• Tidak ada hasil yang ditemukan

Morfologi Kentang

Kentang merupakan tanaman yang termasuk dalam kelas dikotil yang ditanam untuk diambil umbinya. Tanaman kentang diperbanyak secara aseksual dari umbinya. Kentang memiliki akar serabut dengan percabangan halus, agak dangkal, dan akar adventif yang menyebar. Tanaman yang tumbuh dari biji membentuk akar tunggang ramping dengan akar lateral yang banyak. Batang berada di atas permukaan tanah berdiri tegak, awalnya bulat dan akhirnya menjadi persegi serta bercabang jika pertumbuhannya sudah lanjut. Bentuk pertumbuhan tanaman berkisar dari kompak hingga menyebar (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Menurut Samadi (2007) tanaman kentang berdaun rimbun dan terletak berselang-seling pada batang tanaman. Bentuk daun oval dengan ujung daun meruncing dan tulang-tulang daun menyirip. Warna bunga bervariasi, kuning atau ungu. Bunga tumbuh dari ketiak daun teratas. Jumlah bunga bergantung kultivar. Bunga yang telah mengalami penyerbukan akan menghasilkan buah dan biji. Kentang memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Akar tunggang tumbuh sampai kedalaman 45 cm, sedangkan akar serabut tumbuh ke arah samping. Sebagian batang kentang berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi kentang. Proses pembentukan umbi ditandai dengan terhentinya pertumbuhan dari stolon dan diikuti dengan pembesaran stolon. Pitojo (2004) mengemukakan bahwa stolon muncul dari ruas batang paling bawah, berwarna putih dan tumbuh di dalam tanah mendatar ke arah samping dan membentuk umbi di bagian ujungnya.

Kentang terbagi menjadi 3 kelompok berdasarkan warna umbinya, yaitu kentang kuning, kentang putih, dan kentang merah. Kentang kuning yaitu kentang yang kulit dan dagingnya berwarna kuning. Kentang kultivar ini digunakan dalam industri makanan ataupun untuk konsumsi. Beberapa kultivar yang termasuk kentang kuning diantaranya Granola, Thung, Cipanas, Patrones, dan Cosima. Kentang putih memiliki kulit dan daging berwarna putih. Misalnya kultivar Marita, Radosa, dan Donata. Sedangkan kentang merah, kulit umbi berwarna

merah dan daging umbi berwarna kuning kemerahan. Misalnya kultivar Desiree, Red Pontiac, dan Arka (Novary, 1999).

Syarat Tumbuh Kentang

Menurut Martodireso dan Suryanto (2001) tanah yang cocok untuk tumbuh dan berkembangnya tanaman kentang adalah tanah yang berdrainase baik, tekstur sedang, gembur, dan banyak mengandung bahan organik. Ketersediaan air tidak boleh kurang dari 50% kapasitas lapang. Kedalaman air tanah 15 cm dan derajat keasaman (pH) tanah yang dikehendaki adalah 5 - 6.5.

Tanah yang terlalu salin (banyak garam terlarut) dan tanah sodik (banyak kandungan Na) mengganggu pertumbuhan umbi. Tanah salin membuat akar sulit mengambil air tanah. Sedangkan tanah banyak kandungan Na menghalangi suplai air untuk tanaman. Penanaman disesuaikan dengan jenis tanaman sebelumnya. Penanaman kentang secara terus-menerus pada lahan yang sama perlu dihindari sebab dapat menularkan sumber penyakit tular tanah seperti nematoda sista kentang. Rotasi tanaman penting dilakukan untuk mengendalikan hama dan penyakit (Ashari, 1995).

Menurut Astawan (2004) untuk daerah tropis, lingkungan yang cocok untuk budidaya tanaman kentang adalah dataran tinggi dengan ketinggian 1 000-1 300 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan 1 500 mm per tahun. Lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman kentang adalah pada suhu 18-21oC, serta kelembaban udara 80-90 %. Data curah hujan Pangalengan tahun 2007-2009 dapat dilihat pada Lampiran 2.

Sistem Sertifikasi Benih Kentang

Sertifikasi benih adalah pemberian sertifikat terhadap benih tanaman setelah melalui proses pemeriksaan, pengujian, dan telah memenuhi standar mutu benih untuk diedarkan. Menurut UU No. 12 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan UU No. 44 tentang Perbenihan Tanaman, benih yang akan diedarkan kepada pihak lain harus melalui sertifikasi dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan dan diatur lebih lanjut oleh Peraturan Menteri Pertanian (Haluoleo, 2009).

6

Menurut Wattimena (2000) perbanyakan stek mikro dan stek mini dilakukan oleh Balitsa (Balai Penelitian Tanaman Sayuran) Lembang, umbi G0, G1, dan G2 oleh BBI (Balai Benih Induk) Pangalengan, Umbi G3 oleh BBU (Balai Benih Umum), dan G4 oleh penangkar benih PD. Mamin (Perusahaan Daerah Makanan dan Minuman) di Pangalengan bertindak sebagai BBU. Produksi G0 dan G1 dilakukan di dalam rumah ketat serangga sedangkan G2, G3, dan G4 dilakukan di kebun produksi. Evaluasi untuk sertifikasi hanya dilakukan untuk umbi G2, G3, dan G4. Sistem penangkar lain juga dapat memproduksi bibit apabila dapat menghasilkan bibit yang bersertifikat dan telah terakreditasi kerena memenuhi persyaratan.

Pemeriksaan dilakukan terhadap benih yang akan diperbanyak di lahan dengan dua kali pemeriksaan tanaman (umur 30-40 HST dan 40-50 HST) dan pemeriksaan umbi setelah disortir. Pemeriksaan di lapang terutama mengenai kemurnian kultivar, penyakit virus kentang, layu bakteri (Ralstonia solanacearum), dan hawar daun (Phytopthora infestans). Pemeriksaan umbi dilakukan terhadap penyakit busuk coklat, busuk lunak, busuk kering, hawar daun, nematoda bintil akar, kemurnian kultivar, dan kerusakan mekanis. Bibit kentang yang telah lulus pemeriksaan akan diberikan sertifikat dan label oleh BPSBTPH. Benih kentang berlabel putih adalah benih kentang G2 yang merupakan benih dasar yang telah lulus pemeriksaan. Benih kentang berlabel ungu adalah benih kentang G3 yang merupakan benih pokok yang telah lulus pemeriksaan. Sedangkan benih kentang berlabel biru adalah benih kentang G4 yang merupakan benih sebar yang telah lulus pemeriksaan (Wattimena, 2000).

Menurut Wirawan dan Wahyuni (2002) bibit bermutu dan bersertifikat mempunyai ciri-ciri bibit bersih dan terbebas dari hama dan penyakit serta kotoran seperti biji-biji dan kerikil, benih murni tidak tercampur dengan varietas lain, warna benih tidak kusam, bibit sehat, tidak keriput, ukuran normal dan seragam, kulit tidak terkelupas, dan memenuhi standar toleransi sertifikasi benih.

Menurut Samadi (2007) dalam mempersiapkan bibit, perlu dilakukan seleksi dengan kriteria tertentu agar diperoleh bibit yang berkualitas baik. Bibit yang berkualitas baik akan dapat berproduksi tinggi dan memberikan keuntungan besar. Kriteria umbi yang baik antara lain (1) umbi berasal dari tanaman sehat,

yaitu tanaman yang tidak terserang hama dan penyakit, (2) umbi sudah berumur 150-180 hari dan berukuran seragam, (3) umbi tidak cacat atau terserang hama dan penyakit, (4) umbi berukuran sedang dan memiliki 3-5 mata tunas, dan (5) berbobot 30-50 gram.

Produksi Bibit Kentang dan Pembibitan

Bibit digunakan untuk menyebut benih yang telah berkecambah. Bibit diperoleh dari benih yang disemaikan dalam perkembangan generatif, sedangkan dalam perkembangbiakan vegetatif bibit diartikan sebagai tanaman yang berfungsi sebagai alat reproduksi, misalnya umbi (Wirawan dan Wahyuni, 2002).

Menurut Pitojo (2004) produksi umbi G0 diawali dengan penyediaan bahan tanam yang berupa tanaman kultur jaringan. Kultur jaringan adalah suatu teknik untuk mengisolasi bagian tanaman kemudian menumbuhkannya pada media dalam kondisi aseptik di laboratorium sehingga bagian tanaman tersebut memperbanyak diri menjadi tanaman yang lengkap.

Menurut Waluya (2009) planlet hasil kultur jaringan ditumbuhkan di dalam botol kultur hingga memiliki akar, batang, daun, dan tunas. Setelah tumbuh menjadi tanaman lengkap, planlet dicuci bersih dengan air yang sudah dimasak secara perlahan sampai semua agar-agar sudah tidak ada pada akar planlet, setelah itu planlet di rendam pada larutan Dithane/benlate 1 g/L + Agrept 1 g/L selama 10 menit, larutan tersebut berfungsi sebagai bakterisida dan fungisida. Kegiatan selanjutnya adalah aklimatisasi.

Aklimatisasi adalah proses pemindahan planlet dari lingkungan yang terkontrol (aseptik dan heterotrof) ke kondisi lingkungan tak terkendali, baik suhu, cahaya, dan kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof. Media yang dapat digunakan yaitu arang sekam yang sudah disterilkan kemudian dibasahi sampai jenuh dengan air steril. Lalu planlet ditanam dengan jarak yang tidak terlalu rapat agar bibit tidak membusuk.

BPTP (2008) menyatakan setelah aklimatisasi, tanaman kentang di stek bagian pucuk daunnya untuk bahan stek mini. Stek mini dilakukan dengan memotong 1-2 daun per tanaman. Stek mini ditanam di bak bedengan. Setelah berumur 3 minggu tanaman dapat di stek. Kemudian stek ditanam di bedengan dengan jarak tanam 5 cm x 10 cm. Media tanam yang digunakan adalah tanah

8

lapisan atas yang telah dicampur dengan pupuk kandang atau kompos. Setelah 3 minggu tanaman induk di stek kembali hingga 3 kali selama pertumbuhan. Panen dilakukan setelah tanaman berumur 110 hari. Umbi hasil panen disortir dan disimpan di gudang penyimpanan. Setelah umbi bertunas, umbi ditanam di lapang untuk menghasilkan umbi G1.

Pitojo (2004) mengemukakan penangkaran benih sumber generasi pertama dilakukan di rumah ketat serangga (screenhouse). Lahan yang digunakan untuk penangkaran benih diolah secara sempurna dan dilakukan sterilisasi tanah untuk memutus siklus fungi. Sterilisasi menggunakan fungisida Basamid dengan dosis 40 g/m2. Tanah diaduk dan dicangkul kemudian ditutup dengan mulsa plastik. Sebelum penanaman, mulsa dibuka dan di atas bedengan ditabur insektisida Rhodocap 10 G dengan dosis 1 kg/100 m2.

Pupuk dasar yang diberikan yaitu pupuk kandang sebanyak 200 kg dan untuk pupuk organik terdiri dari 4 kg ZA, 6 kg TSP, dan 2 kg KCl untuk setiap 100 m2 lahan. Jarak tanam yang digunakan yaitu 20 cm x 20 cm. Kegiatan pemeliharaan meliputi kegiatan pengairan, penyiangan gulma, serta pembumbunan (Pitojo, 2004).

Pengairan dilaksanakan seminggu sekali untuk menjaga kelembaban tanah. Kegiatan penyiangan dilakukan apabila rumput mulai terlihat tumbuh di areal penanaman. Pembumbunan dilakukan dua kali. Pembumbunan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan pembumbunan kedua dilaksanakan dua minggu berikutnya (Samadi, 2007).

Kegiatan pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 90 HST. Kentang yang dihasilkan merupakan bibit kentang G2 yang bila diperbanyak akan menghasilkan bibit G3. Bibit G3 apabila diperbanyak akan menghasilkan bibit G4 yang akan diproduksi oleh petani. Secara umum teknik budidaya kentang G2, G3, dan G4 sama dengan budidaya kentang G1, hanya saja penangkaran bibit G2, G3, dan G4 dilakukan di lapang (Sinar Tani, 2009).

Budidaya Kentang

Umbi bibit yang banyak dipakai untuk pembibitan kentang umumnya berbobot 30-50 gram, yang berumur 150-180 hari, memiliki 3-5 mata tunas. Penanaman umbi dapat dilakukan dengan pembelahan atau tidak. Pemotongan

umbi dilakukan menjadi 2-4 potong menurut mata tunas yang ada. Sebelum tanam umbi direndam dulu menggunakan POC NASA selama 1-3 jam (2-4 cc/liter) Prabowo (2007).

Kegiatan yang dilakukan dalam budidaya kentang yang pertama kali yaitu pengolahan tanah. Sisa tanaman dan rumput dibersihkan kemudian tanah dibajak atau dicangkul. Tanah yang telah dicangkul selanjutnya dibuat bedengan. Pupuk dasar yang diberikan yaitu pupuk kandang dan pupuk anorganik. Pupuk kandang diberikan secara merata di atas bedengan dengan dosis 15-20 ton/ha. Pupuk anorganik yang dibutuhkan yaitu 200 kg/ha Urea, 150 kg/ha ZA, 300 kg/ha SP-36, dan 100 kg/ha KCl. Pemberian pupuk anorganik bersamaan dengan pupuk kandang. Kemudian pupuk ditimbun tanah dan dicangkul hingga merata (Prabowo, 2007).

Kegiatan pembumbunan dilakukan sebanyak 2 kali dan dilakukan bersamaan dengan pemupukan susulan, pembumbunan dan pemupukan pertama yaitu saat tanaman berumur 30 HST, sedangkan untuk pembumbunan dan pemupukan kedua dilakukan saat tanaman berumur 40 HST. Pembumbunan dilakukan yang terlambat dilakukan mengakibatkan tanaman rebah, perkembangan stolon terganggu, dan sebagian umbi tidak tertutup tanah (Pitojo, 2004).

Menurut Williams et al. (1993) selama pertumbuhan, tanaman kentang rentan terhadap hama dan penyakit. Beberapa hama dan penyakit yang perlu diwaspadai antara lain adalah hama penggerek umbi (Phthorimaea opercullella), kutu daun (Aphis gossipii), penyakit hawar basah (Phytophthora infestans), penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum), dan busuk Kering (Fusarium spp).

Hama penggerek umbi (Phthorimaea opercullella) menyebabkan timbulnya alur-alur gerekan bekas luka dimakan larva. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan penerapan kultur teknis, rotasi tanaman, serta memusnahkan umbi yang sakit. Kutu daun (Aphis gossipii) menyerang tanaman dengan mengisap cairan daun muda sehingga perkembangan tanaman tidak normal. Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida (Pitojo, 2004).

10

Menurut Semangun (2007) penyakit hawar basah (Phytophthora infestans) menimbulkan bercak basah pada daun hingga berubah menjadi coklat sampai hitam dan akhirnya membusuk, bagian bawah daun yang terinfeksi terdapat serbuk putih yang mengandung spora. Pengendalian dari penyakit ini diantaranya menggunakan bibit yang sehat saat penanaman, pergiliran tanaman, serta penyemprotan pestisida. Penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) menyebabkan tanaman layu sebagian atau keseluruhan. Cara pengendaliannya adalah menggunakan bibit yang sehat, dilakukan pergiliran tanaman (rotasi tanaman), dan membuang tanaman yang layu.

Busuk Kering (Fusarium spp) menyebabkan bercak-bercak berlekuk warna coklat tua pada umbi, umbi menjadi kering, berkerut, dan mengeras. Cara pengendaliannya adalah kegiatan panen dilakukan secara hati-hati jangan sampai melukai umbi serta penanaman menggunakan umbi yang sehat (Semangun, 2007).

Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan dengan rotasi tanaman dengan tanaman selain dari famili Solanacearum, mencabut dan memusnahkan tanaman yang terserang, dan pemberian pestisida dengan jenis dan dosis yang berbeda bergantung hama dan penyakit yang menyerang (Pracaya, 2003).

Menurut Samadi (2007) kentang dipanen apabila daun-daun tanaman telah berubah menjadi kuning bukan karena serangan penyakit, batang tanaman mengering dan menguning, serta kulit umbi melekat dengan daging umbi dan tidak mengelupas apabila ditekan. Martodireso dan Suryanto (2001) mengemukakan bahwa panen dilakukan setelah tanaman kentang berumur tiga setengah bulan. Alat panen yang digunakan antara lain cangkul dan garpu atau tangan. Panen dilakukan dengan hati-hati agar umbinya tidak terbelah karena cangkul. Umbi yang telah dipanen dibiarkan beberapa saat di lapangan, sehingga tanah yang menempel pada umbi menjadi kering dan terlepas dari kulit umbi.

Pasca panen yang harus diperhatikan adalah sortasi, pembersihan, pengemasan, pengangkutan, dan pengolahan hasil. Tujuan dari pasca panen antara lain agar tanaman yang telah dipanen tetap baik mutunya, agar menjadi lebih menarik, agar dapat memenuhi standar perdagangan, agar selalu terjamin untuk dijadikan bahan baku bagi para konsumen industri yang memerlukan, serta agar

sayuran lebih awet dan sewaktu-waktu bisa digunakan atau dipasarkan dengan kualitas yang tetap terjamin (Rahardi et al., 1993).

Dokumen terkait