• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses pembuatan alumina pada dasarnya adalah dengan kristalisasi dan netralisasi. Kristalisasi adalah ekstraksi alumina dari bauksit menggunakan senyawa alkali. Proses ini akan membuat larutan supersaturated yang nantinya akan terbentuk kristal. Sedangkan proses netralisasi adalah mereaksikan bauksit dengan senyawa asam. Proses ini akan membentuk alumina dalam gelatin yang nantinya akan dicuci.

Proses kristalisasi lebih banyak digunakan dibandingkan proses netralisasi, karena pada proses netralisasi memerlukan pencucian kristal alumina dari mother liquor sangat kompleks sehingga membutuhkan energi yang sangat besar (Seecharran, 2010).

Metode dalam proses ekstraksi alumina dari bauksit ataupun non-bauxite material dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut (Luo, 2008):

1. Proses Asam 2. Proses Basa 2.1.1 Proses Asam

Proses asam mulai dikembangkan pada tahun 1910 hingga 1930. Proses ini menggunakan bahan baku nonbauxite material berupa anortosit, kaolin, dan tanah liat. Proses asam cukup populer pada tahun 1970 hingga 1980 dikarenakan adanya inflasi pada bauksit. Pada dasarnya proses ini menggunakan prinsip acid-leaching untuk mengesktraksi alumina. Asam sulfat merupakan senyawa yang paling banyak digunakan. Asam sulfat sangat efektif untuk proses

acid-II-2 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering leacing dan ekonomis. Proses ini menghasilkan crude alumina yang terkontaminasi dengan besi yang kemudian dimurnikan (Seyuta, 2013).

Pada proses asam (pH<5), larutan yang dihasilkan di samping mengandung pengotor besi juga ditemui kendala pada saat proses presipitasi aluminanya karena menghasilkan presipitat berbentuk gelatin yang sulit disaring dan dicuci.

Proses ini dapat juga dilakukan dengan ekstraksi menggunakan pelarut di-etipgeksal dalam kerosin.

Penambahan gas SO2 juga dapat memurnikan besi dengan merubah ion besi dari Fe3+ menjadi Fe2+. Keunggulan dari proses ini adalah dapat mengektraksi alumina dengan kemurnian hingga 99,9%. Namun proses ini memiliki kekurangan yaitu proses pencucian kristal alumina dari mother liquor sangat kompleks sehingga membutuhkan energi yang sangat besar.

II-3 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering Gambar 2.1 Diagram Alir Proses Asam

2.1.2 Proses Basa

Proses Bayer ditemukan oleh Karl Bayer (Rusia) dengan menggunakan soda kaustik pada tahun 1887 dan proses ini sudah umum digunakan dan lebih menguntungkan untuk memproduksi alumina (Al2O3) murni dari bauksit karena dapat dioperasikan pada suhu yang lebih rendah dan endapan yang didapat mudah disaring dan dicuci, sehingga proses ini paling umum digunakan sampai saat ini (Habashi, 2005).

II-4 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering Teknologi ini sudah diimplementasikan di dalam industri alumina selama lebih dari seratus tahun. Konsentrasi soda kaustik yang digunakan untuk keperluan proses umumnya berkisar 100-300 g/liter dengan kapasitas 150 m3/reaktor pada suhu reaksi antara 140-280oC yang tergantung pada jenis bauksitnya (Thompson,1995). Untuk bauksit jenis gibsit membutuhkan suhu reaksi sekitar 140oC, sedangkan jenis bohmit memerlukan suhu yang lebih tinggi yaitu antara 200-240oC. Walaupun semakin tinggi suhu, semakin memberikan keuntungan dalam hal ekstraksinya, namun bisa menyebabkan terjadinya masalah korosi terhadap peralatan dan kemungkinan oksida selain alumina juga ikut terlarut oleh soda kaustik (International Aluminium Institute, 2000).

Menurut perkembanganya prose basa dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Proses Sinter 2. Proses Bayer

3. Proses Bayer dengan Lime Sintering 2.1.2.1 Proses Sinter

Proses sinter dimulai oleh Henry Louis Le Chatelier asal Prancis dengan menggunakan pereaksi sodium karbonat (Na2CO3) yang dipanaskan pada suhu 1200°C dalam kondisi padat yang dilanjutkan dengan pelarutan dengan air, di mana larutan sodium aluminat yang dihasilkan dipresipitasi dengan karbon dioksida (CO2). Cara lain yaitu dengan melarutkan bijih bauksit ke dalam larutan sodium karbonat dan kapur dalam kondisi panas (suhu 900oC selama 30 menit) yang menghasilkan larutan sodium aluminat (kadar silika reaktif

<0,1%) dengan persen ekstraksi alumina sebesar 95% dan meninggalkan residu berupa kalsium silikat (Amer, 2013).

II-5 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering Dalam semua variasi proses sinter yang berbeda, prinsip yang umum adalah bahwa bahan bakunya dipanaskan, bersama dengan bahan kimia lain (biasanya alkali) untuk menginduksi reaksi solid-state. Pelepasan alkali kemudian dilakukan untuk memisahkan bahan aluminous dari insolubles.

Dari varian proses sinter, dua berada dalam lingkup penelitian ini - proses sinter kapur dan proses sinter kapur soda.

Dalam proses sinter kapur aditif adalah garam kalsium (biasanya kalsit - CaCO3). Campuran dipanaskan sampai di atas suhu dekomposisi kalsit (~825 ° C) dan reaksi solid-state terjadi antara nilai kapur dan alumina (gibbsite dan boehmite) dan juga dengan aluminosilikat (kaolinit). Ini membutuhkan suhu ~ 1150 ° C atau lebih. Rasio campuran dan kondisi sintering dirancang untuk mengoptimalkan produksi berbagai silikat kalsium (aluminium), yang setelah pendinginan, dapat dimurnikan dengan larutan alkali, baik natrium karbonat kaustik atau lebih umum. Kemudian gibbsite dipulihkan baik dengan penyemaian atau dengan karbonasi (untuk meregenerasi natrium karbonat untuk pencucian). Persamaan di bawah ini menggambarkan reaksi utama dengan silika dan alumina, namun masih banyak lagi yang mungkin terjadi, yang menyebabkan berbagai macam produk (Smith, 2009).

2CaCO3 + SiO2 → 2CaO.SiO2 + 2CO2

12CaCO3 + 7Al2O3 → 12CaO.7Al2O3 + 12CO2

Dalam proses sinter kapur soda, bauksit dipanaskan, seperti sebelumnya dengan kalsit, tapi juga mengandung sumber soda (biasanya soda natrium karbonat padat).

Campuran relatif dari ketiga komponen tersebut dirancang untuk mempromosikan reaksi bahan alumina dengan soda untuk menghasilkan natrium aluminat dan reaksi kapur dengan

II-6 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering silika untuk membentuk silikat kalsium (Ca: Si 2: 1 dan 1: 1).

Soda juga bereaksi dengan mineral besi dan titanium (sejumlah senyawa tersier yang mengandung Na2O, CaO, Al2O3, Fe2O3 dan TiO2 akan terbentuk tergantung pada rasio campuran dan kondisi reaksi (Eremin dan Shmorgunenko, 1974).

Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Sinter

Proses sinter memiliki keuntungan dapat mengolah bahan baku berkualitas rendah, dan pada pengembangannya dapat menggunakan non-bauxite material seperti batu kapur dan tanah liat (clay). Namun proses ini memiliki kekurangan jika menggunakan bahan baku dengan alkalinitas rendah dapat menurunkan yield, memerlukan energi yang besar dan pada

II-7 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering saat ini natrium karbonat (Na2CO3) tidak ekonomis (Senyuta, 2013).

2.1.2.2 Proses Bayer

Tahapan proses Bayer dimulai dengan pemecahan dan penggerusan bauskit untuk mendapatkan ukuran butir lebih halus dengan luas permukaan spesifik yang lebih besar dan derajat liberasi yang lebih tinggi sehinggalebih mudah dalam ekstraksinya, dilanjutkan dengan pengayakan (klasifikasi).

Bauksit halus dicampur dengan larutan NaOH, kemudian dilarutkan/dimasak (digestion) menggunakan media pemanas berupa uap pada tekanan 58,8-67,62 lb/in2 (4-4,6 atm), suhu sampai 140oC, konsentrasi NaOH 140-158 g/L, kapasitas bauksit (kadar Al2O3=48%) 31,36-34,90 ton (ratio Al2O3/NaOH=0,8) (Husaini, dkk., 2014), waktu 45 menit yang menghasilkan larutan sodium aluminat yang dapat dipisahkan dari sisa padatan tidak larut (red mud) (Habashi, 2005; Maa dkk., 2009; Donoghue dkk., 2014).

Bauksit yang akan diolah dengan menggunakan proses Bayer, selain harus memiliki kadar alumina cukup tinggi (>45% Al2O3), kandungan silika reaktifnya harus cukup rendah. Hal ini disebabkan silika reaktif ikut terlarut dengan NaOH sehingga kebutuhan NaOH akan meningkat dengan bertambahnya kandungan silika reaktif dalam bijih bauksitnya.

Secara umum, bila bijih bauksit yang mengandung silika reaktif > 7% (dasar kering) diproses dengan metoda Bayer, maka tidak ekonomis karena setiap 1 lb keberadaan silika reaktif dalam bijih akan mengkonsumsi dan menghilangkan 1-2 lb alumina serta meng-konsumsi 1-2-3 lb soda kaustik (Sydney, 1961). Hal ini disebabkan, selain bereaksi dengan Al2O3, NaOH juga bereaksi dengan silika reaktif membentuk

II-8 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering Na2O.SiO2 (sodium silikat) dan senyawa ini akan bereaksi dengan Na2O.Al2O3 (sodium aluminat) membentuk sodium aluminat silikat yang merupakan sodalite yang akan segera mengendap bersama red mud dengan reaksi sebagai berikut (Smith, 2009):

Na2O.Al2O3 + 2(Na2O. SiO2) + 4H2O → Na2O.Al2O3. 2SiO2 + 2H2O + 4NaOH

Berdasarkan fenomena diatas, maka biasanya kandungan silika reaktif dalam bijih bauksit harus < 3%.

Kandungan oksida besi dan titan juga harus rendah karena kedua komponen tersebut sebagai bahan pengotor yang terbawa bersama red mud. Tetapi bauksit dengan kadar Al2O3

≥48% yang mengandung oksida besi sebesar 20% masih dapat digunakan untuk memproduksi logam aluminium.

Gambar 2.3 Diagram Alir Proses Bayer

II-9 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering Proses Bayer memiliki kelebihan yaitu konsumsi energi relatif rendah dibandingkan proses lain yaitu 12 GJ/ton alumina sedangkan proses lainnya membutuhkan energi sebesar 22 GJ/ton alumina (Scarcella,2015). Dengan konsumsi energi yang rendah, proses Bayer dapat menghasilkan kemurnian alumina yang tinggi (>93%). Namun proses Bayer akan tidak ekonomis jika menggunakan bahan baku bauksit yang memiliki kadar silika yang tinggi (Senyuta, 2013).

2.1.2.3 Proses Bayer dengan Lime-sintering

Metode lain untuk memperbaiki kinerja dari proses Bayer yaitu dengan proses bayer-lime sintering karena dianggap andal namun kuno. Meskipun demikian, proses ini lebih menguntungkan karena mampu mengurangi biaya akibat hilangnya soda kaustik pada proses bayer. Proses ini dilakukan dengan menambahkan bahan desilikasi berupa kapur atau turunannya pada saat proses digestion. Penambahan kapur dapat menurunkan jumlah konsumsi NaOH terutama pada suhu proses yang tinggi. Menurut Gao-Feng, dkk. (2013), ratio (Al2O3)/(SiO2) dan (Na2O)/(SiO2) dalam red mud yang dihasilkan dengan penambahan kapur masing-masing turun dari 1,53 menjadi 1,43 dan dari 0,28 menjadi 0,24. Selain itu kapur juga dapat mengkonversi sodalite dan cancrinite menjadi hydrogamet dengan bantuan ion CO32-. Penambahan kapur juga dapat mengurangi pengotor berupa karbonat, silika dan phosphorous dalam larutan sodium aluminat (Pan dkk, 2012). Oleh sebab itu, kapur yang dipilih untuk percobaan digestion adalah kalsium karbonat (CaCO3).

II-10 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering 2.2 Seleksi Proses

Seleksi proses pada proses pembuatan Al2O3

didasarkan pada pertimbangan kelebihan dan kekurangan macam-macam proses seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan dalam tabel seperti di bawah ini :

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan masing-masing Proses

2.3 Uraian Proses Terpilih

Proses pembuatan Smelter Grade Alumina dari bauksit menggunakan proses Bayer dengan lime-sintering. Proses Kriteria Proses

Asam

Proses Basa Proses

Baku utama

Nonbauxite material

berupa anortosit, kaolin, dan

tanah liat

Bauksit (dapat mengguna kan bauksit

kualitas kan bauksit

kualitas rendah) Bahan baku

pendukung

II-11 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering Bayer dengan proses lime-sintering dipilih karena konversi digeser yang digunakan lebih tinggi, energi yang diperlukan tidak terlalu besar yaitu sekitar 22 GJ/ton alumina sehingga sangat ekonomis, menurunkan jumlah konsumsi NaOH terutama pada suhu proses yang tinggi, dan dapat mengurangi pengotor berupa karbonat, silika dan phosphorous dalam larutan sodium aluminat

Proses Bayer dengan lime-sintering dibagi menjadi 3 tahap, antara lain :

1. Tahap Disgestion 2. Tahap Precipitation 3. Tahap Calcination 2.3.1 Tahap Disgestion

Tahap disgestion ini diawali dengan proses grinding bauksit yang diangkut oleh bucket elevator (J-112) dari belt conveyor (J-111) yang selanjutnya akan di hancurkan oleh ball mill (C-110) menjadi bagian-bagian kecil dengan ukuran ± 2 mm dan akan di saring di screen (H-113) yang mana akan dikembalikan ke ball mill (C-110) jika oversize. Setelah itu bauksit akan dimasukkan ke dalam digestion reactor (R-120) untuk direaksikan dengan NaOH yang telah diolah di mixer (M-125) menjadi sodium aluminat pada suhu 100ºC. Setelah itu dipompa (L-126) menuju clarifier (H-127) untuk diendapkan. Liquor yang dihasilkan selanjutnya menuju mixer (M-134) untuk dilakukan pengadukan dengan bibit aluminium hidroksida. Red mud hasil endapan clarifier (H-127) kemudian di sinter di digestion reactor (R-130) pada suhu 300ºC untuk mengambil alumina yang masih terikut pada red mud hasil digestion pertama (R-120) dengan menambahkan CaCO3

II-12 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering untuk mengikat silikat yang ada di red mud dengan menambahkan NaOH yang ada di dalam mixer (M-125) untuk menjadi sodium aluminat. Setelah itu, di pompa (L-131) menuju clarifier yang ke 2 (H-133) untuk diendapkan kembali dengan menurunkan suhu liquor dengan heat exchanger (E-132) menjadi suhu 100 ºC. Liquor yang telah diendapkan selanjutnya menuju mixer (M-134) untuk dilakukan pengadukan (Hudson, 2002).

Reaktor Digester

(R-130) Clarifier (H-133) Mixer (M-134) Reaktor Digester

(R-120) Mixer (M-123)

NaOH

Tahap Presipitasi Mixer (M-125)

Bauksit Ball mill (C-110) Screen (H -113)

Clarifier (H-127)

Gambar 2.4 Blok Diagram Tahap Digestion

2.3.2 Tahap Precipitation

Tahap precipitation dimulai dengan mengolah liquor yang telah di endapkan di clarifier 1 (H-127) dan clarifier 2 (H-133) yang kemudian dimasukkan ke dalam mixer (M-134) yang kemudian akan dipompa (L-135) menuju precipitator tank (H-210) untuk pembentukan hidrat Al2O3.3H2O. Pada tangki presipitasi, digestion liquor direaksikan pada suhu 93oC. Kemudian aluminium trihidrat dipompa (L-211) menuju hydrocyclone (H-212) untuk dipisahkan dari cairannya. Cairan tersebut kemudian dialirkan menuju mixer (M-125) untuk mengencerkan NaOH hingga 20%. Kristal yang masih dalam bentuk hidrat dipompa (L-221) dan diproses dalam rotary vacuum filter (H-220) untuk mendapatkan kristal hidrat yang

II-13 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering lebih padat dengan mencuci cake yang telah terbentuk menggunakan water process yang kemudian akan dibawa oleh screw conveyor (J-222) menuju tahap kalsinasi. Sedangkan cairan hasil dari rotary vacuum filter (H-220) akan digunakan sebagai bibit pembentuk kristal di dalam mixer (M-134) (Featherston, 1972).

P-35 Hydrocyclone

(H-212)

P-31 P-30

Clarifier (H-127)

Clarifier (H-133) Mixer (M-134) Precipitation Tank (H-210)

Mixer (M-125)

Rotary Vacuum Filter

(H-220) Tahap Kalsinasi

Gambar 2.5 Blok Diagram Tahap Precipitation

2.3.3 Tahap Calcination

Tahap kalsinasi dimulai dengan memanaskan Kristal alumina trihidrat dengan pemanasan dengan cyclone pre-heater (H-311) dengan suhu 380oC yang juga berguna untuk menguapkan air yang ada di permukaan alumina trihidrat dan sebagai tahap pre-calcination. Alumina yang terikut pada flue gas akan ditangkap oleh ESP (H-312) dan akan dikembalikan ke cyclone pre-heater (H-312), dan flue gas nya akan di keluarkan melalui stack (A-313). Proses selanjutnya adalah proses kalsinasi dalam rotary kiln (B-310) Proses ini bekerja pada suhu 1075 oC yang bertujuan untuk membentuk α-alumina yang merupakan komponen utama dari Al2O3 dengan kualitas high grade. Hasil dari kalsinasi ini kemudian didinginkan dengan cooler (E-314) dengan dihembuskan udara dari blower (G 315 A dan G 315B). Setelah itu, SGA yang dihasilkan akan ditampung di tangki penyimpanan (F-316) (Mohri, 1996).

II-14 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering

Cyclone Preheater (H-311) Rotary Vacuum Filter

(H-220)

Rotary Kiln (B-310)

Cooler (E-314) Smelter Grade Alumina

(SGA)

Gambar 2.6 Blok Diagram Tahap Calcination

III-1

BAB III

Dokumen terkait