PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMAS
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi dan Klasifikasi Landak
Landak merupakan hewan mamalia yang bersifat soliter dan nokturnal. Landak memiliki ciri khas pada rambutnya. Secara umum, landak memiliki dua macam rambut, yaitu rambut halus dan rambut yang mengeras atau duri. Seekor landak mempunyai kurang lebih 30.000 duri di tubuhnya (Roze 1989). Duri-duri landak merupakan alat pertahanan utama dari predator. Klasifikasi landak menurut Corbet dan Hill (1992) adalah sebagai berikut:
Kelas : Mamalia Ordo : Rodensia Subordo : Hystricomorpha
Famili Hystricidae: Old World Porcupines
Atherurus africanus, African Brush-tailed Porcupine Atherurus macrourus, Asiatic Brush-tailed Porcupine Hystrix cristata, African Porcupine
Hystrix africaeaustralis, Cape Porcupine Hystrix hodgsoni, Himalayan Porcupine Hystrix indicus, Indian Porcupine Hystrix brachyura, Malayan Porcupine
Hystrix javanica, Sunda Porcupine/ Javan Porcupine Thecurus crassispinis, Bornean Porcupine
Thecurus pumilis, Philippine Porcupine Thecurus sumatrae, Sumatran Porcupine Trichys fasciculata, Long-tailed Porcupine Famili Erethizontidae: New World Porcupines
Landak mempunyai panjang badan antara 40 sampai dengan 91 cm dan panjang ekor berkisar antara 6 sampai dengan 25 cm. Bobot badan landak secara normal berada di antara 5.4 sampai dengan 16 kg (tergantung spesies). Landak memiliki bentuk tubuh lonjong dan cenderung untuk bergerak secara lambat. Landak memiliki berbagai macam corak rambut dan duri, yaitu coklat, hitam, abu- abu, dan putih (Parker 1990). Kebanyakan orang mengira landak berhubungan
dengan hedgehogs (Erinaceomorph) karena tubuh mereka sama-sama ditutupi oleh duri. Padahal, landak dan hedgehogs mempunyai hubungan kekerabatan filogenetik yang jauh (Vaughn et al. 2000).
Landak mempunyai daerah penyebaran yang cukup luas. Rata-rata landak tinggal pada daerah tropis seperti Asia, Italia, Afrika, Amerika Selatan, dan Amerika Utara. Habitat landak adalah hutan, padang pasir, tempat berbatu, lereng bukit, dan padang rumput (Goodwin 1865).
Deskripsi Hystrix
Genus Hystrix mempunyai ekor yang paling pendek di antara semua subgenus Old World porcupines. Hystrix memiliki duri berderak di bagian ekornya. Hal ini menyebabkan adanya suara berderik ketika duri-duri ekor bergerak (Grzimek 1975). Gabungan suara duri pada ekor dengan penampakan duri-duri di punggung landak dapat menyebabkan hewan lain menjadi takut terhadap landak. Hystrix cenderung hidup di tanah( Goodwin 1865).
Beberapa spesies Hystrix adalah hewan herbivora. Mereka memakan buah, akar tanaman, dan umbi-umbian. Tetapi, beberapa spesies Hystrix lainnya ada yang memakan tulang kering binatang. Tidak seperti rodensia lainnya, Hystrix memiliki gigi seri yang sangat besar, sehingga dapat menghancurkan tulang kering. Namun, Hystrix tidak memiliki gigi taring. Jumlah gigi Hystrix adalah 20 (Grzimek 1975). Formula gigi Hystrix dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Formula gigi Hystrix
Sumber : Gale (2004)
Masa kebuntingan pada Hystrix adalah sekitar 100 sampai dengan 112 hari (Van Aarde 1985). Hystrix termasuk hewan poliestrus. Seekor Hystrix biasanya memiliki 2 sampai dengan 4 anak per kelahiran. Landak betina dapat melahirkan sebanyak dua kali dalam setahun (Norsuhana et al. 2009). Sebelum melahirkan, landak betina akan menggali tanah untuk membuat suatu ruangan sebagai tempat I (Gigi seri) C (Gigi taring) P (Gigi premolar) M (Gigi molar) 2 x 1 0 1 3 1 0 1 3
melahirkan. Landak yang baru dilahirkan memiliki duri-duri lembut yang akan mengeras beberapa jam kemudian setelah kelahiran. Walaupun anak landak mulai dapat memakan pakan keras setelah 2 minggu kelahiran, induk landak masih harus menyusuinya selama 13 sampai 19 minggu postpartus (Van Aarde 1985). Landak muda akan tinggal secara berkoloni sampai mereka mencapai umur dua tahun. Sebelum mereka mencapai umur 2 tahun, mereka akan tinggal bersama dengan induknya di dalam sarang (Norsuhana et al. 2009).
Di Indonesia, terdapat 3 jenis Hystrix. Namun, ketiganya hanya dikenal dengan satu nama yaitu “landak”. Ketiga jenis landak tersebut adalah Malayan porcupine (Hystrix brachyura), Sunda porcupine atau Javan porcupine (Hystrix javanica), dan Sumatran porcupine (Hystrix sumatrae). Selain di Indonesia, Malayan Porcupine dapat ditemui juga di Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Vietnam, Myanmar, Laos, China, Nepal, India, dan Banglades. Sedangkan kedua jenis lainnya merupakan satwa endemik Indonesia. Hystrix javanica merupakan satwa endemik Jawa dan Hystrix sumatra satwa endemik Sumatera.
Hystrix Javanica
Hystrix javanica atau biasa dikenal sebagai landak ekor pendek Jawa. Landak Jawa ditemukan oleh F. Cuvier pada tahun 1823 di Jawa (Grzimek 1975). Landak Jawa memiliki karakteristik sebagai berikut: berat rata-rata sekitar 8 kg dengan panjang tubuh sekitar 45.5 sampai dengan 73.5 cm. Panjang ekornya berkisar antara 6 sampai dengan 13 cm (Gambar 1). Susunan dan struktur duri landak Jawa menyerupai subgenus Thecurus (Grzimek 1975).
Landak Jawa terdapat di sekitar Pulau Jawa, Lombok, Madura, Flores, dan Sumbawa. Landak Jawa dapat ditemukan di hutan, dataran rendah, kaki bukit, dan area pertanian. Pakan landak Jawa dapat berupa buah-buahan, sayur-sayuran, akar, dan batang tumbuhan.
Gambar 1 Hystrix javanica.
Landak Jawa memiliki ekor yang pendek (6 cm sampai dengan 13 cm) dengan panjang tubuh berkisar antara 45.5 cm sampai dengan 73.5 cm. Bar 10 cm.
Rambut
Rambut adalah struktur berkeratin panjang yang berasal dari invaginasi epitel epidermis. Warna, ukuran, dan penyebarannya bervariasi sesuai spesies, umur, jenis kelamin, dan bagian tubuh (Dyce et al. 2002). Rambut berfungsi sebagai penyekat, pelindung, dan reseptor sensoris. Jumlah rambut pada hewan, khususnya hewan domestik, secara langsung berhubungan dengan ukuran dan banyaknya folikel rambut yang terdapat di dalam kulit.
Secara sederhana, rambut dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu batang rambut dan akar rambut (Aspinall dan O‟Reilly 2004). Batang rambut masih dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian: kutikula, cortex, dan medulla. Kutikula adalah lapisan epitel yang telah mengalami proses kornifikasi. Kutikula juga merupakan bagian yang akan berhubungan dengan sel kutikula akar rambut. Batang rambut sebagian besar dibentuk oleh bagian cortex. Cortex merupakan daerah yang terdiri dari beberapa lapisan sel yang mengalami proses kornifikasi
oleh „hard‟ keratin. Lapisan sel tersebut juga mengandung pigmen. Bagian
terakhir dari batang rambut, daerah medulla terdiri dari sel-sel yang berbentuk kuboid (Akers dan Denbow 2008).
Pertumbuhan rambut dimulai ketika sel-sel di bagian apex akar rambut berkembang menjadi sel medulla yang baru. Sel medulla kemudian berkembang menjadi cortex dan kutikula. Pertumbuhan rambut akan berjalan secara analog
dengan pertumbuhan epidermis. Sel-sel yang terdapat di bawah secara progresif akan menggantikan sel-sel di atasnya (Akers dan Denbow 2008). Dalam beberapa kasus, rambut dapat berdiri karena adanya kontraksi dari musculus arrector pili. m. arrector pili merupakan lapis otot halus yang melekat pada jaringan ikat di sekitar folikel rambut dan bagian batang rambut di bawah kulit (Aspinall dan
O‟Reilly 2004).
Pertumbuhan rambut memiliki dua fase, fase tumbuh dan fase istirahat. Fase tumbuh merupakan fase ketika rambut akan terus menerus tumbuh. Rambut tidak akan mengalami proses pertumbuhan ketika berada di fase istirahat. Kedua fase ini tidak berlangsung secara sinkron di semua bagian tubuh atau bahkan di daerah yang sama (Aspinall dan O‟Reilly 2004). Lama masa pertumbuhan dan masa istirahat rambut juga bervariasi sesuai daerah tubuh. Siklus pertumbuhan rambut dibagi menjadi tiga fase: anagen, katagen, dan telogen (Gambar 2). Rambut berasal dari proliferasi sel di dalam folikel rambut selama masa anagen. Penambahan sel secara kontiyu akan menghasilkan proses elongasi menjadi batang rambut. Penghentian proses elongasi terjadi ketika aktivitas mitosis dari sel basal menurun. Katagen adalah fase peralihan. Sel-sel di folikel rambut secara progresif diubah menjadi semakin solid, banyak mengandung masa keratin, dan bagian distal dari folikel akan menjadi semakin tipis. Folikel rambut akan terdorong menuju ke lapisan atas dan papilla akan menghilang. Setelah itu, struktur rambut yang baru akan muncul. Formasi dari pembentukan folikel akan dimulai dengan fase telogen yang dapat berlangsung selama beberapa minggu bahkan bulan (Akers dan Denbow 2008).
a
Gambar 2 Skema siklus pertumbuhan rambut (Akers dan Denbow 2008).
Pertumbuhan rambut mulai berjalan lambat pada fase akhir anagen (a). Setelah itu, folikel rambut akan mengalami kontriksi pada fase awal katagen (b). Pada fase akhir katagen, folikel rambut akan terdorong menuju ke lapisan atas dan papilla akan menghilang (c). Folikel dan batang rambut baru mulai terbentuk pada fase awal anagen (d). Pertumbuhan folikel rambut baru akan mengikuti alur yang sama dengan folikel rambut sebelumnya.
Duri Landak
Landak mempunyai sistem pertahanan diri yang unik. Landak mempertahankan dirinya dengan menggunakan duri pelindung atau duri pertahanan. Duri pelindung berfungsi untuk menyembunyikan atau menutupi tubuhnya pada saat landak dalam keadaan terancam (Parker 1990). Panjang duri landak pada bagian wajah hanya sekitar 1.2 cm, sedangkan pada bagian punggung, panjang rambut landak bisa mencapai 12.5 cm (Goodwin 1865).
Setiap duri yang ada pada tubuh landak tertanam di dalam kulit. Duri melekat pada otot yang berfungsi sebagai penarik duri tersebut ke atas (penegang) ketika ada ancaman yang mendekat (Grzimek 1975).
Batang rambut
Kelenjar sebaseus
Duri-duri pertahanan landak akan ditegangkan ketika landak merasa terancam oleh predator. Landak mampu menghempaskan duri-duri pertahanannya ke tubuh predator ketika predator mendekati landak. Duri-duri pertahanan tersebut dapat terlepas dan menancap pada tubuh predator. Duri-duri yang hilang tersebut akan diganti oleh duri-duri baru. Duri-duri baru ini akan tetap berada atau tertanam di dalam kulit sampai mereka tumbuh sempurna. Pertumbuhan duri baru akan sama dengan proses pertumbuhan rambut pada umumnya (Akers dan Denbow 2008).
Landak menggunakan duri-durinya dengan dua cara, defensive (bertahan) dan offensive (menyerang). Cara defensive digunakan ketika musuh akan mendekat atau menganggu landak. Pada saat ini, duri-duri landak akan menegang. Cara offensive dilakukan dengan menusukkan sejumlah duri pada bagian tubuh musuh. Duri landak yang tertancap pada daging akan terus masuk atau berpenetrasi ke dalam daging. Duri landak tersusun oleh matrik yang membuatnya sangat kaku dan tajam (Roze 1989).
METODOLOGI
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada kandang hewan coba yang terletak di Unit Rehabilitasi dan Reproduksi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi serta di Laboratorium Anatomi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung selama 7 bulan, yaitu dari bulan Agustus 2010-Februari 2011.
Bahan dan Alat
Penelitian ini menggunakan 5 ekor landak Hystrix javanica dewasa yang memiliki bobot badan antara 7-9 kg. Empat landak berjenis kelamin jantan dan satu landak berjenis kelamin betina. Seluruh landak Jawa tersebut telah diaklimatisasi selama 1 tahun. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas xylazin HCl 2%, ketamin HCl 10%, alkohol 70%, dan aquades. Alat-alat yang digunakan antara lain penggaris, digital mikrokaliper, spidol, kantong plastik, staples, gunting, isolasi, label, dan jarum suntik (syringe).
Kandang dan Perlengkapan
Kandang yang digunakan untuk penelitian ini terbuat dari stainless steel. Satu buah kandang berisi 1 ekor landak. Satu kandang khusus disediakan untuk proses anaesthesia. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum yang terbuat dari stainless steel.
Rancangan Penelitian Pembiusan
Landak dibius dengan menggunakan xylazin HCl 2% dan ketamin HCl 10%. Dosis xylazin adalah 2 mg/kg BB dan dosis ketamin adalah 5 mg/kg BB. Penyuntikan anastetikum ini dilakukan secara intra muscular/ IM pada otot di bagian dorsal coccygeal landak (Morin dan Berteaux 2003).
Pengamatan duri secara makroskopis
Pengamatan duri dilakukan segera setelah hewan terbius. Duri yang diamati berasal dari regio capitis/ kepala sampai dengan regio coccygeal/ ekor. Daerah pengamatan duri dibagi menjadi sebelas regio yaitu: capitis (CA), cervical (CE), dorsal scapula (DS), dorsal thorakal 1 (DT1), lateral thorakal 1 (LT1), thorakal 2 (T2), lumbal (LL), dorsal femur (DF), pangkal coccygeal (PC), median coccygeal (MC), dan apikal coccygeal (AC). Kesebelas regio tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Pemilihan 11 regio karena pada kesebelas regio tersebut terlihat pola duri yang berbeda antar satu sama lain. Sampel duri landak diambil dari kelompok-kelompok duri yang ada pada tiap regio secara acak. Kelompok duri yang dipilih adalah kelompok duri yang memiliki jumlah duri lengkap.
Gambar 3 Pembagian 11 regio pengamatan duri.
Capitis (CA), cervical (CE), dorsal scapula (DS), dorsal thorakal 1 (DT1), lateral thorakal 1 (LT1), thorakal 2 (T2), lumbal (LL), dorsal femur (DF), pangkal coccygeal (PC), median coccygeal (MC), dan apikal coccygeal (AC). Bar 10 cm.
Pengukuran duri
Duri yang telah diambil diukur dengan menggunakan digital mikrokaliper dan penggaris. Pengamatan dilakukan terhadap warna, panjang, dan diameter duri. Bagian-bagian diameter yang diamati adalah diameter bagian pangkal duri (a), diameter tengah duri (b), dan 2 mm dari ujung duri yang mengarah ke apikal (c). Pengukuran diameter bagian tengah duri dilakukan pada bagian yang terbesar dari duri. Panjang tiap duri diukur berdasarkan pola warnanya, yaitu putih I, hitam, dan putih II. Lokasi pengukuran dari sebuah duri dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Lokasi pengukuran diameter dan panjang duri.
Panjang duri didapat dari total panjang putih (x), hitam (y), dan putih II (z). Pengukuran diameter dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: bagian duri yang menempel pada tubuh (a), diameter duri terbesar (b), dan 2 mm dari ujung duri (c).
Pengukuran diameter (a,b,c) dan panjang (x,y,z) dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan. Total duri yang diukur dari semua regio adalah sebanyak 740 duri. Hasil yang digunakan pada penelitian ini merupakan rata-rata dari hasil pengukuran pertama dan kedua. Kemudian hasil yang didapat dianalisa secara deskriptif.
Untuk menguji bahwa pola kelompok duri memiliki bentuk seperti kipas dan panjang kelompok duri tiap regio berbeda, maka hasil panjang (x,y,z) diuji dengan menggunakan uji keragaman atau ANOVA (Analysis of Variants) rancangan percobaan acak lengkap dan acak kelompok, serta uji Duncan. Uji keragaman rancangan acak kelompok dilakukan pada perhitungan untuk mencari pola kelompok duri berbentuk kipas dan uji keragaman rancangan acak lengkap dilakukan pada panjang kelompok tiap regio. Pengukuran pencarian pola kelompok duri menggunakan 5 duri dari tiap kelompok di tiap regio. Pemilihan duri di tiap kelompok dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Pemilihan 5 duri untuk uji keragaman dan uji Duncan pada pola kelompok duri yang berbentuk seperti kipas.
Kelima duri itu adalah duri paling kiri (1) dan kanan (5) dari satu kelompok, duri paling tinggi (3), duri di antara ujung kiri dan paling tinggi (2), serta duri di antara ujung kanan dan duri paling tinggi (4). Bar 1 cm.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Rambut
Landak Hystrix javanica memiliki tiga macam bentuk rambut: rambut halus (seperti rambut pada mamalia lain), rambut peraba, dan duri. Rambut halus dan duri terdapat di seluruh bagian tubuh landak, kecuali pada bagian hidung, mulut, daun telinga, dan telapak kaki (Barthelmess 2006). Rambut halus dan duri tumbuh membentuk kelompok yang menyerupai suatu pola tertentu (Gambar 6). Fungsi dari rambut halus adalah sebagai pelindung dari cuaca panas maupun dingin, membantu mengatur proses homeostasis tubuh, dan sebagai reseptor sensoris (Akers dan Denbow 2008). Rambut peraba berwarna hitam dan putih terdapat di bawah hidung dan di sekitar pipi landak (Gambar 7). Rambut peraba merupakan rambut khusus yang tumbuh dari folikel hipodermis. Folikel-folikel tersebut dikelilingi oleh saraf yang responsif terhadap rangsangan mekanik seperti
sentuhan atau gerakan (Aspinall dan O‟Reilly 2004).
Gambar 6 Rambut halus pada regio lumbal (a dan b).
Tanda panah hitam menunjukkan rambut-rambut halus yang berwarna putih dan tumbuh di sela-sela duri. Bar 2 cm.
Duri-duri yang terdapat pada tubuh landak dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu duri pipih, duri sejati, duri transisi, dan duri berderak (Gambar 8). Hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Barthelmess (2006) pada landak Afrika (Hystrix africaeaustralis). Duri-duri ini tersebar dengan pola penyebaran yang bervariasi sesuai regio tubuh dan jenis duri. Beberapa regio hanya terdiri dari satu jenis duri dan regio lainnya dapat terdiri dari dua jenis duri. Distribusi duri pada 11 regio dapat dilihat pada Tabel 2.
Gambar 7 Rambut peraba.
Tanda panah hitam menunjukkan rambut peraba yang hanya terdapat di regio capitis (CA). Bar 10 cm.
Tabel 2 Distribusi rambut dan duri pada 11 regio tubuh Jenis Rambut dan
Duri Regio CA CE DS DT1 LT1 T2 LL DF PC MC AC Rambut halus + + + + + + + + + + - Rambut peraba + - - - - Duri pipih + + + + + - - - - Duri sejati - - - + + + + + - Duri transisi - - - + - + + - Duri berderak - - - +
Keterangan: + Jenis duri tersebut terdapat pada suatu regio - Jenis duri tersebut tidak terdapat pada suatu regio
CA: capitis, CE: cervical, DS: dorsal scapula, DT1: dorsal thorakal 1, LT1: lateral thorakal 1, T2: thorakal 2, LL: lumbal, DF: dorsal femur, PC: pangkal coccygeal, MC: median coccygeal, AE: apikal coccygeal.
Duri pipih berbentuk gepeng dan tipis. Duri pipih memiliki ujung yang tidak terlalu tajam, dan agak fleksibel. Duri pipih dapat mempunyai empat pola warna, yaitu putih, hitam, putih belang hitam, dan putih belang hitam belang putih. Duri pipih merupakan duri-duri yang terdapat pada regio CA, CE, DS, DT1, LT1, dan ventral abdomen. Duri-duri ini diduga berfungsi seperti rambut penutup. Keberadaan duri-duri pipih pada regio LT1 landak betina tampaknya agar anak landak tidak terlukai oleh duri induknya pada saat menyusui. Landak memiliki tiga pasang mamae yang terletak pada bagian lateral thorakal (Norsuhana et al. 2008)
Duri sejati memiliki diameter yang cukup besar, sehingga bentuknya tebal. Selain itu, duri sejati memiliki ujung yang sangat tajam, relatif tidak fleksibel, dan memiliki penampang berbentuk bulat seperti yang digambarkan oleh Barthelmess (2006) pada landak Afrika. Duri sejati memiliki pola warna hitam belang putih dan putih belang hitam belang putih. Duri-duri sejati merupakan duri-duri yang terdapat pada regio T2, LL, DF, PC, dan MC. Duri-duri tersebut dapat menancap ke tubuh predator landak, sehingga dianggap sebagai alat pertahanan primer (Goodwin 1865).
Jenis duri yang ketiga adalah duri transisi. Duri transisi memiliki penampang bulat kecil dan sangat panjang. Duri transisi merupakan duri yang memiliki diameter tengah duri terkecil, lebih fleksibel atau lentur, dan memiliki ukuran paling panjang dari ketiga jenis duri lainnya. Duri transisi hanya memiliki satu macam pola warna, yaitu putih belang hitam belang putih. Duri jenis ini terdapat di sebelah kanan atau kiri dari duri terbesar di beberapa kelompok duri pada regio LL, PC, dan MC. Duri ini hanya berjumlah satu buah pada satu kelompok duri. Barthelmess (2006) menyatakan bahwa duri transisi merupakan transisi dari duri sejati dan rambut peraba dalam hal panjang, diameter, dan fleksibilitas. Duri ini diduga memiliki fungsi sebagai alat sensoris. Selain itu, duri transisi diduga berfungsi untuk menambah volume penegangan duri-duri sejati ketika duri menegang pada regio LL, PC, dan MC. Hal ini bertujuan agar duri-duri sejati terlihat lebih banyak dan mengembang, sehingga predator menjadi takut dengan landak.
Jenis duri terakhir adalah duri berderak yang terdapat pada regio AC. Duri berderak memiliki bentuk yang paling berbeda dari duri-duri lainnya. Pada landak Jawa, duri pada regio AC berbentuk seperti gelas piala kecil berwarna putih yang dapat mengeluarkan bunyi gemerincing seperti suara ular derik ketika landak merasa terancam oleh predator (Grzimek 1975). Hal ini serupa dengan landak Afrika (Barthelmess 2006). Duri pada AC akan menghasilkan bunyi karena saling tertekan atau terguncang antara duri yang satu dengan duri yang lain.
b
Gambar 8 Empat jenis duri landak.
Duri pipih terdapat pada regio capitis, cervical, dorsal scapula, dorsal thorakal 1, dan lateral thorakal 1 (a). Duri sejati terdapat pada regio thorakal 2, lumbal, dorsal femur, pangkal coccygeal, dan median coccygeal (b). Duri transisi terdapat di beberapa kelompok pada regio lumbal, pangkal coccygeal, dan median coccygeal (c). Duri berderak hanya terdapat pada apikal coccygeal (d). Bar 1 cm.
Duri-duri sejati merupakan duri yang paling sering rontok, baik rontok karena menancap pada musuh atau karena waktu pergantian duri (moulting). Pada mamalia, rambut akan tumbuh terus menerus selama fase anagen. Fase anagen adalah fase ketika folikel rambut mengalami proliferasi. Setelah fase anagen, rambut akan mengalami fase katagen atau fase peralihan dari fase anagen menjadi fase telogen. Proliferasi folikel rambut akan berhenti sementara ketika rambut berada pada fase telogen atau fase istirahat (Akers dan Denbow 2008). Duri sejati pada regio T2, LL, DF, PC, dan MC diduga memiliki fase anagen yang lebih dominan, sehingga laju pertumbuhan duri berlangsung cepat. Duri-duri yang terdapat pada regio CA sampai dengan LT1 dan AC diduga memiliki fase katagen dan telogen yang lebih lama dari pada regio T2 sampai dengan MC. Oleh sebab itu, duri-duri pada regio CA sampai dengan LT1 dan AC lebih jarang mengalami moulting.
a
c
d
Panjang dan Diameter Duri
Pola khas yang terbentuk pada kelompok duri dapat diamati dari perubahan warna dan ukuran duri. Kesebelas regio tersebut memiliki pola yang berbeda satu sama lain, baik dilihat dari warna dan atau ukuran durinya. Hasil pengukuran diameter dan panjang duri dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil rataan pengukuran diameter dan panjang seluruh duri di tiap regio Regio Diameter (mm) a b c x y z CA 0.14±0.04 0.57±0.26 0.16±0.11 0.15±0.15 3.34±0.7 0.18±0.18 CE 0.24±0.02 1±0.04 0.39±0.02 0 4.18±0.45 0.57±0.47 DS 0.28±0.01 1.2±30.03 0.42±0.05 0.38±0.38 4.41±0.12 0.65±0.35 DT1 0.41±0.02 1.67±0.07 0.51±0.08 0.77±0.22 3.65±0.19 0.47±0.11 LT1 0.34±0 1.61±0 0.48±0.04 0.87±0.3 2.48±0.1 0.56±0.18 T2 1.02±0.03 2.64±0.02 0.82±0.03 1.9±0.01 3.93±0.39 1.19±0.16 LL 1.59±0.13 3.65±0.06 0.95±0.04 4.08±0.1 4.62±0.41 3.45±1.23 DF 0.82±0.05 2.61±0 0.71±0.03 2.15±0.19 2.54±0.08 1.24±0.06 PC 0.72±0.06 2.34±0 0.67±0 0.97±0 2.32±0.21 1.12±0.17 MC 1.07±0.03 2.70±0.07 0.79±0.02 1.35±0.04 2.42±0.09 1.44±0.03 AC 0.4±0.04 4.45±0 3.98±0.06 3.78±0.13 0 0
Dari Tabel 3 didapat bahwa rata-rata diameter duri terkecil 0.14 mm, 0.57 mm, 0.17 mm (a,b,c) terdapat pada regio CA. Duri-duri pada regio CA banyak didominasi oleh warna hitam. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran panjang y 3.34±0.7 cm, sedangkan x dan z hanya 0.15±0.15 cm dan 0.18±0.18 cm. Secara makroskopis, duri pada regio CA tampak seperti rambut halus (Gambar 9).
Duri-duri pada regio CE dan DS memiliki ukuran diameter dan panjang yang tidak terlalu jauh berbeda satu sama lain. Pola warna duri pada regio CE dan DS juga banyak didominasi oleh warna hitam (Gambar 9). Panjang y pada regio CE dan DS adalah 4.18±0.45 cm dan 4.41±0.12 cm. Perbedaan antara duri pada