• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Mencit Putih (Mus musculus) dengan Penambahan Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica) Dalam Air Minum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Mencit Putih (Mus musculus) dengan Penambahan Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica) Dalam Air Minum"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMA MENCIT PUTIH (

Mus musculus

) DENGAN

PENAMBAHAN EKSTRAK KUNYIT (

Curcuma domestica

)

DALAM AIR MINUM

SKRIPSI

SUARDI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

SUARDI. D14102023. 2006.

Performa Mencit Putih (

Mus musculus

) dengan

Penambahan Ekstrak Kunyit (

Curcuma domestica

) Dalam Air Minum

. Skripsi.

Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Bogor.

Pembimbing Utama

:

Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS.

Pembimbing Anggota

: Dr. Ir. Erika B. Laconi, MS.

Kunyit

(

Curcuma domestica

) merupakan salah satu tanaman obat tradisional

yang dapat menambah nafsu makan, mempelancar sekresi empedu sehingga dapat

menurunkan kolesterol dalam tubuh serta berperan sebagai antioksidan dan antitoksin.

Kandungan kimia kunyit terdiri dari minyak atsiri, kurkuminoid, protein, fosfor, kalium,

besi dan vitamin C. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian ekstrak

kunyit dengan taraf berbeda dalam air minum terhadap performa mencit putih (

Mus

musculus

).

Penelitian dilakukan sejak tanggal 2 Agustus sampai dengan 4 Oktober 2005

bertempat di Laboratorium Lapang C, Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan,

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor. Materi penelitian yang digunakan adalah mencit lepas sapih umur 30

hari sebanyak 24 ekor jantan dan 24 ekor betina, diperoleh dari Laboratorium Lapang C,

Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) pola searah dengan empat taraf perlakuan yaitu perlakuan (P1) atau kontrol diberi

air minum 100% (tanpa ekstrak kunyit), (P2) diberikan air minum 98% dan ditambahkan

ekstrak kunyit 2%, (P3) diberikan air minum 96% dan ditambahkan ekstark kunyit 4%,

(P4) diberikan air minum 94% dan ditambahkan ekstrak kunyit 6% masing-masing

perlakuan dengan enam ulangan. Parameter yang diamati yaitu konsumsi ransum dan

air minum induk selama bunting dan menyusui, pertambahan bobot badan induk selama

bunting dan menyusui, konversi ransum induk selama menyusui,

litter size

lahir dan

sapih, bobot lahir dan sapih, persentase sapih dan mortalitas anak menyusu.

Data yang

diperoleh dianalisa dengan sidik ragam atau Analysis of Variance (ANOVA), jika

perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati maka akan dilanjutkan

dengan uji lanjut Duncan (program SAS 6.12) untuk mengetahui perbedaan diantara

perlakuan tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan, penambahan ekstrak kunyit dalam air minum

selama bunting berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi air minum tetapi tidak

berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan.

Penambahan ekstrak kunyit dalam air minum selama menyusui tidak berpengaruh nyata

(P>0,05) terhadap konsumsi air minum, konsumsi ransum, pertambahan bobot badan

dan konversi ransum. Penambahan ekstrak kunyit dalam air minum tidak berpengaruh

nyata (P>0,05) terhadap

litter size

lahir dan sapih, bobot lahir dan sapih, dan persentase

sapih serta mortalitas.

(3)

tinggi taraf penggunaannya semakin meningkatkan konsumsi air minum, tetapi tidak

berpengaruh nyata terhadap parameter lainnya.

(4)

ABSTRACT

Mice (

Mus musculus

) Performance with Suplemetation Turmeric

Extraction (

Curcuma domestica

) in Consumed Water

Suardi, P. H. Siagian, and E. B. Laconi

Turmeric (

Curcuma domestica

) is one from lots of the traditional medicine

plantation that can be as an antioxidant and antitoxin increase the appetite, smoothly

increase the secretion of the bile and reduce the colesterol in the body,. Turmeric

contains atsiri oil, curcuminoid, protein, phosphor, calium, iron and vitamin C. The

purpose of this research is to know the effect of the different level of turmeric extraction

to the performance of mice (

Mus musculus

) in consumed water. The research was held

since August 2

nd

to October 4

th

2005 at Non Ruminants and Prospective Animals

Division, Department of Animal Production and Technology, Faculty of Animal

Science, Bogor Agricultural University. This research used 48 weaning mice (24 male

and 24 female) aged 30 days old. The experimental design used in this research was

Completely Randomized Design (CRD) of one way pattern with four levels of treatment

that consisted of (P1) or control 100% pure water (without turmeric extraction), (P2)

98% pure water with 2% turmeric extraction, (P3) 96% pure water with 4% turmeric

extraction and (P4) 94% pure water with 6% turmeric extraction, each treatment used six

replication. The variables that observed are the female ration consumption when

pregnant and milking, female weight gain at pregnant and milking, litter size at birth and

at weaning, body weight at birth and at weaning, and mortality during suckling periode.

Data were analyzed using ANOVA and continued with Duncan Multiple Range Test

(SAS 6.12) to know the different among the treatment. The result showed that turmeric

extraction adding significantly different (P<0,05) for female water consumption when

pregnant, but not significantly different (P>0,05) for female ration consumption and

weight gain. Not significantly different (P>0,05) for female water consumption when

milking, ration consumption, weight gain and feed convertion. Not significantly

different (P>0,05) for litter size at birth and at weaning, body weight at birth at weaning,

percentage of weaning and mortality during suckling periode. Turmeric extraction

adding significantly different (P<0,05) on male and female water consumption when the

female are pregnant, higher level (dose) that used will effect on more water that its

consumed, but not significantly different on any other variable which had been

observed.

(5)

PERFORMA MENCIT PUTIH (

Mus musculus

) DENGAN

PENAMBAHAN EKSTRAK KUNYUIT (

Curcuma domestica

)

DALAM AIR MINUM

SUARDI

D14102023

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

PERFORMA MENCIT PUTIH (

Mus musculus

) DENGAN

PENAMBAHAN EKSTRAK KUNYIT (

Curcuma domestica

)

DALAM AIR MINUM

Oleh :

SUARDI

D14102023

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan

Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 27 Maret 2006

Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS.

Dr. Ir. Erika B. Laconi, MS.

NIP. 130 674 521

NIP. 131 671 591

Dekan Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Agustus 1983 di Pasaman Sumatera Barat.

Penulis adalah anak keempat dari sembilan bersaudara dari pasangan bapak H. Idris dan

Ibu Hj. Rosna.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SDN 37 Beringin, pendidikan

lanjutan tengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTPN 2 Rao dan pendidikan

lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN 1 Rao, Pasaman,

Sumatera Barat.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi

Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI

(Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2002.

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrah manirrahim…

Alhamdulilahiroibbil’alamin, segala puji hanya bagi Rabb semesta alam yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Dzat yang selalu mengabulkan doa-doa,

tiada terbilang nikmat yang telah dilimpahkan-Nya. Berkat hidayah dan kasih

sayang-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang

berjudul “Performa Mencit Putih (

Mus musculus

) dengan Penambahan Ekstrak Kunyit

(

Curcuma domestica

) dalam Air Minum”. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian

yang telah penulis lakukan mulai 2 Agustus hingga 4 Oktober 2005 di Laboratorium

Lapang C, Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor.

Kunyit (

Curcuma domestica

) merupakan salah satu tanaman tradisional yang

termasuk kekayaan rempah-rempah yang dimiliki Indonesia, tanaman ini memiliki

banyak manfaat diantaranya dapat meningkatkan nafsu makan karena kandungan

kurkuma yang dimilikinya.

Skripsi ini ditulis karena sepengetahuan penulis belum adanya penelitian yang

menggunakan ekstrak kunyit (

Curcuma domestica

) yang diberikan kepada mencit (

Mus

musculus

) dalam air minum. Penelitian ini harapannya dapat meningkatkan performa

pada mencit (

Mus musculus

).

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran dari

berbagai pihak sangat diharapkan penulis demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga

skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Bogor, Maret 2006

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN

...

i

ABSTRACT

...

ii

RIWAYAT HIDUP

...

iii

KATA PENGANTAR

...

iv

DAFTAR ISI

...

v

DAFTAR TABEL

...

vii

DAFTAR GAMBAR

... viii

DAFTAR LAMPIRAN

...

ix

PENDAHULUAN

... 1

Latar

Belakang...

1

Perumusan

Masalah...

2

Tujuan Penelitian ...

2

Manfaat Penelitian...

2

TINJAUAN PUSTAKA

... 3

Mencit (

Mus musculus

) ...

3

Taksonomi...

Sebagai Hewan Percobaan...

3

Sifat

Biologis...

4

Sifat Produktivitas Mencit ...

5

Litter Size

...

5

Bobot Lahir...

5

Bobot

Sapih

...

6

Pertambahan Bobot Badan ...

6

Ransum dan Minum Mencit...

7

Konversi Ransum ...

7

Sejarah dan Botani Kunyit...

8

Sifat Fisik dan Kimia Kunyit...

8

Peranan Kunyit Sebagai Antioksidan...

10

Peranan Kunyit Sebagai Antitoksin...

11

Peranan Rimpang Kunyit...

12

METODE .

...

14

Lokasi dan Waktu...

14

Materi ...

14

Mencit...

14

(10)

Peralatan...

14

Rancangan...

14

Perlakuan...

14

Rancangan

Percobaan...

15

Peubah yang Diamati ...

15

Analisa

Data...

17

Prosedur...

17

Persiapan

Kandang...

17

Identifikasi dan Penimbangan Bobot Awal Mencit...

17

Pemberian

Pakan...

17

Pencampuran Air Minum...

17

Pembuatan Ekstrak Kunyit...

18

Pengambilan

Data...

19

HASIL DAN PEMBAHASAN

... 20

Kondisi

Umum...

20

Kondisi

Lingkungan...

20

Ransum

Penelitian...

21

Air

Minum...

21

Penampilan Mencit Betina Selama Bunting...

22

Konsumsi Air Minum ...

23

Konsumsi

Ransum

...

24

Pertambahan Bobot Badan ...

25

Penampilan Induk Selama Menyusui ...

26

Konsumsi Air Minum...

26

Konsumsi Ransum...

27

Pertambahan Bobot Badan...

28

Konversi

Ransum... 29

Pengaruh

Perlakuan

terhadap Sifat Reproduksi Mencit ...

30

Litter Size

Lahir...

30

Bobot

Lahir

... 31

Umur

Penyapihan

... 32

Litter

Size

Sapih ...

32

Bobot

Sapih

...

33

Persentase

Anak

Sapihan

...

34

Mortalitas...

34

KESIMPULAN DAN SARAN

... 36

Kesimpulan ...

36

Saran...

36

UCAPAN TERIMAKASIH

... 37

DAFTAR PUSTAKA

...

38

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1.

Sifat Biologis Mencit (

Mus musculus

)...

4

2.

Komposisi Kimia Kunyit... 10

3.

Hasil Analisa Proksimat Ransum Penelitian... 21

4.

Hasil Pengukuran Viskositas Ekstrak Kunyit Dalam Air Minum... 21

5. Rataan Konsumsi Air Minum, Ransum Mencit Jantan

dan Betina Serta Pertambahan Bobot Badan Mencit Betina

Selama Bunting ……….. 22

6. Rataan Konsumsi Air Minum, Ransum dan Pertambahan Bobot

Badan serta Konversi Ransum Induk Mencit Selama Menyusui ...

26

7. Penampilan Reproduksi Induk Mencit Berdasarkan Perlakuan ...

30

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Mencit Putih dan Agouti……….

3

2. Tanaman dan Rimpang Kunyit (

Curcuma domestica

)……… 9

3. Mekanisme Kerja Antioksidan (Muchtadi

et al

., 1993)…………... 10

4. Struktur Molekul Komponen Kurkuminoid……… 12

5. Posisi Botol Air Minum pada Kandang... 18

6. Proses Pembuatan Ekstrak Kunyit yang Ditambahkan Kedalam

Air Minum ... 18

7. Kekentalan dan Warna Air Minum Menurut Perlakuan... 22

8. Diagram Konsumsi Air Minum Mencit Jantan dan Betina Bunting.. 23

9. Diagram Konsumsi Ransum Mencit Jantan dan Betina Bunting... 24

10. Diagram Pertambahan Bobot Badan Mencit Betina Bunting... 25

11. Diagram Konsumsi Air Minum Mencit Induk Menyusui... 26

12. Diagram Konsumsi Ransum Mencit Induk Menyusui... 27

13. Diagram Pertambahan Bobot Badan Mencit Induk Menyusui... 28

14. Diagram Konversi Ransum Mencit Induk Menyusui... 29

15. Diagram

Litter Size

Lahir Anak Mencit... 31

16. Diagram Bobot Lahir Anak Mencit... 32

17. Diagram

Litter Size

Sapih Anak Mencit... 33

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Rataan Konsumsi Ransum Mencit Jantan dan Betina Bunting

(g/dua ekor/hari)...

42

2.

Rataan Konsumsi Ransum Mencit Induk Menyusui (g/ekor/hari)...

43

3. Rataan Konsumsi Air Minum Mencit Jantan dan Betina Bunting

(ml/dua ekor/hari)...

44

4.

Rataan Konsumsi Air Minum Mencit Induk Menyusui (ml/ekor/hari).

45

5.

Pertambahan Bobot Badan Mencit Betina Bunting (g/ekor/hari)...

46

6.

Pertambahan Bobot Badan Mencit Induk Menyusui (g/ekor/hari)...

47

7.

Rataan

Litter Size

Lahir, Sapih, Bobot Lahir, Sapih dan

Mortalitas Anak Mencit...

48

8.

Persentase Anak Sapihan dan Mortalitas ...

49

9.

Analisis Ragam Konsumsi Ransum Waktu Bunting...

50

10. Analisis Ragam Konsumsi Ransum Waktu Menyusui...

50

11. Analisis Ragam Konsumsi Air Minum Waktu Bunting...

50

12. Uji Lanjut Duncan Konsumsi Air Minum Waktu Bunting...

50

13. Analisis Ragam Konsumsi Air Minum Waktu Menyusui...

51

14. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Waktu Bunting...

51

15. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Waktu Menyusui...

51

16. Analisis Ragam Konversi Ransum Waktu Menyusui...

51

17. Analisis Ragam

Litter Size

Lahir Anak Mencit...

52

18. Analisis Ragam

Litter Size

Sapih Anak Mencit...

52

19. Analisis Ragam Bobot Lahir Anak Mencit...

52

20. Analisis Ragam Bobot Sapih Anak Mencit...

52

21. Suhu dan Kelembaban Selama Penelitian...

53

22. Hasil Analisa Proksimat Ransum...

54

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penggunaan mencit (Mus musculus) selain sebagai hewan percobaan juga dapat dijadikan sebagai pakan atau mangsa hewan karnivora yang biasa dipelihara di kebun binatang dan juga dapat memberi manfaat lain bagi manusia. Hal ini membuat mencit menguntungkan untuk dikembangkan karena didukung oleh masa reproduksi yang cepat, mempunyai interval generasi yang pendek, litter size yang tinggi, variasi genetik yang cukup besar serta penanganannya mudah dan tidak memerlukan biaya tinggi dalam pengelolaan. Persediaan mencit (Mus musculus) untuk mencukupi kebutuhan tersebut masih sangat kurang, karena itu diperlukan penelitian untuk meningkatkan performa mencit. Salah satu penelitian yang dilakukan adalah pemberian ekstrak kunyit (Curcuma domestica) dalam air minum. Hal ini didorong karena daya adaptasi mencit yang tinggi terhadap lingkungan terutama pakan maupun minuman dengan berbagai bentuk dan kualitas.

Kunyit (Curcuma domestica) merupakan salah satu tanaman obat tradisional yang dapat mempertahankan kualitas pakan dari kerusakan akibat jamur karena peranannya sebagai antioksidan dan antitoksin dalam pakan, kunyit sebagai antioksidan berperan memberikan aroma yang khas pada makanan dan memberikan sifat-sifat ketahanan dan pengawetan. Kunyit sebagai antitoksin berperan untuk menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Kunyit (Curcuma domestica) juga dapat menguatkan lambung, peluruh empedu, meningkatkan kontraksi uterus, menambah nafsu makan serta menurunkan kolestrol (Rukmana, 2004). Kunyit (Curcuma domestica) sering digunakan oleh masyarakat sebagai jamu maupun obat tradisional, mudah tumbuh didaerah tropis dan termasuk kekayaan rempah-rempah yang dimiliki Indonesia.

(15)

2

Perumusan Masalah

Nutrisi pakan mencit yang belum memberikan hasil yang optimal, sehingga diperlukan feed additive seperti kunyit, karena mengandung kurkumin yang dapat meningkatkan daya guna ransum serta masih rendahnya feed intake mencit yang menyebabkan pertumbuhan mencit tidak optimal.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kunyit dengan taraf berbeda dalam air minum terhadap performa mencit putih, sehingga didapatkan taraf optimum.

Manfaat Penelitian

(16)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Mencit (Mus musculus)

Taksonomi

Menurut Arrington (1972), sistematika mencit (Mus musculus) berdasarkan taksonominya adalah sebagai berikut;

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia Famili : Muridae Genus : Mus Spesies : Mus musculus

Nenek moyang dari mencit berasal dari mencit liar yang mempunyai warna bulu agouti (abu-abu), sedangkan pada mencit labolatorium lainnya bewarna putih. Mencit hidup dalam daerah yang cukup luas penyebarannya mulai iklim dingin, sedang, maupun panas dan dapat hidup dalam kandang (Malole dan Pramono, 1989). Jenis mencit putih dan agouti diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Mencit Putih dan Agouti

Sebagai Hewan Percobaan

(17)

4 bidang obat-obatan, genetik, diabetes mellitus, dan obesitas (Malole dan Pramono, 1989).

Mencit laboratorium mempunyai berat badan yang hampir sama dengan mencit liar. Saat ini terdapat berbagai warna bulu, galur, dan berat badan yang berbeda-beda setelah diternakkan secara selektif selama 80 tahun yang lalu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Menurut Falconer (1981), mencit sebagai hewan percobaan sangat praktis untuk penelitian kuantitatif, karena sifatnya yang mudah berkembangbiak. Selain itu mencit juga dapat digunakan sebagai hewan model untuk mempelajari seleksi terhadap sifat-sifat kuantitatif.

Sifat Biologis

Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), sifat-sifat biologis mencit dapat dijelaskan sebagaimana terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat Biologis Mencit (Mus musculus)

Kriteria Keterangan

Lama hidup 1-2 dapat tiga tahun Lama produksi ekonomis Sembilan bulan

Lama bunting 19-21 hari

Umur sapih 21 hari

Umur dewasa 35 hari

Umur dikawinkan Delapan minggu Berat dewasa jantan 20-40 g/ekor

Berat dewasa betina 18-35 g/ekor

Berat lahir 0,5-1,0 g/ekor

Barat sapih 18-20 g/ekor

Jumlah anak rata-rata enam, dapat 15 ekor

Suhu tubuh 35-390C

Suhu rektal rata-rata 37-400C

Putting susu Lima pasang

Kecepatan tumbuh 1 g/hari

Siklus estrus 4-5 hari

Aktivitas nokturnal (malam)

(18)

5

Sifat Produktivitas Mencit

Litter Size

Jumlah anak per induk per kelahiran (litter size) adalah jumlah anak total yang lahir hidup dan mati pada waktu dilahirkan (Eisen dan Durrant, 1980). Littr size mencit berkisar antara 8-11ekor (Inglis, 1980). Banyaknya jumlah anak per induk per kelahiran dipengaruhi oleh bangsa ternak, umur induk, musim kelahiran, makanan, silang dalam dan kondisi lingkungan (Toelihere, 1979).

Bobot Lahir

Bobot lahir yaitu bobot badan suatu individu pada saat dilahirkan. Bobot lahir ternak ditentukan oleh pertumbuhan foetus sebelum lahir atau pertumbuhan selama didalam kandungan induknya. Pertumbuhan sebelum lahir dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya mutu genetik ternak, umur serta bobot badan induk yang melahirkan, pakan induk dan suhu lingkungan selama kebuntingan (Toelihere, 1979).

Smith dan Mangkoewidjojo (1987) menyatakan, bahwa bobot lahir anak mencit adalah sekitar satu gram. Menurut Hafez dan Dyer (1969), bobot lahir mencit dipengaruhi oleh pertumbuhan foetus. Pada spesies yang beranak banyak, kenaikan jumlah foetus yang dikandung akan menurunkan pertumbuhan prenatal individu yang disebabkan oleh adanya persaingan foetus dalam uterus (Hafez, 1987).

(19)

6

Bobot Sapih

Bobot sapih adalah bobot badan ternak pada saat dipisah dari induknya (disapih). Hafez dan Dyer (1969) menambahkan, bahwa bobot sapih juga dipengaruhi oleh bobot badan dan umur induk serta suhu lingkungan.

Hafez (1963) menyatakan, bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sebelum sapih adalah pengaruh genetik, bobot lahir, produksi susu induk, perawatan induk dan umur induk. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1987), bobot sapih mencit berkisar antara 18-20 g dan anak mencit dapat disapih pada umur 21 hari. Eisen (1975) menyatakan, bahwa anak mencit betina memiliki bobot sapih yang tinggi, cenderung lebih cepat mengalami dewasa kelamin.

Faktor-faktor yang mempengaruhi bobot sapih adalah pengaruh silang dalam, jenis kelamin, umur induk, keadaan pada waktu lahir, kemampuan induk menyusui anaknya, kuantitas dan kualitas pakan (Bogart, 1959). Ketidakseimbangan gizi dalam makanan dapat menimbulkan macam-macam gangguan misalnya pertumbuhan lambat, peka terhadap penyakit, rambut rontok, kematian anak prenatal, berkurangnya produksi air susu, infertil, kelainan bentuk tulang, kelainan jaringan saraf dan kesulitan bergerak (Malole dan Pramono, 1989).

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan ditunjukkan melalui meningkatnya perubahan zat-zat nitrisi yang terdapat dalam ransum menjadi daging. Pertambahan bobot badan dapat digunakan sebagai kriteria untuk mengukur pertumbuhan. Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai proses yang sangat kompleks, meliputi pertambahan bobot hidup dan pertumbuhan semua bagian tubuh secara merata dan serentak (Maynard et al., 1979)

Natasasmita (1978) menyatakan, ada dua aspek yang terdapat dalam proses pertumbuhan:

1) Pertambahan bobot hidup yang terus menerus per unit waktu sampai waktu tertentu.

(20)

7 Laju pertumbuhan hewan dipengaruhi oleh spesies, individu, jenis kelamin, umur hewan, pemberian ransum yang cukup dan jumlah ransum yang dikonsumsi. Card dan Nesheim (1972) menyatakan, bahwa selain hal diatas, laju pertumbuhan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu dan penyakit.

Ransum dan Minum Mencit

Seekor mencit dewasa dapat mengkonsumsi pakan 3-5 g setiap hari (Smith dan Mangkoewidjojo, 1987). Mencit yang bunting dan menyusui memerlukan pakan yang lebih banyak. Jenis ransum yang dapat diberikan untuk mencit adalah ransum ayam komersial (NRC,1984).

Kandungan protein ransum yang diberikan minimal 16%. Kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan untuk pemeliharaan mencit adalah protein kasar 20-25%, kadar lemak 10-12%, kadar pati 44-55%, kadar serat kasar maksimal 4% dan kadar abu 5-6% (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Air minum yang diperlukan oleh setiap ekor mencit untuk sehari berkisar antara 4-8 ml (Malole dan Pramono, 1989). Seekor mencit mudah sekali kehilangan air sebab evaporasi tubuhnya yang tinggi. Konsumsi air minum yang cukup akan digunakan untuk menjaga stabilitas suhu tubuh dan untuk melumasi pakan yang dicerna (Fox et al., 1984). Air minum juga dibutuhkan untuk menekan stres pada mencit yang dapat memicu kanibalisme.

Konversi Ransum

Konversi ransum merupakan perbandingan jumlah ransum yang dikonsumsi dengan jumlah pertambahan berat badan, maka konversi akan sangat tergantung pada konsumsi pakan dan pertambahan berat badan. Menurut Card dan Nesheim (1972), konversi ransum dapat digunakan untuk memperbaiki tingkat efisiensi suatu usaha peternakan. Nilai konversi ransum yang rendah menunjukkan, bahwa jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menaikkan bobot badan semakin turun atau penggunaan ransum semakin efisien.

(21)

8

Sejarah dan Botani Kunyit

Kunyit merupakan tanaman obat yang bersifat tahunan (perenial) yang tersebar diseluruh daerah tropis. Tanaman kunyit tumbuh subur dan liar disekitar hutan atau bekas kebun. Diperkirakan kunyit berasal dari Binar, ada juga menyatakan, bahwa kunyit berasal dari India. Kata cucurma berasal dari bahasa Arab yaitu kurkum dan bahasa Yunani karkom. Pada tahun 77-78 SM, Dioscarides menyebut tanaman ini sebagai Cyperus yang menyerupai jahe, tetapi pahit, kelat, sedikit pedas dan tidak beracun. Tanaman ini banyak dibudidayakan di Asia Selatan khususnya di India, Cina Selatan, Taiwan, Indonesia khususnya Jawa dan Filipina (Darwis et al.,1991).

Kunyit merupakan tumbuhan semak yang berumur musiman, tumbuh berumpun-rumpun, mempunyai susunan tubuh yang terdiri dari akar, batang semu, rimpang, terdiri dari kumpulan kelopak atau pelepah daun yang berpautan, daun tangkai bunga, dan kuntum bunga (Rukmana, 1994). Kunyit merupakan tanaman tahunan yang tumbuh merumpun, dapat mencapai tinggi hingga satu meter. Tumbuhan ini tidak berbulu, batangnya pendek, bunganya putih pucat atau kuning, daunnya berjumbai, mempunyai daun pelindung bewarna putih bergaris hijau dan diujungnya merah jambu, sedangkan yang terletak dibagian bawah bewarna hijau muda, serta pelepah daunnya membentuk batang semu (Purseglove et al., 1981). Kunyit dikenal sebagai Curcuma longga Linn, karena nama tersebut sudah dipakai untuk jenis rempah-rempah lainnya, maka tahun 1918 diganti menjadi Curcuma domestica oleh Valantin (Purseglove et al., 1981). Tanaman kunyit termasuk kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Zingiberales, famili Zingiberaceae, genus Curcuma, spesies Curcuma domestica VALET (Rukmana, 1994).

Sifat Fisik dan Kimia Kunyit

(22)

9 Gambar 2. Tanaman dan Rimpang Kunyit (Curcuma domestica)

Purseglove et al. (1981) menyatakan, bahwa umbi kunyit biasanya dipanen dengan melakukan sortasi menjadi tiga macam kelas mutu berdasarkan bentuk fisiknya, yaitu:

1) Rimpang jari (finger) yaitu rimpang cabang atau anak yang dipisahkan dari induknya sebelum diolah dengan ukuran panjang 2,5-7,5 cm dan diameter 1 cm atau lebih.

2) Rimpang bulat (bulbs) yaitu rimpang induk, bulat panjang dan merupakan tempat menempelnya rimpang jari. Rimpang ini mempunyai ukuran diameter yang lebih besar dibandingkan rimpang jari tetapi ukurannya lebih pendek.

3) Rimpang belah (splits) yaitu rimpang induk yang dibelah menjadi dua atau empat sebelum dilakukan pengolahan untuk mempercepat proses pengeringan.

Kunyit mengandung minyak atsiri, phellandrem sabinene, cineol, borneol, zingiberene, curcumene, turmeron, champhene, champhor, sesquiterpene, caprilid

(23)

10 Tabel 2. Komposisi Kimia Kunyit

Komponen Jumlah (%)

Kadar air 6,0

Protein 8,0 Karbohidrat 63,0

Serat kasar 7,0

Bahan mineral 6,8

Minyak volatil 3,0

Kurkumin 3,0

Bahan non volatil 9,0

Sumber : Natarajan dan Lewis (1980)

Peranan Kunyit Sebagai Antioksidan

Kukurmin merupakan komponen utama dalam pigmen kunyit. Rumus molekulnya adalah C12H20O6 yang ditemukan oleh Silber dan Ciamician pada tahun

1897, yang kemudian disebut sebagai diferuloil metana oleh Molibedzka dan kawan- kawan pada tahun 1990 (Purseglove et al., 1981). Komponen pigmen yang lain adalah desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin.

Jitoe et al. (1992) melaporkan, bahwa aktivitas antioksidan dari kunyit lebih kuat daripada jenis rempah-rempah atau tanaman obat lain kelompok jahe-jahean (Zingiberance) serta aktivitas antioksidan dari tiga jenis kurkuminoid (kurkumin, desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin) masing-masing adalah 20,9 dan 8,0 kali lebih kuat daripada alfa tokoferol.

Antioksidan (AH) menghambat reaksi pembentukan radikal bebas dengan bertindak sebagai donor atom H. Antioksidan (AH) bereaksi dengan radikal bebas (R*) atau dengan radikal peroksida (ROO*) membentuk radikal penghambat seperti terlihat pada Gambar 3.

R* + AH RH + A*

RO* + AH ROH + A* ROO* + AH ROOH + A*

R* + A* RA

RO* + A* ROA

(24)

11

Peranan Kunyit Sebagai Antitoksin

Zat antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba (Pelezar et al., 1977). Menurut Fardiaz (1982), khusus untuk bakteri disebut antibakteri dan untuk kapang disebut antikapang. Zat tersebut dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), menghambat germinasi spora bakteri dan sebagainya.

Sebagai pengawet makanan, zat antimikroba yang digunakan sebaiknya memenuhi kriteria ideal, antara lain mempunyai aktivitas antimikroba yang cukup luas, tidak bersifat racun terhadap makhluk hidup lainnya, ekonomis, tidak menyebabkan perubahan citra rasa dan aroma makanan, tidak menyebabkan timbulnya galur yang resisten, serta sebaiknya membunuh daripada hanya menghambat pertumbuhan mikroba (Frazier dan Westhoff, 1978).

Beberapa grup senyawa kimia utama yang bersifat antimikroba adalah fenol dan senyawa fenolik, alkohol, halogen, logam berat dan senyawanya, zat warna, deterjen, senyawa amonium kuarterner, asam dan basa serta gas khemosterilan (Pelezar et al., 1977). Kurkumin adalah suatu persenyawaan fenolik, maka mekanisme kerjanya sebagai antimikroba akan mirip dengan sifat persenyawaan fenol lainnya. Model struktur kurkuminoid dari kunyit dapat dilihat pada Gambar 4.

(a) Kurkumin HO

OH

O OH

(25)

12 (b) Desmetoksikurkumin

(c) Bisdesmetoksikurkumin

Gambar 4. Struktur Molekul Komponen Kurkuminoid

Sifat menarik dari bisdesmetoksikurkumin ini adalah aktivitas kerjanya terhadap sekresi empedu yang antagonis dengan aktivitas kurkumin dan desmetoksikurkumin (Purseglove et al., 1981).

Peranan Rimpang Kunyit

Beberapa penelitian secara in vitro dan in vivo menunjukkan, kunyit mempunyai aktivitas sebagai antiinflamasi (anti peradangan), aktivitas terhadap peptic ulcer, antitoksik, antihiperlipidemia, dan aktivitas anti kanker. Pada tikus, jus kunyit atau serbuk yang diberikan secara oral tidak menghasilkan efek antiinflamasi (anti peradangan), hanya injeksi intraperitonea ( ke organ dalam perut) yang efektif. Ekstrak kurkumin juga dapat mencegah kerusakan hati pada tikus, mencegah hepatotoksisitas dan kerusakan sel, menurunkan semua komposisi lipid (trigliserida, pospolipid dan kolesterol) dan mencegah kanker usus (Sumiati dan Adnyana, 2004).

Kunyit juga berkhasiat peluruh empedu (kolagoga), penawar racun (antidota), penguat lambung dan penambah nafsu makan (Rukmana, 2004). Dibidang

HO

OH OCH3

O OH

OH

(26)
(27)

14

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang, Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, pada tanggal 2 Agustus sampai dengan 4 Oktober 2005.

Materi

Mencit

Mencit (Mus musculus) yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit lepas sapih berumur 30 hari sebanyak 24 ekor jantan dan 24 ekor betina, yang ada di Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pakan dan Air Minum

Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum ayam DOC komersial, sedangkan air minum ditambahkan dengan ekstrak kunyit.

Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, termohigrometer, termometer, 24 kandang berukuran 36 x 28 x 12 cm3 masing-masing dilengkapi kawat kasa penutup, sarung tangan, sendok, kertas label, gunting, pisau, sikat botol, parutan, gelas ukur skala 100 ml dan 10 ml, pipet, baskom, ayakan, botol 250 ml, corong kecil, tempat pakan dan timbangan elektrik merek AND dengan ketelitian 0,1 g.

Rancangan

Perlakuan

(28)

15 dan ditambahkan ekstrak kunyit 6%, masing-masing perlakuan terdiri dari enam ulangan.

Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan empat taraf perlakuan dan masing-masing dengan enam ulangan. Model matematik menurut Walpole (1995) adalah sebagai berikut:

Yij: µ + i + εij

Keterangan :

Yij = respon atas pengaruh air minum ke-i, produksi ke-j µ = rataan umum

i = pengaruh pemberian ekstrak kunyit yang ke-i ; 0, 2, 4 dan 6% εij = galat percobaan; j = 1, 2, 3,... 6

Peubah yang Diamati

Konsumsi ransum mencit betina bunting (g/dua ekor/hari). Konsumsi ransum mencit betina bunting diperoleh dari jumlah pakan yang diberi dengan jumlah pakan yang tersisa (di tempat pakan dan di sekam) berdasarkan bahan kering.

(Awal x BK Awal) – (Sisa x BK Sisa) Konsumsi Ransum (g/dua ekor/ hari) =

∑ Mencit Keterangan :

Awal : Berat ransum yang diberikan; Sisa : Sisa ransum yang tertinggal BK : Bahan kering

Konsumsi ransum induk menyusui (g/ekor/hari). Konsumsi ransum induk menyusui diperoleh dari jumlah pakan yang diberi dengan jumlah pakan yang tersisa (di tempat pakan dan di sekam) berdasarkan bahan kering.

(Awal x BK Awal) – (Sisa x BK Sisa) Konsumsi Ransum (g/ekor/ hari) =

∑ Mencit Keterangan :

(29)

16

Konsumsi air minum mencit betina bunting (ml/dua ekor/hari). Konsumsi air minum mencit betina bunting diperoleh dari jumlah air minum yang diberikan dikurangi dengan sisa.

Konsumsi air minum induk menyusui (ml/ekor). Konsumsi air minum induk menyusui diperoleh dari jumlah air minum yang diberikan dikurangi dengan sisa.

Pertambahan bobot badan mencit betina selama bunting (g/ekor). Pertambahan bobot badan mencit betina selama bunting diperoleh dari bobot akhir dikurangi bobot awal selama bunting.

Pertambahan bobot badan induk selama menyusui(g/ekor). Pertambahan bobot badan induk selama menyusui diperoleh dari bobot akhir saat menyapih dikurangi bobot awal saat mulai menyusui.

Konversi ransum induk selama menyusui. Konversi ransum induk selama menyusui diperoleh dengan membagi jumlah konsumsi dengan jumlah pertambahan bobot badan pada waktu yang sama.

Konsumsi ransum selama menyusui (g/ekor/hari) Konversi Ransum =

Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/hari)

Litter size lahir (ekor). Litter size lahir adalah jumlah anak yang dilahirkan hidup atau mati per induk per kelahiran.

Bobot lahir anak mencit (g/ekor). Bobot lahir anak mencit adalah bobot anak mencit segera setelah lahir.

Umur penyapihan (hari). Umur penyapihan adalah umur anak mencit saat dipisahkan dari induk biasanya pada umur 21 hari.

Litter size sapih(ekor).Litter size sapih adalah jumlah anak per induk per kelahiran yang hidup ketika disapih pada umur 21 hari.

Bobot sapih (g/ekor). Bobot sapih adalah bobot anak mencit ketika disapih pada umur 21 hari.

Persentase sapihan (%). Persentase sapihan adalah jumlah anak mencit yang diperoleh dengan cara membagi jumlah anak ketika disapih dengan jumlah anak ketika lahir lalu dikali 100%.

(30)

17

Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisa dengan sidik ragam atau Analysis of Variance (ANOVA), jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan dengan menggunakan program SAS 6.12

Prosedur

Persiapan Kandang

Sebelum mencit putih dimasukkan kedalam tiap kandang, lebih dulu dilakukan pembersihan semua kandang dan peralatan dengan menggunakan sabun cuci, kemudian dikeringkan dan dialasi dengan sekam. Pergantian sekam pada setiap kandang dilakukan sekali seminggu.

Identifikasi dan Penimbangan Bobot Awal Mencit

Tiap ekor mencit diidentifikasi jenis kelaminnya, kemudian ditempatkan dalam kandang secara acak. Tiap kandang diisi dua ekor mencit, masing-masing satu ekor jantan dan betina. Mencit diberi minum ekstrak kunyit seminggu sebelum periode pengambilan data dengan tujuan agar mencit dapat beradaptasi dengan air minum baru. Penimbangan bobot awal mencit dilakukan setelah proses adaptasi.

Pemberian Pakan

Pemberian pakan dilakukan satu kali dalam sehari yaitu pada sore hari pukul 16.00 WIB sebanyak 20 g untuk tiap kandang, karena mencit adalah hewan nokturnal.

Pencampuran Air Minum

(31)
[image:31.612.180.447.79.189.2]

18 Gambar 5. Posisi Botol Air Minum pada Kandang

Pembuatan Ekstrak Kunyit

Rimpang kunyit dikupas kulitnya, lalu diparut dan diperas dengan menggunakan tangan, kemudian disaring untuk memisahkan ampas dengan ekstrak kunyit. Proses pembuatan ekstrak kunyit dari rimpang dapat dilihat pada Gambar 6.

(a) Rimpang kunyit (b) Dikupas kulitnya (c) Kunyit diparut

(f) Pengukuran kunyit (e) Kunyit disaring (d) Kunyit diperas

(g) Dimasukkan kedalam botol minum

[image:31.612.134.487.313.644.2]
(32)

19

Pengambilan Data

(33)

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Laboratorium Lapang, Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor terletak di Kecamatan Darmaga, Kotamadya Bogor. Jumlah mencit yang dipelihara sekitar 2000 ekor, yang terdiri dari 1000 ekor jantan dan 1000 ekor betina. Jumlah pejantan dewasa sekitar 800 ekor, betina dewasa 800 ekor, dan mencit lepas sapih sekitar 400 ekor.

Laboratorium Lapang ini terdiri dari beberapa ruangan, yaitu ruangan tempat kandang mencit dan tikus, kandang babi, gudang, dan ruangan operator kandang. Laboratorium Lapang ini juga dikelilingi oleh lahan pertanian terpadu, dengan tanaman seperti jagung, bayam, pepaya, singkong dan nenas. Dalam bangunan kandang mencit terdapat enam rak kandang dan setiap rak terdiri dari 96 kandang mencit, masing-masing diberikan kawat penutup. Penelitian dilakukan pada rak kedua lantai pertama.

Kondisi kandang selalu bersih, karena setiap hari dibersihkan oleh dua orang operator kandang. Setiap kandang diberikan sekam untuk mengurangi pencemaran amonia dan sekam tersebut diganti setiap minggu.

Kondisi Lingkungan

(34)

21

Ransum Penelitian

[image:34.612.120.511.249.342.2]

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum komersial ayam broiler periode starter. Bahan-bahan yang terdapat dalam ransum ayam komersial ini adalah jagung, dedak, tepung ikan, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung daging dan tulang, pecahan gandum, bungkil kacang tanah, tepung daun, canola, vitamin, kalsium, fosfat dan mineral jarang (trace mineral). Hasil analisa proksimat ransum penelitian disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisa Proksimat Ransum Penelitian Bahan Makanan

dan Ransum

Zat Makanan

BK Abu PK SK Lemak BETN

---%---

Kunyit* 14,80 0,90 2,34 0,42 0,32 10,82

Ransum Ayam Komersial**

87,00 7,00 21,00 5,00 5,00 -

Keterangan: *)Hasil Analisa Laboratoruim Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB, Oktober 2005

**) Data dari Label Ransum Ayam Komersial

BK=Bahan kering; PK=Protein kasar; SK=Serat kasar dan BETN=Bahan ekstrak tanpa nitogen

Hasil pada Tabel 3 menunjukkan, bahwa kandungan nutrisi ransum penelitian sudah mencukupi kebutuhan mencit. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan, bahwa seekor mencit dewasa mengkonsumsi ransum dengan kandungan protein 17%, lemak 5%, pati 45-50%, serat kasar 5% dan abu 4-5%.

Air Minum

[image:34.612.117.509.602.669.2]

Untuk mengetahui kekentalan atau viskositas setiap perlakuan air minum dilakukan pengukuran. Hasil pengukuran kekentalan atau viskositas disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pengukuran Viskositas Ekstrak Kunyit Dalam Air Minum Perlakuan Kekentalan/Viskositas (centipoice)

P1 = Kontrol/Air Murni (0%) 1

P2 = Penambahan Ekstrak Kunyit (2%) 2 P3 = Penambahan Ekstrak Kunyit (4%) 4,25 P4 = Penambahan Ekstrak Kunyit (6%) 5,25

Keterangan: -Hasil Analisa Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Agustus 2005 -Alat yang Digunakan adalah Viscosimeter Broockfield

(35)

22 Kekentalan dan warna air minum yang ditambah ekstrak kunyit menurut perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7. Viskositas atau kekentalan dan warna air minum pada perlakuan P1, P2, P3 dan P4 masing-masing adalah 1, 2, 4,25 dan 5,25 centipoice.

[image:35.612.125.497.163.252.2]

P1 = 1 centipoice P2 = 2 centipoice P3 = 4,25 centipoice P4 = 5,25 centipoice

Gambar 7. Kekentalan dan Warna Air Minum Menurut Perlakuan

Penampilan Mencit Betina Selama Bunting

Seekor pejantan ditempatkan bersama dengan seekor mencit betina hingga terjadi kebuntingan dan pada waktu mencit betina buntingpun pejantan dan betina masih tetap tinggal bersama dalam satu kandang, pejantan baru dikeluarkan dari kandang pada saat mencit betina segera akan beranak.

Peubah yang diamati untuk mengetahui penampilan mencit betina yang sedang bunting adalah konsumsi air minum, ransum dan pertambahan bobot badan, dan hasil pengamatan tersebut diperlihatkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Konsumsi Air Minum, Ransum Mencit Jantan dan Betina Serta Pertambahan Bobot Badan Mencit Betina Selama Bunting

Parameter Perlakuan Rataan

P1 P2 P3 P4

Konsumsi Air Minum

(ml/dua ekor/hari) 11,85±1,10 a

12,63±1,28ab13,19±0,78ab 13,62±0,89b 12,82±1,17

Konsumsi Ransum (g/dua ekor/hari)

7,81±0,55 8,18±0,84 8,39±0,65 8,77±0,83 8,29±0,77

Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/hari)

0,73±0,30 0,81±0,36 0,76±0,32 0,81±0,34 0,78±0,31

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata atau P<0,05

[image:35.612.119.510.492.627.2]
(36)

23

Konsumsi Air Minum

Rataan konsumsi air minum mencit jantan dan betina waktu bunting disajikan pada Tabel 5. Hasil sidik ragam menunjukkan, bahwa pemberian ekstrak kunyit dalam air minum pada mencit jantan dan betina selama waktu bunting berbeda nyata (P<0,05) terhadap konsumsi air minum. Semakin tinggi taraf ekstrak kunyit dalam air minum yang diberikan, konsumsi air minum semakin meningkat seperti terlihat pada Gambar 8. Meningkatnya konsumsi air minum ini disebabkan pengaruh rimpang kunyit sebagai obat diuretika mempercepat pembentukan urine (Sidik et al., 1995), sehingga mencit kekurangan air dalam tubuhnya karena banyak urine yang dikelurkan, ini terbukti dengan lembabnya sekam dalam kandang dan bau amonia yang tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan air dalam tubuhnya maka mencit meningkatkan konsumsinya. 11,85 12,63 13,19 13,62 10,50 11,00 11,50 12,00 12,50 13,00 13,50 14,00 Perlakuan K ons um si A ir M inu m ( m l/ dua e kor /ha ri )

[image:36.612.138.419.331.504.2]

P1 P2 P3 P4

Gambar 8. Diagram Konsumsi Air Minum Mencit Jantan dan Betina Bunting

(37)

24

Konsumsi Ransum

Tingkat konsumsi ransum dipengaruhi oleh bobot badan, galur, tingkat produksi, tingkat cekaman, aktivitas ternak, kandungan energi, mortalitas dan suhu lingkungan (North, 1984). Rataan konsumsi ransum mencit jantan dan betina waktu bunting disajikan pada Tabel 5.

Hasil sidik ragam menunjukkan, bahwa mencit jantan dan betina selama bunting yang diberi perlakuan ekstrak kunyit dalam air minum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum. Rataan konsumsi ransum meningkat dengan meningkatnya kadar ekstrak kunyit dalam air minum yaitu 7,81; 8,18; 8,39 dan 8,77 g/dua ekor/hari masing-masing pada perlakuan P1, P2, P3 dan P4. Hal ini disebabkan adanya pengaruh kurkumin dalam air minum yang dapat meningkatkan nafsu makan. Kunyit (Curcuma domestica) dapat menguatkan lambung, peluruh empedu, meningkatkan kontraksi uterus, menambah nafsu makan serta menurunkan kolestrol (Rukmana, 2004). Tingginya konsumsi ransum pada perlakuan P4, P3 dan P2 (ketiganya mendapat ekstrak kunyit dari air minum) mungkin juga disebabkan karena jumlah foetus yang dikandung lebih banyak dibandingkan dengan P1, sehingga mencit betina membutuhkan makanan yang lebih banyak untuk pertumbuhannya, hal ini dibuktikan dengan jumlah litter size lahir yang lebih tinggi pada perlakuan P4, P3, P2 daripada P1 seperti terlihat pada Tabel 7 dan Gambar 15. Peningkatan konsumsi ransum mencit jantan dan betina waktu bunting dapat dilihat pada Gambar 9.

7,81 8,18 8,39 8,76 7,2 7,4 7,6 7,8 8 8,2 8,4 8,6 8,8 9 Perlakuan K ons um si R a n su m (g /dua e kor /h a ri )

[image:37.612.167.452.506.688.2]

P1 P2 P3 P4

(38)

25

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan merupakan salah satu cara untuk mengukur pertumbuhan. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain umur, bangsa, jenis kelamin, kecepatan pertumbuhan dan kesehatan ternak (Ensminger et al., 990). Rataan pertambahan bobot badan mencit betina selama bunting disajikan pada Tabel 5.

Hasil sidik ragam menunjukkan, pemberian ekstrak kunyit dalam air minum pada mencit betina waktu bunting tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot badan. Rataan pertambahan bobot badan tertinggi terdapat pada perlakuan P2 dan P4 dengan hasil yang sama yaitu 0,81 g/ekor, kemudian diikuti P3 dan P1 masing-masing 0,76 dan 0,73 g/ekor/hari. Terjadi kenaikan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi pada mencit yang mendapat ekstrak kunyit pada air minumnya dibanding dengan kontrol (tanpa ekstrak kunyit dalam air minum).

Pada Gambar 10 terlihat, pemberian ekstrak kunyit sampai taraf perlakuan P4 jika dibandingkan dengan P2 tidak menurunkan pertambahan bobot badan mencit betina waktu bunting atau tidak menurunkan konsumsi ransum. Pemberian tepung kunyit dalam ransum terlalu tinggi dapat menurunkan palatabilitas ransum mencit karena aromanya yang khas, rasanya yang pahit dan pedas (Departeman Kesehatan, 1977) sehingga dapat menurunkan konsumsi ransum dan menyebabkan pertambahan bobot badan juga menurun.

0,73 0,81 0,76 0,81 0,68 0,70 0,72 0,74 0,76 0,78 0,80 0,82 Perlakuan P e rt a m ba ha n B ob ot B a da n (g /e k o r/h a ri)

[image:38.612.149.442.492.678.2]

P1 P2 P3 P4

(39)

26

Penampilan Induk Selama Menyusui

[image:39.612.116.509.202.370.2]

Peubah yang diamati untuk mengetahui penampilan induk selama menyusui adalah konsumsi air minum dan ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum dari hasil penelitian seperti diperlihatkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Konsumsi Air Minum, Ransum dan Pertambahan Bobot Badan Serta Konversi Ransum Induk Mencit Selama Menyusui

Parameter P1 P2 Perlakuan P3 P4 Rataan

Konsumsi Air Minum

(ml/ekor/hari) 17,59±3,90 17,98±2,92 20,61±2,07 21,52±2,63 19,42±3,24

Konsumsi Ransum (g/ekor/hari)

4,36±0,38 4,71±0,45 4,84±0,39 4,75±0,18 4,66±0,39

Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/hari)

0,32±0,07 0,46±0,27 0,40±0,19 0,29±0,09 0,37±0,18

Konversi Ransum 25,72±4,72 29,41±8,50 23,72±6,36 30,37±4,25 27,30±6,40

Konsumsi Air Minum

Rataan konsumsi air minum mencit betina selama masa menyusui disajikan pada Tabel 6. Hasil sidik ragam menunjukkan, pemberian ekstrak kunyit dalam air minum pada masa menyusui tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konsumsi air minum. 17,59 17,98 20,61 21,52 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 Perlakuan K o ns um si A ir M in u m (m l/e kor /ha ri)

P1 P2 P3 P4

[image:39.612.153.440.515.685.2]
(40)

27 Rataan konsumsi air minum tertinggi selama masa menyusui terdapat pada perlakuan P4 sebesar 21,52 ml/ekor/hari, kemudian diikuti P3, P2 dan P1, masing-masing 20,61; 17,98; dan 17,59 ml/ekor/hari sebagaimana terlihat pada Gamabar 11. Semakin tinggi taraf ekstrak kunyit dalam air minum maka konsumsi air minum semakin meningkat. Hal ini disebabkan selain ekstrak kunyit berfungsi sebagai obat diuretika juga karena banyaknya air yang digunakan dalam pembentukan air susu untuk memenuhi kebutuhan anak mencit sebagai sumber pakan utama untuk kehidupannya.

Konsumsi Ransum

Rataan konsumsi ransum induk mencit selama masa menyusui disajikan pada Tabel 6. Hasil sidik ragam menunjukkan, pemberian ekstrak kunyit dalam air minum selama masa menyusui tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum. Rataan konsumsi ransum tertinggi selama masa induk menyusui terdapat pada perlakuan P3 sebesar 4,84 g/ekor/hari, kemudian diikuti P4, P2 dan P1 masing-masing 4,75; 4,71 dan 4,36 g/ekor/hari sebagaimana terlihat pada Gamabar 12.

4,36 4,84 4,75 4,71 4,10 4,20 4,30 4,40 4,50 4,60 4,70 4,80 4,90 Perlakuan K on sum si R a ns u m W a kt u M e ny us u i ( g/ e ko r/ h a ri )

[image:40.612.154.442.406.567.2]

P1 P2 P3 P4

Gambar 12. Diagram Konsumsi Ransum Mencit Induk Menyusui

(41)

28 untuk memproduksi air susu. Smith dan Mangkoewidjojo (1987) menyatakan, setiap hari mencit dapat mengkonsumsi 3-5 g pakan dan jika mencit dalam keadaan bunting dan laktasi, maka selera makannya meningkat.

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan mencit induk selama masa menyusui disajikan pada Tabel 6. Hasil sidik ragam menunjukkan, bahwa induk mencit yang diberi perlakuan ekstrak kunyit dalam air minumnya tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot badan mencit induk selama masa menyusui. Rataan pertambahan bobot badan tertinggi terdapat pada perlakuan P2 yaitu 0,46 g/ekor/hari, kemudian diikuti perlakuan P3, P1 dan P4 masing-masing 0,40; 0,32; dan 0,29 g/ekor/hari seperti terlihat pada Gambar 13.

0,32 0,46 0,29 0,40 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 Perlakuan P e rt a m ba ha n B ob ot B a d a n (g /e k o r/h a ri)

[image:41.612.172.448.330.509.2]

P1 P2 P3 P4

Gambar 13. Diagram Pertambahan Bobot Badan Mencit Induk Menyusui

(42)

29

Konversi Ransum

Konversi ransum merupakan perbandingan antara ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan pada waktu yang sama. Rataan konversi ransum induk mencit setelah melahirkan hingga menyapih atau selama masa menyusui disajikan pada Tabel 6.

Hasil sidik ragam menunjukkan, bahwa pemberian ekstrak kunyit dalam air minum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konversi ransum induk mencit. Walaupun secara statistik tidak berbeda nyata, namun mencit yang mendapat perlakuan P3 (23,72) memiliki nilai konversi ransum lebih kecil atau lebih efisien diikuti P1 (25,72), P2 (29,41) dan P4 (30,37) seperti diperlihatkan pada Gambar 14. Perlakuan P3 yang nilai konversinya lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya ternyata P3 efisien dalam penggunaan ransum, meskipun ransum yang dikonsumsi lebih tinggi tetapi diiringi dengan pertambahan bobot badan yang relatif tinggi juga. Semua nilai konversi induk mencit ini kurang akurat karena nutrisi yang digunakan untuk pembentukan air susu tidak masuk dalam perhitungan.

Rasyaf (1999) menyatakan, bahwa konversi ransum merupakan perbandingan jumlah konsumsi pada periode tertentu dengan produksi yang dicapai pada periode tersebut, sehingga jumlah konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan sangat mempengaruhi nilai konversi.

29,41 23,72 30,37 25,72 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 Perlakuan K on ve rs i R a ns um ( fe e d/ g a in)

[image:42.612.154.440.469.654.2]

P1 P2 P3 P4

(43)

30

Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Reproduksi Mencit

[image:43.612.118.523.212.416.2]

Peubah yang diamati untuk mengetahui penampilan reproduksi induk adalah litter size lahir, bobot lahir, umur penyapihan, litter size sapih, bobot sapih, persentase anak sapihan dan mortalitas hasil selama penelitian diperlihatkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Penampilan Reproduksi Induk Mencit Berdasarkan Perlakuan

Parameter Perlakuan Rataan

P1 P2 P3 P4

Litter Size Lahir (ekor) 7,00±3,03 9,17±3,43 10,17±2,93 9,67±1,86 9,00±2,95

Bobot Lahir (g/ekor) 1,65±0,17 1,55±0,19 1,52±0,12 1,48±0,14 1,55±0,16

Umur Penyapihan (hari) 21±0,00 21±0,00 21±0,00 21±0,00 21±0,00

Litter Size Sapih (ekor) 6,67±2,66 9,00±3,16 8,33±2,07 8,67±1,51 8,17±2,44

Bobot Sapih (g/ekor) 10,55±2,41 8,47±1,99 8,79±1,20 8,71±1,57 9,13±1,92

Persentase Anak Sapihan (%)

96,58±5,34 98,81±2,11 84,53±15,93 90,37±11,19 92,57±11,09

Mortalitas (%) 3,37±5,26 1,19±2,92 15,47±15,93 9,63±11,19 7,42±11,08

Litter Size Lahir

Perlakuan pemberian ekstrak kunyit dalam air minum selama penelitian tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap litter size lahir total mencit. Pada Tabel 7 terlihat rataan litter size tertinggi terdapat pada perlakuan P3 sebesar 10,17 ekor, kemudian diikuti dengan perlakuan P4, P2 dan P1 masing-masing 9,67; 9,17 dan 7,00 ekor. Jelas terlihat, bahwa litter size meningkat dengan adanya penambahan ekstrak kunyit dalam air minum dibandingkan dengan kontrol seperti diperlihatkan pada Gambar 15.

(44)

31 perlakuan tanpa ekstrak kunyit dalam air minum (P1 dengan litter size 7,00 ekor). Inglis (1980) menyatakan, bahwa jumlah anak mencit rata-rata per kelahiran adalah 8-11 ekor. 7,00 9,17 10,17 9,67 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 Perlakuan L itt e r S iz e L a hi r A n ak M e nci t (e k o r)

[image:44.612.153.439.149.307.2]

P1 P2 P3 P4

Gambar 15. Diagram Litter Size Lahir Anak Mencit

Bobot Lahir

Hasil sidik ragam menunjukkan, bahwa pemberian ekstrak kunyit dalam air minum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap bobot lahir anak mencit. Bobot lahir anak mencit yang paling berat terdapat pada perlakuan P1 sebesar 1,65 g/ekor kemudian menurun pada P2, P3 dan P4 masing-masing 1,55; 1,52; 1,48 g/ekor seperti terlihat pada Tabel 7.

Rataan bobot badan per ekor anak mencit saat lahir pada penelitian ini sama dengan keadaan anak mencit pada umumnya. Arrington (1972) menyatakan, bahwa bobot anak mencit saat lahir adalah 1-1,5 g/ekor. Namun, semakin banyak jumlah anak mencit lahir maka bobot badan anak saat lahir cenderung semakin ringan seperti terlihat pada Tabel 7. Moore (1970) menyatakan mencit dalam keadaan normal koefisien regresi antara bobot lahir anak dengan jumlah anak per kelahiran adalah negatif.

(45)

32 disebabkan adanya persaingan foetus dalam uterus. Hal ini menunjukkan, bahwa ekstrak kunyit dalam air minum yang dikonsumsi oleh mencit betina ketika bunting tidak berpengaruh nyata terhadap bobot badan mencit per kelahiran, namun perlakuan yang mendapat taraf ekstrak kunyit yang semakin tinggi dalam air minum dapat menurunkan bobot lahir anak mencit (Tabel 7 dan Gambar 16).

1,65 1,55 1,52 1,48 1,35 1,40 1,45 1,50 1,55 1,60 1,65 1,70 Perlakuan B obot L a hi r A na k M e n c it ( g/ e ko r)

[image:45.612.171.456.209.378.2]

P1 P2 P3 P4

Gambar 16. Diagram Bobot Lahir Anak Mencit

Umur Penyapihan

Umur sapih adalah umur ketika anak dipisahkan dari induknya bisa pada umur 18-28 hari tetapi biasanya umur 21 hari menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988). Pada penelitian ini semua anak disapih pada umur yang sama yaitu 21 hari meskipun waktu penyapihan berbeda disebabkan waktu lahir yang berbeda pula, seperti terlihat pada Tabel 7.

Litter Size Sapih

(46)

33 9,00 ekor, kemudian diikuti P4, P3 dan P1 masing-masing 8,67; 8,33 dan 6,67 ekor seperti terlihat pada Tabel 7.

Pada Gambar 17 terlihat, bahwa rataan litter size sapih yang diberi perlakuan P2, P3, P4 relatif seragam masing-masing 9,00; 8,67; 8,33 ekor dan yang terendah P1 sebesar 6,67 ekor. Diduga, bahwa selama masa menyusui dimana induk masih tetap mendapat ekstrak kunyit melalui air minumnya dapat memberi pengaruh tidak langsung terhadap kehidupan anak selama menyusu.

Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa besarnya litter size sapih juga dipengaruhi jumlah anak yang dilahirkan dan kemampuan induk dalam membesarkan anaknya. Litter size lahir yang tinggi tidak selalu menghasilkan litter size sapih yang tinggi. Tabel 7 memperlihatkan P3 dengan litter size lahir yangtinggi (10,17 ekor) namun menghasilkan litter size sapih paling rendah (8,33 ekor) diantara perlakuan yang mendapat ekstrak kunyit dalam air minumnya.

9,00 8,33 6,67 8,67 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 Perlakuan L itte r S iz e S a pi h A na k M e nc it (e k o r)

[image:46.612.165.451.366.529.2]

P1 P2 P3 P4

Gambar 17. Diagram Litter Size Sapih Anak Mencit

Bobot Sapih

(47)

34 g/ekor diikuti P3, P4 dan P2 masing-masing 8,78; 8,71 dan 8,47 g/ekor seperti terlihat pada Gambar 18.

10,55

8,47 8,79 8,71

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 Perlakuan B obo t S a p ih A na k M e nc it ( g/ e ko r)

[image:47.612.166.449.130.294.2]

P1 P2 P3 P4

Gambar 18. Diagram Bobot Sapih Anak Mencit

Bobot sapih pada perlakaun P2, P3 dan P4 relatif seragam yaitu berkisar 8,47-8,78 g/ekor dan yang tertinggi P1 sebesar 10,55 g/ekor. Hal ini disebabkan pada P1 (1,65 g/ekor) bobot lahirnya lebih tinggi dibandingkan P2, P3 dan P4 masing-masing 1,55; 1,52; dan 1,48 g/ekor. Menurut Sumantri (1984), rataan bobot lahir dan sapih berkorelasi negatif dengan jumlah anak per induk per kelahiran, tetapi berkorelasi positif dengan total kelahiran.

Persentase Anak Sapihan

Persentase anak sapihan adalah jumlah anak yang disapih pada umur 21 hari (littersize sapih) dibagi jumlah anak yang lahir (littersize lahir) lalu dikali seratus persen. Pada Tebel 7 terlihat rataan persentase anak sapihan selama penelitian adalah 92,57% dan yang tertinggi terdapat pada perlakuan P2 sebesar 98,81%, kemudian diikuti P1, P4 dan P3, masing-masing 96,58; 90,37 dan 84,53%. Tidak terjadi perbedaan persentase anak sapihan akibat pengaruh perlakuan ekstrak kunyit dalam air minum, dengan perkataan lain perlakuan tidak menjamin persentase anak sapihan yang tinggi.

Mortalitas

(48)
[image:48.612.121.509.222.356.2]

35 dianggap sebagai suatu indikator berhasil tidaknya usaha peternakan. Pada Tabel 7 terlihat rataan persentase mortalitas selama penelitian adalah 7,42%, sedangkan rataan persentase mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan P3 sebesar 15,47%, kemudian diikuti P4, P1 dan P2, masing-masing 9,63%; 3,37% dan 1,19%. Hasil pengamatan terhadap jumlah mortalitas anak mencit selama penelitian disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah Mortalitas Anak Mencit

Ulangan Perlakuan Jumlah

P1 P2 P3 P4 ---ekor---

1 0 0 0 0 0 2 1 0 5 0 6 3 0 1 4 3 8 4 1 0 1 1 3 5 0 0 0 0 0 6 0 0 1 2 3

Jumlah 2 1 11 6 20

(49)

36

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penambahan ekstrak kunyit dalam air minum berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi air minum mencit jantan dan betina pada waktu bunting, semakin meningkat taraf penggunaannya, meningkat pula konsumsi air minum, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap parameter lainnya. Namun secara umum dengan penambahan ekstrak kunyit dalam air minum dapat memperbaiki penampilan produksi dan reproduksi mencit.

Saran

(50)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS. dan

Dr. Ir. Erika B. Laconi, MS. selaku dosen pembimbing yang dengan kesabarannya

meluangkan waktu memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian hingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kepada Prof. Dr. drh. Aminuddin Parakkasi,

MSc. dan Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. selaku dosen penguji sidang, terimakasih

atas kritik, saran dan masukannya. Terimakasih kepada pembimbing akademik Ir.

Suhut Simamora, MS. atas bimbingan dan nasehatnya selama penulis menempuh

pendidikan di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Ungkapan terimakasih atas kasih sayang dan motivasi yang diberikan oleh

seluruh keluargaku, Ibu dan Ayah atas doa-doa dan kesabarannya dalam merawat

dan membimbingku semoga Allah SWT memberikan kesehatan, rezki dan pahala

yang tiada henti untuk Ibu dan Ayah tercinta dan kakakku Wandri, Riswandi dan

Rismalina terima kasih atas arahan dan motivasinya dan untuk adikku Afrina,

Muhammad Asri, Ahmad Ramadi, Yasrul Huda dan Asnul Habi atas keceriaan

kalian yang meleburkan semua keletihanku.

Terimakasih untuk Zainuddin S.Pt. dan Amrul Lubis S.Pt. atas

saran-sarannya, untuk teman-teman yang penelitian di Laboratorium Non Ruminansia dan

Satwa Harapan Syarif Hidayatullah, Hari Wijaya Haes dan yang lainnya terima kasih

atas bantuan dan kerjasamanya, terimakasih atas motivasi yang diberikan Ifan

Firmansyah, Suherman Lubis, Yefri Wilhamdari, Herman Firmansyah Noor, Fida,

Lusty Istiqomah, Kurniawati Hasanah, Tri Mulyaningsih, Rohmah Kusuma Dewi

serta teman-teman TPT’39 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas

persahabatan indah yang terjalin selama ini.

Bogor, Maret 2006

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Arrington, L. R. 1972. Introductory Laboratory Animal. The Breeding, Care and Management of Experimental Animal Science. The Interstate Printers and Publishing, Inc. New York.

Bogart, R, 1959. Improvement of Livestock. The Mac-Millan Company. New York

Card, L. E. and M. C. Nesheim. 1972. Poultry Production. 11th Edit. Lea and Febiger. Philadelphia.

Darwis, S. N., A. B. D. Madjo Indo dan S. Hasiyah. 1991. Tumbuhan Obat dan Famili Zingiberaceae. Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor.

Departeman Kesehatan. 1977. Materia Medika Indonesia Jilid I. Hal: 47-49.

Eisen, E. J. 1975. Influence of presence on sexual maturation, growth and feed efficiency of female mice. J. Anim. Sci. 40: 816-825.

Eisen, E. J. and B. S. Durrant. 1980. Effect of maternal enverionment and selection for litter size and body weight biomass and feed efficiency in mice. J. Anim. Sci. 50 (40): 667-669.

Ensminger, M. E., J. E. Olfield and W. W. Heinemann. 1990. Feed and Nutrition Second Ed. The Ensminger Publishing Company, California.

Falconer, D. S. 1981. Introduction to Quantitative Genetics. Second Ed. Departement of Genetics and Agriculture Research Council-unit of Animal Genetics. Longman inc., New York.

Fardiaz, S. 1982. Penuntun Praktek Laboratorium Mikrobiologi Pangan. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Frazier, W. C. and D. C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. Tata Mc-Graw Hill Pub. Co. Ltd., New Delhi.

Fox, J. G., B. J. Cohen and F. M. Leow. 1984. Laboratory Animal Medicine. Academic Press, San Diego, California.

(52)

Hafez, E. S. E. 1987. Reproduction in Farm Animal. 5th Edit. Lea and Febiger, Philadelphia.

Hafez, E. S. E. and L. A. Dyer. 1969. Animal Growth and Nutrition. Lea and Febiger. Philadelphia.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid I. Diterjemahkan oleh Badan Litbang Kehutanan Jakarta. Yayasan Sarana Jaya, Jakarta.

Inglis JK. 1980. Introduction to Laboratory Animal Science and Technology. Pergamon Press Ltd., Oxford.

Jitoe, A., T. Masuda, L. G. P. Tengah, D. N. Suprapta, I. W. Gara and N. Nakatami. 1992. Antioxidant activity of tropical ginger extractan analyses. of the contained Curcuminoids. J. Agric. Food. Chem. 40: 1337-1340.

Malole, M. B. B. dan C. S. U. Pramono. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.

Maynard, L. A., K. Loosly, H. F. Hintz and R. G. Warner. 1979. Animal Nutrition. 7th Edit. Mc Graw Hill Publising Company, Inc., Newdelhi.

Moore, R. W. 1970. Prenatal and postnatal material influences on growth in mice selected for body weight. Genetics 64: 59-68.

Muchtadi, D., N.S. Palupi dan Astawan. 1993. Metabolisme Zat Gizi. Sumber, Fungsi dan Kebutuhan Bagi Tubuh Manusia. Jilid II. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Natasasmita, A. 1978. Composition of swamp buffalo (Bubalus bubalis) a study of developmental growth and sex different. Thesis. University of Melborne.

Natarajan, C. P. and Y. S. Lewis. 1980. Technology of Ginger and Turmeric. Plantation Crops Research Institute. Kerala, India.

National Research Council. 1984. Nutrient Requirement of Laboratory Animals. 8th. Rev. Edit. National Academic of Science, Washington.

North, M.O. 1984. Commercial Chicken Production Manual. 3rd Edition. AVI Publishing Company, Incorporation, Westport Connecticut.

Oswald, T. 1981. Tumbuhan Obat. Bharata Karya Aksara Jakarta. Hal: 74-75.

(53)

Purseglove, J. W., E. G. Brown, C. L. Green and S. R. J. Robbins. 1981. Spices. Vol. 2. Longman, London.

Rasyaf , M. 1999. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Keempat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rukmana, H. R. 1994. Kunyit. Penerbit Kanisius. Jakarta.

Rukmana, H.R. 2004. Temu-Temuan. Apotik Hidup di Pekarangan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sidik, M.W., Mulyono, M. Ahmad. 1995. Temulawak (Curcuma xanthoriza R.). Seri Pustaka Tanaman Obat. Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam, Phyto Medica.

Smith, B. J. and S. Mangkoewidjojo. 1987. The Care, Breeding and Management of Experimental Animal for Research in the Tropics. International Development Program of Australian Universities and Colleges Ltd., Canberra.

Smith, B. J. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Sumantri, C. 1984. Aspek Genetika Beberapa Sifat Produksi Mencit (Mus musculus). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Sumiati, T. dan I. K. Adnyana. 2004. Si Kuning Kaya Manfaat. http://www. Pikiran-rakyat. Com/cakrawala/lainnya02.htm. [27 Januari 2006].

Toilehere, M. R. 1979. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung.

Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ketiga. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

(54)
(55)

Lampiran 1. Rataan Konsumsi Ransum Mencit Jantan dan Betina Bunting (g/dua ekor/hari)

Perlakuan Ulangan Rataan Konsumsi Ransum Selama 21 Hari

1 6,92

2 7,63

3 7,76

P1 4 8,02

5 7,93

6 8,59

Rataan 7,81

1 7,73

2 7,95

3 9,10

P2 4 9,13

5 8,22

6 6,93

Rataan 8,17

1 7,62

2 8,78

3 8,32

P3 4 9,35

5 8,51

6 7,76

Rataan 8,39

1 10,02

2 8,08

3 9,57

P4 4 8,58

5 8,02

6 8,34

(56)

Lampiran 2. Rataan Konsumsi Ransum Mencit Induk Waktu Menyusui (g/ekor/hari)

Perlakuan Ulangan Rataan Konsumsi Ransum Selama 21 Hari

1 4,32

2 4,57

3 3,97

P1 4 4,64

5 4,79

6 3,85

Rataan 4,35

1 4,61

2 4,09

3 5,37

P2 4 4,87

5 4,95

6 4,37

Rataan 4,71

1 5,28

2 5,19

3 4,74

P3 4 4,67

5 4,20

6 4,93

Rataan 4,82

1 4,94

2 4,42

3 4,81

P4 4 4,84

5 4,80

6 4,66

(57)

Lampiran 3. Rataan Konsumsi Air Minum Mencit Jantan dan Betina Waktu Bunting (ml/dua ekor/hari)

Perlakuan Ulangan Rataan Konsumsi Air Minum Selama 21 Hari

1 10,94

2 12,3

3 10,73

P1 4 11,43

5 13,73

6 11,95

Gambar

Gambar 1.  Mencit Putih dan Agouti
Tabel 1. Sifat Biologis Mencit (Mus musculus)
Tabel 2. Komposisi Kimia Kunyit
Gambar 4.  Struktur Molekul Komponen Kurkuminoid
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan limit switch dibuat dengan sistem kerja yang berbeda, limit switch dibuat dengan sistem kerja yang dikontrol oleh dorongan atau tekanan (kontak fisik) dari

Sangat penting bagi guru Bahasa Inggris untuk membuat semacam terobosan dalam mengajar, dengan mencoba menggunakan media yang sesuai dengan zaman untuk

ADONIA

Tujuan: Menganalisis pengaruh penambahan kayu manis terhadap pH, tingkat kecerahan (L*), aktivitas antioksidan, gula total dan organoleptik yang meliputi warna,

 Guru memberikan tugas pada siswa untuk mencari pengertian hadits, sunnah, khabar dan atsar dari berbagai sumber seperti; buku pegangan siswa, lks,internet

 Dry eye eye syndrome syndrome (sindroma mata kering) adalah penyakit multifaktorial (sindroma mata kering) adalah penyakit multifaktorial dengan gejala berkurangnya

Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan curah hujan total tahunan, bulan basah (DJF), bulan kering (JJA), dan bulan peralihan (MAM &amp; SON) pada

menunjukan hasil regresi secara keseluruhan yang menjelaskan hubungan stres kerja terhadap kinerja karyawan, dimana didapatkan nilai R sebesar 0,776 yang menunjukkan