• Tidak ada hasil yang ditemukan

PABRIK SMELTER GRADE ALUMINA (SGA) DARI BAUKSIT MENGGUNAKAN PROSES BAYER DENGAN LIME-SINTERING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PABRIK SMELTER GRADE ALUMINA (SGA) DARI BAUKSIT MENGGUNAKAN PROSES BAYER DENGAN LIME-SINTERING"

Copied!
215
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR – TK145501

PABRIK SMELTER GRADE ALUMINA (SGA) DARI BAUKSIT MENGGUNAKAN PROSES BAYER DENGAN LIME-SINTERING

QOLBIYATUS SOLIHAH NRP. 1041 15 000 000 05

Awaludin fitroh Rifa’i NRP. 1041 15 000 000 47

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Danawati Hari Prajitno, M.Pd

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI FAKULTAS VOKASI

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

2018

(2)

TUGAS AKHIR – TK145501

PABRIK SMELTER GRADE ALUMINA (SGA) DARI BAUKSIT MENGGUNAKAN PROSES BAYER DENGAN LIME-SINTERING

QOLBIYATUS SOLIHAH NRP. 1041 15 000 000 05

AWALUDIN FITROH RIFA’I NRP. 1041 15 000 000 47

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Danawati Hari Prajitno, M.Pd

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI Fakultas Vokasi

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

2018

(3)

TUGAS AKHIR – TK145501

SMELTER GRADE ALUMINA (SGA) PLANT FROM BAUXITE USING BAYER PROCESS WITH LIME- SINTERING

QOLBIYATUS SOLIHAH NRP. 1041 15 000 000 05

AWALUDIN FITROH RIFA’I NRP. 1041 15 000 000 47

Lecturer

Prof. Dr. Ir. Danawati Hari Prajitno, M.Pd

INDUSTRIAL OF CHEMICAL ENGINEERING DEPARTMENT Faculty of Vocation

Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya

2018

(4)
(5)
(6)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat – Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tugas akhir.

Laporan tugas akhir ini merupakan tahap akhir dari penyusunan tugas akhir yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya (A.md) di Departemen Teknik Kimia Industri FV – ITS. Pada kesempatan kali ini atas segala bantuannya dalam pengerjaan laporan tugas akhir ini, kami mengucapkan terimakaih kepada :

1. Bapak Ir. Agung Subyakto M.S, selaku Ketua Program Studi Departemen Teknik Kimia Industri FV – ITS.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Danawati Hari Prajitno, M.Pd, selaku pembimbing yang selalu mengawasi dan membantu dalam menyelesaikan tugas akhir.

3. Bapak Ir. Agung Subyakto, M.S selaku dosen penguji tugas akhir Departemen Teknik Kimia Industri FV – ITS.

4. Ibu Ir. Elly Agustiani, M.Eng selaku dosen penguji tugas akhir Departemen Teknik Kimia Industri FV – ITS.

5. Seluruh dosen dan karyawan Departemen Teknik Kimia Industri FV – ITS.

6. Kedua orang tua kami dan orang terdekat yang selalu mendukung dan memberikan baik moril maupun materil yang tak ternilai harganya.

7. Saudara Anggi Maulinda yang telah membimbing dalam pengerjaan Tugas Akhir.

8. Rekan – rekan seperjuangan angkatan 2015 atas kerjasamanya selama menuntut ilmu di Departemen Teknik Kimia Industri FV – ITS

Penyusun berharap semoga laporan tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua dan kami menyadari bahwa

(7)

ii

laporan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.

Surabaya, Juli 2018

Penyusun

(8)

iii

PABRIK SMELTER GRADE ALUMINA (SGA) DARI BAUKSIT MENGGUNAKAN PROSES BAYER DENGAN

LIME-SINTERING

Nama Mahasiswa : Qolbiyatus Solihah 104115 000 000 05 Awaludin Fitroh Rifa’i 104115 000 000 47 Departemen : Teknik Kimia Industri

Dosen Pembimbing : Prof.Dr.Ir. Danawati Hari Prajitno, M.Pd

ABSTRAK

Indonesia memiliki sumber daya bauksit yang cukup besar yaitu sekitar 1.293.838.207 ton dengan cadangan sebesar 582.621.415 ton (Antam, 2014).

Sebelum berlakunya Permen No. 1 tahun 2014 tentang pengolahan dan pemurnian mineral untuk mendapatkan nilai tambah, bijih bauksit Indonesia diekspor berupa bahan mentah, namun saat ini pemerintah mewajibkan pemilik IUP, dalam hal ini bijih bauksit, untuk mengolahnya menjadi alumina dan aluminium dengan mendirikan pabrik pemurnian, sehingga memberikan nilai tambah bijih bauksit.

Proses produksi Smelter Grade Alumina menggunakan proses Bayer dengan lime sintering. Tahapan proses Bayer dengan lime sintering dimulai dengan pemecahan dan penggerusan bauskit untuk mendapatkan ukuran butir lebih halus dengan luas permukaan spesifik yang lebih besar, dilanjutkan dengan pengayakan (klasifikasi). Bauksit halus dicampur dengan larutan NaOH, kemudian dilarutkan/dimasak (digestion) menggunakan media pemanas berupa uap. Proses ini dilakukan dengan menambahkan bahan desilikasi berupa kapur atau turunannya. Penambahan kapur dapat menurunkan jumlah konsumsi NaOH terutama pada suhu proses yang tinggi. Penambahan kapur juga dapat mengurangi pengotor berupa karbonat, silika dan phosphorous dalam larutan sodium aluminat

Pabrik Smelter Grade Alumina rencananya akan didirikan tahun 2020 di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat dengan kapasitas 300.000 ton/tahun, dengan bahan baku 2.315 ton/hari bauksit, 1.405 ton/hari NaOH untuk startup dan 913 kg/hari NaOH untuk make up, serta CaCO3 sebesar 113 ton/hari.

Kebutuhan utilitas pada pabrik Smelter Grade Alumina untuk start up sebesar 22.118,14 m3 air sungai, sementara kebutuhan untuk make up setiap hari sebesar 7.452,09 m3/hari air sungai. Pabrik Smelter Grade Alumina ini direncanakan akan beroperasi secara kontinyu selama 24 jam/ hari selama 300 hari/tahun.

Kata kunci: Bauksit, Bayer dengan lime sintering, Smelter Grade Alumina

(9)

iv

SMELTER GRADE ALUMINA (SGA) PLANT FROM BAUXITE USING BAYER PROCESS WITH LIME-SINTERING

Student Name : Qolbiyatus Solihah 104115 000 000 05 Awaludin Fitroh Rifa’i 104115 000 000 47 Departement : Industrial of Chemical Engineering

Supervisor : Prof.Dr.Ir. Danawati Hari Prajitno, M.Pd ABSTRACT

Indonesia has substantial bauxite resources of around 1,293,838,207 tons with reserves of 582,621,415 tons (Antam, 2014). Prior to the enactment of Candidate no. 1 year 2014 on the processing and purification of minerals to obtain added value, Indonesian bauxite ore exported in the form of raw materials, but now the government requires the owners of IUP, in this case bauxite ore, to process it into alumina and aluminum by establishing a refining plant, ore bauxite.

The production process of Smelter Grade Alumina uses Bayer process with lime sintering. The phases of the Bayer process with lime sintering begin with breaking and scouring the bauskit to obtain finer grain size with a larger specific surface area, followed by sieving (classification). The fine bauxite is mixed with NaOH solution, then dissolved / digestion using a steam heating medium. This process is done by adding desilikasi materials such as chalk or derivatives. The addition of lime can decrease the amount of NaOH consumption especially at high process temperature. The addition of lime can also reduce the impurities of carbonate, silica and phosphorous in sodium aluminate solution

The Smelter Grade Alumina plant is planned to be established in 2020 in Mempawah District, West Kalimantan with a capacity of 300,000 tons / year, with raw materials of 2.315 tons / day of bauxite, 1.405 tons of NaOH for startup and 913 kg / day of NaOH for make up and CaCO3 of 113 ton / day. Utility needs at the Smelter Grade Alumina plant for start up is 22.118,14 m3 river water, while the need for daily make up is 7.452,09 m3 / day river water. The Smelter Grade Alumina plant is planned to operate continuously for 24 hours / day for 300 days / year.

Keyword : Bauxite, Bayer with lime sintering, Smelter Grade Alumina

(10)

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ...iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang ... I-1 I.2 Dasar Teori... I-8 I.3 Sifat Fisika dan Kimia ... I-13 I.4 Kegunaan Alumina ... I-15 BAB II MACAM DAN URAIAN PROSES

II.1 Macam Proses... II-1 II.2 Seleksi Proses ... II-10 II.3 Uraian Proses Terpilih ... II-10 BAB III NERACA MASSA ... III-1 BAB IV NERACA PANAS ... IV-1 BAB V SPESIFIKASI ALAT ... V-1 BAB VI UTILITAS

VI.1 Utilitas Secara Umum ... VI-1 VI.2 Utilitas di Pabrik Smelter Grade Alumina ... VI-3 BAB VII KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

VII.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Secara Umum ... VII-1 VII.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di

Pabrik Smelter Grade Alumina... VII-7 BAB VIII INSTRUMENTASI

VIII.1 Instrumentasi Secara Umum ... VIII-1 VIII.2 Instrumentasi di Pabrik Smelter Grade

(11)

vi

Alumina ... VIII-4 BAB IX PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

IX.1 Pengolahan Limbah Secara Umum IX-1 IX.2 Pengolahan Limbah di Pabrik Smelter Grade

Alumina ... IX-2 BAB X KESIMPULAN ... X-1 DAFTAR NOTASI ... x DAFTAR PUSTAKA ...xi LAMPIRAN :

1. Appendiks A Neraca Massa 2. Appendiks B Neraca Panas 3. Appendiks C Spesifikasi Alat 4. Process Flow Diagram 5. Utility Flow Diagram

(12)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Perkembangan Impor dan Ekspor Alumina di Indonesia ... I-6 Gambar 2.1

Diagram Alir Proses Asam

... II-3 Gambar 2.2

Diagram Alir Proses Sinter

... II-6 Gambar 2.3

Diagram Alir Proses Bayer

... II-8 Gambar 2.4

Blok diagram tahap digestion

... II-12 Gambar 2.5

Blok diagram tahap precipitation

... II-13 Gambar 2.6

Blok diagram tahap calcination

... II-14 Gambar 7.1

Jenis Alat Pelindung Diri Menurut

Kebutuhan

... VII-6 Gambar 7.1

Ancaman Bahaya Untuk Mata dan

Muka

... VII-6

(13)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Produksi Smelter Grade Alumina

di Indonesia ... I-4 Tabel 1.2 Impor-Ekspor Alumina di Indonesia ... I-6 Tabel 1.3 Kandungan Bauksit ... I-9 Tabel 1.4 Komposisi Kimia Smelter Grade Alumina ... I-12 Tabel 1.5 Komposisi Kimia Red Mud ... I-12 Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Masing-

Masing Proses ... II-10 Tabel 3.1 Komposisi bauksit ... III-1 Tabel 3.2 Neraca massa Ball mill (C-110) ... III-2 Tabel 3.3 Neraca massa Screen (H-113) ... III-3 Tabel 3.4 Neraca massa mixer (M-123)... III-3 Tabel 3.5 Neraca massa mixer (M-125)... III-4 Tabel 3.6 Neraca massa reactor digester (R-120) ... III-5 Tabel 3.7 Neraca massa clarifier (H-127) ... III-6 Tabel 3.8 Neraca massa Reactor digester (R-130) ... III-7 Tabel 3.9 Neraca massa Clarifier (H-133) ... III-8 Tabel 3.10 Neraca massa mixer (M-134)... III-9 Tabel 3.11 Neraca massa Precipitation tank (H-210) ... III-10 Tabel 3.12 Neraca massa Hydrocyclone (H-212) ... III-11 Tabel 3.13 Neraca massa Rotary vacuum Filter (H-220) III-12 Tabel 3.14 Neraca massa Cyclone pre heater (H-311) .... III-13 Tabel 3.15 Neraca massa Electrostatic presipitator

(H-317) ... III-13 Tabel 3.16 Neraca massa Rotary kiln (B-310) ... III-14 Tabel 3.17 Neraca massa Cooler (E-314) ... III-15 Tabel 4.1 Neraca Panas Mixer NaOH (M-125) ... IV-1 Tabel 4.2 Neraca Panas Reaktor digester (R-120) ... IV-1 Tabel 4.3 Neraca Panas Reaktor digester (R-130) ... IV-2

(14)

ix

Tabel 4.4 Neraca Panas Mixer presipitasi (M-134) ... IV-2 Tabel 4.5 Neraca Panas Heat exchanger (E-134) ... IV-2 Tabel 4.6 Neraca Panas Precipitation tank (H-210) ... IV-3 Tabel 4.7 Neraca Panas Rotary Vacum filter (H-220) ... IV-3 Tabel 4.8 Neraca Panas Cyclone Pre Heater (H-311) ... IV-3 Tabel 4.9 Neraca Panas Rotary kiln (B-310) ... IV-3 Tabel 4.10 Neraca Panas Furnace (Q-320) ... IV-4 Tabel 4.11 Neraca Panas Cooler (E-314) ... IV-4 Tabel 5.1 Spesifikasi Alat M-126 & M-136 ... V-4 Tabel 6.1 Kebutuhan Air Proses Pada Pabrik ... VI-4 Tabel 6.2 Kebutuhan Air Pendingin Pada Pabrik ... VI-5 Tabel 6.3 Kebutuhan Air Umpan Boiler Pada Pabrik ... VI-6 Tabel 6.4 Kebutuhan Steam Pada Pabrik ... VI-7 Tabel 6.5 Kebutuhan Bahan Bakar Pada Pabrik ... VI-7 Tabel 7.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Pabrik

Smelter Grade Alumina (SGA) ... VII-7 Tabel 8.1 Idenstifikasi Instrumen ... VIII-4 Tabel 8.2 Instrumentasi Pabrik Smelter Grade

Alumina (SGA) ... VIII-5

(15)

I-1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Berkembangnya industri di Indonesia menjadikan kebutuhan akan industri logam juga semakin meningkat. Salah satunya adalah industri logam aluminium sebagai pengganti logam non ferrous. Aluminium banyak dipilih karena bersifat lembut, ringan dan merupakan konduktor listrik dan konduktor panas yang baik. Sifat tahan korosi pada aluminium diperoleh karena terbentuknya lapisan oksida aluminium pada permukaaan aluminium (Sundari, 2011). Di Indonesia, industri aluminium merupakan industri terpenting kedua setelah industri besi baja yang dibutuhkan untuk infrastruktur dan pendukung sektor industri. Hal inipun didukung oleh komoditas mineral yakni bauksit. Bauksit yang merupakan bahan utama pembuatan aluminium banyak diekspor dalam bentuk mentah (Rahardjo, 2013).

Dalam pembuatan aluminium, bauksit harus dimurnikan terlebih dahulu menjadi Smelter Grade Alumina (SGA).

Secara garis besar proses produksi aluminium dari bahan bahan bakunya (bijih bauksit) melalui 2 proses utama yaitu proses refining dan smelting. Hampir seluruh bauksit yang diproduksi di Indonesia di ekspor ke negara lain hingga tahun 2014. Sehingga kebutuhan Smelter Grade Alumina masih menggantungkan impor. Untuk mengurangi ekspor raw material dan meningkatkan nilai jual bahan tambang, pemerintah mengeluarkan Undang undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), dimana materi pokok yang terkandung didalam UU ini mengatur penghiliran hasil tambang mineral dan batubara dan

(16)

I-2 BAB I Pendahuluan

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering melarang ekspor bahan mentah hingga tahun 2014. Undang- undang tersebut juga mengamanahkan pembangunan refinery atau smelter untuk mengolah produk raw material Indonesia (Kementrian Perdagangan, 2013).

Kebutuhan Smelter Grade Alumina didukung oleh meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap Aluminium.

Menurut Kementrian ESDM (2012), Kebutuhan aluminium Indonesia di supply oleh 40 perusahaan produsen dalam negeri dan kekurangannya masih diimpor. Sehingga dengan meningkatnya kebutuhan aluminium, melimpahnya sumber daya dan cadangan bauksit, dan diterapkannya Undang- undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), dibutuhkan pendirian pabrik Smelter Grade Alumina di Indonesia.

1.1.1 Sejarah

Proses produksi aluminium hidroksida atau alumina dilakukan pertama kali dengan proses sinter yang ditemukan oleh ilmuwan Perancis, Louis Le Chatelier, pada tahun 1855.

Pada proses ini bauksit direaksikan dengan natrium karbonat (NaCO3) yang kemudian menjadi natrium aluminat. Preses selanjutnya adalah tahap dekomposisi alumina menggunakan proses (karbonatasi). Pada awalnya produksi alumina digunakan untuk industri tekstil. Kebutuhan alumina kemudian meningkat ketika digunakan sebagai bahan baku produksi aluminium menggunakan proses Hall-Heroult (Hudson, 2002).

Pada tahun 1888, ilmuwan Austria Karl Josef Bayer mengembangkan proses sinter dari Le Chatelier yang dinamakan proses Bayer. Proses ini kemudian mendapat tanggapan positif dari dunia industri dan menggantikan proses

(17)

I-3 BAB I Pendahuluan

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering termal yang telah digunakan untuk memproduksi alumina saat itu. Proses Bayer pada awalnya menggunakan Na2CO3, seperti proses termal yakni pada proses leaching.

Hingga pada tahun 1892, Bayer mengembangkan pressure leaching dengan NaOH (Habashi, 1995). Proses asam mulai dikembangkan pada tahun 1910 hingga 1930. Proses ini menggunakan bahan baku nonbauxite material berupa anortosit, kaolin, dan tanah liat. Proses asam cukup populer pada tahun 1970 hingga 1980 dikarenakan adanya inflasi pada bauksit (Senyuta,2013).

Untuk menyempurnakan proses bayer, diciptakanlah modifikasi proses bayer dengan lime-sintering yang mampu untuk memanfaatkan bauksit dengan kandungan silikat yang cukup tinggi dengan mengkestrak alumina sekitar 90%

dibandingkan dengan proses Bayer yang hanya mencapai di bawah 70% bila digunakan bahan baku yang sama (Sydney, 1961).

1.1.2 Alasan Pendirian Pabrik

Alumina adalah bahan baku dalam proses pembuatan Aluminium 90% alumina diseluruh dunia digunakan dalam produksi aluminium, sedangkan sisanya digunakan dalam industri elektronik, dunia biomedis, pembuatan refraktori dan industri kimia. Kegunaan alumina yang sangat bervariasi menimbulkan tingginya angka impor alumina di Indonesia.

Kebutuhan aluminium dunia tahun 2010 sebanyak 39 juta ton, diperkirakan akan naik menjadi 50 juta ton pada tahun 2015 (Inalum hanya memasok 0,7% dari kebutuhan aluminium dunia). Selama ini produksi Inalum yang berkisar sebesar 135.000 ton atau 60% dari produksi Inalum yang berkapasitas 200.000 – 300.000 ton tersebut diekspor ke

(18)

I-4 BAB I Pendahuluan

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering Jepang, padahal kebutuhan domestik aluminium Indonesia sudah mencapai 350.000 ton per tahun dengan rata-rata pertumbuhan 15% per tahun, dan kekurangan pasokannya dipasok dari aluminium Australia (Kementerian Perdagangan, 2010).

Dalam pembuatan aluminium, bauksit harus dimurnikan terlebih dahulu menjadi Smelter Grade Alumina (SGA). Berdasarkan data yang dipaparkan diatas dapat diketahui bahwa kebutuhan alumina di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami kenaikan namun sifatnya fluktuatif. Berikut ini adalah beberapa produsen alumina di Indonesia beserta kapasitas produksinya :

Tabel 1.1 Data Produksi Smelter Grade Alumina di Indonesia Nama

Perusahaan Produk Lokasi

Kapasitas Produksi (ton/tahun) PT. Well

Harvest Winning Alumina Refinery *

SGA (Smelter Grade Alumina)

Kalimantan

Barat 1.000.000

PT. Inalum ANTAM Alumina **

SGA (Smelter Grade Alumina)

Sumatra Utara 1.000.000

*) PT.WHWA, 2016

**) PT.Inalum, 2016

Dengan pertimbangan data diatas, maka direncanakan pendirian pabrik Smelter Grade Alumina baru untuk memenuhi kebutuhan alumina di Indonesia sehingga tidak

(19)

I-5 BAB I Pendahuluan

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering terus bergantung pada impor alumina dari negara lain, meningkatnya pendapatan negara karena meningkatnya jumlah produksi, serta mengurangi angka pengangguran yang cukup tinggi di Indonesia dengan terciptanya lapangan pekerjaan baru.

1.1.3 Ketersediaan Bahan Baku

Bahan baku utama aluminium adalah bauksit. Menurut Kementrian Perdagangan (2013), Indonesia merupakan negara produsen bauksit terbesar ke-6 di dunia dan menurut Badan Geologi Kementrian ESDM (2016), Indonesia memiliki sumber daya bauksit sebesar 1348 juta ton dan 586 juta ton cadangan bauksit. Kandungan bauksit tersebar di Provinsi kepulauan Riau, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, dan Provinsi Bangka Belitung. Karena ketersediaan bauksit yang melimpah, maka berpotensi untuk didirikan pabrik Alumina.

1.1.4 Penentuan Kapasitas Pabrik

Penentuan kapasitas produksi suatu pabrik merupakan hal yang mendasar dan sangat penting karena hal tersebut merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam perhitungan teknis dan analisis ekonomi suatu pabrik. Berikut data kebutuhan alumina di Indonesia menurut data dari Badan Pusat Statistik dalam ton/tahun:

(20)

I-6 BAB I Pendahuluan

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering Tabel 1.2 Impor-Ekspor Alumina di Indonesia

Impor (ton) Ekspor (ton)

2010 431.542,425 0,159

2011 441.332,778 0,001

2012 518.474,227 0,002

2013 516.189,337 0,498

2014 449.983,530 0,12

2015 105.624,392 18.012,86

2016 283.244,627 11.449,57

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Kemenperin 2017 Berdasarkan Tabel 1.2, diperoleh grafik perkembangan impor dan ekspor alumina di Indonesia sebagai berikut

:

Gambar 1.1 Perkembangan Impor dan Ekpor Alumina di Indonesia

Dari persamaan pada Gambar I.1, dapat diketahui bahwa prediksi jumlah impor dan ekspor alumina pada tahun 2020 masing-masing adalah 96.145 ton dan 21.803 ton

Dari tabel I.2 dapat diperoleh nilai konsumsi Smelter Grade Alumina (SGA) di Indonesia sebagai berikut :

y = -42314x + 561599 R² = 0.378

y = 2513.4x - 5844.4 R² = 0.5335 -100,000.000

- 100,000.000 200,000.000 300,000.000 400,000.000 500,000.000 600,000.000

0 2 4 6 8

Jumlah (ton)

Tahun Ke-

Impor Ekspor

(21)

I-7 BAB I Pendahuluan

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering Konsumsi = Hasil Produksi + Impor – Ekspor

= 2.000.000 + 96.145-21.803

= 2.074.342 Ton

Pabrik Alumina direncanakan beroperasi pada tahun 2020 Kapasitas Pabrik = 15% x Kapasitas nasional

= 15% x 2.074.342

= 311.151,3 ton/300 hari

Jadi, kapasitas yang di pakai dibulatkan menjadi 300.000 ton/300 hari = 1.000 ton/hari

1.1.5 Penentuan Lokasi Pabrik

Pemilihan lokasi suatu pabrik merupakan salah satu masalah pokok yang menunjang keberhasilan suatu pabrik dan akan mempengaruhi kelangsungan dan kemajuan pabrik tersebut. Pabrik Alumina ini direncanakan akan berlokasi di kabupaten Mempawah. Kalimantan baratdengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Penyediaan bahan baku

Kalbar memiliki sumber daya bauksit yang cukup besar, bahkan terbesar di Indonesia mencapai 3.268.533.344 ton dan cadangan sebesar 1.129.154.090 ton. tersebar secara luas di Kabupaten Pontianak, Bengkayang, Sanggau, Mempawah, Landak, Ketapang, Sekadau, Kubu Raya, dan

Kabupaten Mempawah

(22)

I-8 BAB I Pendahuluan

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering Kayong utara. Produksi bauksit Kalbar tahun 2010 mencapai 15.595.049 ton meningkat pesat dibandingkan tahun 2003 yang hanya 1.262.705 ton atau tumbuh 125.96 persen per tahun (ESDM, 2012).

PT Antam merupakan produsen bauksit terbesar dan tertua di Indonesia yang beroperasi di Kalimantan Barat dengan memiliki cadangan dan sumber daya sebesar 201.200.000 ton pada tahun 2008. Kemudian terjadi peningkatan di tahun 2009 sebesar 73% menjadi 304.200.000 ton. 47% di tahun 2009 menjadi 104.500.000 ton (ESDM, 2012).

Oleh karena itu, Mempawah merupakan lokasi yang tepat untuk pendirian pabrik ini.

2.

Transportasi

Lokasi pabrik sangat potensial mengingat jarak antara Mempawah dengan Pontianak hanyalah 75 km yang dapat ditempuh selama 1.5 jam.

3.

Ketersediaan Air

Pada Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat terdapat aliran Sungai Kapuas yang dapat menunjang utilitas pabrik.

4.

Faktor penunjang lain

Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat memiliki tanah yang relatif luas sehingga pembangunan pabrik tidak menggangu penduduk sekitar. Hal ini dikarenakan pabrik Smelter Grade Alumina menghasilkan limbah red mud (residu bauksit) yang membutuhkan lahan penampungan cukup luas.

1.2. Dasar Teori 1.2.1 Bauksit

Bauksit merupakan mineral yang tersusun dari oksida

(23)

I-9 BAB I Pendahuluan

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering aluminium yang ditemui dalam tiga bentuk mineral yaitu buhmit (Al2O3.H2O), diaspor (Al2O3.H2O), dan mineral gibsit (Al2O3.3H2O). Adapun kandungan bauksit :

Tabel 1.3 Kandungan Bauksit

No Komponen Jumlah (%)

1 Al₂O₃ 52.07

2 Na2O 1.37

3 Fe₂O₃ 11.56

4 SiO₂ 3.32

5 TiO₂ 1.60

6 CaO 0.92

7 LOI 29.16

(Hudson, 2002)

Silika, besi dan titanium merupakan mineral pengotor utama dalam bauksit. Silika terdapat dalam bauksit sebagai mineral kaolin (Al2O3 2SiO2 2H2O) dan halloysite (Al2O3

2SiO2 3H2O). Silika dalam bentuk kuarsa tidak larut dengan soda kaustik (NaOH) pada suhu cukup rendah pada proses Bayer, sedangkan silika sebagai lempung (silika reaktif) dapat larut dalam larutan NaOH. Kelarutan silika akan meningkat dengan naiknya konsentrasi NaOH dan alumina (Husaini, 2016).

Secara umum, bila bijih bauksit yang mengandung silika reaktif > 7% (dasar kering) diproses dengan metoda Bayer, maka tidak ekonomis karena setiap 1 lb keberadaan silika reaktif dalam bijih akan mengkonsumsi dengan menghilangkan 1-2 lb alumina serta mengkonsumsi 2-3 lb soda kaustik dan akan terus bertambah seiring dengan banyaknya kadar silikat dalam bauksit. Hal ini disebabkan,

(24)

I-10 BAB I Pendahuluan

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering selain bereaksi dengan Al2O3, NaOH juga bereaksi dengan silika reaktif membentuk Na2O.SiO2 (sodium silikat) dan senyawa ini akan bereaksi dengan Na2O.Al2O3 (sodium aluminat) membentuk sodium aluminat silikat yang merupakan sodalite yang akan segera mengendap bersama red mud.

Berdasarkan fenomena diatas, maka biasanya kandungan silika reaktif dalam bijih bauksit harus < 3%.

Untuk bauksit yang kandungan silikanya tinggi atau yang termasuk low grade biasanya digunakan metoda kombinasi antara proses Bayer dengan proses lime-sintering sebagaimana sudah dilakukan di Cina (Husaini, 2016).

1.2.2 Aluminium Hidroksida

Proses pembuatan alumina pada dasarnya adalah dengan kristalisasi dan netralisasi. Kristalisasi adalah ekstraksi alumina dari bauksit menggunakan senyawa alkali. Proses ini akan membuat larutan supersaturated yang nantinya akan terbentuk kristal. Sedangkan proses netralisasi adalah mereaksikan bauksit dengan senyawa asam. Proses ini akan membentuk alumina dalam gelatin yang nantinya akan dicuci.

Proses kristalisasi lebih banyak digunakan dibandingkan proses netralisasi, karena pada proses netralisasi memerlukan pencucian kristal alumina dari mother liquor sangat kompleks sehingga membutuhkan energi yang sangat besar (Seecharran.

2010).

1.2.3 Smelter Grade Alumina

Secara umum alumina ditemukan dalam tiga fasa, yang dikenal sebagai , , dan  alumina. Ketiga fasa di atas

(25)

I-11 BAB I Pendahuluan

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering diketahui memiliki sifat-sifat yang berbeda sehingga memiliki aplikasi yang khas (unik). Beta alumina (-Al2O3) memiliki sifat tahan api yang sangat baik sehingga dapat digunakan dalam berbagai aplikasi keramik seperti pembuatan tungku furnace. Gamma alumina (−Al2O3) banyak digunakan sebagai material katalis, contohnya dalam penyulingan minyak bumi dan digunakan dalam bidang otomotif. Alfa alumina (-Al2O3) banyak digunakan sebagai salah satu bahan refraktori dari kelompok oksida, karena bahan tersebut mempunyai sifat fisik, mekanik dan termal yang sangat baik. Fasa paling stabil dari alumina adalah fasa Alfa alumina (-Al2O3). Dalam proses perlakuan termal -Al2O3 diperoleh melalui transformasi fasa yang diawali dari Boehmite AlO(OH) yaitu:

Boehmite → γ-alumina → δ-alumina → θ- alumina → β-alumina → α-alumina

(Sundari, 2011)

Smelter atau Metalurgical Grade Alumina adalah bentuk dari alumina yang khusus digunakan untuk pembuatan logam aluminium. Smelter Grade Alumina pertama kali menggunakan rotary kiln yang dikontakkan dengan udara panas menggunakan aliran counter-current. Pada proses ini didapatkan pengurangan air pada aluminium hidroksida basah.

Kalsinasi di lakukan pada suhu >1000ºC untuk mengkonversi alumina ke bentuk α-alumina yang merupakan komponen penyusun utama dari Smelter Grade Alumina (Cotton. 2002).

(26)

I-12 BAB I Pendahuluan

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering Tabel 1.4 Komposisi Kimia Smelter Grade Alumina

Komposisi Kimia %

Al

2

O

3

74,79

Na

2

O 0,08

Fe

2

O

3

0,101

SiO

2

0,116

TiO

2

0,002

CaO 0,05

NaAl(OH)

4

11,73

NaOH 11,60

(MSDS SGA Almatis, 2016) 1.2.4 Red Mud

Pada proses Bayer-lime sintering menghasilkan limbah berupa lumpur halus berwarna merah-kecoklatan yang disebut red mud dengan jumlah yang cukup besar.

Diperkirakan sekitar 50-55 % dari bauksit yang diolah akan menjadi red mud. Jika limbah lumpur ini tidak dikelola secara terencana dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan yang merugikan (Aziz, 2009).

Tabel 1.5 Komposisi Kimia Red Mud

Kandungan Presentase

Al2O3 15-25%

Fe2O3 45-55%

Na2O 2-10%

SiO2 4-15%

TiO2 5-15%

NaOH 5-10%

(Aziz, 2009)

(27)

I-13 BAB I Pendahuluan

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering Menurut Liu (2014), produksi 1 ton alumina dapat menghasilkan 1-1,5 ton red mud. Red mud dapat dikategorikan sebagai limbah yang berbahaya ketika disimpan dalam jumlah tertentu. Metode pengolahan yang sudah banyak dilakukan adalah dengan land fill dan penyimpanan pada kolam pengendapan.

1.3 Sifat-sifat fisika dan kimia 1.3.1 Bahan Baku Utama

• Bauksit

Bentuk : Batuan

Warna : Coklat kemerahan Bau : Tidak berbau Spesific gravity : 2.4 – 2.6 gr/cm3 Titik Leleh : 2038 oC

Kelarutan : Tidak larut dalam air (MSDS Bauxite, 2015)

1.3.2 Bahan Penunjang

• NaOH

Warna : Tidak berwarna Bau : Tidak berbau

pH : 14

Vapor Pressure : 14 mmHg pada 20 oC Vapor density : > 1

Relative density : 1.32 Titik Didih : 100 oC

Kelarutan : Larut di dalam air Berat Molekul : 40 gr/mol

(MSDS NaOH, 2015)

(28)

I-14 BAB I Pendahuluan

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering

• Kapur (CaCO3) Warna : Putih

Bau : Tidak berbau

Density : 2.71 g/cm3 pada 20 oC

pH : 9.4

Titik Leleh : 825 oC

Kelarutan : Mudah larut dalam air dingin, asam encer, dan tidak larut dalam alkohol (MSDS CaCO3, 2015)

1.3.3 Produk Utama

• Smelter Grade Alumina Bentuk : Bubuk Warna : Putih

Bau : Tidak berbau Luas Permukaan: 70 m2/gr Densitas : 2.7 – 3.94 g/cm3 Titik Leleh : 2072 OC Titik Didih : 2977 oC Bulk density : 0.7 – 1.1 g/cm3 Kelarutan : Tidak larut dalam air (MSDS SGA, 2015)

1.3.4 Produk Samping

• Red Mud

Warna : Merah bata

Densitas : 1.3 g/cm3

pH : 12-13

Sifat bahan : Korosif dan beracun (MSDS Red Mud, 2015)

(29)

I-15 BAB I Pendahuluan

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering 1.4 Kegunaan Alumina

Serbuk alumina (Al2O3) mempunyai banyak kegunaan dalam bidang elektronik, katalis dan aplikasi pada suhu tinggi.

Dalam bidang elektronik, alumina digunakan sebagai IC bahan elektronik, seperti radio, televisi dan komputer. Dalam bidang katalis alumina digunakan sebagai katalis dalam reaksi dehidrasi alkohol, reaksi dehidrogenasi maupun reaksi pemecahan hidrokarbon. Sedangkan dalam aplikasi suhu tinggi alumina digunakan sebagai komponen furnace dan campuran crucible (Sujana, 2016).

Alumina secara luas digunakan dalam industri elektronik untuk komponen pasif seperti interkoneksi, resistensi, dan kapasitor. Di dunia biomedis, alumina digunakan sebagai penggantian sendi buatan, koklea atau alat bantu pendengaran. Penggunaan lain dari alumina adalah dalam pembuatan refraktori. Refraktori yang diperlukan untuk melawan kompresi, erosi, serangan kimia, dan kehilangan panas pada suhu yang lebih tinggi. Dalam industri kimia, alumina digunakan untuk lapisan titanium oksida yang merupakan pigmen penting untuk cat, kertas dan plastik untuk menghambat sifat katalitik. Hal ini juga digunakan untuk pengolahan air dan pembuatan kertas. Alumina dan silika merupakan komponen utama kaca. Alumina murni yang dihasilkan dalam proses Bayer-lime sintering, mengandung sangat sedikit kotoran dan digunakan dalam produksi kaca khusus (Davis. 2010).

(30)

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Macam Proses

Proses pembuatan alumina pada dasarnya adalah dengan kristalisasi dan netralisasi. Kristalisasi adalah ekstraksi alumina dari bauksit menggunakan senyawa alkali. Proses ini akan membuat larutan supersaturated yang nantinya akan terbentuk kristal. Sedangkan proses netralisasi adalah mereaksikan bauksit dengan senyawa asam. Proses ini akan membentuk alumina dalam gelatin yang nantinya akan dicuci.

Proses kristalisasi lebih banyak digunakan dibandingkan proses netralisasi, karena pada proses netralisasi memerlukan pencucian kristal alumina dari mother liquor sangat kompleks sehingga membutuhkan energi yang sangat besar (Seecharran, 2010).

Metode dalam proses ekstraksi alumina dari bauksit ataupun non-bauxite material dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut (Luo, 2008):

1. Proses Asam 2. Proses Basa 2.1.1 Proses Asam

Proses asam mulai dikembangkan pada tahun 1910 hingga 1930. Proses ini menggunakan bahan baku nonbauxite material berupa anortosit, kaolin, dan tanah liat. Proses asam cukup populer pada tahun 1970 hingga 1980 dikarenakan adanya inflasi pada bauksit. Pada dasarnya proses ini menggunakan prinsip acid-leaching untuk mengesktraksi alumina. Asam sulfat merupakan senyawa yang paling banyak digunakan. Asam sulfat sangat efektif untuk proses acid-

(31)

II-2 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering leacing dan ekonomis. Proses ini menghasilkan crude alumina yang terkontaminasi dengan besi yang kemudian dimurnikan (Seyuta, 2013).

Pada proses asam (pH<5), larutan yang dihasilkan di samping mengandung pengotor besi juga ditemui kendala pada saat proses presipitasi aluminanya karena menghasilkan presipitat berbentuk gelatin yang sulit disaring dan dicuci.

Proses ini dapat juga dilakukan dengan ekstraksi menggunakan pelarut di-etipgeksal dalam kerosin.

Penambahan gas SO2 juga dapat memurnikan besi dengan merubah ion besi dari Fe3+ menjadi Fe2+. Keunggulan dari proses ini adalah dapat mengektraksi alumina dengan kemurnian hingga 99,9%. Namun proses ini memiliki kekurangan yaitu proses pencucian kristal alumina dari mother liquor sangat kompleks sehingga membutuhkan energi yang sangat besar.

(32)

II-3 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering Gambar 2.1 Diagram Alir Proses Asam

2.1.2 Proses Basa

Proses Bayer ditemukan oleh Karl Bayer (Rusia) dengan menggunakan soda kaustik pada tahun 1887 dan proses ini sudah umum digunakan dan lebih menguntungkan untuk memproduksi alumina (Al2O3) murni dari bauksit karena dapat dioperasikan pada suhu yang lebih rendah dan endapan yang didapat mudah disaring dan dicuci, sehingga proses ini paling umum digunakan sampai saat ini (Habashi, 2005).

(33)

II-4 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering Teknologi ini sudah diimplementasikan di dalam industri alumina selama lebih dari seratus tahun. Konsentrasi soda kaustik yang digunakan untuk keperluan proses umumnya berkisar 100-300 g/liter dengan kapasitas 150 m3/reaktor pada suhu reaksi antara 140-280oC yang tergantung pada jenis bauksitnya (Thompson,1995). Untuk bauksit jenis gibsit membutuhkan suhu reaksi sekitar 140oC, sedangkan jenis bohmit memerlukan suhu yang lebih tinggi yaitu antara 200-240oC. Walaupun semakin tinggi suhu, semakin memberikan keuntungan dalam hal ekstraksinya, namun bisa menyebabkan terjadinya masalah korosi terhadap peralatan dan kemungkinan oksida selain alumina juga ikut terlarut oleh soda kaustik (International Aluminium Institute, 2000).

Menurut perkembanganya prose basa dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Proses Sinter 2. Proses Bayer

3. Proses Bayer dengan Lime Sintering 2.1.2.1 Proses Sinter

Proses sinter dimulai oleh Henry Louis Le Chatelier asal Prancis dengan menggunakan pereaksi sodium karbonat (Na2CO3) yang dipanaskan pada suhu 1200°C dalam kondisi padat yang dilanjutkan dengan pelarutan dengan air, di mana larutan sodium aluminat yang dihasilkan dipresipitasi dengan karbon dioksida (CO2). Cara lain yaitu dengan melarutkan bijih bauksit ke dalam larutan sodium karbonat dan kapur dalam kondisi panas (suhu 900oC selama 30 menit) yang menghasilkan larutan sodium aluminat (kadar silika reaktif

<0,1%) dengan persen ekstraksi alumina sebesar 95% dan meninggalkan residu berupa kalsium silikat (Amer, 2013).

(34)

II-5 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering Dalam semua variasi proses sinter yang berbeda, prinsip yang umum adalah bahwa bahan bakunya dipanaskan, bersama dengan bahan kimia lain (biasanya alkali) untuk menginduksi reaksi solid-state. Pelepasan alkali kemudian dilakukan untuk memisahkan bahan aluminous dari insolubles.

Dari varian proses sinter, dua berada dalam lingkup penelitian ini - proses sinter kapur dan proses sinter kapur soda.

Dalam proses sinter kapur aditif adalah garam kalsium (biasanya kalsit - CaCO3). Campuran dipanaskan sampai di atas suhu dekomposisi kalsit (~825 ° C) dan reaksi solid-state terjadi antara nilai kapur dan alumina (gibbsite dan boehmite) dan juga dengan aluminosilikat (kaolinit). Ini membutuhkan suhu ~ 1150 ° C atau lebih. Rasio campuran dan kondisi sintering dirancang untuk mengoptimalkan produksi berbagai silikat kalsium (aluminium), yang setelah pendinginan, dapat dimurnikan dengan larutan alkali, baik natrium karbonat kaustik atau lebih umum. Kemudian gibbsite dipulihkan baik dengan penyemaian atau dengan karbonasi (untuk meregenerasi natrium karbonat untuk pencucian). Persamaan di bawah ini menggambarkan reaksi utama dengan silika dan alumina, namun masih banyak lagi yang mungkin terjadi, yang menyebabkan berbagai macam produk (Smith, 2009).

2CaCO3 + SiO2 → 2CaO.SiO2 + 2CO2

12CaCO3 + 7Al2O3 → 12CaO.7Al2O3 + 12CO2

Dalam proses sinter kapur soda, bauksit dipanaskan, seperti sebelumnya dengan kalsit, tapi juga mengandung sumber soda (biasanya soda natrium karbonat padat).

Campuran relatif dari ketiga komponen tersebut dirancang untuk mempromosikan reaksi bahan alumina dengan soda untuk menghasilkan natrium aluminat dan reaksi kapur dengan

(35)

II-6 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering silika untuk membentuk silikat kalsium (Ca: Si 2: 1 dan 1: 1).

Soda juga bereaksi dengan mineral besi dan titanium (sejumlah senyawa tersier yang mengandung Na2O, CaO, Al2O3, Fe2O3 dan TiO2 akan terbentuk tergantung pada rasio campuran dan kondisi reaksi (Eremin dan Shmorgunenko, 1974).

Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Sinter

Proses sinter memiliki keuntungan dapat mengolah bahan baku berkualitas rendah, dan pada pengembangannya dapat menggunakan non-bauxite material seperti batu kapur dan tanah liat (clay). Namun proses ini memiliki kekurangan jika menggunakan bahan baku dengan alkalinitas rendah dapat menurunkan yield, memerlukan energi yang besar dan pada

(36)

II-7 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering saat ini natrium karbonat (Na2CO3) tidak ekonomis (Senyuta, 2013).

2.1.2.2 Proses Bayer

Tahapan proses Bayer dimulai dengan pemecahan dan penggerusan bauskit untuk mendapatkan ukuran butir lebih halus dengan luas permukaan spesifik yang lebih besar dan derajat liberasi yang lebih tinggi sehinggalebih mudah dalam ekstraksinya, dilanjutkan dengan pengayakan (klasifikasi).

Bauksit halus dicampur dengan larutan NaOH, kemudian dilarutkan/dimasak (digestion) menggunakan media pemanas berupa uap pada tekanan 58,8-67,62 lb/in2 (4-4,6 atm), suhu sampai 140oC, konsentrasi NaOH 140-158 g/L, kapasitas bauksit (kadar Al2O3=48%) 31,36-34,90 ton (ratio Al2O3/NaOH=0,8) (Husaini, dkk., 2014), waktu 45 menit yang menghasilkan larutan sodium aluminat yang dapat dipisahkan dari sisa padatan tidak larut (red mud) (Habashi, 2005; Maa dkk., 2009; Donoghue dkk., 2014).

Bauksit yang akan diolah dengan menggunakan proses Bayer, selain harus memiliki kadar alumina cukup tinggi (>45% Al2O3), kandungan silika reaktifnya harus cukup rendah. Hal ini disebabkan silika reaktif ikut terlarut dengan NaOH sehingga kebutuhan NaOH akan meningkat dengan bertambahnya kandungan silika reaktif dalam bijih bauksitnya.

Secara umum, bila bijih bauksit yang mengandung silika reaktif > 7% (dasar kering) diproses dengan metoda Bayer, maka tidak ekonomis karena setiap 1 lb keberadaan silika reaktif dalam bijih akan mengkonsumsi dan menghilangkan 1- 2 lb alumina serta meng-konsumsi 2-3 lb soda kaustik (Sydney, 1961). Hal ini disebabkan, selain bereaksi dengan Al2O3, NaOH juga bereaksi dengan silika reaktif membentuk

(37)

II-8 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering Na2O.SiO2 (sodium silikat) dan senyawa ini akan bereaksi dengan Na2O.Al2O3 (sodium aluminat) membentuk sodium aluminat silikat yang merupakan sodalite yang akan segera mengendap bersama red mud dengan reaksi sebagai berikut (Smith, 2009):

Na2O.Al2O3 + 2(Na2O. SiO2) + 4H2O → Na2O.Al2O3. 2SiO2 + 2H2O + 4NaOH

Berdasarkan fenomena diatas, maka biasanya kandungan silika reaktif dalam bijih bauksit harus < 3%.

Kandungan oksida besi dan titan juga harus rendah karena kedua komponen tersebut sebagai bahan pengotor yang terbawa bersama red mud. Tetapi bauksit dengan kadar Al2O3

≥48% yang mengandung oksida besi sebesar 20% masih dapat digunakan untuk memproduksi logam aluminium.

Gambar 2.3 Diagram Alir Proses Bayer

(38)

II-9 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering Proses Bayer memiliki kelebihan yaitu konsumsi energi relatif rendah dibandingkan proses lain yaitu 12 GJ/ton alumina sedangkan proses lainnya membutuhkan energi sebesar 22 GJ/ton alumina (Scarcella,2015). Dengan konsumsi energi yang rendah, proses Bayer dapat menghasilkan kemurnian alumina yang tinggi (>93%). Namun proses Bayer akan tidak ekonomis jika menggunakan bahan baku bauksit yang memiliki kadar silika yang tinggi (Senyuta, 2013).

2.1.2.3 Proses Bayer dengan Lime-sintering

Metode lain untuk memperbaiki kinerja dari proses Bayer yaitu dengan proses bayer-lime sintering karena dianggap andal namun kuno. Meskipun demikian, proses ini lebih menguntungkan karena mampu mengurangi biaya akibat hilangnya soda kaustik pada proses bayer. Proses ini dilakukan dengan menambahkan bahan desilikasi berupa kapur atau turunannya pada saat proses digestion. Penambahan kapur dapat menurunkan jumlah konsumsi NaOH terutama pada suhu proses yang tinggi. Menurut Gao-Feng, dkk. (2013), ratio (Al2O3)/(SiO2) dan (Na2O)/(SiO2) dalam red mud yang dihasilkan dengan penambahan kapur masing-masing turun dari 1,53 menjadi 1,43 dan dari 0,28 menjadi 0,24. Selain itu kapur juga dapat mengkonversi sodalite dan cancrinite menjadi hydrogamet dengan bantuan ion CO32-. Penambahan kapur juga dapat mengurangi pengotor berupa karbonat, silika dan phosphorous dalam larutan sodium aluminat (Pan dkk, 2012). Oleh sebab itu, kapur yang dipilih untuk percobaan digestion adalah kalsium karbonat (CaCO3).

(39)

II-10 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering 2.2 Seleksi Proses

Seleksi proses pada proses pembuatan Al2O3

didasarkan pada pertimbangan kelebihan dan kekurangan macam-macam proses seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan dalam tabel seperti di bawah ini :

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan masing-masing Proses

2.3 Uraian Proses Terpilih

Proses pembuatan Smelter Grade Alumina dari bauksit menggunakan proses Bayer dengan lime-sintering. Proses Kriteria Proses

Asam

Proses Basa Proses

Sinter

Proses Bayer

Proses Bayer lime-

sintering Bahan

Baku utama

Nonbauxite material

berupa anortosit, kaolin, dan

tanah liat

Bauksit (dapat mengguna kan bauksit

kualitas rendah)

Bauksit (kadar

silika kurang

dari 10%)

Bauksit (dapat mengguna kan bauksit

kualitas rendah) Bahan baku

pendukung

H2SO4 Na2CO3, CO2

NaOH NaOH,

CaCO3

Konversi digester

99,9% 95% 70% 90%

Produk Samping

Red Mud Red Mud Red

Mud

Red Mud Konsumsi

Energi

14-43 GJ/ton alumina

22 GJ/ton alumina

12 GJ/ton alumina

22 GJ/ton alumina

(40)

II-11 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering Bayer dengan proses lime-sintering dipilih karena konversi digeser yang digunakan lebih tinggi, energi yang diperlukan tidak terlalu besar yaitu sekitar 22 GJ/ton alumina sehingga sangat ekonomis, menurunkan jumlah konsumsi NaOH terutama pada suhu proses yang tinggi, dan dapat mengurangi pengotor berupa karbonat, silika dan phosphorous dalam larutan sodium aluminat

Proses Bayer dengan lime-sintering dibagi menjadi 3 tahap, antara lain :

1. Tahap Disgestion 2. Tahap Precipitation 3. Tahap Calcination 2.3.1 Tahap Disgestion

Tahap disgestion ini diawali dengan proses grinding bauksit yang diangkut oleh bucket elevator (J-112) dari belt conveyor (J-111) yang selanjutnya akan di hancurkan oleh ball mill (C-110) menjadi bagian-bagian kecil dengan ukuran ± 2 mm dan akan di saring di screen (H-113) yang mana akan dikembalikan ke ball mill (C-110) jika oversize. Setelah itu bauksit akan dimasukkan ke dalam digestion reactor (R-120) untuk direaksikan dengan NaOH yang telah diolah di mixer (M-125) menjadi sodium aluminat pada suhu 100ºC. Setelah itu dipompa (L-126) menuju clarifier (H-127) untuk diendapkan. Liquor yang dihasilkan selanjutnya menuju mixer (M-134) untuk dilakukan pengadukan dengan bibit aluminium hidroksida. Red mud hasil endapan clarifier (H-127) kemudian di sinter di digestion reactor (R-130) pada suhu 300ºC untuk mengambil alumina yang masih terikut pada red mud hasil digestion pertama (R-120) dengan menambahkan CaCO3

(41)

II-12 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering untuk mengikat silikat yang ada di red mud dengan menambahkan NaOH yang ada di dalam mixer (M-125) untuk menjadi sodium aluminat. Setelah itu, di pompa (L-131) menuju clarifier yang ke 2 (H-133) untuk diendapkan kembali dengan menurunkan suhu liquor dengan heat exchanger (E- 132) menjadi suhu 100 ºC. Liquor yang telah diendapkan selanjutnya menuju mixer (M-134) untuk dilakukan pengadukan (Hudson, 2002).

Reaktor Digester

(R-130) Clarifier (H-133) Mixer (M-134) Reaktor Digester

(R-120) Mixer (M-123)

NaOH

Tahap Presipitasi Mixer (M-125)

Bauksit Ball mill (C-110) Screen (H -113)

Clarifier (H-127)

Gambar 2.4 Blok Diagram Tahap Digestion

2.3.2 Tahap Precipitation

Tahap precipitation dimulai dengan mengolah liquor yang telah di endapkan di clarifier 1 (H-127) dan clarifier 2 (H-133) yang kemudian dimasukkan ke dalam mixer (M-134) yang kemudian akan dipompa (L-135) menuju precipitator tank (H-210) untuk pembentukan hidrat Al2O3.3H2O. Pada tangki presipitasi, digestion liquor direaksikan pada suhu 93oC. Kemudian aluminium trihidrat dipompa (L-211) menuju hydrocyclone (H-212) untuk dipisahkan dari cairannya. Cairan tersebut kemudian dialirkan menuju mixer (M-125) untuk mengencerkan NaOH hingga 20%. Kristal yang masih dalam bentuk hidrat dipompa (L-221) dan diproses dalam rotary vacuum filter (H-220) untuk mendapatkan kristal hidrat yang

(42)

II-13 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering lebih padat dengan mencuci cake yang telah terbentuk menggunakan water process yang kemudian akan dibawa oleh screw conveyor (J-222) menuju tahap kalsinasi. Sedangkan cairan hasil dari rotary vacuum filter (H-220) akan digunakan sebagai bibit pembentuk kristal di dalam mixer (M-134) (Featherston, 1972).

P-35 Hydrocyclone

(H-212)

P-31 P-30

Clarifier (H-127)

Clarifier (H-133) Mixer (M-134) Precipitation Tank (H-210)

Mixer (M-125)

Rotary Vacuum Filter

(H-220) Tahap Kalsinasi

Gambar 2.5 Blok Diagram Tahap Precipitation

2.3.3 Tahap Calcination

Tahap kalsinasi dimulai dengan memanaskan Kristal alumina trihidrat dengan pemanasan dengan cyclone pre- heater (H-311) dengan suhu 380oC yang juga berguna untuk menguapkan air yang ada di permukaan alumina trihidrat dan sebagai tahap pre-calcination. Alumina yang terikut pada flue gas akan ditangkap oleh ESP (H-312) dan akan dikembalikan ke cyclone pre-heater (H-312), dan flue gas nya akan di keluarkan melalui stack (A-313). Proses selanjutnya adalah proses kalsinasi dalam rotary kiln (B-310) Proses ini bekerja pada suhu 1075 oC yang bertujuan untuk membentuk α- alumina yang merupakan komponen utama dari Al2O3 dengan kualitas high grade. Hasil dari kalsinasi ini kemudian didinginkan dengan cooler (E-314) dengan dihembuskan udara dari blower (G 315 A dan G 315B). Setelah itu, SGA yang dihasilkan akan ditampung di tangki penyimpanan (F- 316) (Mohri, 1996).

(43)

II-14 BAB II Tinjauan Pustaka

Departemen Teknik Kimia Industri

Fakultas Vokasi ITS Pabrik Smelter Grade Alumina (SGA) dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-Sintering

Cyclone Preheater (H-311) Rotary Vacuum Filter

(H-220)

Rotary Kiln (B-310)

Cooler (E-314) Smelter Grade Alumina

(SGA)

Gambar 2.6 Blok Diagram Tahap Calcination

(44)

III-1

BAB III NERACA MASSA

Kapasitas pabrik : 300,000 ton SGA/tahun : 1,000 ton SGA/hari : 1,000,000 kg/hari

Operasi : 300 hari/tahun, 24 jam/hari

Satuan massa : kg

Basis waktu : 1 hari

Tabel 3.1 Komposisi Bauksit

No Komponen Jumlah (%) Massa (ton)

1 Al₂O₃ 52.07 1205503.99

2 Na2O 1.37 31717.70

3 Fe₂O₃ 11.56 267632.53

4 SiO₂ 3.32 76863.32

5 TiO₂ 1.60 37042.57

6 CaO 0.92 21299.48

7 LOI 29.16 675100.75

Total 100.00 2315160.33

(45)

III-2

BAB III Neraca Massa

Departemen Teknik Kimia Industri Fakultas Vokasi ITS

Pabrik Smelter Grade Alumina dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-

Sintering

1.

Ball Mill (C-110)

Tabel 3.2 Neraca Massa Ball Mill (C-110)

Masuk Keluar

Aliran 1 (Bauksit) Aliran 2 (Bauksit)

Al₂O₃ 1205503.99 Al₂O₃ 1506879.98

Na₂O 31717.70 Na₂O 39647.12

Fe₂O₃ 267632.53 Fe₂O₃ 334540.67

SiO₂ 76863.32 SiO₂ 96079.15

TiO₂ 37042.57 TiO₂ 46303.21

CaO 21299.48 CaO 26624.34

LOI 675100.75 LOI 843875.94

2315160.33

Aliran 3 (bauksit)

Al₂O₃ 301376.00

Na₂O 7929.42

Fe₂O₃ 66908.13

SiO₂ 19215.83

TiO₂ 9260.64

CaO 5324.87

LOI 168775.19

578790.08

2893950.42 2893950.42

(46)

III-3

BAB III Neraca Massa

Departemen Teknik Kimia Industri Fakultas Vokasi ITS

Pabrik Smelter Grade Alumina dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-

Sintering

2.

Screen (H-113)

Tabel 3.3 Neraca Massa Screen (H-113)

Masuk Keluar

Aliran 2 (Bauksit) Aliran 3 (bauksit)

Al₂O₃ 1506879.98 Al₂O₃ 301376.00

Na₂O 39647.12 Na₂O 7929.42

Fe₂O₃ 334540.67 Fe₂O₃ 66908.13

SiO₂ 96079.15 SiO₂ 19215.83

TiO₂ 46303.21 TiO₂ 9260.64

CaO 26624.34 CaO 5324.87

LOI 843875.94 LOI 168775.19

578790.08

Aliran 4 (bauksit)

Al₂O₃ 1205503.99

Na₂O 31717.70

Fe₂O₃ 267632.53

SiO₂ 76863.32

TiO₂ 37042.57

CaO 21299.48

LOI 675100.75

2315160.33

2893950.42 2893950.42

3.

Mixer (M-123)

Tabel 3.4 Neraca Massa Mixer (M-123)

Masuk Keluar

Aliran (NaOH 50%) Aliran 5 ( NaOH 20%)

NaOH 913523.01 NaOH 913523.01

Aliran <wp> H₂O 2283807.52

H2O 2283807.52

3197330.52 3197330.52

(47)

III-4

BAB III Neraca Massa

Departemen Teknik Kimia Industri Fakultas Vokasi ITS

Pabrik Smelter Grade Alumina dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-

Sintering

4.

Mixer NaOH (M-125)

Tabel 3.5 Neraca Massa Mixer (M-125)

Masuk Keluar

Aliran 5 ( NaOH 20%) Aliran sisa (NaOH 20%)

NaOH 913523.01 NaAl(OH)4 772811.21

H₂O 2283807.52 Na₂O 12.09

3197330.52 Fe₂O₃ 102.01

Aliran 19 (NaOH

33.57%) SiO₂ Sisa 16.21

NaAl(OH)4 772811.21 TiO₂ 14.12

Na₂O 12.09 CaO 8.12

Fe₂O₃ 102.01 H₂O 4748799.09

SiO₂ Sisa 16.21 Al₂O₃ sisa 76.25

TiO₂ 14.12 CaSiO₃ 25.30

CaO 8.12 Al2O3.3H2O 16233.77

H₂O 1464598.64 NaOH 491738.83

Al₂O₃ sisa 76.25 6029836.99

CaSiO₃ 25.30 Aliran 6 (NaOH 20%)

Al2O3.3H2O 16233.77 NaOH 661845.33

NaOH 491738.83 H₂O 1654613.31

2745636.54 2316458.64

Aliran <wp> Aliran 10 (NaOH 20%)

H₂O 3284200.46 NaOH 251677.68

H₂O 629194.20

880871.88

9227167.52 9227167.52

(48)

III-5

BAB III Neraca Massa

Departemen Teknik Kimia Industri Fakultas Vokasi ITS

Pabrik Smelter Grade Alumina dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-

Sintering

5.

Reaktor Digester (R-120)

Tabel 3.6 Neraca Massa Reaktor Digester (R-120)

Masuk Keluar

Aliran 4 (Bauksit)

Aliran 7 (Natrium Aluminat)

Al₂O₃ 1205503.99 NaAl(OH)4 1952443.71

Na₂O 31717.70 Na₂O 31717.70

Fe₂O₃ 267632.53 Fe₂O₃ 267632.53

SiO₂ 76863.32 SiO₂ 76863.32

TiO₂ 37042.57 TiO₂ 37042.57

CaO 21299.48 CaO 21299.48

LOI 675100.75 LOI 675100.75

2315160.33 H₂O 1207867.72

Aliran 6 (NaOH 20%) Al₂O₃ sisa 361651.20

NaOH 661845.33

H₂O 1654613.31

2316458.64

4631618.97 4631618.97

(49)

III-6

BAB III Neraca Massa

Departemen Teknik Kimia Industri Fakultas Vokasi ITS

Pabrik Smelter Grade Alumina dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-

Sintering

6.

Clarifier (H-127)

Tabel 3.7 Neraca Massa Clarifier (H-127)

Masuk Keluar

Aliran 7 (Natrium Aluminat) Aliran 15 (Natrium Aluminat)

NaAl(OH)4 1952443.71 NaAl(OH)4 1925109.499

Na₂O 31717.70 Na₂O 444.048

Fe₂O₃ 267632.53 Fe₂O₃ 3746.855

SiO₂ 76863.32 SiO₂ 1076.087

TiO₂ 37042.57 TiO₂ 518.596

CaO 21299.48 CaO 298.193

LOI 675100.75 H₂O 1190957.57

H₂O 1207867.72 Al₂O₃ sisa 5063.117

Al₂O₃ sisa 361651.20 3127213.966

Aliran 8 (Red Mud)

NaAl(OH)4 27334.21

Na₂O 31273.65

Fe₂O₃ 263885.68

SiO₂ 75787.24

TiO₂ 36523.97

CaO 21001.28

LOI 675100.75

H₂O 16910.15

Al₂O₃ sisa 356588.08

1504405.009

4631618.97 4631618.97

(50)

III-7

BAB III Neraca Massa

Departemen Teknik Kimia Industri Fakultas Vokasi ITS

Pabrik Smelter Grade Alumina dari Bauksit Menggunakan Proses Bayer dengan Lime-

Sintering

7.

Reaktor Digester (R-130)

Tabel 3.8 Neraca Massa Reaktor Digester (R-130)

Masuk Keluar

Aliran 8 (Red Mud)

Aliran 12 (Natrium Aluminat) NaAl(OH)4 27334.21 NaAl(OH)4 769876.45

Na₂O 31273.65 Na₂O 31273.65

Fe₂O₃ 263885.68 Fe₂O₃ 263885.68

SiO₂ 75787.24 SiO₂ Sisa 7578.72

TiO₂ 36523.97 TiO₂ 36523.97

CaO 21001.28 CaO 21001.28

LOI 675100.75 LOI 675100.75

H₂O 16910.15 H₂O 476200.62

Al₂O₃ sisa 356588.08 Al₂O₃ sisa 35658.81 1504405.01 CaSiO₃ 131833.89

Aliran 9 (CaCO₃) 2448933.82

CaCO₃ 113604.06 Aliran 11 (CO₂)

Aliran 10 (NaOH 20%) CO₂ 49947.13

NaOH 251677.68

H₂O 629194.20

880871.88

2498880.95 2498880.95

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Implementasi Corporate Social Responsibility Terhadap

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Suci Maria yang telah melimpahkan berkat danrahmat-Nya yang tak terhingga kepada penulis sehingga penulis dapat

Penyakit diare merupakan penyakit berbasis lingkungan yang paling dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor tersebut berinteraksi dengan

Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan mengombinasikan Logika Fuzzy yang memiliki kelebihan dalam memproses kondisi yang tidak pasti dengan Jaringan Syaraf Tiruan

Martha Ervina, S.Si., M.Si., Apt dan Sumi Wijaya, S.Si., Ph.D., Apt selaku dekan dan ketua prodi S1 Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, yang

Overlay titik keberadaan tarsius dengan peta tutupan lahan yang diklasifikasikan oleh Badan Planologi Kehutanan (BAPLAN) tahun 2014 diperoleh hasil bahwa tarsius