

Perlakuan

(19)

7 Tabel 6 Rataan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum

dan bobot badan akhir selama pemeliharaan (kumulatif)

Perlakuan

Huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (p<0.05). P1= Ransum komersil, P2= Ransum basal, P3= P2 + 3% tepung ubi jalar dan 0.75% ragi (periode starter-finisher), P4= P2 + 3% tepung ubi jalar dan 0.75% ragi (periode starter saja), P5= P2 + 3% tepung ubi jalar dan 0.75% ragi (periode finisher saja).

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh ternak untuk kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi yang berpengaruh terhadap bobot badan, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum. Pemberian sinbiotik tepung ubi jalar merah dan ragi tape tidak memberikan pengaruh yang nyata pada konsumsi ransum di periode starter, finisher maupun kumulatif (Tabel 4, Tabel 5, dan Tabel 6). Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa ransum basal mengandung nutrien di bawah kandungan nutrien ransum komersil (Tabel 2). Hal ini juga sangat mempengaruhi konsumsi pada ayam broiler selama pemeliharaan. Secara numerik jumlah konsumsi pada perlakuan penambahan sinbiotik (P3, P4, dan P5) terlihat lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan ransum basal (P2) dan ransum komersil (P1). Rendahnya jumlah konsumsi ransum dimungkinkan karena adanya bantuan dari sinbiotik itu sendiri. Ragi tape sebagai probiotik mampu memanfaatkan tepung ubi jalar merah sehingga menghasilkan kombinasi yang baik. Ubi jalar merah yang digunakan sebagai prebiotik mengandung senyawa Rafinosa dan Maltotriosa (Arista 2012) yang merupakan turunan dari Oligosakarida. Oligosakarida dapat berperan sebagai prebiotik karena tidak dapat dicerna oleh inang, namun mampu menstimulir pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) seperti Lactobacillus dan Bifidobacteria

di dalam saluran pencernaan (Daud et al. 2009).

Sejalan dengan hasil penelitian Falaki et al. (2011) pemberian sinbiotik memberikan nilai konsumsi ransum yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Namun nilai yang diperoleh dari penelitian ini di atas nilai konsumsi ransum pada penelitian Paramesuari (2012) dengan konsumsi 1600.34 g ekor-1 pada periode finisher dengan ransum bersinbiotik tepung ubi jalar dan ragi tape. Perbedaan nilai ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kandungan nutrient ransum, kualitas DOC, dan suhu lingkungan.

Pertambahan Bobot Badan

Pemberian sinbiotik tepung ubi jalar merah dan ragi tape memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap pertambahan bobot badan pada periode

(20)

8

tinggi dibandingkan dengan perlakuan P2, P3, P4, dan P5. Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh kandungan protein ransum yang jauh berbeda (Tabel 2). Protein yang terdapat dalam ransum digunakan sebagai material pembentukan jaringan dan produk. Selama proses pencernaan, protein ransum yang dikonsumsi dipecah menjadi asam amino dan akan diserap oleh tubuh, kemudian disusun kembali menjadi protein penyusun jaringan dengan proporsi kandungan asam amino yang berbeda dengan kandungan protein ransum yang dikonsumsi (Suprijatna et al. 2005).

Nilai pertambahan bobot badan secara numerik pada perlakuan P4 memiliki nilai paling tinggi pada periode finisher dan secara kumulatif dibandingkan dengan perlakuan lain yang menggunakan pakan yang sama (P2, P3, dan P5). Penambahan sinbiotik tepung ubi jalar merah dan ragi tape pada periode starter

diduga sangat berperan dalam meningkatkan penyerapan zat-zat makanan pada periode selanjutnya. Probiotik S. cereviceae yang terdapat di dalam ragi dapat menghasilkan enzim amilase dan protease, sehingga keberadaannya di dalam saluran pencernaan akan meningkatkan aktivitas enzim tersebut sehingga meningkatkan pula pemecahan zat-zat makanan menjadi bentuk yang lebih sederhana dan mudah diserap oleh saluran pencernaan (Mulyono et al. 2009). Sesuai dengan pernyataan Arista (2012) dan Daud et al. (2007) yang menyebutkan bahwa pemberian probiotik, prebiotik ataupun kombinasi keduanya dapat memperbaiki pertumbuhan ternak, serta meningkatkan kesehatan ternak. Berbeda dengan hasil Karaoglu dan Durdag (2005) penggunaan probiotik tidak berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pertambahan bobot badan, diantaranya adalah umur, tingkat stress, genetik, dan feed additive.

Konversi Ransum

Keberhasilan menyusun ransum yang berkualitas dapat dilihat dari nilai konversi ransum atau FCR (Feed Conversion Ratio) yang rendah. Pemberian sinbiotik tepung ubi jalar merah dan ragi tape memberikan nilai FCR yang tidak berbeda nyata pada periode starter, finisher, dan selama masa pemeliharaan (Tabel 4, Tabel 5, dan Tabel 6). Hasil penelitian Rowghani et al. (2007) menunjukkan penambahan probiotik berpengaruh terhadap konversi ransum. Hasil penelitian lain menunjukkan tidak adanya pengaruh probiotik, prebiotik, maupun sinbiotik terhadap konversi ransum (Falaki et al. 2011; Karaoglu dan Durdag 2005), sebagaimana hasil dalam penelitian ini pemberian sinbiotik tepung ubi jalar merah dan ragi tape belum dapat menurunkan nilai konversi ransum. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai konversi ransum. Kualitas ransum yang diberikan juga dapat mempengaruhi nilai konversi ransum (Anggorodi 1979).

Bobot Badan Akhir

(21)

9 kandungan protein ransum pada perlakuan P1 memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan pertambahan bobot badan pada perlakuan ransum basal P2 dan perlakuan penambahan sinbiotik P3, P4, dan P5.

Nilai bobot badan akhir yang diperoleh pada perlakuan penambahan sinbiotik di periode starter berkisar antara 359.78-390.13 (g ekor-1), sedangkan pada periode finisher berkisar antara 1151.65-1299.90 (g ekor-1). Bobot badan akhir yang dihasilkan dengan penggunaan sinbiotik ini masih di bawah bobot akhir menurut Rowghani et al. (2007) sebesar 1680.99 (g ekor-1) dengan penggunaan probiotik komersial Bactocill yang dipelihara selama 35 hari. Perbedaan nilai ini dapat disebabkan oleh strain ayam, mikroorganisme di dalam probiotik, dosis probiotik, dan kondisi ayam pada saat penelitian.

Pada penelitian ini pemberian sinbiotik pada perlakuan P4 (periode

starter) memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan

penambahan sinbiotik lainnya (P3 dan P5). Menurut Khosravi et al. (2008) ayam pada periode starter memiliki bakteri patogen Enterobacteriaceae dan

Enterococci yang dominan di dalam saluran pencernaan terutama di dalam sekum.

Bakteri ini mendapatkan nutrisi dari inangnya dan dapat menurunkan efisiensi nutrisi pada broiler. Dengan penambahan sinbiotik ini dimungkinkan dapat memperbaiki saluran pencernaan pada periode awal pertumbuhan dan dapat mengurangi bakteri patogen di dalam saluran pencernaan. Dalam saluran pencernaan, probiotik dapat menghasilkan antimikroba berupa bakteriosin yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba lain yang tidak menguntungkan, selain itu probiotik juga dapat menghambat perpindahan bakteri (Ng et al. 2009). Dengan hilangnya bakteri patogen penyerapan nutrien ransum akan lebih mudah diserap dan menghasilkan performa yang lebih baik.

Persentase Karkas

Kecepatan pertumbuhan merupakan faktor yang penting dalam menilai mutu suatu ransum yang akan dimanfaatkan oleh seekor ayam, akan tetapi yang lebih penting adalah berapa banyak daging yang dapat dihasilkan dari sejumlah ransum yang dikonsumsi. Persentase bobot karkas merupakan gambaran dari produksi daging seekor ternak. Pemberian sinbiotik tepung ubi jalar merah dan ragi tape terhadap karkas dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil analisa statistik menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap persentase karkas.

(22)

10

Berdasarkan hasil penelitian Syukron (2006), persentase karkas ayam broiler umur enam minggu berkisar antara 56.64% - 60.02% bobot hidup, sedangkan nilai persentase karkas pada penelitian ini berkisar antara 64.83% - 67.23% bobot hidup. Namun nilai persentase karkas dalam penelitian ini tidak berbeda dengan hasil penelitian Daud et al.(2007) dimana persentase karkas ayam pedaging umur enam minggu yang mereka peroleh bervariasi antara 65% - 68% dari bobot hidup. Ayam pada penelitian Daud et al. (2007) menggunakan sumber probiotik berupa Bacillus spp dan sumber prebiotik berupa daun katuk.

Nisbah Efisiensi Protein (PER)

Data nisbah efisiensi protein atau Protein Efficiency Ratio (PER) dapat dilihat pada Tabel 7. Pemberian sinbiotik tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap PER pada periode starter, finisher, maupun selama pemeliharaan (kumulatif). Dengan hasil analisis ragam yang tidak signifikan, protein yang terkandung dalam ransum komersil menghasilkan nilai yang sama baik dengan protein yang terkandung dalam ransum penelitian. Tinggi rendahnya kandungan protein ransum tidak menentukan nilai PER dalam penelitian ini.

Tabel 7 Rataan nisbah efisiensi protein (PER)

Perlakuan Peubah

P1= Ransum komersil, P2= Ransum basal, P3= P2 + 3% tepung ubi jalar dan 0.75% ragi (periode

starter-finisher), P4= P2 + 3% tepung ubi jalar dan 0.75% ragi (periode starter saja), P5= P2 + 3% tepung ubi jalar dan 0.75% ragi (periode finisher saja).

(23)

11 Konsumsi Air Minum

Air merupakan unsur penting bagi kehidupan. Setiap pengurangan asupan atau peningkatan kehilangan air, dapat menimbulkan dampak yang signifikan terhadap performa ayam (Ross 2009). Berdasarkan hasil sidik ragam yang dilakukan terdapat pengaruh sinbiotik tepung ubi jalar merah dan ragi tape terhadap konsumsi air minum. Data rataan konsumsi air minum dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Rataan konsumsi air minum

Perlakuan Peubah

starter-finisher), P4= P2 + 3% tepung ubi jalar dan 0.75% ragi (periode starter saja), P5= P2 + 3% tepung ubi jalar dan 0.75% ragi (periode finisher saja).

Konsumsi air minum berpengaruh nyata (P<0.05) pada periode finisher

dan selama pemeliharaan (kumulatif). Sesuai dengan pernyataan Arista (2012) yang menyatakan bahwa pada umumnya konsumsi air minum berbanding lurus dengan konsumsi ransum. Konsumsi air minum pada ayam broiler dipengaruhi oleh jumlah ransum yang dimakan, jenis ransum dan bobot tubuh ayam, serta kandungan protein di dalam ransum. Menurut NRC (1994) konsumsi air minum akan bertambah sekitar 7% setiap peningkatan suhu 1 °C di atas suhu 21 °C. Konsumsi air minum yang dihasilkan berkisar antara 4237.15-6978.49 (ml ekor-1) pada periode finisher dan 6031.59-8855.55 (ml ekor-1) selama masa pemeliharaan (kumulatif). Nilai tersebut lebih tinggi dari nilai rataan konsumsi air minum menurut NRC (1994) yang menyatakan konsumsi air minum selama 6 minggu adalah 5180 (ml ekor -1) dengan suhu berkisar antara 20-25 °C. Perbedaan nilai ini disebabkan suhu pada saat pemeliharaan 3-9 °C di atas suhu normal pemeliharaan. Namun hasil ini sejalan dengan pernyataan Titisari (2006) yang menyatakan pada umumnya ayam mengkonsumsi air minum dua kali lebih besar dari bobot ransum yang dikonsumsi.

Mortalitas dan Income Over Feed and Chick Cost (IOFCC)

(24)

12

dibandingkan dengan kandungan ransum pada ransum basal (Tabel 2), yang menyebabkan laju pertumbuhan pada perlakuan ransum komersil (P1) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan ransum basal (P2, P3, P4, dan P5). Pada perlakuan P1 memiliki angka mortalitas yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya (P2. P3, P4, dan P5). Menurut Titisari (2006) bobot ayam yang bertambah besar mengakibatkan ruang gerak ayam semakin sempit sehingga stres tidak dapat dihindari. Penyebab lain diduga disebabkan suhu lingkungan yang tinggi antara 23.3-32.4 °C dengan kelembaban 47.3% - 85.7% selama pemeliharaan di minggu ketiga dan keempat. Suhu lingkungan yang tinggi dapat mengakibatkan mortalitas mencapai 50% (Swick 1998).

Nilai mortalitas dapat dilihat pada Gambar 2. Perlakuan P2 dan P4 selama pemeliharaan memiliki nilai mortalitas yang sama yaitu masing-masin 9 ekor (22.5%) dari 40 ekor ayam, sedangkan pada P3 dan P5 selama pemeliharaan memiliki nilai mortalitas yang sama juga yaitu masing-masing 8 ekor (20%) dari 40 ekor ayam. Nilai mortalitas dari keempat perlakuan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan P1 sebesar 17 ekor (42.5%) dari 40 ekor ayam.

Data income over feed and chick cost (IOFCC) ayam broiler hasil penelitian pada bulan Agustus 2013 sampai Oktober 2013 dapat dilihat pada Tabel 9. Biaya tenaga kerja dan operasional lainnya dianggap sama setiap perlakuan. Hasil perhitungan IOFCC sangat dipengaruhi oleh konsumsi ransum, bobot badan akhir, biaya ransum selama pemeliharaan, harga per kg ransum, dan harga jual ayam.

Nilai IOFCC yang dihasilkan pada penelitian ini bernilai minus karena jumlah konsumsi ransum yang tidak sebanding dengan bobot panen ayam sehingga biaya yang dikeluarkan tidak dapat tertutupi oleh hasil penjualan. Nilai IOFCC tertinggi adalah ayam dengan perlakuan P4 yaitu sebesar Rp -27 151 dan terendah pada perlakuan P5 yaitu sebesar Rp -137 196. Nilai IOFCC pada perlakuan P4 memiliki nilai tertinggi diantara perlakuan penambahan sinbiotik lainnya, hal ini dapat terjadi disebabkan karena bobot jual pada perlakuan ini lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan penambahan sinbiotik lainnya. Selain itu,

Gambar 2 Mortalitas. P1= Ransum komersil, P2= Ransum basal, P3= P2 + 3% tepung ubi jalar dan 0.75% ragi (periode starter-finisher), P4= P2 + 3% tepung ubi jalar dan 0.75% ragi (periode starter saja), P5= P2 + 3% tepung ubi jalar dan 0.75% ragi (periode finisher

(25)

13 kemampuan usus untuk menyerap ransum lebih mudah dan dengan penambahan sinbiotik ini dapat membantu penyerapan ransum dalam usus sehingga pemberian pakan pada periode starter lebih sedikit dan berpengaruh terhadap biaya ransum.

Tabel 9 Income over feed and chick cost (IOFCC) ayam broiler

Parameter P1 P2 P3 P4 P5

Konsumsi ransum (kg) 98.23 102.82 92.46 98.08 106.65 Harga ransum (Rp kg-1) 7000 6435 6435 6435 6435 Biaya ransum (Rp) 687610 661698 595026 631145 686293 Biaya DOC (Rp ekor-1) 4500 4500 4500 4500 4500

Biaya sinbiotik (Rp) 0 0 25699 8717 20631

Biaya ransum + DOC + T.ubi

+ ragi (Rp) 692110 666198 625226 644361 711424 Bobot jual 42 hari (kg) 42.56 38.55 35.93 39.82 37.05 Harga jual (Rp kg-1) 15500 15500 15500 15500 15500 Pendapatan (Rp) 659580 597572 556977 617210 574229 IOFCC (Rp) -32430 -68627 -68249 -27151 -137196

P1= Ransum komersil, P2= ransum basal, P3= P2 + 3% tepung ubi jalar dan 0.75% ragi (periode

starter-finisher), P4= P2 + 3% tepung ubi jalar dan 0.75% ragi (periode starter saja), P5= P2 + 3% tepung ubi jalar dan 0.75% ragi (periode finisher saja).

Yuliardi (2013) menyatakan bahwa konsumsi ransum yang diharapkan lebih efisien dan pertambahan bobot badan dapat berbanding terbalik (lebih cepat) sehingga konversi ransum yang digunakan sebagai pegangan dalam produksi ayam broiler juga semakin efektif karena melibatkan bobot badan dan konsumsi ransum, laju perjalanan ransum dalam saluran pencernaan, bentuk fisik ransum, komposisi ransum, dan imbangan kandungan nutrisi ransum.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Respon pemberian sinbiotik terbaik yaitu yang dilakukan pada periode

starter saja. Pemberian sinbiotik pada periode starter ini dapat mempengaruhi performa pada periode finisher. Mortalitas yang terjadi sebesar 25.5% bukan disebabkan oleh perlakuan. IOFCC pada perlakuan penambahan sinbiotik pada periode starter juga lebih tinggi dibandingkan pada periode yang lain.

Saran

(26)

14

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka.

Arista D. 2012. Pengaruh pemberian tepung ubi jalar merah ditambah ragi tape terhadap performa dan organ pencernaan ayam broiler [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistika. 2012. Rata-rata konsumsi protein (gram) per kapita menurut kelompok makanan, 2002-2011. Jakarta [ID]: Badan Pusat Statistik. [diunduh 12 April 2013]. Tersedia pada http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_sub yek=05&notab=4

Daud M, Piliang WG, Kompiang IP. 2007. Persentase dan kualitas karkas ayam pedaging yang diberi probiotik dan prebiotik dalam ransum. JITV. 12 (3): 167-174.

Daud M, Piliang WG, Wiryawan KG, Setiyono A. 2009. Penggunaan prebiotik oligosakarida ekstrak tepung buah rumbia (Metroxylon sago Rottb.) dalam ransum terhadap performa ayam pedaging. Agripet. 9(2): 15-20.

Falaki M, Shargh MS, Dastar B, Zerehdaran S. 2011. Effect of different levels of probiotic and prebiotic on performance and carcass charahteristics of broiler chickens. J Anim Vet Adv. 10(3): 378-384.

Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Fuller R. 1992. Probiotics the Scientific Basis. Madras (IN): Chapman dan Hall. Hendalia E, Manin F, Yusrizal, Nasution GM. 2012. Aplikasi probiotik untuk

meningkatkan efisiensi penggunaan protein dan menurunkan emisi ammonia pada ayam broiler. Agrinak. 02(1): 29-35.

Karaoglu M, Durdag H. 2005. The influence of dietary probiotic (Saccharomyces

cerevisiae) supplementation and different slaughter age on the

performance, slaughter and carcass properties of broiler. Int J Poult Sci. 4(5): 309-316.

Khosravi A, Boldaji F, Dastar B, Hasani S. 2008. The use of some feed additives as growth promoter in broiler nutrition. Int J Poult Sci. 7(11): 1095-1099. Leeson S, Summers JD. 2001. Nutrition of the Chicken. Ed ke- 4. Canada (US):

University Books.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi

SAS dan Minitab Ed ke-1. Bogor (ID): IPB Pr.

Mide MZ. 2007. Konversi ransum dan income over feed and chick cost broiler yang diberikan ransum mengandung berbagai level tepung rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza oxb). Bul Nutr Mak Tern. 6(2): 22-25. Mulyono, R Murwani, F Wahyono. 2009. Kajian penggunaan probiotik

Saccharomyces cereviceae sebagai alternative aditif antibiotic terhadap

kegunaan protein dan energy pada ayam broiler. J Indon Trop Anim Agric. 34(2): 145-151.

Ng SC, Hart AL, Kamm MA, Stagg AJ, Knight SC. 2009. Mechanisms of action of probiotics: recent advance. Inflamm Bowel Dis. 15(2): 300-310.

(27)

15 Paramesuwari F. 2012. Pengaruh pemberian campuran tepung ubi jalar merah dengan ragi tape sebagai sinbiotik terhadap performa dan usus ayam broiler [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pattiselanno F, Sangle YR. 2005. Efek frekuensi penaburan Zeolit pada alas litter terhadap kualitas lingkungan kandang ayam pedaging. Anim Prod. 7(02): 89-94.

[PPPTP] Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan. 1981. Paket

Industri Pangan untuk Daerah Pedesaan. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor

Ross. 2009. Broiler management manual. Alabama (US): Ross Viagen. [diunduh

15 maret 2014]. Tersedia pada

http://www.thepoultrysyte.com/downloads/single/94/

Rowghani E, Arab M, Akbarian A. 2007. Effects of a probiotic and other feed additives on performance and immune respone of broiler chick. Int J Poult Sci. 6(4): 261-265.

Sianturi EM, Fuah AM, Wiryawan KG. 2006. Kajian penambahan ragi tape pada ransum terhadap konsumsi, pertambahan bobot badan, rasio konversi ransum. Med Pet. 29 (3): 155-161.

Sofyan A, Julendra H, Damayanti E, Sutrisno B, Wibowo MH. 2010. Performa dan histologi ayam broiler yang diinfeksi dengan Salmonella pullorum

setelah pemberian imbuhan ransum mengandung tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus). Med Pet. 33(1): 31-35.

Suprijatna E, Umiyati A, Ruhyat K. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Jakarta (ID): Penebar Swadaya Pr.

Swick RA. 1998. Broiler Management Warm Climates. Amerika (US): American Soybean Association.

Syukron CR. 2006. Kandungan lemak dan kolesterol daging serta persentase organ dalam ayam broiler yang diberi ransum finisher dengan penambahan kepala udang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Titisari. 2006. Performa dan nilai ekonomis ayam broiler yang diberi feed additive

“Sigi Indah” dalam air minum [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

(28)

16

Lampiran 1 ANOVA konsumsi ransum ayam broiler periode starter

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 69063.74 17265.93 2.20 3.06 4.89 Galat 15 117779.44 7851.96

Total 19 186843.18

SK = sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat kontrol.

Lampiran 2 ANOVA konsumsi ransum ayam broiler periode finsher

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 375352.61 93838.15 0.86 3.06 4.89 Galat 15 1645738.72 109715.91

Total 19 2021091.32

SK = sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat kontrol

Lampiran 3 ANOVA konsumsi ransum ayam broiler selama masa pemeliharaan (kumulatif)

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 722593.59 180648.40 1.35 3.06 4.89 Galat 15 2000460.96 133364.06

Total 19 2723054.56

SK = sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat kontrol

Lampiran 4 ANOVA pertambahan bobot badan ayam broiler periode starter

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 55504.58 13876.15 3.05 3.06 4.89 Galat 15 68137.87 4542.52

Total 19 123642.45

SK = sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat kontrol

Lampiran 5 ANOVA pertambahan bobot badan ayam broiler periode finisher

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 458575.57 114643.89 5.81** 3.06 4.89 Galat 15 295804.41 19720.29

Total 19 754379.99

** sangat berbeda nyata (P<0.01) SK = sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat control.

Lampiran 6 Uji lanjut Duncan pertambahan bobot badan ayam broiler periode

finisher

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2

5 4 737.7540

3 4 764.6389

2 4 858.4107

4 4 900.5332

1 4 1.1634E3

(29)

17 Lampiran 7 ANOVA pertambahan bobot badan ayam broiler selama masa

pemeliharan (kumulatif)

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 822866.92 205716.73 6.26** 3.06 4.89 Galat 15 492959.70 32863.98

Total 19 1315826.62

** sangat berbeda nyata (P<0.01) SK = sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat control.

Lampiran 8 Uji lanjut Duncan pertambahan bobot badan ayam broiler selama masa pemeliharaan (kumulatif)

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2

5 4 1.0629E3

3 4 1.0803E3

2 4 1.2227E3

4 4 1.2451E3

1 4 1.6258E3

Sig. .210 1.000

Lampiran 9 ANOVA konversi ransum ayam broiler periode starter

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 0.43 0.11 0.78 3.06 4.89

Galat 15 2.08 0.14

Total 19 2.51

SK = sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat control.

Lampiran 10 ANOVA konversi ransum ayam broiler periode finisher

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 1.79 0.45 1.84 3.06 4.89

Galat 15 3.66 0.24

Total 19 5.45

SK = sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat control.

Lampiran 11 ANOVA konversi ransum ayam broiler selama masa pemeliharaan (kumulatif)

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 1.23 0.31 1.87 3.06 4.89

Galat 15 2.46 0.16

Total 19 3.69

SK = sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat control.

Lampiran 12 ANOVA bobot badan akhir ayam broiler periode starter

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 53806.81 13451.70 2.86 3.06 4.89 Galat 15 70520.39 4701.36

Total 19 124327.19

(30)

18

Lampiran 13 ANOVA bobot badan akhir ayam broiler periode finisher

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 980713.95 245178.49 6.15** 3.06 4.89 Galat 15 597713.55 39847.57

Total 19 1578427.50

** berbeda sangat nyata (P<0.01), SK = sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat kontrol.

Lampiran 14 Uji lanjut Duncan bobot badan akhir ayam broiler periode finisher

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2

5 4 1.1517E3

3 4 1.1634E3

2 4 1.2894E3

4 4 1.2999E3

1 4 1.7578E3

Sig. .348 1.000

Lampiran 15 ANOVA nisbahefisiensi protein (PER) periode starter

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 0.181316 0.045790 0.33 3.06 4.89 Galat 15 2.100847 0.140056

Total 19 2.284008

SK = sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat kontrol.

Lampiran 16 ANOVA nisbahefisiensi protein (PER) periode finisher

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 0.916156 0.229039 1.29 3.06 4.89 Galat 15 2.658599 0.177240

Total 19 3.574755

SK = sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat kontrol.

Lampiran 17 ANOVA nisbahefisiensi protein (PER) selama masa pemeliharaan (kumulatif)

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 0.303395 0.075849 0.63 3.06 4.89 Galat 15 1.818330 0.121222

Total 19 2.121725

SK = sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat kontrol.

Lampiran 18 ANOVA konsumsi air minum ayam broiler pada periode starter

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 32124.07 8031.02 1.14 3.06 4.89

Galat 15 105569.34 7037.96

Total 19 137693.41

(31)

19 Lampiran 19 ANOVA konsumsi air minum ayam broiler pada periode finisher

SK db JK KT F hitung F 0.05 F

0.01

Perlakuan 4 520009746.91 130002436.73 116.41** 3.06 4.89 Galat 15 16750809.29 1116720.62

Total 19 536760556.20

** sangat berbeda nyata (P<0.01), SK = sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat kontrol.

Lampiran 20 Uji lanjut Duncan konsumsi air minum ayam broiler pada periode

finisher

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2

3 4 4.2372E3

5 4 4.3078E3

2 4 4.9106E3

4 4 4.9386E3

1 4 6.9785E3

Sig. .401 1.000

Lampiran 21 ANOVA konsumsi air minum ayam broiler selama masa pemeliharaan (kumulatif)

SK db JK KT F hitung F 0.05 F 0.01

Perlakuan 4 21216086.86 5304021.71 4.56* 3.06 4.89 Galat 15 174438525.35 1162568.36

Total 19 38654612.21

* berbeda nyata (P<0.01), SK = sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat kontrol.

Lampiran 21 Uji lanjut Duncan konsumsi air minum ayam broiler selama masa pemeliharaan (kumulatif)

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2

3 4 6.0316E3

5 4 6.0714E3

2 4 6.7587E3

4 4 6.7614E3

1 4 8.8556E3

Sig. .392 1.000

Lampiran 23 ANOVA bobot karkas

SK db JK KT F hitung F 0.05 F

0.01 Perlakuan 4 69543.30 17385.83 1.49 3.06 4.89 Galat 15 174869.25 11657.59

Total 19 244412.55

(32)

20

Lampiran 24 ANOVA persentase karkas

SK db JK KT F hitung F 0.05 F

0.01

Perlakuan 4 18.78 4.70 0.32 3.06 4.89

Galat 15 217.38 14.49

Total 19 236.16

SK = sumber keragaman, db= derajat bebas, JK= jumlah kuadrat, KT= kuadrat kontrol.

Lampiran 25 Mortalitas

PERLAKUAN Jumlah

Awal (ekor) Mati (ekor) Hidup (ekor) Persentase (%)

P1 40 17 23 42.5

P2 40 9 31 22.5

P3 40 8 32 20

P4 40 9 31 22.5

P5 40 8 32 20

TOTAL 200 51 149 25.5

P1= Ransum komersil, P2= Ransum basal, P3= P2 + 3% tepung ubi jalar dan 0.75% ragi (periode

starter-finisher), P4= P2 + 3% tepung ubi jalar dan 0.75% ragi (periode starter saja), P5= P2 + 3% tepung ubi jalar dan 0.75% ragi (periode finisher saja).

(33)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan tanggal 16 April 1991 di Ciamis Jawa Barat. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Aji Sukmaji dan ibu Atik Muliyati. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Galuh 1 Ciamis pada tahun 1997 sampai 2003. Pendidikan dilanjutkan di SMP Negeri 1 Ciamis hingga tahun 2006 dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2009 di SMA Negeri 2 Ciamis.

Penulis diterima di IPB pada tahun 2009 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (Omda) Paguyuban Mahasiswa Galuh Ciamis (PMGC) pada tahun 2011-2012. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di UPTD Balai PengembanganTernak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT SP & HMT) Cikole, Lembang pada tahun 2012.

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas semua limpahan kasih sayang dan anugerah yang telah tercurahkan dalam setiap desiran nafas yang dihembuskan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tetap selalu dijunjungkan kepada Manusia yang telah berpengaruh besar dalam peradaban dunia ini, Nabyyullah Muhammad SAW.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Asep Sudarman MRur, SC selaku pembimbing akademik dan pembimbing skripsi utama, Ibu Dr Ir Widya Hermana MSi selaku dosen pembimbing skripsi anggota dan panitia dalam sidang yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan motivasi dengan penuh kesabaran. Penulis mengucapkan terimakasih pula kepada Bapak Dr Asep Gunawan SPt MSc selaku dosen penguji sidang dan Bapak Prof Dr Ir Toto Toharmat MAgr Sc selaku dosen penguji seminar pada tanggal 23 Januari 2014 dan sebagai dosen penguji sidang pada tanggal 28 Maret 2014.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh civitas akademika FAPET IPB dan Ibu Lanjarsih SPt atas bantuannya selama di Laboratorium. Susi dan Haryono adik satu bimbingan sekaligus satu penelitian yang telah banyak memberikan bantuan. Teman-teman INTP 46 atas semangat kekeluargaannya. Penghargaan spesial penulis ucapkan kepada Ayu, Jubaidah, dan Vinsen atas segala keikhlasannya berbagi semangat dan keceriaan, serta Nelly Suryati sahabat terbaik dan telah dianggap sebagai keluarga kedua yang telah rela meluangkan waktu untuk memberikan penghiburan dalam suka dan duka, serta semangat yang luar biasa.

Gambar

Tabel 2  Kandungan nutrien ransum komersil dan basal
Tabel 3  Rataan suhu dan kelembaban mingguan selama pemeliharaan
Tabel 6  Rataan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan bobot badan akhir selama pemeliharaan (kumulatif)
Gambar 1 Persentase karkas. P1= Ransum  komersil, P2= Ransum basal, P3=
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan: Menganalisis pengaruh penambahan kayu manis terhadap pH, tingkat kecerahan (L*), aktivitas antioksidan, gula total dan organoleptik yang meliputi warna,

Terkait dengan penelitian ini sekalipun telah menggunakan beberapa metode baik itu metode Delphi, AHP dan LQ dan telah menetukan jenis kriteria produk unggulan

Berkembangnya provinsi-provinsi sejak tahun 2000-an di Pulau Sumatera dan desentralisasi juga berdampak mendorong ketimpangan antar provinsi menjadi lebih luas.

Dimana dalam menentukan harga jual suatu produk maupun jasa, metode Cost-Plus Pricing mempertimbangkan 3 faktor penting sebagai penentu harga jual,yaitu biaya yang telah

Mencit sebanyak 30 ekor dibagi menjadi 5 kelompok yaitu, kelompok kontrol normal: tidak diberikan perlakuan stres, kelompok kontrol negatif: kelompok mencit

PROGRAM PENDIDIKAN AKADEMIK S2 S3 S1 endrop3ai@ its.ac.id PROGRAM PENDIDIKAN VOKASI D I D II D III D IV Dokter Apoteker Akuntan Arsitek Pengacara Notaris

[r]

Kesimpulan dari penelitian ini adalah (a) Tindak pidana yang dapat dikategorikan tindak pidana yang bersifat pelanggaran administratif, yaitu perbuatan yang