• Tidak ada hasil yang ditemukan

Taksonomi.

Berdasarkan jumlah kromosom, famili Hylobatidae (gibbon)

dikelompokkan dalam empat genus yaitu Bunopithecus, Hylobates, Nomascus dan

Symphalangus yang memiliki 12 spesies (Tabel 1).

Tabel 1 Klasifikasi Gibbon berdasarkan jumlah kromosom (Geissmann 2002)

Genus Jumlah Pembagian Spesies Distribusi

Kromosom kelompok diploid

Hylobates 44 Lar group H. agilis Sumatra barat & Timur,

Kalimantan bagian Barat daya, Semenanjung Malaya

H. klossii Kepulauan Mentawai

H. lar Thailand, Burma timur,

Sumatra utara, Yunan Barat daya

H. moloch Jawa barat & tengah

H. muelleri Kalimantan tenggara

H. pileatus Thailand timur

Bunopithecus 38 B. hoolock Assam, Bangladesh,

Burma, Yunnan barat

Nomascus 52 Concolor N. concolor Vietnam utara &

group tenggara, Yunnan,

pulau Hailand

N. gabriellae Laos Barat laut & selatan

N. leucogenys Vietnam selatan Kamboja barat

Laos, Vietnam, Yunnan

N.sp.cf. nasutus Cina, Vietnam

Symphalangus 50 S. syndactylus Siamang Semenanjung Malaya & Sumatra

Owa jawa (Hylobates moloch) memiliki 44 kromosom. Owa jawa

diklasifikasikan ke dalam: Ordo: Primata, Famili: Hylobatidae; Genus: Hylobates;

Spesies: Hylobates moloch; (Rowe 1996) Nama lokal adalah Owa, Wau-wau

kelabu (Jawa Barat). Berdasarkan warna rambut dan daerah penyebaran, owa jawa

pangoalsoni (Supriatna & Wahyono 2000; Geismann 2004). H. moloch moloch

memiliki warna rambut lebih gelap dan penyebarannya terdapat di Jawa bagian

barat, sedangkan H. moloch pangoalsoni mempunyai warna rambut lebih terang

dan daerah penyebarannya di Jawa bagian tengah.

Owa jawa dikelompokkan ke dalam Hylobates karena penghuni pohon

dan memiliki ketangkasan melebihi genus yang lain (Nowak 1999). Owa jawa hidup berkelompok, berkeluarga secara monogami. Satu kelompok keluarga beranggotakan sepasang induk dengan 1 – 2 individu anak yang belum mandiri (Supriatna & Wahyono 2000), sehingga rerata jumlah satu kelompok terdiri atas 4 individu (Kuester 1999). Pada kelompok tertentu, hanya terdiri dari pasangan

induk jantan dan betina (Nijman 2004). Kematangan seksual owa jawa setelah

berumur 4 – 5 tahun dan priode kebuntingan berkisar antara 190 – 214 hari dengan interval kelahiran 3 – 4 tahun (Geissmann 1991).

Morfologi

Secara morfologi, genus Hylobates tidak memiliki ekor, kepala berukuran

kecil dan bulat, hidung tidak menonjol, rahang kecil dan pendek, dada lebar dengan rambut yang tebal dan halus (Grezimek 1972). Owa jawa memiliki rambut tebal berwarna abu-abu keperakan. Rambut di atas kepala hitam dan kulit muka hitam, alis berwarna putih, rambut pada bayi berwarna kelabu terang dibanding dengan dewasa (Rowe 1996).

Bobot tubuh owa jawa sekitar 4 - 8 kg. Bobot tubuh jantan dewasa antara 4 – 8 kg dan betina dewasa antara 4 – 7 kg (CI Indonesia 2000). Panjang tubuh jantan dan betina dewasa berkisar antara 750 – 800 mm, memiliki lengan yang panjang dan tubuh ramping, sehingga sangat ideal untuk melakukan pergerakan diantara tajuk pohon di hutan (Kuester 2000). Owa jawa jantan dan betina tidak memiliki dimorfisme yang jelas.

Owa jawa memiliki telapak tangan yang panjang dan melengkung. Morfologi ini sangat membantu owa jawa sebagai alat lokomosi memudahkan dalam melakukan brankiasi. Ibu jari pendek dan tidak dipergunakan saat brankiasi, ibu jari bersifat oposabel dan bermanfaat pada saat memanjat dahan,

dan mematahkan ranting, memanipulasi makanan dan grooming (Geissmann 2005).

Gambar 2 Morfologi owa jawa di HLGP

Populasi

Populasi adalah kumpulan mahluk hidup satu spesies yang sama atau memiliki kesamaan genetik dan secara bersama-sama mendiami suatu wilayah dan dalam waktu tertentu (Odum 1971). Pendapat lain mengatakan bahwa populasi adalah kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu satu spesies yang mampu menghasilkan keturunan yang sama dengan tetuanya (Alikodra 2002). Sifat khas yang dimiliki oleh populasi adalah kerapatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), sebaran (distribusi), umur, potensi biotik, sifat genetik, perilaku dan pemencaran (dispersi) (Tarumingkeng 1994).

Bila dihubungkan dengan individu, maka populasi lebih spesifik kepada jumlah dari spesies. Populasi owa jawa diprediksi pada kisaran 2.400 – 7.900

individu (Keppeler 1981). Asquith et al. (1995) memprediksi populasi owa jawa

2.700 individu. Djanubudiman et al. (2004) memprediksi populasi owa jawa

2.600 – 5.304 individu. Nijman (2004) memprediksi populasi owa jawa pada

kisaran 4.000 – 4.500 individu yang diidentifikasi dari beberapa lokasi di Pulau Jawa (Tabel 2).

Tabel 2 Estimasi populasi owa jawa pada 15 lokasi di pulau Jawa (Nijman 2004)

No Lokasi Ketinggian Estimasi Sumber

(dpl) populasi

1 Ujung Kulon 0-480 560 Nijman (2004)

(Honje-Tereleng) Asquith et al. (1995)

2 Gunung Halimun 400-1929 850 -1320 Nijman (2004)

Asquith et al. (1995) Kool (1992) Sugarjito et al.(1997) 3 G. Salak 800-2210 140 Nijman (2004) Asquith et al. (1995) 4 TelagaWarna - 500-1600 > 50 Nijman (2004) Megamendung

5 G. Gede Pangrango 500-3019 100 Nijman (2004)

Harris (1996)

6 Sanggabuana 259-1280 100 Nijman (2004)

Asquith et al. (1995)

7 G. Burangrang 900-2081 >50 Nijman (2004)

Juniarto (1999)

8 G. Simpang 400-1816 600 Asquith et al. (1995)

9 G. Tilu 900-2434 100 Nijman (2004) Asquith et al. (1995) 10 G. Papandayan 700-2622 250 Asquith et al. (1995) 11 G. Mayang 500-1830 300 Asquith et al. (1995) 12 G. Pembarisan 300-1351 >50 Nijman (1995) Nijman (2004) 13 G. Slamet 700-3428 100 Nijman (1995) Nijman (2004) 14 G. Lawet 700-1100 >50 Nijman (2004) 15 G. Dieng 300-2565 519-577 Nijman (2004)

Nijamn & van Balen (1998)

Total 0-3428 4019-4397

Dari prediksi antara Kappeler (1981) dengan Nijman (2004) terlihat penurunan yang tajam pada populasi owa jawa. Beberapa faktor penyebabnya adalah: (1) hilangnya habitat; (2) perburuan dan penangkapan untuk hewan peliharaan; (3) hilangnya koridor turut berperan dalam menentukan tingkat reproduksi (Geissmann 1991). Dengan adanya penelitian yang terus-menerus,

maka informasi tentang jumlah populasi owa jawa di alam semakin tinggi. Terakhir estimasi populasi owa jawa di TNGHS 2.313-2695 individu (Iskandar 2007) dan di TNGP 347 individu (Iskandar 2008). Apabila digabungkan dengan jumlah estimasi populasi owa jawa dari Nijman 2004 maka estimasi populasi owa jawa saat ini adalah kisaran 5529-5872 individu.

Keberadaan populasi owa jawa semakin terancam. Untuk melindungi populasi ini pemerintah memperbarui kembali Undang-undang perlindungan terhadap spesies endemik mulai Undang-undang No. 5/ 1990; Keputusan Menteri Kehutanan No. 301/Kpts-II/1991 dan nomor 882/Kpts-II/1992.

Habitat dan Penyebaran

Habitat adalah suatu kawasan yang dapat memenuhi semua kebutuhan dasar dari suatu populasi. Kebutauhan dasar tersebut yakni kebutuhan terhadap sumber pakan, air dan tempat berlindung (Alikodra 2000). Secara spesifik, habitat owa jawa adalah hutan tropik, mulai dari dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian 0 – 1.600 m di atas permukaan laut (dpl) (Massicot 2006; Rinaldi 1999; CII 2000). Hutan hujan tropika di bawah ketinggian 1.500 m dpl merupakan habitat eksklusif bagi owa jawa (Kappeler 1981). Habitat yang sesuai bagi owa jawa adalah: (1) hutan dengan tajuk yang tertutup, (2) tajuk pohon tersebut memilki cabang yang horizontal, (3) habitat yang memilki sumber pakan yang tersedia sepanjang tahun (Kappeler 1984). Owa jawa sangat jarang ke permukaan tanah, sebagian besar waktunya hanya di tajuk pohon bagian atas, sehingga kelangsungan hidupnya tergantung pada pohon sebagai pelindung dan sumber pakan (Kuester 2000). Pada Gambar 3 disajikan habitat yang ideal bagi owa jawa dan habitat yang dijadikan lahan perkebunan.

Gambar 3 Habitat owa jawa yang ideal (a) dan habitat yang berubah fungsi (b)

Kerusakan habitat owa jawa yang disebabkan oleh aktivitas manusia di sekitar hutan menjadi faktor utama penurunan populasi owa jawa. Akibat yang di timbulkan semakin sempit lahan hunian bagi owa jawa. Apabila habitat sudah terganggu akan menghambat kelangsungan hidup owa jawa. Indikator suatu habitat memiliki kondisi yang baik bagi owa jawa adalah dengan melihat tingginya terdeteksi owa jawa pada habitat tersebut. Semakin tinggi frekuensi terdeteksi maka semakin tinggi pula kepadatan populasi, sehingga menunjukkan semakin baik pula kualitas habitatnya. Indikator lain adalah semakin pendek jarak suatu kelompok terhadap kelompok lain, maka semakin baik kualitas habitatnya (Iskandar 2007). Habitat yang ideal bagi owa jawa adalah habitat yang dapat menyediakan sumber pakan sepanjang tahun dan pohon tempat tidur yang dapat melindungi dari predator.

Penyebaran owa jawa di pulau Jawa, yaitu pulau Jawa bagian kawasan Barat dan Tengah (Payne & Campbell 2007). Penyebaran owa jawa di Jawa Barat meliputi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Taman Nasional Gungung Halimun-Salak, Taman Nasional Ujung Kulon, Cagar Alam Gunung Simpang, Cagar Alam Leuweung Sancang, Hutan Lindung Gunung Salak, Hutan Lindung Gunung Papandayan, Hutan Lindung Gunung Wayang, Gunung Jayanti dan Gunung Porang. Di Jawa Tengah owa jawa tersebar di sekitar Hutan Lindung Gunung Slamet, Gunung Perahu dan Pegunungan Dieng (Nijman & Sozer 1995; CII 2000; Rinaldi 2003).

Pohan pakan dan Pohon tidur

Pohon pakan adalah spesies tumbuhan yang dimanfaatkan owa jawa sebagai sumber pakan. Bagian pohon yang dikonsumsi adalah buah, bunga dan daun muda. Owa jawa pada umumnya mengkonsumsi buah yang sudah matang dalam proporsi yang tinggi. Persentase jenis pakan owa jawa buah-buahan matang (61%), daun-daunan (38%), bunga (1%) dan yang lainnya (1%) (Kappeler 1984; Rowe 1996; Kuester 1999). Spesies pohon yang sering dijadikan sebagai pakan

bagi gibbon berasal dari famili Leguminosae, Myrtaceae, Annonacea, Rubiaceae,

Guttiferaceae dan Anacardiaceae (Chivers 2000). Selain mengkonsumsi tumbuhan, owa jawa juga memakan ulat pohon, rayap, madu dan beberapa jenis serangga untuk memenuhi kebutuhan akan proteinnya. Pohon pakan dan pohon tidur merupakan bagian yang penting dalam kehidupan owa jawa. Pemilihan tempat istirahat dan tidur dilakukan secara hati-hati sehingga diperoleh lokasi yang benar-benar cocok (Fruth & McGrew 1998). Pada umumnya, pohon yang dipilih sebagai tempat tidur adalah pohon yang tinggi, rindang dan rimbun sehingga bisa terhindar dari predator, dapat pula digunakan untuk berlindung dari perubahan cuaca (Reichard 1998). Pada saat berada di pohon tidur owa jawa tidak akan bersuara untuk menghindarkan diri dari predator (Islam dan Feeroz 1992).

Status Konservasi

Owa jawa adalah satwa liar yang dilindungi dalam perundang-undangan Nasional maupun Internasional. Owa jawa telah dilindungi sejak jaman kolonial Belanda oleh undang-undang berdasarkan ordonansi perlindungan binatang- binatang liar 1931 nomor 266 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda (Dit. PPA 1978). Dalam PP No 7/1999 (Dephut 1999) dan daftar jenis yang dilindungi pada Lampirannya, owa jawa termasuk dalam jenis satwa yang dilindungi. Pasal 5 dalam peraturan pemerintah tersebut menyatakan bahwa suatu jenis tumbuhan dan satwa wajib di tetapkan dalam golongan yang dilindungi apabila telah memenuhi kriteria: a) mempunyai populasi yang kecil; b) adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam ; c) daerah penyebarannya yang sangat terbatas (endemik). Pada tahun 1986, owa jawa telah dimasukkan ke

tahun 1996, menjadi critically endangered spesies (CII 2000). Mulai tahun 2000- 2004 status owa jawa termasuk salah satu dari 25 spesies primata yang paling

terancam (CII 2000). Saat ini status owa jawa berubah kembali dari critically

endangered spesies menjadi endangered spesies (IUCN 2008). Perubahan status ini karena tersedianya informasi yang terus-menerus tentang kondisi owa jawa di

alam. Kriteria spesies endangered adalah estimasi populasi dewasa lebih kecil dari

2500 individu dan subpopulasi dewasa lebih besar dari 250 individu.  

Dokumen terkait