• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN INTERVAL PERAWATAN MESIN PERCETAKAN DENGAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE II DI PT. RIYADI WIROTO SANTOSO SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENENTUAN INTERVAL PERAWATAN MESIN PERCETAKAN DENGAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE II DI PT. RIYADI WIROTO SANTOSO SURABAYA."

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN INTERVAL PERAWATAN MESIN PERCETAKAN

DENGAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE II

DI PT. RIYADI WIROTO SANTOSO SURABAYA

S K R I P S I

oleh :

MADE PURI AYUVIANTARI

0732010089

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”

JAWA TIMUR

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan berkat

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan judul

“Penentuan Interval Perawatan Mesin Percetakan dengan Metode Reliability Centered Maintenance II di PT. Riyadi Wiroto Santoso Surabaya“.

Penulisan laporan ini dilakukan guna memenuhi salah satu persyaratan

untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik Fakultas Teknologi Industri jurusan

Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Atas terselesainya pelaksanaan penelitian dan terselesainya penulisan

laporan skripsi ini, maka penulis menyampaikan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Ir. Sutiyono. MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri

UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Ir. M. Tutuk Safirin, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Industri

UPN “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Drs. Pailan, MPd, selaku Sekertaris Jurusan Teknik Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.

5. Ibu Ir. Sumiati, MT selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Drs. Sartin, MPd

selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingan

(3)

6. Bapak dan Ibu Dosen Penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya

untuk menguji laporan skripsi dan memberikan petunjuk serta arahan dalam

penulisan laporan.

7. Seluruh Staf dan Karyawan PT. Riyadi Wiroto Santoso yang telah banyak

membantu selama penulis melaksanakan penelitian.

8. Kedua Orang Tua yang kucintai, serta kakak dan adikku yang selalu

senantiasa menasehati, membimbing, dan memberikan arahan yang baik serta

selalu mendoakan saya.

9. Nyai Dika lisyane yang selalu memberi semangad dan masukan dalam proses

pengerjan laporan skripsi ini hingga selesai.

10.Nyai Etha yang selalu memberi semangad, perjuangan dan suka duka kita

selama proses perkuliahan hingga selesai.

11.Putu Andayani yang siap memberikan bantuan selama proses pengerjaan

skripsi hingga selesai.

12.Teman-temanku yang berada di UPN “Veteran” Jawa Timur khususnya di

pararel B yang g’ bisa diucapin satu-satu namanya, q akan selalu mengenang

kebersamaan kita selama ini, dan juga teman-temanku di luar kampus UPN,

terima kasih atas semangat, doa dan bantuannya dalam menyelesaikan laporan

skripsi ini.

13.Seluruh Civitas Akademika UPN ”Veteran” Jawa Timur, terima kasih untuk

semua bantuan dan bimbingannya selama ini.

14.Pihak-pihak lain yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung

(4)

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan skripsi ini masih jauh dari

sempurna, baik isi maupun penyajian. Oleh karena itu, saran dan kritik yang

membangun akan penulis terima dengan senang hati.

Akhir kata semoga Laporan Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

semua pihak yang berkepentingan dan semoga Ida Sang Hyang Widhi selalu

memberikan rahmat dan berkat kepada kita semua. Terima Kasih.

Surabaya, Mei 2011

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR TABEL ...vii

DAFTAR GAMBAR ...viii

DAFTAR LAMPIRAN ...ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...3

1.3 Batasan Masalah ...3

1.4 Asumsi ...3

1.5 Tujuan penelitian ...3

1.6 Manfaat ...4

1.7 Sistematika Penulisan ...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Perawatan ...6

2.1.1 Tujuan Dasar Perawatan ...7

2.1.2 Tugas dan Kegiatan Perawata ...8

2.1.3 Jenis-Jenis Perawatan...10

2.2 Kebijaksanaan Pemeliharaan ...12

2.3 Kegagalan (Failures) ...15

(6)

2.4.1 Fungsi Keandalan ...18

2.4.2 Laju Kegagalan ...19

2.4.3 Mean Time To Failure ...21

2.4.4 Mean Time To Repair ...22

2.4.5 Distribusi Kegagalan ...23

2.5 Diagram Pareto ...25

2.6 Reliability Centered Maintenance ...27

2.6.1 Functions and Performance Standards ...29

2.6.2 Failure Modes and Effects Analysis ...30

2.6.3 Failure Consequences ...36

2.6.4 Proactive Task ...36

2.6.5 Default Action ...37

2.7 Biaya Pemeliharaan ...38

2.8 Metode Perawatan Perbandingan ...45

2.9 Penelitian – Penelitian terdahulu ...45

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...49

3.2 Identifikasi Variabel ...49

3.3 Metode Pengumpulan Data ...50

3.4 Metode Pengolahan Data ...52

3.5 Langkah-langkah Pemecahan Masalah ...55

(7)

4.2 Pengolahan Data ...63

4.2.1 Penentuan Komponen Kritis ...63

4.2.2 Functional Block Diagram ...67

4.2.3 Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) ...69

4.2.4 RCM II Decision Worksheet ...71

4.2.5 Penentuan Distribusi waktu lama perbaikan ...74

4.2.6 Menghitung Biaya penggantian Komponen ...75

4.2.7 Penentuan Biaya Perawatan ...79

4.3 Analisa Hasil dan Pembahasan ...81

4.3.1 Analisa Hasil Penelitian ...81

4.3.1.1 Analisa Penentuan Komponen Kritis ...81

4.3.1.2 Analisa Functional Block Diagram ...82

4.3.1.3 Analisa Failure Modes and Effects Analysis ...82

4.3.1.4 Analisa RCM II Decision Worksheet ...84

4.3.1.5 Analisa Penentuan Interval Perawatan ...85

4.3.1.6 Analisa Penentuan distribusi waktu antar perbaikan ...86

4.3.1.7 Analisa Penentuan Biaya Perawatan ...86

4.3.2 Pembahasan...87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...89

5.2 Saran ...90

(8)
(9)

ABSTRAKSI

PT. Riyadi Wiroto Santoso (Smart Advertising) bergerak dibidang periklanan. Produk - produk yang dihasilkan PT. Riyadi Wiroto Santoso (Smart Advertising) berupa spanduk, umbul-umbul, banner, backdrop,baliho,billboard dan produk-produk periklanan yang lain.

Kegiatan perawatan yang dilakukan bagian produksi selama ini kebijakan maintenance yang dijalankan dengan interval perawatan tertentu, selama ini dilakukan didasarkan pada tingkat kekritisan mesin. Semakin kritis mesin tersebut semakin semakin sering perawatan yang dilakukan. Akan tetapi pihak maintenance sendiri masih belum bisa mendiskripsikan tingkat kekritisan mesin. Dengan interval perawatan yang diterapkan saat ini masih saja terdapat kerusakan pada mesin dan tak jarang pula menyebabkan terhentinya proses produksi PT. Riyadi Wiroto Santoso (Smart Advertising) ingin mengetahui interval perawatan mesin Digital Printing Outdoor pada produksi printing tetapi nilai keandalan mesin dapat ditingkatkan sehingga produksi dapat berjalan lancar. Mesin Digital Printing Outdoor digunakan untuk alat sebagai mesin pencetak produk – produk periklanan yang berada di luar ruangan / gedung.

Metode penelitian yang digunakan adalah Reliability Centered Maintenance II dengan memadukan analisis kualitatif yang meliputi FMEA dan RCM II Decision Worksheet. Metode Reliability Centered Maintenance II ini digunakan untuk menentukan kegiatan dan interval perawatan berdasarkan pada RCM II Decision Worksheet sesuai dengan fungsi dan sistem dari mesin Digital Printing Outdoor dan FMEA digunakan untuk mengidentifikasi penyebab kegagalan serta efek yang ditimbulkan dari kegagalan tersebut.

Kegiatan dan interval perawatan berdasarkan RCM II Decision Worksheet sub komponen yang memiliki kegagalan potensial diantaranya adalah conection print head dengan interval perawatan selama 11529,984 jam dan biaya perawatan Rp 663.470,88; optic cable dengan interval perawatan selama 1537,43 jam dan biaya perawatan Rp 230.689,70; feeder board dengan interval perawatan selama 2824,96 jam dan biaya perawatan Rp 835.544,87; selenoid dengan interval perawatan selama 2418,816 jam dan biaya perawatan Rp 631.701,39.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi akhir-akhir ini berjalan dengan pesat. Hal ini dapat

dirasakan diberbagai kegiatan dan bidang kehidupan, khususnya bidang industri

manufaktur. Perubahan teknologi yang dipergunakan dapat menimbulkan

perubahan dari komponen input yang digunakan serta output yang dihasilkan.

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan produktivitas dan

penggunaan teknologi tinggi yang berupa mesin dan fasilitas produksi maka

kebutuhan akan fungsi perawatan akan semakin bertambah besar. Dalam usaha

untuk dapat terus menggunakan fasilitas produksi maka direncanakanlah kegiatan

perawatan yang dapat menunjang keandalan suatu mesin atau fasilitas produksi.

Keandalan mesin dan fasilitas produksi merupakan salah satu aspek yang dapat

mempengaruhi kelancaran proses produksi serta produk yang dihasilkan.

PT. Riyadi Wiroto Santoso bergerak dibidang Percetakan (advertising)

dengan hasil produksinya berupa barang-barang hasil percetakan yang berbentuk

undangan,pamflet,banner dan sejenisnya . Untuk menjaga kualitas produk agar

sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan, maka PT. Riyadi Wiroto

Santoso senantiasa berupaya untuk melakukan perubahan dan peningkatan

khususnya pada keandalan mesin. Dalam mempertahankan keandalan mesin,

sehubungan dengan hal tersebut penentuan kegiatan perawatan yang tepat

merupakan suatu hal yang sangat penting dalam mendukung terciptanya

(11)

Mesin yang akan diteliti adalah Digital Printing Outdoor (2008).

Permasalahan yang muncul adalah kerusakan yang terjadi sewaktu-waktu

menyebabkan adanya kegiatan overhaul dan replacement atau corrective

maintenance yang menimbulkan adanya kemacetan atau berhentinya proses

produksi serta biaya perawatan yang semakin besar sehingga menimbulkan

kerugian yang cukup berarti bagi perusahaan. Kondisi mesin sendiri dalam dua

tahun ini telah mengalami pergantian head sekali dan tingkat kerusakan sendiri

juga tergantung dengan tingkat perawatan yang dilakukan oleh operator.

Berdasarkan pada uraian tersebut maka dalam penelitian ini digunakan

metode Reliability Centered Maintenance II (RCM II) dimana Metode Reliability

Centered Maintenance II ini merupakan serangkai proses yang digunakan untuk

menentukan apa yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa aset-aset fisik

dapat berjalan dengan baik dalam menjalankan fungsi yang dikehendaki oleh

pemakainya dalam hal ini adalah perusahaan. Dan juga adanya penerapan metode

Reliability Centered Maintenance II dimaksudkan untuk mendapatkan selang

waktu perawatan yang ideal serta jenis kegiatan perawatan yang optimal apabila

dikaitkan dengan adanya kebutuhan untuk mendapatkan sebuah sistem yang

handal guna mendukung kegiatan proses produksi yang juga ditinjau dari aspek

ekonomis.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah

“Bagaimana menentukan interval perawatan pada Mesin Digital Printing Outdoor

(12)

1.3 Batasan Masalah

Batasan-batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. Penelitian dilakukan pada bagian produksi.

2. Peralatan yang menjadi obyek penelitian adalah mesin Digital Printing

Outdoor dan komponen – komponen kritis pada mesin tersebut.

3. Penyelesaian masalah dibatasi sampai pada penentuan perencanaan kegiatan

perawatan, penyebab kegagalan dan biaya perawatan berdasarkan interval

perawatan.

4. Data biaya yang diambil adalah tahun 2010.

1.4 Asumsi

Adapun asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Tindakan correctif maintenance maupun preventif maintenance pada peralatan

dapat memperlancar proses bekerjanya mesin sehingga dapat mengurangi

biaya yang ditimbulkan akibat break down.

2. Proses produksi berada pada kondisi normal dan tidak terjadi perubahan saat

pengambilan data

3. Harga mesin dan komponenya tidak berubah selama penelitian berlangsung.

1.5 Tujuan penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan yang dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Menentukan interval perawatan pada Mesin Digital Printing Outdoor.

(13)

1.6 Manfaat penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Masukan atau informasi kepada pihak perusahaan mengenai kegiatan dan

interval perawatan berdasarkan RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE

II Decision Worksheet serta dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

bagi pihak perusahaan dalam merencanakan manajemen perawatan.

2. Dengan diterapkannya metode Reliability Centered Maintenance II (RCM II)

pada perawatan mesin percetakan diharapkan dapat menjaga sistem secara

keseluruhan agar dapat berfungsi sesuai dengan tingkat performansi yang

diinginkan.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai

berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi penjelasan mengenai apa yang menjadi latar

belakang dilakukannya penelitian serta permasalahan apa yang

akan diteliti dan dibahas.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang teori-teori yang diambil dari beberapa

literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian

ini dan menjadi acuan atau pedoman dalam melakukan penelitian

(14)

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ketiga ini menjelaskan urutan langkah-langkah secara

sistematis dalam setiap tahapan penelitian yang akan dilakukan

untuk memecahkan masalah. Urutan langkah-langkah yang telah

ditetapkan tersebut merupakan suatu kerangka yang dijadikan

pedoman dalam pelaksanaan penelitian.

BAB IV : ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menjelaskan tentang pengolahan data dan analisanya

sehingga didapat hasil perhitungan yang sesuai dengan

permasalahan yang dihadapi berikut dengan pembahasan dari

hasil yang telah diperoleh.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisikan kesimpulan dari laporan secara

keseluruhan dan saran-saran yang diberikan sebagai bahan

pertimbangan bagi pihak instansi terkait.

DAFTAR PUSTAKA

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Perawatan

Usia kegunaan suatu barang dapat diperpanjang dengan melakukan

perbaikan dan pemeliharaan berkala dengan suatu aktivitas dikenal dengan istilah

perawatan.

Menurut Corder dalam bukunya Teknik Manajemen Pemeliharaan (2003),

perawatan adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk

menjaga suatu barang dalam atau memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa

diterima.

Menurut Assauri dalam bukunya yang berjudul Manajemen Produksi dan

Operasi (2003), perawatan adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga

fasilitas peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau penggantian yang

memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan.

Berdasarkan teori - teori diatas diambil kesimpulan bahwa perawatan adalah

kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas, mesin dan peralatan pabrik,

mengadakan perbaikan, penyesuaian atau penggantian yang diperlukan agar

didapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang

diharapkan. Manajemen perawatan adalah pengorganisasian operasi perawatan

untuk memberikan pandangan umum mengenai perawatan fasilitas industri.

Pengorganisasian ini mencakup penerapan dari metode manajemen dan metode

(16)

menggunakan suatu penguraian sederhana yang dapat diperluas melalui gagasan

dan tindakan.

2.1.1 Tujuan Dasar Perawatan

Beberapa tujuan dari manajemen perawatan adalah untuk menunjang

aktivitas dalam bidang perawatan, yaitu (Supandi, Manajemen Perawatan

Industri, 2003 dalam kadek, 2008) :

1. Memperpanjang waktu pengoperasian fasilitas industri yang digunakan

semaksimal mungkin, dengan biaya perawatan yang seminimum mungkin dan

adanya proteksi yang aman dari investasi modal.

2. Menyediakan modal biaya tertentu dan informasi-informasi lainnya yang

dapat menunjang penuh dalam bidang perawatan.

3. Menentukan metode evaluasi prestasi kerja yang dapat berguna untuk

manajemen secara umum dan bagi pengawas (supervisor) perawatan

khususnya.

4. Membantu dalam menciptakan kondisi kerja yang aman, baik untuk bagian

operasi maupun personil perawatan lainnya dengan menetapkan dan menjaga

standar perawatan yang benar.

5. Meningkatkan keterampilan para pengawas dan para operator perawatan

melalui latihan.

Adapun tujuan utama dari fungsi perawatan (maintenance) menurut Corder

adalah (Corder, Anthony. Teknik Manajemen Pemeliharaan. 2003 ; 3) :

1. Untuk memperpanjang usia kegunaan asset (yaitu setiap bagian dari suatu

(17)

2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk

produksi atau jasa dan mendapatkan laba investasi (return of investment)

maksimum yang mungkin.

3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan

dalam keadaan darurat setiap waktu.

4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

2.1.2 Tugas dan Kegiatan Perawatan

Kegiatan-kegiatan perawatan, dapat digolongkan ke dalam salah satu dari

lima pokok berikut (Assauri, Sofjan. Manajemen Produksi dan Operasi. 2003 ;

129-130) :

1. Inspeksi (inspections)

Meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara berkala (Routine

Schedule Check) bangunan dan peralatan pabrik sesuai dengan rencana serta

kegiatan pengecekan atau pemeriksaan terhadap peralatan yang mengalami

kerusakan.

2. Kegiatan Teknik (Engineering)

Meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli dan kegiatan

pengembangan peralatan atau komponen peralatan yang perlu diganti.

3. Kegiatan Produksi

Kegiatan produksi ini merupakan kegiatan untuk memperbaiki dan

mereparasi mesin dan peralatan, melaksanakan pekerjaan yang disarankan

atau diusulkan dalam kegiatan inspeksi dan teknik, melaksanakan kegiatan

(18)

Tabel 2.1 simbol simbol kegiatan produksi

Simbol Pengertian

Untuk Operasi

Untuk Pemeriksaan

Proses operasi dan

inspeksi

Untuk penyimpanan /

menunggu

Untuk Transportasi

4. Pekerjaan Administratif

Kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan mengenai biaya yang

berhubungan kegiatan pemeliharaan, komponen yang dibutuhkan, waktu yang

dilakukannya inspeksi dan perbaikan.

5. Pemeliharaan Bangunan (House Keeping)

Kegiatan untuk menjaga agar bangunan gedung tetap terpelihara dan

terjamin kebersihannya, meliputi pembersihan dan pengecatan gedung dan

kegiatan pemeliharaan peralatan lain yang tidak termasuk dalam kegiatan

teknik dan produksi dari bagian perawatan.

Adapun tujuan pokok dari kegiatan pemeliharaan yang diadakan, yaitu

1. Untuk mengoptimumkan: efisiensi, ketersediaan dan MTBF dengan cara :

(19)

b. Melaksanakan program pemeliharaan pencegahan

c. Melaksanakan manajemen instrument (monitoring pemakaian peralatan,

kebijakan suku cadang, pelatihan)

2. Untuk meningkatkan kendali mutu (Quality Control) pekerjaan di lab. dengan

cara :

a. Mempersiapkan dokumen SOP (Standard Operation Procedures)

b. Mempersiapkan dokumen SPMP (Standard Preventive Maintenance

Procedures) dan Pengendalian mutu (Quality Control).

c. Melaksanakan manajemen pemeliharaan

d. Menyelenggarakan pelatihan

Selain itu berhasil tidaknya kegiatan pemeliharaan yang dilakukan untuk

mencegah terjadinya kerusakan dapat dinilai melalui pengamatan atau

pengevaluasian sebagai berikut :

1. Kenaikan masa pakai operasi peralatan yang diukur pada MTBF (Mean Time

Between Failure) yaitu : Selang waktu rata-rata diantara dua saat kerusakan

atau kegagalan peralatan

2. Pengurangan pada nilai kerugian, yang dilihat pada MTTR (Mean Time To

Repair) yaitu : Selang waktu rata-rata yang diperlukan untuk mereparasi

instrument, termasuk waktu untuk menunggu pengadaan suku cadang.

2.1.3 Jenis-Jenis Perawatan

Ditinjau dari saat pelaksanaan pekerjaan perawatan dapat dibagi menjadi

dua cara, yaitu (Supandi, Manajemen Perawatan Industri, 2003) :

(20)

Pengorganisasian pekerjaan perawatan yang dilakukan dengan pertimbangan

ke masa depan, terkontrol dan tercatat.

2. Unplanned Maintenance

Cara pekerjaan perawatan darurat yang tidak direncanakan (unplanned

emergency maintenance).

Kegiatan perawatan dalam suatu perusahaan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu

(Assauri, Sofjan. Manajemen Produksi dan Operasi. 2003; 124-126) :

1. Preventive Maintenance(Time Base Maintenance)

Merupakan kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk

mencegah timbulnya kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi

yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu

proses produksi.

a. Routine maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang

dilakukan secara rutin, misalnya setiap hari.

b. Periodic maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang

dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya

setiap satu minggu sekali, meningkat menjadi satu bulan sekali.

2. Corrective Maintenance

Adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan setelah

terjadinya suatu kerusakan atau kelainan pada fasilitas atau peralatan,

sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik.

(21)

Suatu sistem perawatan yang dilakukan untuk merubah sistem suatu alat

menjadi maksimal penggunaannya. Tujuan dari improvement maintenance

adalah :

a. Memudahkan operasi dari suatu mesin.

b. Memudahkan pemeliharaan.

c. Menaikkan hasil kapasitas produksi.

d. Memperkecil biaya pemeliharaan akibat ketidak efisienan dari penggunaan

suatu mesin.

e. Meningkatan keselamatan kerja.

Selain jenis perawatan diatas, juga terdapat jenis perawatan lain sebagai berikut :

1. Predictive Maintenance (Condition Base Maintenance), sering berhubungan

dengan memonitor kondisi program perawatan preventif dimana metode

memonitor secara langsung digunakan untuk menentukan kondisi peralatan

secara teliti.

2. Maintenance Prevention merupakan usaha mengarahkan maintenance free

design yang digunakan dalam konsep Total Predictive Maintenance (TPM).

3. Adaptive Maintenance menggunakan software computer untuk memproses

data yang diperlukan untuk perawatan.

Perfective Maintenance, meningkatkan kinerja, pembungkusan atau

pengepakan atau pemeliharaan dengan menggunakan software computer

2.2 Kebijaksanaan Pemeliharaan

Beberapa faktor perlu dipertimbangkan bila kebijaksanaan (policy)

(22)

menjamin bahwa pemeliharaan dilaksanakan dengan efisiensi yang maksimum,

dan alat-alat tersebut harus dapat beroperasi pada saat ia dibutuhkan. Tujuan ini

dapat lebih mudah dicapai bila alasan-alasan untuk kebijaksanaan pemeliharaan

telah dimengerti dan dipahami. Bila kebijaksanaan pemeliharaan hendak

dilaksanakan, faktor-faktor berikut harus diperhatikan :

a. Operational requirements

Faktor Operational requirements sangat penting dalam menentukan

kebijaksanaan pemeliharaan. Dengan Operational requirements dimaksudkan

agar fungsi suatu peralatan harus dapat ditunjukkan dan dibawah kondisi

yang bagaimana ia harus menunjukkan fungsinya tersebut. Dan tujuan dari

organisasi pemeliharaan adalah untuk menjamin bahwa operasional dapat

dicapai dengan biaya minimum.

b. Equipment characteristics (EC)

Equipment characteristics mencakup bagaimana suatu alat dibuat secara

elektrik dan mekanik, dan cara bagaimana ia bisa bekerja secara memuaskan

dan memenuhi operasional yang dikehendaki. Semakin besar kekomplekan

suatu alat semakin sulit tugas pemeliharaan, karena akan semakin sulit pula

mengisolir kegagalan. Bila tugas tsb semakin sulit, maka kebutuhan untuk

pelatihan yang baik atau alat-alat bantu untuk pelaksanaan tugas akan semakin

meningkat kepentingannya. Adalah sangat penting memperhatikan

persyaratan-persyaratan awal (precaution) operasi suatu alat untuk keperluan

keselamatan yang mencakup karakteristik elektrik dan mekanik. Karakteristik

lain yang penting diperhatikan adalah persyaratan lingkungan kerja alat, yaitu

(23)

adalah sangat penting adanya hubungan yang erat antara kondisi lingkungan,

keandalan dan kebijaksanaan pemeliharaan.

c. Aids to maintenance

Peralatan bantu untuk pemeliharaan adalah tools, peralatan untuk

pengujian dan informasi yang menyangkut alat tsb. (catalog, operation

manuals, service manuals) untuk keperluan pemeliharaan.

d. Training

Untuk melakukan training memerlukan waktu dan biaya, maka training

adalah merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan

kebijaksanaan pemeliharaan. Training yang dibutuhkan dapat disimpulkan

dari perbedaan antara kemampuan yang dikehendaki dan kemampuan

mula-mula orang yang terpilih untuk itu. Jadi kemampuan mula-mula-mula-mula plus

pemberian sesuatu dalam training menghasilkan kemampuan yang

dikehendaki. Adalah dimungkinkan untuk mengurangi biaya pelatihan dengan

cara meningkatkan standar seleksi para teknisi dan mempersingkat masa

training, atau dengan menyempurnakan alat-alat bantu untuk pemeliharaan

dengan maksud untuk menyederhanakan tugas-tugas, dan mengatasi masalah

kurangnya kemampuan teknisi yang ada.

e. Job environment

Kondisi dimana para teknisi bekerja adalah juga sama pentingnya

dengan kondisi dimana alat beroperasi. Diluar kepuasan fisik ruangan kerja,

faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah ketersediaan

suku-cadang, jumlah supervisi dan bimbingan yang diberikan, waktu yang tersedia

(24)

Kebijaksanaan perawatan yang paling baik adalah hasil kombinasi optimum

dari kontribusi faktor-faktor tersebut diatas. Dan adalah agak sulit untuk

menyatakan hal tersebut secara matematis. Tetapi adalah cukup bagi para teknisi

untuk mengetahui bahwa kebijaksanaan pemeliharaan yang harus dilakukannya

adalah merupakan hasil keseimbangan diantara faktor-faktor tersebut. Sudah tentu

ketepatan kebijaksanaan yang diambil juga tergantung ketepatan informasi yang

diperoleh. Beberapa aspek yang penting dalam hal ini adalah :

1. Data informasi keadaan alat (status alat)

2. Teknisi pemeliharaan (kemampuan, dedikasi terhadap prosedur dan sistem

kerja, log-book). Teknisi adalah kunci dari umpan balik (feed back) proses

yang diperoleh dari data hasil pengukuran dan observasinya. Semakin lengkap

data yang dapat disimpulkan dan dikumpulkannya, semakin tepat

kebijaksanaan yang akan dilaksanakan.

3. Informasi khusus mengenai alat adan informasi umum tentang komponen

(basis data instrumen).

Faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap kebijaksanaan pemeliharaan

dapat diilustrasikan dalam gambar sebagai berikut :

2.3 Kegagalan (Failures)

Kegagalan dapat didefinisikan sebagai terhentinya kemampuan suatu item

dapat berupa komponen sampai berupa satu system yang kompleks untuk

menjalankan fungsinya. Kegagalan dari suatu komponen dapat diklasifikasikan

menjadi tiga kelompok, yaitu (Priyanta, Dwi. Keandalan dan Perawatan.2003

dalam kadek, 2008) :

(25)

Kegagalan primer dapat didefinisikan sebagai suatu komponen berada

dalam keadaan rusak (non-working state) dimana komponen tersebut memang

diperhitungkan akan mengalami kegagalan, sehingga perlu diadakan aksi

perbaikan agar komponen tersebut dapat kembali berada pada keadaan siap

bekerja (working state). Kegagalan primer pada komponen akan terjadi pada

design envelope dari komponen, dan penyebab dari kegagalan ini adalah umur

dari komponen. Sebagai contoh kerusakan pada tangki karena kelelahan

material merupakan contoh dari kegagalan primer.

2. Kegagalan sekunder (secondary failure)

Kegagalan sekunder dapat dikatakan sama dengan kegagalan primer

kecuali kegagalan komponen terjadi diluar perhitungan. Stres yang berlebihan

yang diterima komponen baik pada masa lalu maupun pada saat sekarang

merupakan penyebab kegagalan sekunder. Stres ini melibatkan amplitudo dari

kondisi yang tidak dapat ditolrir, frekuensi, durasi, atau polaritas, dan input

sumber-sumber energi termal, mekanikal elektrikal, kimia, magnetik, atau

radioaktif.

3. Kesalahan perintah (command faults)

Kesalahan perintah didefinisikan sebagai komponen berada dalam

keadaan rusak (non-working state ) karena kesalahan sinyal pengontrol atau

noise, seringkali aksi perbaikan tidak diperlukan untuk mengembalikan

(26)

Gambar 2.3 Karakteristik Kegagalan komponen

Gambar diatas menunjukkan karakteristik kegagalan dari sebuah komponen.

Lingkaran pertama yang mengelilingi lingkaran yang bertuliskan component

failure menunjukkan bahwa kegagalan komponen disebabkan oleh (1) primary

failure, (2) secondary failure atau (3) command faults. Berbagai penyebab yang

mungkin dari ketiga kategori kegagalan ini ditunjukkan oleh lingkaran terluar.

2.4 Keandalan

Pemeliharaan tidak dapat dipisahkan terhadap keandalan. Jika suatu

instrument dapat dibuat betul-betul andal, maka sama sekali tidak diperlukan

pekerjaan pemeliharaan. Oleh sebab itu adalah sangat essensial bagi orang-orang

pemeliharaan mengetahui tentang keandalan dan hubungannya dengan masalah

pemeliharaan. Pengetahuan tentang mana komponen yang hampir seluruhnya

(27)

Efek-efek terhadap keandalan dan juga terhadap maintenance dari

faktor-faktor: temperatur, kelembaban dan goncangan adalah juga penting, disamping

metoda khusus seperti redundansi, dimana keandalan dapat diperbaiki pada tahap

desain.

Keandalan (reliability) didefinisikan sebagai probabilitas suatu komponen

atau sistem akan melakukan fungsi yang diinginkan sepanjang suatu periode

waktu tertentu bilamana digunakan pada kondisi-kondisi pengoperasian yang

telah ditentukan.

2.4.1 Fungsi Keandalan

Dalam mengevaluasi keandalan, variabel random yang dipakai umumnya

adalah waktu dengan :

{

T t

}

P t

R( )= ≥ ... (2.1)

dimana : R(t)≥0,R(0)=1 dan lim ( )=0

∞ → R t

t

R(t) = Probabilitas waktu kegagalan dimana nilainya lebih besar atau

sama dengan t

Jika didefinisikan menjadi :

} { ) ( 1 )

(t R t P T t

F = − = < ... (2.2) dimana : F(0) = 0 dan lim ( )=1

∞ → F t

t

F(t) = Probabilitas kegagalan yang terjadi sebelum waktu t

Pada saat t = 0 komponen atau sistem berada dalam kondisi akan

beroperasi, sehingga probabilitas komponen atau sistem itu untuk mengalami

(28)

mendekati 1 (Ebeling, Charles E. Reliability and Maintanability Engineering.

1997 ; 23-24).

dt t dR dt

t dF t

f( )= ( ) =− ( ) ... (2.3)

Selanjutnya disebut sebagai probability density function dimana fungsi ini

menggambarkan bentuk dari failure distribution yang meliputi f(t)≥0 dan

1 ) (

0 =

f t d t , sehingga

= t f t dt t

F

0

) ( )

( ... (2.4)

=

t

dt t f t

R( ) ( ) ... (2.5)

2.4.2 Laju Kegagalan

Laju kegagalan dari suatu komponen atau sistem dapat di plot pada suatu

kurva dengan variabel random waktu sebagai absis dan laju kegagalan dari

komponen atau sistem sebagai ordinat. Kurva bathub ini terdiri dari tiga buah

bagian utama, yaitu masa awal (burn-in period), masa yang berguna (useful life

period), dan masa aus (wear out period).

)

0 t1 t2 t

λ(t)

Random Failures Early Failures

Burn-in Useful life Wearout

Wearout Failures

Gambar 2.4 Kurva Bathub

(29)

1. Periode 0 sampai dengan t1, mempunyai waktu yang pendek pada permulaan

bekerjanya peralatan. Kurva menunjukkan bahwa laju kerusakan menurun

dengan bertambahnya waktu atau diistilahkan dengan Decreasing Failure

Rate (DFR). Kerusakan yang terjadi umumnya disebabkan kesalahan dalam

proses menufakturing atau desain yang kurang sempurna. Jumlah kerusakan

berkurang karena alat yang cacat telah mati kemudian diganti atau cacatnya

dideteksi atau direparasi. Jika suatu peralatan yang dioperasikan telah

melewati periode ini, berarti desain dan pembuatan peralatan tersebut di

pabriknya sudah benar. Periode ini dikenal juga dengan periode pemanasan

(burn in period). Model probabilitas yang sesuai adalah distribusi Weibull

dengan α >1

2. Periode t1 sampai t2 mempunyai laju kerusakan paling kecil dan tetap yang

disebut Constant Failure Rate (CFR). Periode ini dikenal dengan Useful Life

Period. Kerusakan yang terjadi bersifat random yang dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan bekerjanya peralatan, sehingga periode ini merupakan periode

pemakaian peralatan yang normal dan dikarakteristikkan secara pendekatan

dengan jumlah kerusakan yang konstan tiap satuan waktu.distribusi yang

sesuai adalah distribusi Eksponensial atau Weibull dengan α =1

3. Pada periode setelah t2 menunjukkan kenaikan laju kerusakan dengan

bertambahnya waktu yang sering disebut dengan Increasing Failure Rate

(IFR). Hal ini terjadi karena proses keausan peralatan. Model distribusi yang

sesuai adalah Distribusi Weibull dengan α >1.

Probabilitas dari komponen untuk mengalami kegagalan pada interval waktu

(30)

diekspresikan dalam bentuk fungsi distribusi kumulatif sebagai F(t+∆t)−F(t)

sehingga menjadi :

) ( ) ( ) ( ) ( t R t F t t F t T t t T t

P < ≤ +∆ > = +∆ − ... (2.6)

Dengan interval waktu ∆t dan membuat ∆t→0, maka akan diperoleh laju

kegagalan dari suatu komponen dan diekspresikan dengan notasi z(t)

(Dwi Priyanta, 13-15).

) ( 1 . ) ( ) ( lim ) (

0 t R t

t F t t F t z t ∆ − ∆ + = →

∆ ... (2.7)

) ( ) ( ) ( t R t f t

z = ... (2.8)

Persamaan (2.8) disubtitusikan ke persamaan (2.3) menjadi :

dt t dR t R t

z ( )

) ( 1 )

( =− ... (2.9)

Kedua ruas 0 sampai t diintergralkan dan disubtitusikan dengan R(0) = 1

menjadi : ) ( ln ) ( 0 t R dt t z t − =

... (2.10)

Atau

e

t du u z

t R = −∫0

) (

)

( ... (2.11)

Untuk laju kegagalan yang konstan, z(t) = λ maka berubah menjadi :

e

t

t

R( )= −λ ... (2.12)

2.4.3 Mean Time To Failure

Mean Time To Failure adalah rata-rata waktu suatu system akan

(31)

(mean time to failure = MTTF) dari suatu komponen yang memiliki fungsi

densitas kegagalan (failure density function) f(t). Secara matematis waktu rata-rata

kegagalan dapat diekspresikan sebagai :

∞ =

0

) (t dt tf

MTTF ... (2.13)

Dengan mensubstitusikan persamaan (2.3) ke dalam persamaan (2.13), maka

diperoleh :

∞ ′ − = 0 ) (t dt R t

MTTF ... (2.14)

Integral

[

]

+

− =

0

0 ( )

)

(t R t dt

tR

MTTF ... (2.15)

Jika MTTF < ∞, maka nilai dari

[

tR(t)

]

0∞ =0, sehingga :

∞ =

0

) (t dt R

MTTF ... (2.16)

Untuk komponen yang memiliki fungsi keandalan R(t)=e−λt, maka diperoleh :

λ

λ 1

0

= =∞

edt

MTTF t ... (2.17)

2.4.4 Mean Time To Repair

Mean Time To Repair adalah waktu dimana suatu produk atau system

mulai rusak sampai selesai diperbaiki. Secara umum, waktu perbaikan atau Mean

Time To Repair diberlakukan sebagai variable random karena kejadian yang

berulang-ulang dapat mengakibatkan perbaikan yang berbeda-beda. MTTR

(32)

∞ ∞ − = = 0 0 )) ( 1 ( ) (

.h t dt H t dt

t

MTTR ... (2.18)

Dimana :

h(t) : fungsi kepadatan peluang untuk data waktu perbaikan

H(t) : fungsi distribusi kumulatif untuk data waktu perbaikan

t : waktu

2.4.5 Distribusi Kegagalan

Distribusi kegagalan yang sering digunakan di dalam teori keandalan

adalah distribusi Lognormal, Weibull dan Eksponensial. Berikut ini adalah

penjelasan dari masing-masing distribusi terebut, yaitu : (Priyanta, 2003 dalam

kadek, 2008)

1. Distribusi Lognormal

Time to failure dari suatu komponen dikatakan memiliki distribusi

lognormal bola y = ln T, mengikuti distribusi normal dengan probability

density function :

            − = 2 2 ln 2 1 exp 2 1 ) ( med t t s st t f

π dan t≥0 ... (2.19)

Mean Time To Failure dari distribusi lognormal :

    = 2 exp 2 s t

MTTF med ... (2.20)

dengan variance :

[

exp( ) 1

]

)

exp( 2 2

2

2 = −

s s

tmed

σ ... (2.21)

(33)

    Φ − = med t t s t

R( ) 1 1ln ... (2.22)

Dimana parameter s adalah standar deviasi, tmed adalah median time to failure

dan σ adalah variance.

2. Distribusi Weibull

Jika time to failure dari suatu komponen adalah T mengikuti distribusi

Weibull dengan tiga parameterβ,ηdanγ , maka probability density function

dapat dirumuskan sebagai :

e

t t t f β η γ β η γ η β    − − −     − = 1 )

( ... (2.23)

dengan : β = shape parameter, η = scale parameter, γ = shape parameter

Jika nilai dari γ = 0, maka akan diperoleh distribusi Weibull dengan dua

parameter yaitu β dan η dengan probability density function :

e

t t t f β η β η η β    − −     = 1 )

( ... (2.24)

Mean Time To Failure dari distribusi Weibull adalah :

    + Γ +

= 1 1

β η γ

MTTF ... (2.25)

dengan variance sebagai :

                  + Γ −     + Γ = 2 2 2 1 1 1 2 β β η

σ ... (2.26)

dan fungsi keandalannya adalah :

e

t t R β η γ     − − = )

( ... (2.27)

(34)

− −

=

Γ x x y

dy e y x 0 1 )

( ... (2.28)

3. Distribusi Eksponensial

Jika time to failure dari suatu komponen adalah terdistribusi secara

eksponensial dengan parameter λ, maka probability density function dapat

dirumuskan sebagai :

t

e t

f( )=λ −λ ... (2.29)

Mean Time To Failure dari distribusi eksponensial adalah :

λ 1 ) ( 0 = =∞

R t dt

MTTF ... (2.30)

dengan variance :

∞ − =       − = 0 2 2

2 1 1

λ λ λ σ λ dt e

t t ... (2.31)

dan fungsi keandalannya yaitu :

t

e t

R( )= −λ ... (2.32)

2.5 Diagram Pareto

Diagram pareto diperkenalkan oleh seorang ahli yaitu Alfredo Pareto

(1848 – 1923). Diagram Pareto ini merupakan suatu gambar yang mengurutkan

klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan ranking tertinggi hingga

terendah. Penyusunan diagram pareto meliputi enam langkah :

1. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data.

2. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik.

3. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan.

4. Merangkum data dan membuat ranking kategori data tersebut dari yang

(35)

5. Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang digunakan.

6. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relative

masing-masing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal yang penting untuk

[image:35.595.118.512.191.530.2]

mendapat perhatian

Gambar 2.6 Diagram Pareto

Sumber : Maintainability and Maintenance Management (Joseph D. Patton).

Tujuan dari diagram pareto adalah (Ariani, Dorothea Wahyu. Pengendalian

Kualitas Statistik. 2004 dalam kadek, 2008) :

1. Membantu menemukan permasalahan yang paling penting untuk segera

diselesaikan (ranking tertinggi) sampai dengan masalah yang tidak harus

segera diselesaikan (rangking terendah).

2. Mengidentifikasi masalah yang paling penting yang mempengaruhi usaha

perbaikan kualitas.

3. Memberikan petunjuk dalam mengalokasikan sumber daya terbatas untuk

(36)

4. Membandingkan kondisi proses, misalnya ketidaksesuaian proses sebelum dan

setelah diambil tindakan perbaikan terhadap proses.

2.6 Reliability Centered Maintenance

Reliability Centered Maintenance adalah sebuah proses yang digunakan

untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa semua aset

fisik terus melakukan apa yang user ingin dilakukan dalam kondisi operasinya

saat ini. Reliability Centered Maintenance berdasarkan pada paham bahwa setiap

aset digunakan untuk memenuhi fungsi atau fungsi spesifik dan perawatan itu

berarti melakukan apapun yang perlu untuk memastikan bahwa aset terus

memenuhi fungsinya untuk kepuasan user (Moubray, John. Reliability Centered

Maintenance second edition. 2005).

Tujuan dari Reliability Centered Maintenance adalah (Hutabarat, Rilly.

Reliability Centered Maintenance) :

1. Untuk mengembangkan desain yang sifat mampu dipeliharanya

(maintainability) baik.

2. Untuk memperoleh informasi yang penting untuk melakukan improvement

pada desain awal yang kurang baik.

3. Untuk mengembangkan sistem maintenance yang dapat mengembalikan

kepada reliability dan safety seperti awal mula equipment dari deteriorasi yang

terjadi setelah sekian lama dioperasikan.

4. Untuk mewujudkan semua tujuan diatas dengan biaya minimum.

Kelebihan yang dimiliki oleh Reliability Centered Maintenance ini adalah

(37)

1. Dapat membuat suatu kegiatan ataupun program maintenance menjadi lebih

efisien.

2. Meminimasi frekuensi dilakukannya overhaul.

3. Menurunkan biaya maintenance dengan mengeliminasi kegiatan maintenance

atau overhaul yang tidak perlu.

4. Pengurangan probabilitas terjadinya kegagalan pada suatu alat atau fasilitas

produksi.

5. Menambah keandalan komponen.

Pada dasarnya Reliability Centered Maintenance berusaha menjawab

7 pertanyaan utama tentang item atau peralatan yang menjadi obyek penelitian.

Ketujuh pertanyaan mendasar Reliability Centered Maintenance tersebut antara

lain (Moubray, John. Reliability Centered Maintenance second edition. 2005 ; 7) :

1. Apakah fungsi dan hubungan performansi standar dari item dalam konteks

operasional saat ini ?

2. Bagaimana item atau peralatan tersebut rusak dalam menjalankan fungsinya ?

3. Apa yang menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi tersebut ?

4. Apakah yang terjadi pada saat terjadi kerusakan ?

5. Bagaimana masing-masing kerusakan tersebut terjadi?

6. Apakah yang dapat dilakukan untuk memprediksi dan mencegah

masing-masing kegagalan tadi ?

7. Apakah yang harus dilakukan apabila kegiatan proaktif yang sesuai tidak

berhasil ditemukan ?

Disamping metode Reliability Centered Maintenance II, terdapat juga

(38)

Reliability Centered Maintenance II memiliki keunggulan seperti yang telah

disebutkan diatas sehingga program maintenance dapat lebih efisien.

Sebelumnya dilakukan perhitungan downtime untuk mengetahui

komponen-komponen mana saja yang kondisinya kurang baik dan sangat

membutuhkan perbaikan (downtime). Berikut rumus untuk menentukan

persentase downtime pada setiap komponen :

% downtime = x100%

Tdk Tdk

Dimana : Tdk = Total downtime pada tiap komponen

Tdk = Jumlah keseluruhan total downtime pada tiap komponen

2.6.1 Functions and Performance Standards

Tujuan functions and performance standards adalah menentukan fungsi

equipment systems agar dapat beroperasi sesuai performance standards yang

telah ditetapkan dalam kebijaksanaan perusahaan. Berpedoman pada functions

and performance standards.

Reliability Centered Mintenance mendefinisikan fungsi setiap aset disertai

performance standards yang diharapkan. Apa yang pengguna ekspektasikan

dalam melakukan pengunaan dikategorikan dalam 2 fungsi, yaitu :

1. Fungsi primer merupakan fungsi utama, seperti output, kecepatan, kapasitas,

kualitas produk atau pelanggan.

2. Fungsi standar artinya dimana diharapkan bahwa setiap aset dapat melakukan

lebih dari fungsi primer, seperti keselamatan, baik bagi lingkungan,

(39)

2.6.2 Failure Modes and Effects Analysis

Failure modes and effects analysis (FMEA) merupakan salah satu teknik

yang sistematis untuk menganalisa kegagalan. Teknik ini dikembangkan pertama

kali sekitar tahun 1950-an oleh para reliability engineers yang sedang

mempelajari masalah yang ditimbulkan oleh peralatan militer yang mengalami

malfungsi.

Failure modes and effects analysis sering menjadi langkah awal dalam

mempelajari keandalan sistem. Kegiatan Failure modes and effects analysis

melibatkan banyak hal-seperti me-review berbagai komponen dan subsistem

untuk mengidentifikasi mode, penyebab, serta dampak kegagalan yang

ditimbulkan. Untuk masing-masing komponen, berbagai mode kegagalan berikut

dampaknya pada sistem ditulis pada sebuah Failure modes and effects analysis

worksheet.

Secara umum tujuan dari penyusunan Failure modes and effects analysis

adalah sebagai berikut :

1. Membantu dalam pemilihan desain alternatif yang memiliki keandalan dan

keselamatan potensial yang tinggi selama fase desain.

2. Untuk menjamin bahwa semua bentuk mode kegagalan berikut dampak yang

ditimbulkannya.

3. Membuat list kegagalan potensial , serta mengidentifikasi seberapa besar

dampak yang ditimbulkannya.

4. Men-develop kriteria awal untuk rencana dan desain pengujian serta untuk

membuat daftar pemeriksaaan sistem.

(40)

6. Sebagai dokumentasi untuk referensi pada masa yang akan datang untuk

membantu menganalisa kegagalan yang terjadi di lapangan serta membantu

bila sewaktu-waktu terjadi perubahan desain.

7. Sebagai data input untuk studi banding.

8. Sebagai basis untuk menentukan prioritas perawatan korektif.

Kegunaan dari Failure Modes and Effects Analysisadalah sebagai berikut :

1. Ketika diperlukan tindakan preventif atau pencegahan sebelum masalah

terjadi.

2. Ketika ingin mengetahui atau mendata alat deteksi yang ada jika terjadi

kegagalan.

3. Pemakaian proses baru.

4. Perubahan atau pergantian komponen peralatan.

5. Pemindahan komponen atau proses kea rah baru

Dalam menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan maka tim Failure

modes and effects analysis harus mendefinisikan terlebih dahulu tentang severity,

occurrence, detection serta hasil akhirnya yang berupa Risk Priority Number

(RPN). Berikut adalah penjelasan dari masing-masing definisi diatas, yaitu :

1. Severity

Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa resiko yaitu

menghitung seberapa besar dampak atau intensitas kejadian mempengaruhi

output proses. Severity adalah suatu perkiraan subyektif mengenai kerumitan

suatu kegagalan dan bagaimana buruknya pengguna akhir akan merasakan

akibat dari kegagalan tersebut. Dampak tersebut dirancang mulai skala 1

(41)
[image:41.595.108.520.107.622.2]

Tabel 2.1 Rating Severity dalam FMEA

Rating Akibat Kriteria Verbal Akibat pada produksi

1 Tidak ada

akibat

Tidak ada akibat apa-apa (tidak ada akibat) dan tidak ada penyesuaian yang diperlukan

Proses berada dalam pengendalian tanpa perlu penyesuaian

2

Akibat sangat ringan

Mesin tetap beroperasi dan aman, hanya terjadi sedikit gangguan peralatan yang tidak berarti

Proses berada dalam pengendalian hanya membutuhkan sedikit penyesuaian

3 Akibat

ringan

Mesin tetap operasi dan aman, hanya terjadi sedikit gangguan

Proses berada diluar pengendalian beberapa penyesuaian diperlukan

4 Akibat

minor

Mesin tetap beroperasi dan aman, namun terdapat gangguan kecil

Kurang dari 30 menit downtime atau tidak ada kehilangan waktu produksi

5 Akibat

moderat

Mesin tetap beroperasi dan aman, namun telah

menimbulkan beberapa kegagalan produk

30 – 60 menit downtime

6 Akibat

signifikan

Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi menimbulkan kegagalan produk

1 – 2 jam downtime

7 Akibat

major

Mesin tetap beroperasi dan aman, tetapi tidak dapat dijalankan

2 – 4 jam downtime

8 Akibat

ekstrim

Mesin tidak dapat beroperasi, telah kehilangan fungsi utama mesin

4 – 8 jam downtime

9 Akibat

serius

Mesin gagal beroperasi, serta tidak sesuai dengan peraturan keselamatan kerja

> 8 jam downtime

10 Akibat

berbahaya

Mesin tidak layak beroperasi, karena dapat menimbulkan kecelakaan secara tiba-tiba, bertentangan dengan peraturan keselamatan kerja

> 8 jam downtime

Sumber : Reliability Centered Maintenance second edition (John Moubray, 2005)

2. Occurrence

Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi

(42)

failure rates). Dengan memperkirakan kemungkinan occurrence pada skala 1

[image:42.595.107.513.160.558.2]

sampai 10.

Tabel 2.2 Rating Occurrence dalam FMEA

Rating Kejadian Kriteria Verbal Tingkat Kejadian

1 Hampir tidak

pernah

Kerusakan hampir tidak pernah terjadi

>10.000 jam operasi mesin

2 Remote Kerusakan jarang terjadi 6.001 – 10.000 jam

operasi mesin

3 Sangat

sedikit

Kerusakan terjadi sangat sedikit

3.001 – 6.000 jam operasi mesin

4 Sedikit Kerusakan terjadi sedikit 2.001 – 3.000 jam

operasi mesin

5 Rendah Kerusakan terjadi pada

tingkat rendah

1.001 – 2000 jam operasi mesin

6 Medium Kerusakan terjadi pada

tingkat medium

401 – 1.000 jam operasi mesin

7 Agak tinggi Kerusakan terjadi agak tinggi 101 – 400 jam operasi

mesin

8 Tinggi Kerusakan terjadi tinggi 11 – 100 jam operasi

mesin

9 Sangat

tinggi

Kerusakan terjadi sangat

tinggi 2 – 10 jam operasi mesin

10 Hampir

selalu Kerusakan selalu terjadi < 2 jam operasi mesin

3. Detection

Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan atau

mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Berdasarkan pada rating detection,

jika detection menunjukkan “tidak pasti” maka dapat dikatakan sistem kontrol

yang berfungsi tidak dapat mendeteksi kegagalan yang muncul dan termasuk

ke dalam rating 10 dan seterusnya seperti yang telah dijelaskan pada table

(43)
[image:43.595.109.522.109.724.2]

Tabel 2.3 Rating Detection dalam FMEA

Rating Akibat Kriteria Verbal

1 Hampir pasti Perawatan preventif akan selalu mendeteksi

penyebab potensial kegagalan dan mode kegagalan

2 Sangat tinggi

Perawatan preventif memiliki kemungkinan sangat

tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial

kegagalan

3 Tinggi

Perawatan preventif memiliki kemungkinan tinggi

untuk mendeteksi penyebab potensial kegagalan dan

mode kegagalan

4 Moderat tinggi

Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderat

tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial

kegagalan dan mode kegagalan

5 Moderat

Perawatan preventif memiliki kemungkinan moderat

untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode

kegagalan

6 Rendah

Perawatan preventif memiliki kemungkinan rendah

untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode

kegagalan

7 Sangat rendah

Perawatan preventif memiliki kemungkinan sangat

rendah untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan

mode kegagalan

8 Sedikit

Perawatan preventif memiliki sedikit kemungkinan

untuk mendeteksi penyebab kegagalan dan mode

kegagalan

9 Sangat sedikit

Perawatan preventif memiliki sangat sedikit

kemungkinan untuk mendeteksi penyebab kegagalan

dan mode kegagalan

10 Tidak pasti Perawatan preventif akan selalu tidak mampu untuk

mendeteksi penyebab kegagalan dan mode kegagalan

(44)

4. Risk Priority Number

Risk Priority Number (RPN) merupakan produk matematis dari

keseriusan effects (severity), kemungkinan terjadinya cause akan

menimbulkan kegagalan yang berhubungan dengan effects (occurrence) dan

kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi (detection). Risk

Priority Number dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut :

RPN = S x O x D ... (2.33)

Langkah-langkah dalam penyusunan Failure Mode and Effects Analysis adalah

sebagai berikut :

1. Menentukan nama mesin dan komponen yang menjadi obyek Failure Mode

and Effects Analysis

2. Mendeskripsikan fungsi dari komponen yang dianalisa.

3. Mengidentifikasi Function failure atau kegagalan fungsi.

4. Mengidentifikasi Failure Mode atau penyebab kegagalan yang terjadi .

5. Mengidentifikasi Failure effect atau dampak yang ditimbulkan dari kegagalan

system.

6. Menentukan Severity atau penilaian keseriusan efek dari bentuk kegagalan.

7. Menentukan Occurrence yaitu sesering apa penyebab kegagalan spesifik dari

suatu proyek tersebut terjadi.

8. Menentukan Detection atau penilaian dari kemungkinan suatu alat dapat

mendeteksi penyebab terjadinya bentuk kegagalan.

9. Menghitung RPN (Risk Priority Number) yaitu angka prioritas resiko yang

didapatkan dari perkalian severity, occurrence dan detection dengan rumus

(45)

2.6.3 Failure Consequences

Konsekuensi kegagalan diklasifikasikan dalam 4 bagian yaitu (Moubray,

John. Reliability Centered Maintenance second edition. 2005) :

1. Hidden Failure Consequences

Dimana kegagalan tersebut tidak dapat dibuktikan secara langsung sesaat

setelah kegagalan berlangsung.

2. Safety and Environmental Consequences

Safety Consequences terjadi apabila sebuah kegagalan fungsi suatu item

mempunyai konsekuensi terhadap keselamatan pekerja lainnya.

Environmental Consequences terjadi apabila kegagalan fungsi suatu item

berdampak pada kelestarian lingkungan.

3. Operational Consequences

Suatu kegagalan dikatakan mempunyai konsekuensi operasional ketika

berakibat pada produksi atau operasional.

4. Non Operational Consequences

Kegagalan tidak termasuk dalam konsekuensi keselamatan atau produksi

tetapi hanya melibatkan biaya perbaikan komponen.

2.6.4 Proactive Task

Tindakan ini dilakukan sebelum terjadi kegagalan, untuk menghindarkan

item dari kondisi yang menyebabkan kegagalan (failed state). Kegagalan ini bisa

dikenal dengan predictive dan preventive maintenance. Dalam Reliability

Centered Maintenance predictive maintenance dimasukkan dalam aktifitas

(46)

dalam scheduled restoration task ataupun scheduled discard task. (Moubray,

John. Reliability Centered Maintenance second edition. 2005) :

1. Scheduled restoration task dan scheduled discard tasks

Scheduled restoration task adalah tindakan pemulihan kemampuan item pada

saat atau sebelum batas umur yang ditetapkan, tanpa memperhatikan kondisi

saat itu. Sedangkan scheduled discard task adalah tindakan mengganti item

padasaat atau batas umur yang ditetapkan, tanpa memperhatikan kondisi item

saat itu.

2. On-condition task

Kegiatan pemeriksaan terhadap potensial failure sehingga tindakan dapat

diambil untuk mencegah terjadinya functional failure.

2.6.5 Default Action

Tindakan ini dilakukan ketika predictive task yang efektif tidak mungkin

dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan. Default Action (Nordstrom,

Jakob. Reliability Centered Maintenance-based maintenance plans for different

operational conditions. 2007 : 26) meliputi :

1. Failure finding

Failure finding meliputi tindakan pemeriksaan, apakah suatu komponen masih

dapat bekerja sesuai dengan fungsinya.

2. RedesignMembuat suatu perubahan untuk membangun kembali kemampuan

suatu sistem. Hal ini mencakup modifikasi terhadap perangkat keras dan juga

(47)

Biaya

Optimasi (Biaya Pemeliharaan) Total Biaya (Total Cost)

Optimasi (Kebijakan Biaya Pemeliharaan yang rendah) Breakdown

Maintenance Cost

Preventive Maintenance

Cost

3. No Scheduled Maintenance

No scheduled maintenance sering digunakan untuk kegagalan yang evident

(nyata) dan tidak mempengaruhi safety atau environment.

2.7 Biaya Pemeliharaan

Secara teoritis, total biaya pemeliharaan dapat digambarkan bahwa biaya

pemeliharaan korektif (breakdown maintenance) akan berbanding terbalik dengan

biaya pemeliharaan preventif (preventive maintenance)

seperti yang diuraikan dalam kurva

[image:47.595.115.504.282.544.2]

dibawah ini :

Gambar 2.7 Kurva Total Cost of Maintenance

Sumber : Manajemen Operasional (Dr. Manahan P. Tampubolon, MM)

Adapun biaya yang terdapat dalam kegiatan pemeliharaan antara lain

biaya-biaya pengecekan, penyetelan (set-up), biaya service, biaya penyesuaian

(adjustment) dan biaya perbaikan (reparasi). Perbandingan biaya-biaya tersebut

(48)

1. Apakah sebaiknya dilakukan preventive maintenance atau corrective

maintenance, dimana biaya-biaya yang perlu diperhatikan adalah :

a. Jumlah biaya perbaikan yang perlu akibat kerusakan yang terjadi karena

adanya preventive maintenance, dengan jumlah biaya pemeliharaan dan

perbaikan akibat kerusakan yang terjadi, walaupun sudah diadakan

preventive maintenance dalam jangka waktu tertentu.

b. Jumlah biaya pemeliharaan dan perbaikan yang akan dilakukan terhadap

suatu peralatan disertai dengan harganya.

c. Jumlah biaya pemeliharaan dan perbaikan yang dibutuhkan oleh peralatan

dengan jumlah kerugian yang dihadapi bila peralatan rusak dalam operasi

konversi.

2. Apakah sebaiknya peralatan yang rusak diperbaiki di dalam perusahaan atau

di luar perusahaan, dengan memperbandingkan jumlah biaya yang akan

dikeluarkan.

3. Apakah sebaiknya peralatan yang rusak diperbaiki atau diganti. Dalam hal ini

biaya-biaya yang perlu diperbandingkan antara lain :

a. Jumlah biaya perbaikan dengan harga pasar atau nilai dari peralatan

tersebut.

b. Jumlah biaya perbaikan dengan harga peralatan yang sama di pasar.

Berdasarkan pada keterangan diatas maka dapat disimpulkan bahwa secara

ekonomis belum tentu selamanya preventive maintenance yang terbaik dan perlu

diadakan untuk setiap mesin atau peralatan. Hal ini karena dalam menentukan

(49)

corrective maintenance saja, harus dilihat faktor-faktor dan jumlah biaya yang

[image:49.595.109.538.162.545.2]

akan terjadi.

Tabel 2.4 Informasi dalam Sistem Produksi dan Sistem Perawatan

Sistem Karakteristik

Fisik Ekonomis

Produksi a.Fungsi kerja

b.Ciri Desain

c.Umur

d.Kondisi Operasi

e.Riwayat kerusakan

f. Kebutuhan servis

g.Pola keausan

h.Distribusi statistik untuk

kerusakan dan umur ekonomis

a. Harga beli

b.Biaya pemasangan

c. Biaya downtime (biaya

kesempatan)

Perawatan a. Prosedur inspeksi dan pengujian

b.Distribusi statistik untuk waktu

inspeksi, waktu repair, waktu

perawatan preventif

a. Biaya inspeksi

b.Biaya repair dan preventif

yaitu tenaga kerja, suku

cadang, overhead

c. Biaya idle dari peralatan

perawatan

Beberapa proses produksi mungkin menggunakan komponen atau fasilitas

dengan biaya pengadaan (investasi) yang rendah namun dalam jumlah yang besar.

Komponen atau fasilitas ini memerlukan pertimbangan khusus sehubungan

dengan kebijaksanaan perawatannya, sehingga perlu dipertimbangkan. Untuk

penggantian pencegahan ini dilakukan berdasarkan umur pakai dari komponen

(50)

menentukan umur optimal dimana penggantian pencegahan harus dilakukan

sehingga dapat meminimasi total downtime. Penggantian pencegahan dilakukan

dengan menetapkan kembali interval waktu penggantian pencegahan berikutnya

sesuai dengan interval yang telah ditentukan jika terjadi kerusakan yang menuntut

dilakukannya tindakan penggantian.

Asumsi yang digunakan pada model Age Replacement ini adalah :

1. Laju kerusakan komponen bertambah sesuai dengan peningkatan pemakaian

yang terjadi pada mesin tersebut.

2. Peralatan yang telah dilakukan penggantian komponen akan kembali pada

[image:50.595.120.496.297.685.2]

kondisi semula.

Gambar 2.8 Model Age Replacement

Gambar 2.9 Siklus dalam model Age Replacement

Sumber : Maintenance, Replacement and Relibility (AKS Jardine) Waktu 0

Penggantian

kerusakan Penggantian

pencegahan

Penggantian pencegahan

tp tp

Penggantian kerusakan

Operasi Operasi

Siklus 2 Siklus 1

Penggantian pencegahan

Penggantian kerusakan

atau

(51)

Berdasarkan pada Gambar diatas maka terdapat dua macam siklus penggantian

pada model Age Replacement sebagai berikut :

1. Siklus 1, siklus pencegahan yang diakhiri dengan kegiatan penggantian

pencegahan, Ditentukan melaui komponen yang telah mecapai umur

penggantian (tp) sesuai dengan yang telah direncanakan.

2. Siklus 2, siklus kerusakan yang diakhiri dengan kegiatan penggantian

kerusakan. Ditentukan melalui komponen yang telah mengalami kerusakan

sebelum mencapai waktu penggantian yang telah ditetapkan sebelumnya.

Preventive cost merupakan biaya yang timbul karena adanya perawatan

mesin yang memang sudah dijadwalkan. Rumus yang digunakan untuk

menghitung preventive cost atau biaya karena perawatan adalah :

(

)

[

Biayaoperator +Biayamekanik ×

]

+Hargakomponen

= MTTR

CM ... (2.34)

Sedangkan Failure cost meruapakan biaya yang timbul karena terjadi

kerusakan diluar perkiraan yang menyebabkan mesin produksi berhenti pada saat

produksi sedang berjalan. Rumus yang digunakan adalah :

(

)

[

]

komponen Harga downtime Biaya mekanik Biaya operator Biaya + × + + = MTTR CF ... (2.35)

Adapun formulasi perhitungan model Age Replacement, yaitu :

∞ − + − + = tp dt t tf tp tpR tp R CF tp CMR tp C ) ( ) ( )] ( 1 [ ) ( )

( ... (2.36)

Dimana :

C(tp) = Total biaya pencegahan persatuan waktu

CM = Biaya pencegahan

CF = Biaya kerusakan

(52)

1-R(tp) = Probabilitas kerusakan

tp = Waktu pencegahan

tf = Waktu kerusakan

Jika CF dan CM nilainya kira-kira hampir sama, maka pelaksanaan perawatan

akan menjadi tidak ekonomis. Untungnya, dalam banyak hal CM << CF, dan

pelaksanaan perawatan dapat ditentukan bagi komponen dengan fungsi laju

kegagalan yang semakin meningkat. Untuk total biaya perawatan merupakan

penjumlahan kumulatif biaya kegagalan dan biaya perawatan maka dapat dihitung

M M F

F f C f

C

TC = +

    +       =

T M C d t t T M C M T M F 1 ) ( 1 0 λ       +

TM M

F t dt C

C

TM 0 ( )

1

λ ... (2.37)

Untuk data berdistribusi Weibull, maka biaya total perjamnya adalah :

M M F T C TM C

TC = β β−1+

η ... (2.38)

Harga total perunit waktu untuk perbaikan dan perawatan adalah :

K = CM . NM + CF.NF ... (2.39)

Untuk mendapatkan harga yang optimum dari TM atau interval perawatan,

definisikan Ko = K/CF sebagai fungsi dari interval perawatan dan dapatkan harga

interval perawatan yang meminimumkan Ko.

<

Gambar

Gambar 2.6  Diagram  Pareto
Tabel 2.1  Rating Severity dalam FMEA
Tabel 2.2  Rating Occurrence dalam FMEA
Tabel 2.3  Rating Detection dalam FMEA
+7

Referensi

Dokumen terkait

nilai Z hitung 3,027329 atau 3,03 lebih besar dari Z table dengan tingkat signifikansi 0,05 yaitu 1,96, sehingga dapat disimpulkan kinerja keuangan perusahaan memediasi

Intisari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri, religiusitas dengan kesediaan di poligami perempuan. Populasi dalam penelitian ini

Penerapan teknik penilaian ini dapat dilaksanakan melalui strategi berikut: (1) menjadikan penilaian diri sebagai bagian integral dalam proses pembelajaran; (2)

Näin ollen asiakassuhteesta syntyvää arvoa voidaan tarkastella sekä yrityksen että asiakkaan näkökulmasta.. Tämä tutkimus keskittyy asiakasnäkökulmaan ymmärtäen

(3) Pemahaman siswa mengenai sifat-sifat belah ketupat dari gambar pada kertas berpetak yaitu terdapat 20 siswa yang menyatakan bahwa gambar (a) dan gambar (c)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel proporsi jaminan, atau dengan kata lain variabel independen yang

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia yang penulis dapatkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kualitas Fisik Telur

Menurut Kartikandri (2002) iklim organisasi yang baik dan menyenangkan akan membuat karyawan merasa nyaman sehingga dapat meningkatkan kinerjanya. Dengan iklim kerja