• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya membuat model matematis untuk memprediksi erosi tanah telah dimulai lebih dari setengah abad yang lalu (sekitar tahun 1940-an) khususnya yang dilakukan di wilayah Corn Belt, Amerika Serikat bagian barat-tengah. Pengembangan model prediksi erosi dimulai dengan menganalisis variabel- variabel utama yang mempengaruhi erosi tanah oleh air. Cook (1936; dalam

Renard et al., 1996) menunjukkan tiga faktor utama yang mempengaruhi erosi yaitu : a) kepekaan tanah untuk dierosikan, b) potensi erosivitas hujan dan aliran permukaan, dan c) perlindungan tanah oleh tutupan tajuk tanaman. Beberapa tahun kemudian Zing (1940; dalam Wischmeier and Smith, 1965) mempublikasikan persamaan pertama untuk menghitung erosi tanah dari suatu lahan usahatani yang dipengaruhi oleh kemiringan dan panjang lereng. Smith (1941; dalam Wischmeier and Smith, 1965) menambahkan faktor sistem penanaman dan faktor konservasi tanah pada persamaan tersebut, serta mengemukakan konsep spesifik batas erosi tahunan dan menggunakan hasil persamaan tersebut untuk mengembangkan metoda grafis dalam menentukan faktor tindakan konservasi yang diperlukan pada suatu kondisi tanah tertentu di bagian barat-tengah Amerika Serikat.

Model prediksi erosi biasanya disajikan dalam bentuk persamaan matematis untuk menunjukkan hubungan antara berbagai faktor yang mempengaruhi erosi dan proses yang terjadi dalam suatu landscape. Faktor-faktor tersebut diantaranya meliputi topografi, curah hujan, karakteristik tanah, penggunaan dan penutupan lahan. Secara umum model prediksi erosi dibedakan ke dalam model empirik dan model fisik-teoritik (physically based model). Akan tetapi, sebagian besar model prediksi erosi merupakan model hibrid yang mengkombinasikan model fisik dan empir ik (Haan et al., 1982).

Penelitian erosi yang secara khusus ditujukan untuk mengembangkan model empirik telah mulai berkurang, dan terlihat adanya kecenderungan pengembangan model simulasi berdasar proses (Morgan, 1980; Nearing et al., 1989). Sebagian besar model prediksi erosi berdasar proses yang telah

dikembangkan menggunakan pendekatan lump atau semi terdistribusi untuk memodelkan komponen hidrologinya.

Model USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan model prediksi erosi empirik yang paling populer dan secara luas digunakan sebagai arahan perencanaan dan pemilihan teknik konservasi tanah dan air (Wischmeier dan Smith, 1965, 1978). Model tersebut dikembangkan berdasarkan pengamatan erosi jangka panjang pada skala plot dan didesain untuk memprediksi rataan erosi tahunan dari suatu lahan dengan penggunaan lahan dan kondisi pengelolaan tertentu. Jika tidak memperhatikan efek temporal, model USLE akan memberikan hasil prediksi yang salah bila digunakan untuk memprediksi erosi musiman atau erosi perkejadian hujan (Wischmeier, 1976). Secara deskriptif model USLE disajikan sebagai berikut (Wischmeier dan Smith, 1965; 1978) :

A = R K L S C P

A : jumlah tanah tererosi per-unit area/tahun (ton/ha/tahun)

R : faktor erosivitas hujan : energi kinetik hujan (E) dikalikan dengan intensitas hujan maksimum selama 30 menit pada curah hujan normal.

K : faktor erodibilitas tanah : laju erosi per-unit indeks erosi hujan untuk tanah yang terus menerus diberakan (diolah bersih menurut lereng dan tidak ditanami) dengan kemiringan lereng 9% dan panjang lereng 22 m. L : faktor panjang lereng : nisbah erosi tanah dari lahan dengan panjang lereng

tertentu terhadap erosi tanah dari lahan dengan panjang lereng 22 m, dengan jenis tanah dan pengelolaan yang serupa.

S : faktor kemiringan lereng : nisbah erosi tanah dari lahan dengan kemiringan lereng tertentu terhadap erosi tanah dari lahan dengan kemiringan 9% dan pengelolaan yang serupa.

C : faktor dan pengelolaan tanaman : nisbah erosi tanah dari lahan dengan tanaman dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap erosi tanah dari lahan yang diolah bersih dan tidak ditanami secara terus menerus.

P : faktor tindakan konservasi tanah : nisbah erosi dari lahan dengan tindakan konservasi tertentu terhadap erosi tanah dari lahan yang diolah dan ditanami secara baris menurut lereng.

9

Pada awalnya model USLE dikembangkan sebagai alat perencanaan konservasi tanah (soil conservation planning tool). Namun demikian karena belum adanya model prediksi erosi skala DAS telah menyebabkan penggunaan model ini untuk memprediksi erosi DAS tanpa dibarengi modifikasi yang berarti (Kinnell dan Risse, 1998).

Meskipun model prediksi erosi USLE telah digunakan secara luas, baik di Indonesia maupun negara lain di Asia, Afrika, dan Eropa, ketepatan penggunaannya dalam memprediksi erosi dari suatu wilayah (DAS) masih diragukan (Kurnia, 1997). Hal ini disebabkan karena metoda USLE hanya dapat memprediksi rataan kehilangan tanah dari erosi lembar (sheet erosion), dan erosi alur (rill erosion). Di samping itu model erosi USLE tidak dapat memprediksi pengendapan (deposition) dan tidak menghitung hasil sedimen (sediment yield) dari erosi parit (gully erosion), tebing sungai (stream bank erosion) dan dasar sungai

(streambed erosion) (Wischmeier, 1976). Hasil pendugaan erosi tidak

menggambarkan keadaan erosi suatu wilayah yang luas, melainkan hanya dari lahan usahatani yang sempit dengan kemiringan lereng tunggal dan belum memper- hitungkan pengendapan tanah yang tererosi dari lahan di atasnya (Wischmeier, 1976).

M odel ANSW ERS

Model ANSWERS (Areal Nonpoint Source W atershed Environment Response

Simulation) merupakan model hidrologi dengan parameter terdistribusi yang men-

simulasikan hubungan hujan-aliran permukaan dalam memprediksi hasil sedimen. Model ANSWERS pertama kali dikembangkan oleh Beasley (1977, dalam

Beasley dan Huggins, 1981) untuk mensimulasikan pengaruh tata guna lahan dan pengelolaan lahan terhadap kualitas air aliran permukaan. Model tersebut terinspirasi oleh model Huggins dan Monke (1966) yang pertama kalinya mengembangkan model parameter terdistribusi. Perkembangan selanjutnya didukung oleh US EPA (Environment Protection Agency) dan Departemen Penelitian Pertanian, Purdue University (Beasley dan Huggins, 1981).

Model ANSWERS merupakan model parameter terdistribusi, untuk kejadian hujan tunggal (event based model), yang dirancang untuk mengevaluasi

pengaruh BMPs (Best Management Practices) terhadap aliran permukaan dan kehilangan sedimen dari suatu DAS dengan penggunaan lahan utama pertanian. Model ANSWERS membagi DAS kedalam grid sel bujur sangkar, dengan penggunaan lahan, kemiringan lereng, karakteristik tanah, unsur hara, tanaman dan pengelolaannya diasumsikan seragam di dalam setiap sel. Perbedaan antara sel menyebabkan model mampu mempertimbangkan heterogenitas DAS secara alami. Ukuran sel biasanya berukuran 1–4 ha, dengan ukuran sel yang lebih kecil menyebabkan hasil simulasi yang lebih akurat (Ricardo, 1998).

Di dalam sel, model mensimulasikan intersepsi, retensi permukaan, infiltrasi dengan menggunakan metoda Holtan (Holtan, 1961; dalam Beasley dan Huggins, 1981), aliran permukaan, perkolasi melalui zona kontrol infiltrasi, penghancuran partikel tanah menjadi sedimen dan pengangkutan sedimen. Aliran permukaan bergerak menuju downslope melalui aliran sel tetangganya atau sel lain yang mempunyai saluran. Model ANSWERS dapat digunakan untuk mensimulasikan beberapa BMPs, seperti pengolahan tanah konservasi, kolam,

paralel tile outlet, grass waterways dan tile drainage (Beasley dan Huggins. 1981) dan tindakan lainnya yang mempengaruhi parameter input model berdasar fisik.

Kelemahan utama model ANSWERS terletak pada model erosi yang sebagian besar bersifat empiris dan hanya mensimulasikan transportasi total sedimen. Model transportasi sedimen diperbaharui oleh Dillaha et al. (1988) untuk mensimulasikan penghancuran dan transportasi sedimen pada berbagai ukuran partikel sedimen dengan menggunakan metoda Yalin’s (1963). Pembaharuan model lainnya dilakukan oleh Sichani (1982) dan Storm et al. (1988,

dalam Dillaha et al, 1998) yang menambahkan komponen transportasi fosfor, dan

Dillaha et al. (1988) yang menambahkan sub model transportasi nitrogen. Transportasi unsur hara yang dipertimbangkan meliputi fosfor terlarut dan teradsorbsi, nitrat dan amonium terlarut dan teradosrbsi serta total nitrogen (Ricardo, 1998).

Walaupun telah divalidasi secara sukses untuk mengevaluasi BMPs (Sichani, 1982; Storm et al., 1988; De Roo et al., 1992) model tersebut mempunyai beberapa keterbatasan diantaranya : a) menggunakan persamaan Holtan untuk menduga infiltrasi, b) model hanya mensimulasikan kejadian hujan tunggal, c)

11

tidak mampu mensi- mulasikan keefektifan BMPs dalam jangka panjang dalam pengendalian non-point pollution, dan d) tidak mensimulasikan transportasi unsur hara dan penulusurannya. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, ANSWERS 93 dikembangkan oleh Bouraoni (1993, dalam Ricardo, 1998) dengan spesifikasi perbaikan :

• Menggabungkan model infiltrasi berdasar proses fisik untuk merepresentasikan pengaruh BMPs terhadap infiltrasi dan aliran permukaan secara lebih baik.

• Mengembangkan model transportasi fosfor dan penelusurannya untuk mensi- mulasikan transport fosfor organik terlarut dan terikat sedimen.

• Mengembangkan model transportasi nitrogen dan penelusurannya untuk mensi- mulasikan transportasi nitrogen terlarut dan terikat sedimen.

• Mengkonversi penilaian non-point pollution ke dalam skala waktu yang panjang dan kontinyu dengan mengintegrasikan komponen pertumbuhan tanaman, kelembaban tanah dan evapotranspirasi.

ANSWERS 2000 (Bouraoni dan Dillaha, 1996) merupakan model simulasi kontinyu dengan time step yang lebih singkat (30 detik). Pada versi ini sub model unsur hara telah dimasukkan dan dilakukan perbaikan model infiltrasi (model infiltrasi Green & A mpt), kelembaban tanah dan komponen pertumbuhan tanaman telah ditambahkan untuk memungkinkan simulasi kontinyu jangka panjang. Walaupun komponen pertumbuhan tanaman telah dimasukkan ke dalam model ANSWERS 2000, hasil sedimen keluaran model (simulasi data 1973-1975, di Southern Piedmont Conservation Research Center in W atskinville, Georgia) masih mengalami penyimpangan yang sangat besar yaitu sekitar 86.2% (Byne, 2000).

ANSWERS 2000 mensimulasikan transformasi dan interaksi antara 4 bentuk nitrogen yang meliputi N-organik stabil, N-organik aktif, nitrat dan amonium. Transformasi nitrogen melalui mineralisasi disimulasikan sebagai kombinasi amo-nifikasi dan nitrifikasi, denitrifikasi, dan serapan nitrat dan amonium oleh tanaman. Model ini mempertahankan kesetimbangan dinamik antara bentuk nitrogen stabil dan nitrogen aktif, dan 4 bentuk fosfor yang disimulasikan meliputi P-stabil, P- labil, P-aktif, dan P-organik. Kesetimbangan dipertahankan antara mineral P-stabil dan mineral P-aktif dan antara mineral P-

aktif dan mineral P- labil. Serapan tanaman akan P- labil dan mineralisasi P- organik juga disimulasikan (Ricardo, 1998).

Model ANSWERS 2000 telah diujicobakan pada 2 DAS di W atkinsvile,

Georgia dan menunjukkan performa yang baik dalam memprediksi aliran

permukaan, sedimen, nitrat, amonium terlarut, total nitrogen terikat sedimen, dan kehilangan fosfor terlarut pada kedua DAS tersebut. Akan tetapi model tersebut kurang baik dalam memprediksi kehilangan amonium terikat sedimen. Secara praktis, penggunaan model ANSWERS 2000 telah dilakukan dalam 8 tahun di Sub DAS Nomini Creek seluas 225 ha di Virginia, yang ditujukan untuk mengevaluasi keefektifan BMPs (pengolahan tanah konservasi) dalam mempertahankan kualitas air.

Pembaharuan ANSWERS 2000 terutama berhubungan dengan user

interface. Interface berbasis ArcInfo telah dihubungkan dengan model ANSWERS

untuk memfasilitasi pemasukan input data, pengolahan dan interpretasi data

output (Wolfe et al., 1995). Sistem pend ukung keputusan FARM SCALE,

merupakan sistem berdasar pengetahuan (knowledge based) untuk membantu pengguna dalam memilih parameter dan membuat data base. Interface

memfasilitasi :

• Pemilihan area wilayah yang akan dianalisis program GIS.

• Akses otomatis pada file parameter tanah dengan pilihan untuk mengganti nilai parameter umum dengan informasi spesifik.

• Pembuatan data iklim sintetik, jika diinginkan.

• Menjalankan model.

• Mendisplay output

Integrasi model ANSWERS dan GRASS telah dik embangkan Rewert dan Engle (1991, dalam Ricardo, 1998 ) untuk menfasilitasi input nilai parameter dan penyajian hasil model ANSWERS event based. Perkembangan terakhir, komponen

groundwater telah ditambahkan pada model ANSWERS 2000. Model versi ini

13

Struktur M odel ANSW ERS

Model ANSWERS merupakan model deterministik yang didasarkan pada hipotesis bahwa setiap titik dalam DAS mempunyai hubungan fungsional antara laju aliran permukaan dan beberapa parameter hidrologi yang mempengaruhi aliran seperti intensitas hujan, infiltrasi, topografi, jenis tanah dan beberapa faktor lainnya. Laju aliran yang terjadi digunakan untuk memodelkan fenomena pindah masa seperti erosi dan polusi dalam wilayah DAS (Beasley dan Huggins, 1981).

Daerah aliran sungai dimodelkan dengan membangun strukturnya secara konseptual oleh kumpulan elemen bujur sangkar, sehingga derajat variabilitas spasial dalam DAS dapat terakomodasi. Variabilitas spasial tersebut diberikan oleh nilai parameter setiap elemen DAS. Elemen diartikan sebagai suatu areal yang mempunyai parameter hidrologi yang sama, dan setiap elemen akan memberikan kontribusi sesuai dengan karakteristik yang dimiliki. Dengan demikian model ANSWERS ini melakukan analisis pada setiap satuan elemen (Beasley dan Huggins, 1981).

Hujan

Sebagian air hujan yang jatuh diatas permukaan lahan bervegetasi diintersepsi oleh tutupan tajuk vegetasi. Model ANSWERS menggunakan simpanan intersepsi potensial (PIT, dalam mm) sebagai input. PIT menggambarkan volume air hujan yang tertahan sebagai air intersepsi jika suatu lahan tertutupi sempurna oleh tanaman atau penggunaan lahan tertentu. Jumlah air hujan dikalikan dengan porsi elemen yang tertutupi vegetasi (PER) menghasilkan intersepsi incremental (RIT). Simpanan intersepsi potensial ditentukan untuk setiap kejadian hujan dan untuk setiap jenis tanaman. Karena sangat sedikit data intersepsi yang dipublikasikan, simpanan intersepsi potensial sering diprediksi menggunakan persamaan Horton (De Roo, 1993).

Infiltrasi

Model ANSWERS mensimulasikan infiltrasi air ke dalam tanah dengan menggunakan persamaan Holtan’s (1961) yang dimodifikasi Everton (1964), dengan persamaan :

      TP PIV A + FC = FMAX P

FMAX : kapasitas infiltrasi dengan permukaan tanah tergenang (cm/jam), FC : kapasitas infiltrasi konstan (cm/jam),

A : kapasitas infiltrasi maksimum - FC (cm/jam), TP : porositas total di dalam zona kontrol infiltrasi (%),

PIV : volume air yang dapat ditahan dalam zona kontrol hingga jenuh(cm), p : koefisien empirik yang menunjukkan penurunan laju infiltrasi dengan

meningkatnya kelembaban tanah.

Infiltrasi dihitung berdasarkan 6 parameter fisik tanah yang meliputi porositas total, kadar air kapasitas lapang, zona kontrol infiltrasi, koefisien A dan P. Walaupun telah digunakan secara luas persamaan tersebut mempunyai keterbatasan terutama dalam penetapan zona kontrol infiltrasi pada suatu tanah dan penentuan nilai A dan P. Nilai koefisien A dan P dapat ditentukan dengan menggunakan data literatur atau ditentukan dengan menggunakan metoda pengepasan (fitting) infiltrasi hasil prediksi dan data infiltrasi hasil pengukuran (Bouraoui, 1994).

Suatu pendekatan zona kontrol kedalaman infiltrasi ditentukan sebagai kedalaman horizon A (De Roo, 1993). Smith (1976) menyatakan bahwa persamaan Holtan tidak bersesuaian dengan prinsip hidrolik dimana laju infiltrasi tergantung kepada zona kontrol infiltrasi. Baun et al. (1986) menunjukkan bahwa volume aliran permukaan sangat sensitif terhadap pemilihan zona kontrol kedalaman. Penurunan zona kontrol kedalaman 33% meningkatkan volume aliran permukaan 87%, dan peningkatan zona kontrol kedalaman 33% menurunkan volume aliran permukaan 28%.

Dalam model ANSWERS, jika zona kontrol kedalaman infiltrasi telah terisi dengan air, maka air yang lebih dari kapasitas lapang akan terdrainase ke lapisan bawah dengan menggunakan persamaan Huggins dan Monke (1966) :

      GWC PIV - 1 FC = DR 3

DR : laju drainase air dari zona kontrol (cm/jam), GWC : air gravitasi dari zona kontrol (cm)

15

Untuk mengatasi kelemahan model infiltrasi Holtan, Bouraoui (1994) mengintroduksi persamaan infiltrasi Green-Ampt ke dalam model ANSWERS. Hal tersebut dilakukan dengan alasan : a) model Green-Ampt merupakan model berdasar fisik sehingga hasil dugaannya akan menjadi lebih baik, b) penghitungan yang dilakukan lebih efisien, dan c) parameter dapat ditentukan secara mudah dari informasi data tanah dan tutupan yang tersedia.

Simpanan Depresi M ikro

Laju infiltrasi aktual tergantung kepada area permukaan tanah yang tertutupi oleh air. Laju infiltrasi yang terjadi akan lebih kecil dari laju infiltrasi yang didefinisikan diatas, jika tidak seluruh permukaan tanah tertutup air dan instensitas hujan lebih kecil dari kapasitas infiltrasi. Oleh karena itu diasumsikan bahwa hanya bagian permukaan tanah yang tertutup air yang mempunyai kapasitas infiltrasi maksimum. Infiltrasi pada areal permukaan lainnya tergantung kepada intensitas hujan, dimana laju infiltrasi sama dengan instensitas hujan neto.

Area permukaan yang tertutupi air (FWA) dan simpanan permukaan potensial (DEP) dihitung menggunakan persamaan Huggins dan Monke (1966) :

FWA = RC 1 HU H     DEP = HU*RC* RC 1 HU H    

FWA : fraksi tutupan air

DEP : volume air yang tersimpan di permukaan (mm)

H : kedalaman fisik air tersimpan (stored water) diatas elevasi terendah atau datum (mm)

HU : ketinggian maksimum relief mikro /ketinggian diatas datum (mm) RC : eksponen yang menunjukkan frekuensi kekasaran permukaan

Jika H = HU, maka FWA =1 dan DEP = HU*RC. Jika RC =1, maka DEP = HU. Kapasitas infiltrasi kemudian dihitung :

FILT = FWA*f + (1-FWA)*R

FILT : laju infiltrasi (mm/jam)

f : laju infiltrasi dimana seluruh permukaan tertutupi air (mm/jam) R : intensitas hujan neto (mm/jam) setelah dikoreksi intersepsi

HU : ketinggian maksium mikro relief/ketinggian diatas datum (mm)

Variabel HU mudah diukur di lapangan, sebaliknya variabel RC pengukurannya relatif sulit dilakukan di lapangan dan biasanya digunakan data sekunder yang disajikan Beasley dan Huggins (1981). Retensi permukaan dihitung dengan mengasumsikan maksimum ketinggian air diatas datum dengan sudut aliran = 0 (H = 0,1*HU), sehingga retensi permukaan maksimum dihitung :

MAXDEP = HU*RC*

[ ]

0,10 RC1 −1

MAXDEP : maksimum volume simpanan retensi (mm) Akumulasi air yang melebihi kapasitas simpanan retensi (simpanan depresi mikro) akan menghasilkan aliran permukaan.

Aliran Permukaan

Respon hidrolik setiap elemen dihitung sebagai fungsi dari waktu secara eksplisit melalui penyelesaian backward difference pada persamaan kontinuitas :

I - Q =

dt dS

I : Laju aliran masuk (inflow) pada suatu elemen dari curah hujan dan elemen tetangganya (m3/dt)

Q : Laju aliran keluar (outflow) (m3/dt)

S : Volume air yang terseimpan dalam elemen (m3) t : Waktu (dt)

Persamaan tersebut diselesaikan dengan persamaan Manning dalam hubungan

stagedischarge untuk kinematic overland flow dan channel routing sederhana. Radius hidrolik pada persamaan Manning diasumsikan sama dengan kedalaman retensi pada masing- masing sel.

Elemen yang mempunyai saluran dianggap sebagai 2 elemen. Elemen tersebut berperan sebagai elemen overland flow dengan kekecualian semua overland flow yang keluar dari elemen masuk kedalam segmen saluran. Aliran air dalam saluran bergerak menuju saluran yang lebih rendah, dimana aliran air pada saluran tersebut besumber dari saluran lain yang terkoneksi dan dari overland flow elemen.

17

Sedimen

Erosi tanah dalam model ANSWERS dimodelkan dalam 2 tahapan proses. Proses pertama adalah penghancuran partikel tanah dan proses berikutnya adalah transportasi sedimen. Penghancuran partikel tanah disebabkan karena pukulan butir hujan dan aliran air di permukaan tanah, sedangkan transportasi sedimen hanya disebabkan karena aliran air yang mengalir di permukaan tanah. Penghancuran partikel tanah akibat pukulan butir hujan dan aliran permukaan digambarkan oleh model yang dikembangkan oleh Meyer dan Wischmeier (1969,

dalam Beasley dan Huggins, 1981) :

DR = 0,108*CDR*SKDR*AI*R2

DR : efek pukulan air hujan terhadap penghancuran partikel tanah (kg/menit) CDR : faktor pengelolaan tanaman (dari USLE)

SKDR : faktor erodibilitas tanah (dari USLE) AI : luas area sel (m2)

R : intesitas hujan neto dalam interval waktu tertentu (mm/menit)

Do = 0,9*CDR*SKDR*AI*SL*qo

DO : laju penghancuran partikel tanah olehoverland flow (kg/menit) SL : kecuraman lereng (m/m)

qo : debit aliran per unit lebar (m2/menit)

Transportasi Sedimen

Model ANSWERS membedakan kapasitas transportasi aliran berdasarkan jenis aliran yang terjadi pada landscap laminar atau turbulent (Beasley dan Huggins, 1981). Pada aliran laminar, kapasitas transportasi aliran diasumsikan proporsional terhadap akar kuadrat dari debit aliran, sedangkan pada aliran

turbulent kapasitas transportasi aliran proporsional kuadrat terhadap debit aliran. Kapasitas transportasi aliran tersebut dimodelkan berdasarkan persamaan Yalin’s (1963) yang dimodifikasi Foster dan Meyer (1972) dan disajikan sebagai berikut :

TF = 161*SL*Q0,5 jika Q < 0,046 m2/ menit

TF = 16320*SL*Q2 jika Q > 0,046 m2/ menit

TF : laju transportasi sedimen potensial (kg/menit/m) Q : debit aliran per unit lebar (m2/menit/m)

Pergerakan sedimen menuju outlet di routing bersamaan dengan overland flow dan channel flow dengan menggunakan fungsi gelombang kinematik sederhana (Beasley et al., 1980). Kapasitas transportasi aliran dalam ANSWERS 2000 menggunakan persamaan Yalin (1963, dalam Hessel, 2002) yang didefinisikan dengan persamaan :

TF = Ps Sg ρw g d V* Ps = 0,635δ     + σ σ) 1 ln( 1 σ = 2.45 Sg-0,4 Ycr 0,5δ δ =     cr Y Y -1, δ = 0 jika Y < Ycr Y =

[

]

gd ) 1 S ( V g 2 * − V* = (g R S) 0,5

TF : kapasitas transportasi aliran (kg s-1) Ps : jumlah partikel yang ditransportasikan

w

ρ : massa jenis air (kg m-3)

Ycr : critical shear stress dari shield diagram; V* : shear velocity (m s-1)

Sg : particle specipic gravity (kg m-3) S : kemiringan lereng

R : radius hidrolik sama dengan kedalaman aliran (m) d : diamter partikel (m)

g : percepatan gravitasi (m s-2)

Faktor Pengelolaan Tanaman dalam M odel USLE dan RUSLE

Wischmeier dan Smith (1965; 1978) mendefinisikan faktor pengelolaan tanaman (faktor C) sebagai nisbah erosi dari suatu lahan dengan penggunaan dan pengelolaan tertentu terhadap erosi dari lahan terbuka yang diolah bersih menurut lereng dan tidak ditanami secara terus menerus. Faktor tersebut mengukur kombinasi pengaruh faktor- faktor yang mempengaruhi erosivitas hujan, tutupan tajuk vegetasi dan pengelolaan tanaman yang dilakukan.

Dalam model USLE nilai faktor C (faktor C-USLE) ditentukan dengan mempertimbangkan fase pertumbuhan tanaman (tutupan tajuk tanaman) dan

19

energi kinetik hujan yang mempengaruhi erosi pada setiap fase pertumbuhan tanaman (Wischmeier dan Smith, 1978; Arsyad, 2000). Untuk tanaman semusim, fase pertumbuhan tanaman yang dipertimbangkan:

§ Fase SB (seed bed) : fase pengolahan tanah untuk persiapan penanaman bibit sampai tanaman berkembang dan tutupan tajuk mencapai ±10%.

§ Fase I (establishment): akhir fase SB sampai perkembangan tutupan tajuk tanaman ±50% (untuk tanaman kapas tutupan tajuk tanaman ±35%).

§ Fase II (development): akhir fase I sampai perkembangan tutupan tajuk tanaman ±75% (untuk tanaman kapas tutupan tajuk tanaman ±60%).

§ Fase III (maturing crop): akhir fase II sampai tanaman dipanen

§ Fase IV (residue or stubble) : setelah tanaman dipanen sampai pengolahan tanah berikutnya.

Nilai faktor C-USLE merupakan nilai tunggal untuk masing- masing penggunaan lahan dan ditentukan berdasarkan hasil penelitian jangka panjang. Oleh karena itu nilai tersebut merupakan rataan tahunan atau rataan dari beberapa musim tanaman (Weischmeier, 1978). Beberapa nilai faktor C-USLE yang diperoleh dari berbagai hasil penelitian di Indonesia dan di Amerika Serikat disajikan pada Tabel La mpiran 1.

Dalam model RUSLE (Renard et al., 1996) nilai faktor C diidentifikasi dengan menggunakan konsep soil loss ratio (SLR) yang dipengaruhi oleh pengaruh tanaman dan pengelolaan sebelumnya (prior land use; PLU), perlindungan permukaan tanah oleh penutupan vegetasi (canopy cover; CC), pengurangan erosi akibat penutupan permukaan (surface cover; CC), kekasaran permukaan (surface

roughness; SR), dan pengaruh rendahnya kelembaban tanah (soil moisture; SM)

terhadap pengurangan aliran permukaan pada hujan intensitas rendah. Masing- masing parameter dinilai sebagai sub faktor, dan pengkalian subfaktor tersebut menghasilkan nilai SLR ( SLR = PLU * CC * SC * SR * SM ). Nilai- nilai sub faktor SLR dihitung pada setiap periode waktu yang diasumsikan nilai- nilai tersebut relatif konstan. Nilai SLR yang diperoleh kemudian dikombinasikan dengan fraksi indek erosi hujan dan aliran permukaan (EI) untuk mendapatkan nilai faktor C.

Subfaktor penggunaan lahan sebelumnya (PLU) menunjukkan pengaruh

subsurface residue (residu tanaman dibawah permukaan tanah) akibat penggunaan

laha n sebelumnya terhadap erosi, dan pengaruh tindakan pengolahan tanah terhadap konsolidasi tanah, seperti disajikan dalam persamaan :

PLU = Cf * Cb * exp[(-cur * Bur) + (cus * Bus/ Cfcuf)]

PLU : Subfaktor pengunaan lahan sebelumnya (0-1) Cf : Konsolidasi tanah permukaan

Cb : Efektivitas relatif subsurface residu terhadap konsolidasi tanah Bur : Kerapatan (densitas) akar tanaman hidup dan akar tanaman mati

yang ditemukan pada tanah lapisan atas (lb acre-1 in-1) Cuf : Pengaruh konsolidasi tanah terhadap efektivitas residu yang

dimasukan ke dalam tanah

cur,cus : Koefisien kalibrasi yang menunjukkan pengaruh subsurface residue.

Subfaktor penutupan tajuk tanaman menunjukkan efektivitas penutupan vegetasi dalam mengurangi energi pukulan butir air hujan di permukaan tanah.

Dokumen terkait