Paradigma Pembangunan
Paradigma pembangunan adalah kerangka berpikir yang menjadi panduan atau pegangan semua pihak yang terlibat dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan. Kerangka berpikir membimbing para pelaku pembanguan dalam merumuskan masalah, penentuan tujuan, sasaran, prioritas, dan cara-cara untuk mencapainya (Lubis et al., 2000).
Sedangkan pembangunan sendiri dapat diartikan sebagai upaya yang sistematis dan berkesinambungan untuk menciptakan suatu keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik (Rustiadi et al., 2009). UNDP mendefinisikan pembangunan khususnya pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk, dimana penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir.
Todaro (2004) berpendapat bahwa ada 3 (tiga) tujuan pembangunan.
Pertama, yakni peningkatan standar hidup setiap orang baik pendapatan, tingkat konsumsi pangan, sandang dan papan, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multi dimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, institusi-institusi nasional, disamping mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Kedua, penciptaan kondisi yang memungkinkan tumbuhnya rasa percaya diri setiap orang. Ketiga, peningkatan kebebasan setiap individu.
Pembangunan tidak dimulai atau dilakukan di ruang kosong karena setiap wilayah dapat dipastikan telah ada penduduknya yang secara individu atau terorganisasi menjadi suatu kelompok atau suatu organisasi masyarakat yang mempunyai berbagai keinginan, kehendak dan tujuan masing-masing sesuai dengan posisi dan kondisinya. Selain itu setiap daerah mempunyai sumberdaya, baik yang dikuasai oleh pemerintah, usaha swasta, kelompok masyarakat, keluarga dan juga perorangan, sehingga pembangunan merupakan upaya untuk
mencapai tujuan bersama dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimiliki atau dikuasai oleh berbagai pihak tersebut (Lubis et al., 2000).
Menurut Rustiadi et al. (2009), paradigma pembangunan selama beberapa dekade terakhir mengalami pergeseran dan perubahan-perubahan mendasar. Berbagai pergeseran paradigma akibat adanya distorsi berupa kesalahan di dalam penerapan model-model pembangunan selama ini adalah:
1. Pergeseran dari situasi harus memilih antara pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan sebagai pilihan yang tidak saling menenggang ke keharusan mencapai tujuan tersebut secara berimbang.
2. Kecenderungan pendekatan dari kecenderungan melihat pencapaian tujuan-tujuan pembangunan dari diukur secara makro menjadi pendekatan- pendekatan regional dan lokal.
3. Pergeseran tentang asumsi peranan pemerintah yang dominan menjadi pendekatan pendekatan pembangunan yang mendorong partisipasi masyarakat di dalam proses pembangunan.
Paradigma Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)
Proses kristalisai paradigma pembangunan berkelanjutan dimulai dari tahap perdebatan antara pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan pada tahun 1960-an hingga tahun 1970-an. Kemudian pada tahun 1980-an hingga awal tahun 1990-an mulai dikenal konsep dan argumen pentingnya pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu paradigma pembangunan yang memiliki kerangka berpikir yang menjadi wacana dunia. Kerangka berpikir ini pada tahun 1992 dalam konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro disepakati oleh hampir semua negara (178 negara) di dunia termasuk Indonesia untuk digunakan sebagai panduan. Program aksi dunia hasil konferensi Rio tersebut dikenal dengan Agenda 21 yaitu program aksi untuk pembangunan berkelanjutan. Kesepakatan yang diambil ini memperlihatkan bahwa Pembangunan Berkelanjutan merupakan konsep yang diadopsi dan diadaptasi oleh negara industri maju maupun negara berkembang, negara kaya maupun negara miskin.
Kerangka berpikir pembangunan berkelanjutan pada intinya adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa menghalangi kebutuhan pemenuhan kebutuhan generasi masa datang. Apa yang dimaksud dengan kebutuhan sekarang, bagaimana untuk dapat memenuhinya, dan bagaimana caranya agar pemenuhan kebutuhan masa datang tidak terganggu merupakan permasalahan yang bisa berlainan dan beraneka untuk setiap tempat. Melalui kerangka berpikir pembangunan berkelanjutan maka setiap negara, wilayah, dan daerah dapat mengembangkannnya sendiri baik cara maupun prioritas permasalahan yang diatasi dan potensi yang akan dikembangkan (UN, 2007).
Berbeda dengan teori pembangunan yang pernah ada sebelumnya, yang dimunculkan oleh pemikir pembangunan ekonomi, kelahiran konsep pembangunan berkelanjutan memiliki dimensi yang agak lain. Kemunculannya sangat berkaitan erat dengan timbulnya kesadaran lingkungan. Pembangunan berkelanjutan dikembangkan karena kecemasan akan semakin merosotnya kemampuan bumi untuk menyangga kehidupan. Hal ini karena ledakan jumlah penduduk yang tinggi, meningkatnya aktivitas manusia, dan intensitas eksploitasi sumberdaya alam yang diiringi dengan meningkatnya limbah yang dilepaskan ke alam. Kesemuanya itu membuat kemampuan bumi dalam menyangga kehidupan mengalami penurunan drastis. Apabila semua kecendruangan tersebut dibiarkan dan bahkan semakin dipacu tanpa adanya upaya pencegahan, maka bisa dipastikan kehidupan manusia dan segala isinya di dunia akan terancam keberlanjutannnya (Lubis et al., 2007).
Program Aksi untuk pembangunan berkelanjutan yang dimuat dalam Agenda 21 pada dasarnya mengandung 4 (empat) hal utama. Pertama, program yang berkaitan dengan aspek sosial ekonomi seperti penanggulangan kemiskinan, kependudukan, perubahan pola konsumsi, dan produksi, pemukiman, kesehatan, pemaduan lingkungan dan pembanguan. Kedua, program yang berkaitan dengan konservasi dan pengelolaan sumberdaya alam seperti perlindungan atmosfir, pengelolaan tanah, hutan, pesisir dan kelautan, bioteknologi, pengendalian bahan dan limbah beracun serta berbahaya. Ketiga, program yang berkaitan dengan penguatan peranan kelompok utama dalam masyarakat seperti masyarakat adat,
kalangan perempuan. Keempat, program program yang berkaitan dengan sarana untuk pelaksanaan seperti pembiayaan, alih teknologi, pendidikan dan lain sebagainya.
Pembangunan berkelanjutan merupakan upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup secara berkelanjutan dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumberdaya secara berkelanjutan dengan prasyarat terselengggaranya sistem pemerintahan yang baik. Pembangunan berkelanjutan juga diartikan sebagai pemaduan tujuan sosial ekonomi dan ekologi. Walaupun secara konseptual pemaduan ini masuk akal namun implementasinya tidak sederhana (Noeman, 2000).
Menurut Aziz et al. (2010), pembangunan berkelanjutan membutuhkan perubahan fundamental dari paradigma pembangunan konvensional yaitu:
1. Pembangunan mengubah prespektif jangka pendek menjadi jangka panjang. Pembangunan konvensional biasanya mengejar keuntungan jangka pendek yang dilakukan lewat eksploitasi sumberdaya alam secara intensif. Sedangkan pembangunan berkelanjutan berorientasi terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat meningkatkan nilai tambah sumberdaya hayati yang dapat bertahan dalam waktu yang lama dan demikian cocok untuk prespektif pembangunan jangka panjang.
2. Pembangunan berkelanjutan memperlemah posisi dominan aspek ekonomi, dan menempatkan pada tempat yang sama dengan pembangunan sosial dan lingkungan.
3. Skala preferensi individu menjadi indikator yang menentukan barang apa yang akan diproduksi dan lewat metode alokasi sumberdaya seefesien mungkin. Pembanguanan berkelanjutan memerlukan perubahan kebijakan secara fundamental agar kepentingan publik dapat ditempatkan di atas kepentingan pribadi dengan cara menggunakan instrumen fiskal dan moneter yang tepat dalam sebuah kerangka kebijakan yang kondusif.
4. Pasar telah gagal menangkap sinyal sosial dan lingkungan melalui mekanisme pasar. Biaya sosial tidak diperhitungkan dalam harga pasar. Biaya konflik sosial berupa korban, penderitaan manusia dan kematian tidak ditangkap oleh pasar. Hal yang sama berlaku untuk lingkungan.
Deplesi sumberdaya tambang dan bahan bakar fosil yang tak terbarukan tidak tercermin dalam biaya depresiasi. Pembangunan berkelanjutan harus mengoreksi kegagalan pasar dan menginternalkan semua biaya eksternal yang berkaitan dengan pembangunan sosial dan lingkungan.
5. Pemerintah harus menetapkan kebijakan yang tepat untuk mengoreksi kegagalan pasar. Hal ini membutuhkan komitmen pemerintah secara penuh untuk melayani kepentingan masyarakat dan lingkungan.
Ada 5 (lima) azas yang perlu ditaati apabila pembangunan berkelanjutan dipilih sebagai pola pikir yang mendasari penyusunan pembangunan yaitu (Lubis
et al., 2000):
1. Pengembangan kualitas hidup manusia dan masyarakat secara berkelanjutan. Yang dimaksud dengan hidup yang berkualitas sebagai individu adalah kemampuan untuk memilih. Makin tinggi kualitas hidup seseorang, makin tinggi kemampuan untuk memilih. Misalnya kondisi kesehatan atau pendidikan dapat menyebabkan seseorang tidak mampu merumuskan keinginan dan menentukan pilihannnya. Ini berarti kualitas hidupnya rendah. Walaupun seseorang mempunyai kemampuan untuk memilih tetapi memiliki keterbatasan pilihan juga dapat disebut kualitas hidupnya rendah. Selain itu pilihan yang disediakan tidak hanya dalam arti kuantitatif tetapi variasi pilihan harus bermutu beradab dan menjamin keberlanjutan pasokannnya. Selain meningkatkan kualitas hidup manusia sebagai perorangan, pembangunan berkelanjutan juga harus meningkatkan kualitas hidup manusia sebagai anggota masyarakat. Artinya membangun, memelihara, serta mengembangkan norma dan perilaku secara terus menerus dan menjadikan pergaulan, serta kerjasama membuahkan kehidupan yang bermutu.
2. Pengembangan dan pemeliharaan ketersediaan sumberdaya.
Menjamin keberlanjutan pembangunan dan perkembangan harus tersedianya sumberdaya yang mencukupi. Namun sumberdaya itu harus dikembangkan untuk mencapai kuantitas dan kualitas yang dibutuhkan. Sumberdaya dapat digolongkan kedalam 4 (empat) kategori yakni sumberdaya alam alami, sumberdaya buatan, sumberdaya manusia dan
sumberdaya sosial. Pembangunan dapat pula diartikan sebagai pembangunan sumberdaya merubah kekayaan menjadi sumberdaya, menciptakan sumberdaya baru, dan menata keterkaitan antar sumberdaya sehingga menghasilkan produk yang bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup secara berkelanjutan.
3. Menuju penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Konsep penerapan penyelenggaraan negara yang memadukan fungsi, peranan dan kemampuan pemerintah sektor bisnis dan masyarakat sipil. Selanjutnya dilakukannnya keterpaduan dan kerjasama yang akan membuahkan hasil optimal masing-masing komponen harus bersifat partisipatif, penataan dan penegakan peraturan perundangan, transparansi, mempunyai daya tanggap, berorientasi pada konsensus, bersikap adil, efektif dan efesien, akuntabilitas, memiliki visi dan strategi.
4. Pendekataan ruang untuk pemaduan tujuan sosial, ekonomi dan ekologi. Pembangunan berkelanjutan secara sederhana diartikan sebagai pemaduan tujuan sosial, ekonomi dan ekologi. Menurut konsepnya pemaduan ini dapat dimengerti dan diterima tetapi dalam penerapannnya tidak sederhana. Pendekatan yang tepat untuk melakukan tujuan sosial, ekonomi dan ekologi adalah pendekatan keruangan (spasial). Artinya penataan ruang dengan segala komponen dan proses yang ada di dalamnya menjadi bagian penting yang harus digarap dalam pembangunan berkelanjutan. Apabila konsep semacam ini belum dibangun maka diperlukan upaya yang lebih besar dan kompleks untuk melakukan pemaduan, karena bisa jadi aktifitas ekonomi dan kerusakan ekologi di bagian hulu telah memberi dampak sosial di bagian hilir.
5. Dari ketergantungan menjadi saling ketergantungan
Sebagai daerah yang terbuka adalah wajar apabila suatu daerah mempunyai akses atau keterkaitan dengan daerah lain. Kecendruangan menunjukkan bahwa semakin banyak alur akses dan keterkaitan dengan daerah lain makin besar kesempatan suatu daerah untuk berkembang. Karena dengan adanya sejumlah akses tersebut memungkinkan suatu daerah dapat melakukan pertukaran barang dan jasa secara efektif.
Keadaan ini disebut sebagai simpul jasa distribusi. Walaupun demikian, keadaan tersebut dapat pula menjadi penyebab terjadinya eksploitasi suatu daerah terhadap daerah lain. Misalnya eksploitasi kota terhadap daerah belakangnya. Sehingga ekosistem yang dewasa, kuat dan mapan melakukan invasi serta mengalahkan ekosistem yang muda, lemah dan labil. Kondisi ini tidak mendukung pembangunan berkelanjutan. Yang harus dikembangkan adalah saling ketergantungan kerjasama antar daerah berdasarkan kekuatan masing-masing.
Siregar (2004) menjelaskan ada 3 aset dalam pembangunan berkelanjutan yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan infrastruktur. Sumberdaya alam adalah semua kekayaan alam yang dapat digunakan dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sumberdaya manusia adalah semua potensi yang terdapat pada manusia seperti akal pikiran, seni, dan keterampilan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri maupun orang lain atau masyarakat pada umumnya. Sedangkan infrastruktur adalah sesuatu buatan manusia yang dapat digunakan sebagai sarana untuk kehidupan manusia dan sebagai sarana untuk dapat memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan semaksimalnya, baik untuk saat ini maupun keberlanjutannya di masa yang akan datang.
Esensi pembangunan berkelanjutan adalah perbaikan mutu kehidupan manusia dengan tetap berusaha tidak melampaui kemampuan ekosistem yang mendukung kehidupannya. Sedangkan ekonomi berkelanjutan merupakan buah dari pembangunan berkelanjutan, yaitu sistem ekonomi yang tetap memelihara basis sumberdaya alam yang digunakan dengan terus mengadakan penyesuaian dan penyempurnaan pengetahuan, organisasi, efisiensi teknis dan kebijaksanaan.
Pembangunan berkelanjutan memiliki tiga pendekatan, yaitu pendekatan ekonomi, ekologi, dan sosial. Pendekatan ekonomi menekankan pada perolehan pendapatan yang berbasis pada penggunaan sumberdaya yang efisien. Pendekatan ekologi menekankan pada pentingnya perlindungan keanekaragaman hayati yang akan memberikan kontribusi pada keseimbangan ekosistem dunia. Sedangkan pendekatan sosial menekankan pada pemeliharaan kestabilan sistem sosial budaya
meliputi penghindaran konflik keadilan baik dalam satu generasi maupun antar generasi (Munasinghe, 1993).
Pola hubungan antara keseimbangan ekonomi, ekologi dan sosial dijelaskan pada Gambar 3. Suatu pembangunan dikatakan bearable apabila pembangunan tersebut memenuhi kriteria sosial dan lingkungan sehingga manusia dan alam dapat berkesinambungan. Namun kondisi ini belum dikatakan
sustainable atau berkelanjutan karena secara ekonomi tidak memenuhi. Suatu pembangunan juga dikatakan sebagai viable apabila pembangunan tersebut memenuhi kriteria lingkungan dan ekonomi. Namun, karena kondisi ini tidak dapat disinambungkan dengan kondisi sosial manusia, maka kondisi ini belum disebut sustainable. Pembangunan yang hanya memenuhi kriteria sosial dan ekonomi saja disebut sebagai equitable namun karena tidak memenuhi kriteria lingkungan, kondisi ini tidak sustainable. Untuk mencapai kondisi yang
sustainable, kriteria sosial yaitu persamaan hak antara manusia, kriteria lingkungan yaitu preservasi dan konservasi alam, dan juga ekonomi yaitu efisiensi yang tinggi, harus dipenuhi (Villain, 1996).
.
Gambar 3. Pola hubungan prinsip ekonomi, ekologi dan sosial dalam pembangunan berkelanjutan (Villain, 1996)
Menurut Harris (2000), 3 (tiga) aspek konsep pembangunan berkelanjutan yakni ekonomi berkelanjutan harus mampu memenuhi barang dan jasa secara berkelanjutan, suatu sistem lingkungan yang berkelanjutan harus mempertahankan kestabilan sumberdaya, menghindari over eksploitasi sumberdaya, pemeliharaaan keanekaragaman hayati, stabilitas atmosfir, dan fungsi ekosistem lain. Sebuah
Ecology Preservation Social Equity Economy Effeciency Viable Bearable Equatable Sustainable
sistem sosial yang berkelanjutan harus mencapai keadilan distribusi, penyediaan pelayanan sosial seperti kesehatan, pendidikan, kesetaraan gender politik, akuntabilitas dan partisipasi.
Menurut Champbell (1996), sustainable development digambarkan pada segitiga perencana atau planners triangle (Gambar 4) merupakan suatu keadaaan yang menggambarkan keseimbangan dari ketiga kutub tujuan pembangunan. Pembangunan berkelanjutan adalah suatu keadaan ideal yang dapat dicapai melalui conftronting dan resolving konflik secara terus menerus.
Gambar 4. Definisi sustainable development oleh Champbell (1996) yang digambarkan sebagai Planner Triangle
Mengukur Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan Berkelanjutan merupakan konsep yang populer dan sangat penting, namun terdapat berbagai jenis interpretasinya. Berbagai penelitian dari perguruan tinggi, organisasi lingkungan, lembaga nasional dan internasional mencoba mengukur pembangunan berkelanjutan. Pendekatan terhadap pengukuran pembangunan berkelanjutan yakni dilakukan berdasarkan indikator atau tolak ukur. Indikator adalah ukuran kualitatif dan atau kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan ( Rustiadi et al., 2009).
Indikator mempunyai banyak fungsi. Indikator bisa mencapai keputusan yang lebih baik dan tindakan yang lebih efektif dengan menyederhanakan, mengklarifikasi dan membuat informasi yang dikumpulkan tersedia bagi pembuat kebijakan. Indikator dapat membantu menggabungkan pengetahuan ilmu fisik dan
Sosial justice, Economic opportunity Income equality Enviromental Protection Overeall Economic
Growth and Effeciency
Susutainable development
sosial ke dalam pengambilan keputusan, dan indikator dapat membantu mengukur kemajuan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan. Mereka dapat memberikan peringatan dini untuk mencegah kemunduran ekonomi, sosial dan lingkungan. Mereka juga alat yang berguna untuk mengkomunikasikan ide-ide, pikiran dan nilai-nilai.
Beberapa pertimbangan untuk pemilihan indikator pembangunan adalah kesederhanaan, skop, kuantifikasi, pengukuran, sensitivitas, dan batas waktu. Kesederhanaan adalah indikator harus sederhana, skop adalah indikator harus meliputi aktivitas manusia yang terkait dengan ekonomi dan lingkungan, dan
overlap antar masing-masing indikator harus seminimal mungkin, kuantifikasi maksudnya adalah elemen-elemennya harus dapat dikur, pengukuran maksudnya elemen harus dipantau untuk menunjukkan kecendrungan, sensitivitas maksudnya indikator yang terpilih cukup sensitif terhadap perubahan penting dalam karakteristik lingkungan dan batas waktu maksudnya lingkup elemen harus dapat menunjukkan identitas waktu dan kecendrungan yang ada (Rustiadi et al., 2009).
Selanjutnya menurut Rustiadi et al. (2009), dari pendekatan yang ada, terdapat 3 (tiga) kelompok cara dalam menetapkan indikator pembangunan yakni indikator berbasis tujuan, indikator berbasis sumberdaya dan indikator berbasis proses pembangunan. Terdapat 3 (tiga) tujuan pembangunan dari berbagai pendekatan yang ada yakni; (1) produktivitas, efesiensi dan pertumbuhan, (2) pemerataan keadilan dan keberimbangan, dan (3) keberlanjutan (sustainability). Indikator berbasis sumberdaya mencakup sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya fisik buatan, dan sumberdaya sosial. Indikator berbasis proses pembangunan meliputi input, implementasi/proses, output, outcome, benefit dan
impact.
UN (2007), memberikan arahan terhadap tolak ukur pembangunan berkelanjutan, tolak ukur tersebut dikelompokkan ke dalam tema, sub tema, core indicator dan indikator lain (Tabel 2). Masing-masing tema memiliki sub tema dan core indicator.
Tabel 2. Indikator pembangunan berkelanjutan (UN, 2007).
Tema Sub tema Core indicator Indikator lain Kemiskinan Pendapatan warga
miskin
Proporsi populasi yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional
Proporsi populasi yang mempunyai pendapatan kurang dari 1$ per hari Ketidaksamaan
pendapatan
Perbandingan rasio pendapatan tertinggi dan terendah
Sanitasi Proporsi populasi yang menggunakan fasilitas sanitasi yang baik
Air minum Proporsi penduduk yang menggunakan sumber air bersih
Akses terhadap energi
Proporsi rumah tangga tanpa listrik atau jasa energi modern
Populasi (%) menggunakan bahan bakar padat untuk memasak Kondisi hidup Proporsi penduduk perkotaan
yang tinggal di daerah kumuh Pemerintahan Korupsi Persentase penduduk yang
membayar suap
Kriminal Jumlah pembunuhan yang
disengaja dalam 100.000 penduduk
Kesehatan Kematian Tingkat kematian balita Pemeliharaan
kesehatan
Persentase penduduk yang dapat mengakses fasilitas kesehatan primer
Status gizi Status gizi anak-anak Status kesehatan
dan resiko kesehatan
Morbiditas penyakit utama seperti HIV/AIDS, malaria, TBC
Prevalensi penggunaan rokok
Pendidikan Tingkat pendidikan
Angka Partisipasi sekolah Tingkat pencapaian sekolah
level menengah dan tinggi Tingkat Buta
Huruf
Tingkat buta huruf penduduk dewasa
Kependudukan Populasi Tingkat pertumbuhan
penduduk
Total tingkat kematian
Rasio ketergantungan
Pariwisata Rasio penduduk lokal
untuk dapat berwisata Bencana Alam Kerentanaan
terhadap bencana alam
Persentase penduduk yang tinggal di daerah rawan bahaya
Atmosfir Perubahan iklim Emisi karbondioksida Emisi gas rumah kaca Penipisan lapisan
ozon
Konsumsi perusak lapisan ozon
Lahan Status dan penggunaan lahan
Perubahan penggunaan
lahan
Lahan terdegradasi Penggurunan Lahan yang menjadi gurun
Tabel 2. Lajutan
Tema Sub tema Core indicator Indikator lain Lahan Pertanian Lahan pertanian yang subur dan
permanen
Efesiensi penggunaan pupuk
Penggunaan pestisida pertanian
Area dengan pertanian organik
Hutan Proporsi lahan yang tertutup hutan
Persentase hutan yang rusak karena defoliasi Area hutan di bawah managemen
hutan berkelanjutan
Air tawar Kuantitas air Proporsi sumberdaya air yang
digunakan
Penggunaan air yang intensif
untuk aktifitas ekonomi
Kualitas air Persentase coliform dalam air
tawar
BOD dalam tubuh air
Pengolahan air limbah
Ekosistem Proporsi kawasan terestrial dilindungi, total dan menurut wilayah ekologi
Efektifitas pengelolaan kawasan lindung
Area yang dipilih untuk
kunci ekosistem Spesies Kelimpahan spesies terpilih
Tampilan makro ekonomi
GDP per kapita Gross saving
Tingkat inflasi Keberlanjutan
finansial publik
Rasio utang terhadap GNI Tenaga kerja Rasio penduduk yang bekerja
Produktifitas tenaga kerja Sumbangan wanita yang bekerja pada sektor non pertanian Teknologi
informasi dan telekomunikasi
Penggunaan internet per 100 orang penduduk
Jaringan telepon per 100 populasi Penelitian dan
pengembangan
Pengeluaran dari GDP untuk penelitian dan pengembangan Wisata Kontribusi wisata pada GDP
Perdagangan Giro defisit sebagai persentase dari PDB
Pangsa impor dari negara-negara berkembang dan dari LDC
hambatan tarif rata-rata
dikenakan terhadap ekspor dari negara- negara berkembang dan LDC Pola konsumsi dan produksi Konsumsi material
Material ekonomi Material domestik
Tabel 2. Lanjutan
Tema Sub tema Core indicator Indikator lain Penggunaan
energi
Total energi per tahun Manajemen
limbah
Pengolahan dan pembuangan limbah
Transportasi Angkutan penumpang Transportasi barang Intensitas energi untuk transportasi
Sumber: UN (2007)
Feng et al. (2007), mengukur keberlanjutan pembangunan di Kota Jining, China menggunakan 52 indikator yang dibagi kedalam 4 tema yakni pertumbuhan ekonomi dan efesiensi, lingkungan dan pembangunan infrastruktur, perlindungan terhadap lingkungan serta kemajuan kesejahteraan sosial (Tabel 3).
Tabel 3. Indikator pembangunan berkelanjutan (Feng et al., 2007)
Tema Indikator
Pertumbuhan ekonomi dan efesisensi
GDP per kapita
Rata-rata penerimaan pajak per kapita pertahun Rata-rata penghasilan petani pertahun
Rata-rata penghasilan masyarakat kota pertahun Proporsi industri jasa dalam GDP
Konsumsi energi Konsumsi air
Proporsi perusahaan yang memiliki sertifikat ISO 14000 Proporsi GDP yang dibelanjakan untuk investasi linkungan GDP density
Ekologi dan pembangunan infrastruktur
Persentase tutupan hutan Proporsi cadangan alam
Proporsi lahan terdegradasi yang direstorasi Luas ruang terbuka hijau publik perkapita
Proporsi inftrastruktur yang memenuhi standar ekologi Proporsi ruang terbuka hijau di area terbangun Proporsi area pertambangan yang direstorasi Proporsi dari total area perairan
Proporsi eco countri yang memenuhi standar SEPA Proporsi dari lahan yang tak ditembus air
Proporsi sungai dengan natural bank
Proporsi penilaian dampak ekologi yang dilakukan untuk proyek
Proporsi rakyat yang berpartisipasi dalam aktifitas perlindungan lingkungan Perlindungan
Lingkungan
Jumlah hari masyarakat kota yang mendapati kualitas air baik Proporsi area air yang polusinya di bawah standar nasional SO2 discharged per 10.000 RMB dari GDP
Debit COD dalam air
Proporsi suplai air minum perkotaan yang aman untuk diminum sesuai standar nasional
Tabel 3. Lanjutan
Tema Indikator
Perlindungan Proporsi limbah perkotaan yang ditangani Lingkungan Proporsi air industri yang didaur ulang