• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani dan Nilai Gizi Murbei

Murbei (Morus alba L.) termasuk dalam famili moraceae, dan berasal dari Cina. Tanaman murbei tumbuh baik pada ketinggian lebih dari 100 m dpl. dan memerlukan cukup sinar matahari. Tumbuhan yang sudah dibudidayakan ini menyukai daerah-daerah yang cukup basa seperti di lereng gunung, tetapi pada tanah yang berdrainase baik. Tanaman ini kadang ditemukan tumbuh liar. Murbei dikenal dengan nama yang berbeda-beda, seperti ; besaran (Indonesia); murbai, besaran (Jawa); kerta, kitau (Sumatera); sangye (China); may mon, dau tam (Vietnam); morus leaf, morus bark, morus fruit, mulberry leaf, mulberry bark, mulberry twigs, white mulberry, mulberry (Inggris) (Dalimartha 2000).

Pohon murbei dapat tumbuh hingga ± 9 meter, percabangannya banyak, cabang muda berambut halus, daun tunggal, letak berseling, dan bertangkai dengan panjang 4 cm. Helai daun berbentuk bulat telur sampai berbentuk jantung, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi bergerigi, pertulangan menyirip agak menonjol, permukaan atas dan bawah kasar, panjang 2,5 sampai 20 cm, lebar 1,5 sampai 12 cm, serta berwarna hijau. Bunga majemuk berbentuk tandan, keluar dari ketiak daun, mahkota berbentuk tajuk, dan berwarna putih. Dalam satu pohon terdapat bunga jantan, bunga betina dan bunga sempurna yang terpisah. Murbei berbunga sepanjang tahun (Arisandi dan Andriani 2006).

Buah murbei banyak berupa buah buni, berair dan rasanya enak. Buah muda warnanya hijau, setelah masak menjadi hitam. Bijinya kecil dan berwarna hitam. Menurut Gui et al. (2003), buah murbei ini merupakan salah satu byproduct

utama dari persutraan alam di Cina. Tetapi ternyata buah murbei ini mengandung senyawa antioksidan.

Buah murbei mengandung cyanidin, isoquercetin, sakarida, asam linoleat, asam stearat, asam oleat, karoten, dan beberapa vitamin (seperti vitamin B1, B2

dan C) (Dalimartha 2000). Buah murbei dipercaya memiliki banyak khasiat untuk mengobati berbagai penyakit, diantaranya hipertensi, jantung berdebar, diabetes, dan lain-lain. Buah murbei dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber : http://bebas.vlsm.org (2007)

Gambar 1 Buah murbei

Ercisli dan Orhan (2007) menambahkan bahwa buah murbei (Morus

alba L.) mengandung komponen-komponen kimia seperti kandungan lemak total sebesar 1,10 persen; total padatan terlarut sebesar 20,4 persen; kadar keasaman kurang lebih 0,25 persen, pH sekitar 5,60; dan asam askorbat sebesar 22,4 mg/100 gram. Komposisi dari asam lemak yang terdapat pada buah jenis mulberry adalah asam linoleat (54,2 persen dari lemak total), asam palmitat (19,8 persen dari lemak total), dan asam oleat (8,41 persen dari lemak total). Jenis dan konsentrasi mineral yang terkandung pada spesies buah mulberry dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan konsentrasi mineral pada spesies buah mulberry Jenis Mineral Konsentrasi (mg/100 gram)

Fosfor Kalium Kalsium Magnesium Natrium Besi Tembaga Mangan Seng 235 1141 139 109 60 4,3 0,4 4,0 3,1

Didalam pemanfaatannya sebagai obat, buah murbei ini sering diolah dahulu menjadi jus. Selain itu, di negara Cina buah murbei dikonsumsi dalam bentuk buah segar, dan diolah menjadi jam atau diolah menjadi liquor (sejenis minuman buah) (Gui et al. 2003). Di Eropa, buah murbei ini juga telah diolah menjadi

minuman fermentasi (wine) yang banyak dikonsumsi oleh kaum wanita Eropa

(Singhal et al. 2001). Buah murbei juga dapat diolah menjadi jenis minuman segar lainnya seperti sari buah.

Syarat Mutu Sari Buah

Sari buah adalah cairan atau larutan yang diekstrak dari daging buah sehingga mempunyai cita rasa yang sama dengan buah aslinya, dimana cairan yang dihasilkan adalah hasil dari proses pemerasan atau penghancuran buah segar yang telah masak (Margono et al. 1993 ; Satuhu 2004). Sari buah juga dapat diartikan sebagai minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (SNI nomor 01-3719 1995). Jenis produk minuman sari buah terbagi atas fruit syrop, crush, squash, cordial, unsweetened juice, ready served fruit beverage,

nectar, serta fruit juice concentrate (Satuhu 2004).

Menurut Margono et al. (1993), pada prinsipnya dikenal ada dua macam

sari buah, yaitu :

1) Sari buah encer (dapat langsung diminum), yaitu cairan buah yang diperoleh dari pengepresan daging buah, yang dilanjutkan dengan penambahan air dan gula pasir.

2) Sari buah pekat atau sirup, yaitu cairan yang dihasilkan dari pengepresan daging buah dan dilanjutkan dengan proses pemekatan, baik dengan cara pendidihan biasa maupun dengan cara lain seperti penguapan dengan hampa udara, dan lain-lain. Sirup ini tidak dapat langsung diminum, tetapi harus diencerkan dulu dengan air (1 bagian sirup dengan 5 bagian air).

Satuhu (2004) menyatakan bahwa pada pembuatan sari buah secara umum dibutuhkan bahan-bahan seperti buah-buahan yang matang penuh dan sehat, gula pasir, dan asam sitrat. Buah yang akan diolah menjadi sari buah hendaknya dipilih yang matang penuh dan sehat (tidak busuk, tidak cacat, tidak pecah, dan

bebas hama penyakit). Kondisi matang penuh tersebut diperlukan agar sari buah yang dihasilkan mempunyai aroma yang kuat. Penambahan asam sitrat pada pembuatan sari buah bertujuan untuk mengasamkan larutan, dan jumlah yang ditambahkan tergantung dari jenis buahnya, bila buah yang digunakan sangat asam maka penambahan asam sitrat cukup 1 sampai 1,5 gram untuk setiap liter sari buah yang dihasilkan. Penambahan gula dimaksudkan untuk menambah cita rasa, biasanya gula ditambahkan sebanyak 5 sampai 15 persen (tergantung dari jenis buah yang digunakan).

Berdasarkan SNI nomor 01-3719 (1995), syarat mutu untuk minuman sari buah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Syarat mutu untuk minuman sari buah

Uraian Satuan Persyaratan

Keadaan - Aroma - Rasa Bilangan formol

Bahan tambahan makanan - Pemanis buatan - Pewarna tambahan - Pengawet Cemaran logam - Timbal (Pb) - Tembaga (Cu) - Seng (Zn) - Timah (Sn) - Raksa (Hg) Cemaran arsen Cemaran mikroba

- Angka lempeng total - Bakteri koliform - E. Coli - Salmonella - S. Aureus - Vibrio sp - Kapang - Khamir - - - SNI 01-0222-1995 SNI 01-0222-1995 mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg koloni/gram APM/ml APM/ml koloni/25 ml koloni/ml koloni/ml koloni/ml koloni/ml Normal Normal Min 15

Tidak boleh ada SNI 01-0222-1995 SNI 01-0222-1995 Maks. 0,3 Maks. 5,0 Maks. 5,0 Maks.40/250* Maks. 0,03 Maks. 0,2 Maks. 2 x 102 Maks. 20 < 3 Negatif 0 Negatif Maks. 50 Maks. 50 Keterangan : *) khusus dikemas dalam kaleng

Sumber : SNI 01-3719 (1995)

ml mlNNaOH

Berdasarkan Tabel 2 dapat disarankan agar persyaratan mutu sari buah terutama untuk jumlah maksimal tembaga dan seng dapat dinaikkan karena tembaga dan seng adalah mineral yang digolongkan sebagai antioksidan. Almatsier (2003) menyatakan bahwa enzim superoksida dismutase di dalam sel darah merah membutuhkan tembaga dan seng (sebagai metaloenzim) dalam pemusnahan radikal bebas. Menurut WNPG (2004), angka kecukupan seng untuk orang dewasa adalah 12,1 sampai 13,4 mg (laki-laki), dan 9,3 sampai 9,8 mg (wanita).

Pengemasan dan Penyimpanan Sari Buah Murbei

Pengemasan pangan adalah suatu rancangan struktur yang digunakan sebagai wadah suatu produk pangan yang ditujukan untuk : mempermudah transportasi, melindungi produk dari kontaminasi atau kehilangan, melindungi produk dari kerusakan atau degradasi, dan merupakan saran yang tepat untuk penjualan produk (Winarno et al. 1990).

Produk sari buah murbei sebaiknya dikemas dengan menggunakan kemasan botol kaca yang berwarna gelap. Menurut Winarno (2007), kemasan yang terbuat dari kaca atau gelas memiliki sifat inert yang artinya tidak reaktif terhadap senyawa kimia lain, dan kemasan gelas ini cocok untuk mengemas makanan yang mengandung asam tinggi, seperti sari buah.

Warna kemasan yang digunakan gelap dimaksudkan untuk mengurangi kerusakan zat-zat gizi yang juga tergolong sebagai antioksidan, seperti kerusakan vitamin C dan ß-karoten (provitamin A) yang terkandung pada sari buah murbei. deMan (1997) menyatakan bahwa vitamin C dan vitamin A akan mengalami kerusakan bila terkena cahaya.

Salah satu teknik penyimpanan bahan pangan adalah penyimpanan pada suhu rendah atau pendinginan. Menurut Buckle et al. (2007), penurunan suhu akan mengakibatkan penurunan proses kimia, mikrobiologi dan biokimia yang berhubungan dengan kerusakan, pembusukan, dan lain-lain. Winarno (2007) menyatakan bahwa pendinginan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cooling

dan freezing. Pada penelitian ini, sari buah murbei disimpan pada suhu refrigerator (2 sampai 2,5oC) sehingga dapat dikategorikan sebagai cooling.

Peranan Antioksidan

Antioksidan merupakan substansi yang dapat menghambat proses oksidasi oleh molekul oksigen. Menurut Kumalaningsih (2006), antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas serta memiliki kemampuan untuk memutus reaksi berantai dari radikal bebas.

Radikal bebas adalah suatu molekul atau atom apa saja yang sangat tidak stabil karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas ini berbahaya karena amat reaktif mencari pasangan elektronnya. Jika radikal bebas sudah terbentuk dalam tubuh maka akan terjadi reaksi berantai dan menghasilkan radikal bebas baru yang akhirnya jumlahnya terus bertambah dan selanjutnya akan menyerang sel-sel tubuh (Sibuea 2004).

Zat antioksidan ada yang dapat disediakan oleh tubuh, dan ada pula yang harus diperoleh dari luar tubuh yaitu berupa makanan yang kita konsumsi sehari-hari. Silalahi (2006) menyatakan bahwa antioksidan di dalam tubuh dibedakan atas tiga kelompok, yaitu 1) antioksidan primer yang bekerja dengan cara mencegah terbentuknya radikal bebas menjadi molekul yang tidak merugikan (misalnya enzim glutation peroksidase), 2) antioksidan sekunder yang berfungsi menangkap radikal bebas dan menghalangi terjadinya reaksi berantai (misalnya vitamin C, vitamin E, dan ß-karoten), dan 3) antioksidan tersier yang bermanfaat untuk memperbaiki kerusakan biomolekuler yang disebabkan oleh radikal bebas (misalnya enzim DNA repair). Selain itu, ada juga jenis senyawa antioksidan (misalnya flavonoid) yang dapat membentuk kompleks (kelat) dengan ion logam transisi (misalnya besi), sehingga ion logam transisi tersebut tidak lagi bertindak sebagai sebagai prooksidan. Kumalaningsih (2006) menambahkan bahwa antioksidan di dalam tubuh juga ada yang berfungsi mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi (misalnya vitamin C) dan mampu mengkatalisis reaksi oksidasi (misalnya asam sitrat dan asam amino).

Pada bahan pangan, antioksidan umumnya digunakan untuk menghambat terjadinya ketengikan lemak. Dalam penggunaannya pada bahan pangan ini, Kochlar dan Rossell (1990) membagi antioksidan menjadi lima kelompok yaitu : 1) antioksidan primer (sebagian besar adalah senyawa fenolik) yaitu kelompok

senyawa yang menghentikan pembentukan radikal bebas pada oksidasi lipid seperti tokoferol, Butylated Hydroxytoluene (BHT), Butylated Hydroxyanisole

(BHA), dan Tert-Butyl Hydroquinone (TBHQ); 2) penangkap oksigen (oxygen scavenger) seperti vitamin C, askorbil palmitat dan asam eritrobat; 3) antioksidan sekunder yaitu kelompok senyawa yang berfungsi mendekomposisikan hidroperoksida lipid menjadi produk akhir yang stabil, contohnyas adalah dilauril dan asam tiodipropionat; 4) antioksidan enzimat seperti glukose oksidase, superoksida dismutase, katalase, glutathione peroksidase, dimana antioksidan ini berfungsi melarutkan oksigen atau pemisahan spesies aksidatif dari sistem pangan; serta 5) pengkelat (chelating agent atau sequestrants) seperti asam sitrat, asam amino, Etylenediaminetetra-acetic acid (EDTA), mengkelat ion logam yang dapat mengkatalisis oksidasi lipid.

Mekanisme pertahanan antoksidan berada baik dalam air maupun lipida. Antioksidan lipida yang utama adalah vitamin E, ubiquinol, dan berbagai karotenoid dari makanan, sedangkan antioksidan utama yang larut dalam air adalah vitamin C dan glutation (Silalahi 2006).

Almatsier (2003) menyatakan bahwa peranan antioksidan adalah memutuskan rantai proses peroksidasi lipida dengan menyumbangkan satu atom hidrogen dari gugus OH pada cincinnya ke radikal bebas, sehingga terbentuk radikal vitamin E yang stabil dan tidak merusak. Apabila vitamin E tidak berhasil mencegah pembentukan hidroksiperoksida, maka di dalam membran sel terdapat sistem pertahanan lain. Hidroksiperoksida yang telah terbentuk dapat dilepaskan dari fosfolipida oleh enzim fosfolipase A2 dan dimusnahkan oleh enzim glutation peroksidase yang mengandung selenium. Enzim-enzim antioksidan lain yang penting seperti superoksida dismutase, ikatan-ikatan karotenoid, dan asam askorbat juga berperan dalam memusnahkan hidroksiperoksida.

Vitamin C, sebagai antioksidan penting yang larut dalam air, secara efektif

menangkap radikal-radikal O2-, OH, peroksil, dan oksigen singlet, serta

membantu proses regenerasi yang mereduksi radikal vitamin E kembali ke bentuk aslinya. Dengan mengikat radikal peroksil dalam fase berair dari plasma atau sitosol, vitamin C dapat melindungi membran biologis dan LDL dari kerusakan peroksidatif (Silalahi 2006).

Kerja antioksidan pada bahan pangan adalah sebagai berikut : 1) memecah radikal bebas atau memblok radikal peroksida yang terbentuk pada tahap pertama dalam oksidasi asam lemak tidak jenuh, 2) mengikat katalisator oksidasi seperti

logam-logam berat, 3) mereduksi tingkat kemampuan oksigen, dan 4) menghambat lipoksigenase (enzim yang mengandung besi yang dapat

membentuk hidroperoksida dari asam lemak tidak jenuh dengan oksigen) (Makfoeld et al. 2002).

Berdasarkan sumbernya, antioksidan terbagi dua yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetis. Menurut Kumalaningsih (2006), antioksidan alami dalam makanan dapat berasal dari a) senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau lebih komponen makanan, b) substansi yang terbentuk dari hasil reaksi selama pengolahan, dan c) senyawa antioksidan bahan tambahan makanan yang diisolasi dari sumber alami. Lebih lanjut Pratt (1992) menyatakan bahwa kebanyakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah berasal dari tumbuhan, baik dari bagian tumbuhan yang dapat dimakan maupun dari bagian tumbuhan lainnya. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari.

Komponen antioksidan di alam mempunyai struktur kimia yang berbeda-beda seperti yang diuraikan oleh Dugan (1985). Senyawa tersebut umumnya adalah asam amino, asam askorbat, karotenoid, asam sinamat, flavonoid, melanoidin, asam organik tertentu, zat pereduksi, peptida, fosfatida, polifenol, tanin dan tokoferol. Senyawa-senyawa tersebut dapat berfungsi dengan satu atau lebih cara seperti a) sebagai senyawa pereduksi, b) sebagai penangkap radikal bebas, c) pengkomplek logam prooksidan, dan d) quencher dari bentuk singlet oksigen (Pratt dan Hudson 1990).

Buah murbei adalah salah satu buah yang mengandung antioksidan. Dilihat dari senyawa kimia yang terkandung dalam buah murbei yaitu cyanidin, isoquercentin, sakarida, asam linoleat, asam stearat, asam oleat, karoten, dan beberapa vitamin (seperti vitamin B1, B2 dan C), dan yang dapat digolongkan sebagai antioksidan adalah cyanidin, isoquercentin, karoten, dan vitamin C.

Cyanidin adalah senyawa organik alami yang digolongkan dalam anthocyanidin. Anthocyanidin merupakan produk metabolik dari flavanon yang

dikelompokkan kedalam flavonoid (Pokorny, Yanishlieva, Gordon 2001).

Isoquercentin merupakan golongan dari quercentin. Arai et al. (2000)

menyatakan bahwa quercentin adalah jenis flavonoid yang paling penting dalam menurunkan konsentrasi kolesterol LDL. Arnelia (2002) menambahkan bahwa polifenol dari anggur merah dan flavanol quercentin adalah fitokimia yang sukses mencegah oksidasi LDL dan kolesterol.

Karoten adalah prekursor vitamin A yang banyak terdapat pada sayuran berwarna hijau dan oranye. Menurut Goldberg (1994), ß-karoten adalah jenis karotenoid yang memiliki fungsi sebagai antioksidan yang dapat berpotensi mengikat oksigen dan radikal bebas. Vitamin C atau asam askorbat adalah salah satu vitamin yang sudah dikenal sebagai antioksidan, dan banyak terdapat pada buah dan sayuran. Vitamin C juga sangat efisien dalam mengikat oksigen, radikal

peroksi, dan dilibatkan dalam regenerasi vitamin E. Eteng et al. (2006)

menyatakan bahwa pemberian vitamin C secara oral selama 30 hari dapat menurunkan kadar total kolesterol, LDL, VLDL, dan meningkatkan HDL serum tikus albino. Dan menurut YoungOk dan Jonghee (2004), suplementasi karoten pada tikus selama delapan minggu dapat menurunkan total kolesterol.

Hubungan Kolesterol dan Trigliserida

Kolesterol adalah sterol utama pada jaringan hewan yang merupakan lipid berantai panjang dan merupakan komponen penting dari lipoprotein plasma dan membran sel bagian luar, memiliki cincin tidak jenuh, serta merupakan prekursor asam empedu, hormon seks, dan vitamin D (Lehninger 1995 ; Makfoeld et al. 2002). Selain itu kolesterol diperlukan karena merupakan komponen esensial membran struktural semua sel, dan komponen utama sel otak dan saraf. Kolesterol hanya terdapat di dalam makanan asal hewan (Almatsier 2003).

Sebagian besar kolesterol disintesis dalam tubuh, terutama dalam hati dan intestin, dalam sel-sel permukaan dan jaringan. Sintesis endogen adalah kontrol

feedback oleh kolesterol. Dengan demikian apabila konsumsi kolesterol (dari makanan) berlebihan maka akan terjadi pengurangan produksi endogen. Hal tersebut dapat mengakibatkan kadar kolesterol dalam darah tinggi (hiperkolesterolemia). Hiperkolesterolemia merupakan refleksi penurunan

(abnormal) kapasitas tubuh untuk membuang kolesterol dan/atau tidak ada kapasitas untuk mengatur produksi endogen (Linder 2006). Struktur kimia kolesterol dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber : Makfoeld et al. (2002)

Gambar 2 Struktur kimia kolesterol

Trigliserida merupakan senyawa pokok penyusun lemak yang terdiri dari

tiga molekul asam lemak yang teresterifikasi pada gliserol. Trigliserida terdapat pada sebagian besar lemak nabati dan hewani, sehingga banyak dikonsumsi oleh manusia (Silalahi 2006 ; Sipan dan Winarto 2007).

Level trigliserida dikenal sebagai faktor resiko penyakit jantung koroner. Jika seseorang memiliki level trigliserida yang tinggi maka level kolesterol HDL biasanya rendah. Faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya level trigliserida pada seseorang adalah diet, estrogen, alkohol, obesitas, penyakit liver, dan penyakit ginjal kronik (Mahan dan Stump 2004).

Kolesterol tidak larut dalam darah. Agar dapat diangkut dalam aliran darah, kolesterol bersama dengan lemak-lemak lain (trigliserida dan fosfolipid) harus berikatan dengan protein untuk membentuk senyawa yang larut dan disebut dengan lipoprotein. Makfoeld et al. (2002) menyatakan bahwa lipoprotein adalah senyawa yang tersusun atas protein dan lipida yang berperan penting dalam metabolisme sel dan tubuh. Mahan dan Stump (2004) menambahkan bahwa lipoprotein dalam darah membentuk lima kelompok berdasarkan komposisi, ukuran, dan densitasnya yaitu : 1) kilomikron, 2) very low density lipoprotein

(VLDL), 3) intermediate density lipoprotein (IDL), 4) low density lipoprotein

Kilomikron adalah lipoprotein yang mengangkut lipida yang berasal dari makanan (terutama trigliserida) dari saluran cerna ke seluruh tubuh. Very low density lipoprotein (VLDL) adalah lipoprotein yang membentuk kilomikron pada plasma darah dan berperan dalam pengangkutan trigliserida. Intermediate density lipoprotein (IDL) adalah lipoprotein yang terbentuk melalui katabolisme VLDL

dan merupakan prekursor dari LDL. Low density lipoprotein (LDL) adalah

lipoprotein yang berperan dalam mengangkut kolesterol sehingga tidak terjadi pengendapan dalam pembuluh darah, sedangkan high density lipoprotein (HDL) berperan dalam pengangkutan kolesterol, tetapi lebih cenderung meresirkulasi kolesterol dari dinding tabung dan dapat mencegah berkembangnya gangguan kardiovaskular (Almatsier 2003 ; Mahan dan Stump 2004 ; Makfoeld et al. 2002).

Jae (2007) menambahkan bahwa bila asupan kolesterol tidak mencukupi, sel hati akan memproduksinya. Dari hati, kolesterol diangkut oleh lipoprotein yang bernama LDL untuk dibawa ke sel-sel tubuh yang memerlukan termasuk ke sel otot jantung, otak dan lain-lain agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Kelebihan kolesterol akan diangkut kembali oleh lipoprotein yang disebut HDL untuk dibawa ke hati yang selanjutnya akan diuraikan lalu dibuang ke dalam kandung empedu sebagai asam empedu. Klasifikasi total kolesterol, trigliserida, kolesterol LDL, dan kolesterol HDL dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Klasifikasi total kolesterol, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan

trigliserida

Komponen Lipid Batasan (mg/dl) Klasifikasi

Kolesterol Total < 200 200 – 239 > 240 Normal Batas tinggi Tinggi Kolesterol LDL < 100 100 – 129 130 – 159 160 – 189 > 190 Optimal Mendekati optimal Batas tinggi Tinggi Sangat tinggi Kolesterol HDL < 40 > 60 Rendah Tinggi Trigliserida < 150 150 – 199 200 – 499 > 500 Normal Batas tinggi Tinggi Sangat tinggi Sumber : Mahan dan Stump (2004)

Tikus Sebagai Model untuk Studi Kolesterol

Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorium. Pemanfaatan hewan percobaan menurut pengertian secara umum ialah untuk penelitian yang mendasarkan pengamatan aktivitas biologi tergantung pada bidang ilmu yang dibina dan lingkungan apa suatu laboratorium bernaung sehingga pemanfaatan hewan percobaan ini akan mengarah ke suatu tujuan khusus (Malole dan Pramono 1989).

Penggunaan tikus sebagai hewan percobaan dalam suatu penelitian dikarenakan saluran pencernaannya menyerupai saluran pencernaan manusia sehingga apa yang dimakan oleh manusia dapat juga dimakan dan dicerna oleh tikus. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), tikus laboratorium jantan jarang berkelahi, serta dapat tinggal sendirian dalam kandang asalkan dapat melihat dan mendengar tikus lain. Ukuran tubuh tikus lebih besar daripada mencit sehingga untuk beberapa percobaan lebih menguntungkan. Biasanya pada umur empat minggu beratnya mencapai 35 sampai 40 gram, dan berat dewasa rata-rata 200 sampai 250 gram (tetapi bervariasi tergantung pada galur). Galur Sprague-Dawley adalah galur yang paling besar, dan hampir sebesar tikus liar.

Tikus Sprague Dawley memiliki sifat-sifat seperti : mudah dipelihara,

merupakan hewan yang relatif sehat dan peka terhadap pengaruh kolesterol jika diberikan perlakuan terhadap komponen dietnya (Anonim 1984). Beberapa karakteristik tikus ini adalah : noctural (aktif pada malam hari), tidak mempunyai kantong empedu, tidak dapat mengeluarkan isi perutnya (muntah), tidak pernah berhenti tumbuh walaupun kecepatannya menurun setelah berumur 100 hari (Muchtadi 1989). Tikus Sprague Dawley yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus berjenis kelamin jantan. Hal ini bertujuan untuk menghindari kebiasan hasil penelitian akibat dari siklus kehamilan dan lain sebagainya bila menggunakan tikus berjenis kelamin betina.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juni 2008. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB, Laboratorium Kimia Pangan dan Laboratorium Jasa Analisis Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Laboratorium Mutu dan Keamanan Seafast Centre IPB, Laboratorium Pengujian Balitro Bogor serta Laboratorium Balai Besar Industri Agro Bogor. Sedangkan intervensi sari buah (uji in-vivo pada tikus) dilakukan di Laboratorium Percobaan Hewan Puslitbang Gizi dan Makanan Bogor, dan untuk uji kadar total kolesterol, kadar trigliserida, kolesterol LDL, serta kolesterol HDL dilakukan di Laboratorium RS PMI Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah buah murbei (Morus alba L.) varietas Cathayana yang diperoleh dari Teaching Farm Sutra Alam IPB Desa Sukamantri (buah matang, yaitu berwarna merah terang sampai kehitaman), gula halus, dan air. Bahan kimia yang dibutuhkan adalah kolesterol murni 95%, bahan-bahan untuk analisa kimia (aktivitas antioksidan, konsentrasi flavonoid, vitamin C, ß-karoten, konsentrasi antosianin, gula total, dan kadar asam total), media agar (Plate Count Agar), pereaksi kolesterol kit, pereaksi trigliserida kit, pereaksi HDL kit, pereaksi LDL kit, serum darah tikus, serta bahan-bahan untuk pembuatan ransum tikus (tepung beras, tepung kedele, susu skim, minyak kelapa,

Dokumen terkait