• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Diversi Terhadap Anak Sebagai Pelaku Dalam Kecelakaan Lalu Lintas (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Diversi Terhadap Anak Sebagai Pelaku Dalam Kecelakaan Lalu Lintas (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peranan hukum dalam pembangunan bangsa akan membawa konsekuensi

terjadinya proses perubahan dan pembaharuan pranata yang ada, termasuk fungsi

hukum dan dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan bangsa.2 Indonesia adalah negara hukum pada hakikatnya hukum berfungsi sebagai pelindung manusia agar

kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum

itu dapat terjadi secara normal, tetapi juga dapat terjadi karena pelanggaan

hukum.3 Setiap warga negara wajib “menjunjung hukum”. Kenyataan sehari-hari, warga negara yang lalai atau sengaja tidak melaksanakan kewajibannya sehingga

merugikan masyarakat, dikatakan bahwa warga negara tersebut “melanggar

hukum” karena kewajiban tersebut telah ditentukan berdasarkan hukum.4

Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya

manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang

memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan

pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan

perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang.

Anak merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, maka anak

perlu mendapatkan pembinaan, dan pengawasan agar anak tersebut menjadi orang

yang berguna bagi nusa dan bangsa.

2

Ediwarman,”Penegakan Hukum dalam Perspektif Kriminologi”. Genta Publishing, Yogyakarta, 2014. Hal. 31

3

Ibid, Hal.37.

4

(2)

Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup

manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Anak memiliki peran

strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak

atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta atas perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi, oleh karena itu, kepentingan terbaik bagi anak patut

dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup umat manusia.

Konsekuensi dari ketentuan Pasal 28B Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 perlu ditindak lanjuti dengan membuat kebijakan

pemerintah yang bertujuan melindungi Anak.5

Anak perlu mendapat perlindungan dari dampak negatif perkembangan

pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi,

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perubahan gaya dan cara hidup

sebagian orang tua yang telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam

kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku Anak.

Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan

oleh Anak, antara lain, disebabkan oleh faktor di luar diri Anak tersebut.

Indonesia sebagai suatu negara yang merupakan bagian dari entitas dunia

tidak bisa terlepas dari dua proses yaitu globalisasi dan modernisasi. Globalisasi

dan modernisasi ditandai dengan perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi, transportasi serta tourisme.

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia, pola hidup

konsumtif melekat pada citra warga negara Indonesia hal ini dapt dilihat dari

5

(3)

penggunaan kendaraan pribadi mulai dari sepeda motor, Mobil pribadi bahkan

Pesawat pribadi bagi beberapa orang.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2010, jumlah

penduduk di Indonesia adalah 237 juta, meningkat 15,2% dari jumlah penduduk

di tahun 2000. Dari 237 juta penduduk di Indonesia, sebanyak 76 juta penduduk

yang memiliki kendaraan bermotor, berdasarkan data dari Kantor Kepolisian

Republik Indonesia pada tahun 2010, dengan posisi tertinggi ditempati oleh

sepeda motor dengan jumlah 61 juta, kemudian mobil pribadi dengan jumlah 8

juta, dan di posisi terakhir ditempati oleh bus dan truk sebanyak 6 juta. Dari data

yang ada, pengguna kendaraan bermotor merupakan sepertiga dari jumlah

penduduk di Indonesia.6

Menurut Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia

Inspektur Jenderal (Pol) Pudji Hartanto, Data Korps Lalu Lintas Kepolisian

Negara Republik Indonesia mencatat, jumlah kendaraan yang masih beroperasi di

seluruh Indonesia pada 2013 mencapai 104,211 juta unit, naik 11 persen dari

tahun sebelumnya (2012) yang hanya 94,299 juta unit. Populasi terbanyak masih

disumbang oleh sepeda motor dengan jumlah 86,253 juta unit di seluruh

Indonesia, naik 11 persen dari tahun sebelumnya 77,755 juta unit. Jumlah terbesar

kedua disumbang mobil penumpang dengan 10,54 juta unit, atau juga naik 11

persen dari tahun sebelumnya, 9,524 juta unit. Populasi mobil barang (truk, pikap,

dan lainnya) tercatat 5,156 juta unit, naik 9 persen dari 4,723 juta unit.7

6

http://www.kompasiana.com/audrina/pengaruh-pertumbuhan-penduduk-terhadap-pen g gu naan kendaraan-bermotor_54f91a35a33311f1068b466a Diakses 14-05-2016 16:23

7

(4)

Kota Medan sendiri memiliki jumlah kendaraan bermotor pada tahun 2012

untuk mobil penumpang terdapat 386.144 unit, mobil bus terdapat 71.590, mobil

gerobak 231.750, dan sepeda motor sebanyak 4.292.933 unit, pada tahun 2013

terdapat kenaikan yang cukup signifikan yaitu untuk mobil penumpang sebanyak

416.405 unit, mobil bus sebanyak 71.900 unit, mobil gerobak terdapat 242.445

unit, dan sepedah motor sebanyak 4.584.431unit.8

Dewasa ini melihat seorang anak dibawah umur mengendarai kendaraan

bermotor baik mobil maupun sepeda motor tanpa didampingi orang dewasa sudah

menjadi pemandangan yang wajar dan sering sekali ditemukan seorang anak yang

mengendarai kendaraan melebihi batas kecepatan yang ditetapkan oleh

rambu-rambu lalu lintas karena kondisi kejiwaan seorang anak masih belum stabil.

Seorang anak justru akan sangat bangga dapat memacu kendaraannya secepat

mungkin tanpa memikirkan akibat dari perbuatannya tersebut, memacu

kendaraannya dengan kecepatan yang tinggi tersebut dapat menyebabkan

kecelakaan lalu lintas yang dapat membahayakan jiwanya maupun jiwa orang

lain. Sikap dan tindakan anak-anak yang masih belum stabil dalam membawa

kendaraan di jalan seperti ugal-ugalan, memacu kecepatan tinggi dan tidak

memakai alat keselamatan di jalan raya, mengakibatkan terjadinya kecelakaan lalu

lintas yang memakan korban baik si pengendara maupun orang lain.

Kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa yang tidak

disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai

jalan lainnya, yang mengakibatkan korban manusia (mengalami luka ringan, luka

berat dan meninggal) dan harta benda. Ada beberapa faktor yang mengakibatkan

8

(5)

kecelakaan lalu lintas tersebut seperti faktor manusia, faktor kendaraan dan faktor

jalan itu sendiri. Kombinasi ketiga faktor ini dapat saja terjadi, antara manusia

dengan kendaraan misalnya berjalan melebihi batas kecepatan yang ditetapkan

kemudian ban pecah sehingga mengalami kecelakaan lalu lintas.

Anak-anak di bawah umur tidaklah diperbolehkan membawa kendaraan

bermotor sendiri sebab di dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan seseorang diperbolehkan membawa kendaraan

bermotor apabila telah memiliki SIM atau Surat Izin Mengemudi, dan SIM

tersebut hanya boleh di peroleh apabila sesorang telah berusia 17 tahun

sebagaimana yang di jelaskan didalam Pasal 81 Undang-Undang No. 22 Tahun

2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Peran kedua orang tua juga berpengaruh terhadap banyaknya kasus

kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh anak, banyak orang tua yang

memperbolehkan anaknya untuk membawa kendaraan bermotor di jalan raya dan

dengan sengaja diberikan dengan alasan agar mempermudah anaknya untuk

berpergian kemana saja baik ke sekolah maupun ketemapat-tempat lain.

Indonesia sendiri, mengenai kasus kecelakaan lalu lintas yang

menyebabkan korban mengalami luka-luka (baik berat maupun ringan) dan

bahkan meninggal dunia dilakukan oleh anak akhir-akhir ini sering ditemui,

pemberian hukuman atau sanksi dan proses hukum yang berlangsung dalam kasus

pelanggaran hukum oleh anak memang berbeda dengan kasus pelanggaran hukum

oleh orang dewasa, karena dasar pemikiran pemberian hukuman oleh Negara

adalah bahwa setiap warga negaranya adalah mahluk yang bertanggung jawab dan

(6)

sebagai individu yang belum dapat secara penuh bertanggung jawab atas

perbuatannya.

Sistem peradilan anak di Indonesia memiliki sistem penyelesaian perkara

yang berbeda antara anak-anak dan orang dewasa sebagai pelaku tindak pidana.

Sistem peradilan anak dikenal penyelesaian perkara anak dengan metode Diversi

yaitu pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke

proses diluar peradilan pidana dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik

bagi anak pelaku tindak pidana.

Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem peradilan anak di

berikan definisi pada Pasal 1 Angka 3 disebutkan Anak yang Berkonflik dengan

Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua

belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga

melakukan tindak pidana.

Penyusun Wetbook van Strafrecht, didasarkan pada pemikiran bahwa pada

anak-anak yang berusia antara sepuluh hingga dua belas tahun wajarlah apabila

orang tersebut tidak dapat berbicara tentang adanya suatu kebebasan untuk

menentukan kehendak pada diri anak tersebut tentang adanya suatu pengetahuan

yang tepat mengenai baik dan buruk, mengenai dapat dibenarkan atau tidak

mengenai hak atau melawan hak, hingga tidak dapat dikatakan bahwa anak

tersebut dapat membuat suatu penilaian tentang apa yang telah mereka lakukan.9 Anak dalam hal ini tidak dapat membuat suatu penilaian tentang tindakan

yang telah ia lakukan, dan secara cukup tidak dapat menyadari bahwa tindakan

yang terlarang, maka jelaslah bahwa tindakan yang telah ia lakukan tampa dapat

(7)

membuat suatu oordel des onderschids, hingga anak itu tidak boleh dijatuhi suatu

pidana.10

Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak mengatur tentang sistem pemidanaan anak dalam pengenaan hukuman

kepada anak melalui jalur Diversi. Diversi adalah pengalihan penanganan

kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan

atau tanpa syarat ke proses yang informal. Penanganan perkara tindak pidana anak

yang dilaksanakan dengan cara diversi. Penyelesaian dengan cara Diversi

dianggap sebagai suatu cara berfikir/paradigma baru dalam memandang sebuah

tindak kejahatan yang dilakukan oleh seseorang.

Suatu proses diversi merupakan suatu proses dimana semua pihak yang

terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama memecahkan masalah,

menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih

baik dengan melibatkan Anak Korban, Anak, dan masyarakat dalam mencari

solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menentramkan hati yang tidak

berdasarkan pembalasan. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak ini mengatur mengenai keseluruhan proses penyelesaian

perkara Anak yang berhadapan dengan hukum mulai tahap penyelidikan sampai

dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.

Penyelesaian kasus perkara pidana anak di Indonesia tindak pidana yang

dapat diterapkan hukuman Diversi adalah tindak pidana yang ancaman

hukumannya di bawah 7 tahun dan bukan pengulangan tindak pidana seperti yang

(8)

terdapat di dalam Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak.

Mengenai kasus kecelakaan lalu lintas, Undang-Undang No. 22 Tahun

2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan mengatur mengenai sanksi pidana

terhadap seseorang yang mengalami kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan

korban meninggal dunia terdapat di dalam Pasal 310 ayat 1 sampai ayat 4, Pasal

311 ayat 1 sampai ayat 5 dan Pasal 312 dimana dinyatakan pada pasal 310, setiap

orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya

mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan

Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3),

dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah), lalu setiap orang yang mengemudikan

Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu

Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4),

dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Apabila menyebabkan korban

meninggal dunia maka hukumannya adalah pidana penjara paling lama 6 (enam)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).11 Pasal 311 ayat 1 hingga ayat 4 mengatur tentang tindak pidana kecelakaan

lalu lintas bagi seseorang yang dengan sengaja mengemudikan kendaraan

bermotor yang membahayakan bagi nyawa atau barang dengan ancaman hukuman

paling rendah 1 tahun atau denda Rp.3.000.000.00 (tiga juta rupiah)apabila hanya

membahyakan orang lain, pidana penjara 2 tahun atau denda Rp. 4.000.000,00

11

(9)

(empat juta rupiah) apabila mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan

kerusakan barang, pidana penjara 4 tahun atau denda Rp. 8.000.000,00 (delapan

juta rupiah) apabila menyebabkan korban luka ringan dan kerusakan kendaraan

dan/atau barang, pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda Rp.

20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) apabila kecelakaan lalu lintas tersebut

meyebabkan korban luka berat, dan pidana penjara paling lama 12 tahun atau

denda Rp. 24.000.00,00 (dua puluh empat juta rupiah) apabila menyebabkan

korban meninggal dunia.

Pasal 312 mengatur mengenai apabila setiap orang yang mengemudikan

kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan dan dengan sengaja tidak

memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan Kecelakaan Lalu Lintas kepada

Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 231 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut dipidana

dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp

75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).

Melihat dari Pasal 310, Pasal 311, dan Pasal 312 tersebut di atas maka

dimungkinkan seorang anak yang terlibat dalam kecelakaan lalu lintas dapat

dilakukakan penyelesaian dengan menggunakan diversi mengingat di dalam pasal

7 ayat 2 Undang-Undang sistem peradilan Anak, bahwa penyelesaian kasus tindak

pidana anak dapat di lakukan apabila ancaman hukuman tindak pidan tersebut di

bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan pengulangan tindak pidana. Namun demikian

terdapat beberapa kasus yang tidak dapat di diversikan hal ini disebabkan

ancaman hukumannya lebih dari 7 tahun seperti yang terdapat di dalam Pasal 311

(10)

Permasalahannya kini apakah pengadilan di indonesia menerapkan konsep

diversi dalam penyelesaian kasus kecelakaan lalu lintas ataukah anak akan

dipersamakan hukumannya dengan orang dewasa menginggat pada tanggal 20

November 1959 sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mensahkan

Deklarasi tentang hak-hak anak. Deklarasi ini memuat 10 (asas) tentang hak- hak

anak, salah satunya yaitu anak berhak memperoleh kesempatan yang di jamin oleh

hukum dan sarana lain, agar menjadikan nya mampu untuk mengembangkan diri

secara fisik, kejiwaan, moral, spiritual, dan kemasyarakatan dalam situasi sehat,

normal, sesuai dengan kebebasan dan harkatnya..12

Pengadilan Negeri Medan adalah merupakan pengadilan yang menangani

perkara pidana yang berkedudukan di Kabupaten/Kota khusus nya di wilayah

hukum Kota Medan, merupakan lembaga yang berperan dalam menjalankan

program diversi ini, di Pengadilan Negeri Medan ini sendiri terdapat beberapa

kasus kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh anak dan diselesaikan dengan

cara Diversi, dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2016 telah terdapat tiga kasus

kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh anak yang masuk ke Pengadilan

Negeri Medan dan telah di selesaikan dengan cara Diversi dan mendapatkan hasil

kesepakatan yang disetujui oleh kedua belah pihak yang berperkara.13

Berdasarkan latar belakang di atas penulis termotivasi untuk membuat

skripsi tentang PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK SEBAGAI

PELAKU DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS (STUDI KASUS

PENGADILAN NEGERI MEDAN)

12 Maidin Gultom, “Prlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradialan Anak”.

Refika Aditama : Bandung, 2010. Hal.45

13

(11)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian dalam latar belakang dan sebagai pedoman agar

permasalahan dapat dibahas secara sistematis serta tujuan yang hendak dicapai

dapat jelas dan tegas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan mengenai kecelakaan lalu lintas di dalam

Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan ?

2. Bagaimana penerapan Diversi terhadap anak dalam kecelakaan lalu lintas di

Pengadilan Negeri Medan ?

3. Apa hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan proses diversi dalam kasus

kecelakaan lalu lintas oleh anak sebagai pelaku di Pengadilan Negeri

Medan ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan ini adalah:

a. Untuk mengetahui tentang pengaturan diversi dalam sistem hukum

peradilan pidana anak dan peraturan mengenai kecelakaan lalu lintas

di Indonesia

b. Untuk mengetahui penerapan Diversi tehadap anak dalam

kecelakaan lalu lintas.

c. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam pelaksanaan diversi

dalam kasus kecelakaan lalu lintas oleh anak sebagai pelaku.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan ini antara lain :

(12)

1.) Dapat digunakan sebagai sumbangan karya ilmiah dalam

perkembangan ilmu pengetahuan.

2.) Untuk menambah pengetahuan mengenai Hukum Pidana

khususnya tentang diversi dalam peradilan pidana anak

khususnya dalam hal kecelakaan lalu lintas yang di lakukan oleh

anak di bawah umur.

b. Manfaat Praktis

1.) Memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat luas

dalam mengikutsertakan perannya terhadap pengembangan

konsep diversi.

2.) Memberikan informasi dan tambahan masukan kepada aparat

penegak hukum, yaitu hakim, jaksa, advokat, polisi dan institusi

lainnya yang terkait dalam pelaksanaan diversi.

3.) Diharapkan dapat memberikan tambahan masukan dan

kontribusi pemikiran kepada pemerintah dalam perannya

terhadap perlindungan hukum kepada anak di Indonesia.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil dari pemeriksaan dan hasil penelitian yang dilakukan

oleh pihak Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara mengenai judul

PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU DALAM

KECELAKAAN LALU LINTAS (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI

MEDAN) dinyatakan bahwa belum pernah ada dilakukan penulisan yang sama

(13)

Penulisan skripsi telah dilakukan penelusuran judul karya ilmiah melalui

media cetak dan elektronik, dan belum ditemukan penulis lain yang memiliki

judul yang sama. Menurut sepengetahuan belum pernah ada yang membuat

penelitian dengan judul yang sama diatas. Kalaupun ada seperti beberapa judul

skripsi yang diuraikan di bawah ini, dapat diyakinkan bahwa substansi

pembahasannya berbeda. Sehingga keaslian skripsi ini dapat

dipertanggung-jawabkan secara ilmiah.

Judul skripsi telah melewati Pengujian tentang kesamaan dan keaslian

judul yang dilakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum USU dan telah

mendapatkan surat keterangan bahwa tidak ada judul yang sama.

Adapun judul-judul yang telah ada di perpustakaan universitas cabang

Fakultas Hukum yang mirip adalah:

1. Nama : Rizki Prananda Tambunan

NIM : 090200291

Judul : Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan

Restorative Justice dalam Kecelakaan Lalu Lintas.

(Studi Kasus 3969/PID.B/2010/PN-MEDAN)

Rumusan Masalah :

1.) Apakah faktor - faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas?

2.) Bagaimana pertanggungjawaban pidana pada kasus pengemudi

kendaraan yang mengakibatkan kematian dalam kecelakaan Lalu

Lintas?

3.) Bagaimana penerapan konsep restorative justice dalam kasus

(14)

2. Nama : Meirita Pakpahan

NIM : 100200297

Judul : Tindak Pidana Kelalaian Berlalu Lintas Yang

Menyebabkan Kematian Orang Lain Yang

Dilakukan Oleh Anak.

(Studi Putusan Nomor: 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS).

Rumusan Masalah :

1.) Bagaimana ketentuan pidana mengatur tentang kelalaian berlalu lintas

yang menyebabkan kematian orang lain yang dilakukan oleh anak?

2.) Faktor-faktor apakah yang dapat menjadi penyebab kecelakaan lalu

lintas yang dilakukan oleh anak?

3.) Bagaimana pertanggungjawaban tindak pidana kelalaian berlalu lintas

yang menyebabkan kematian orang lain yang dilakukan oleh anak

(studi putusan nomor 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS)?

E. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Diversi

Menurut sejarah perkembangan hukum pidana kata “diversion” pertama

kali dikemukakan sebagai kosakata pada laporan pelaksanaan peradilan anak yang

disampaikan Presiden Komisi Pidana Australia di Amerika serikat pada tahun

1960.14

14 Marlina, ”Pengantar Konsep Diversi dan Restorative Justice dalam Hukum Pidana”.

(15)

Pengertian diversi terdapat banyak perbedaan sesuai dengan praktek

pelaksanaannya. Berikut definisi diversi menurut Jack E. Bynum dalam bukunya

Junvenile Deliquence a Sosiological Approach, yaitu diversi adalah sebuah

tindakan atau perlakuan untuk mengalihkan atau menempatkan pelaku tindak

pidana anak keluar dari sistem peradilan pidana.15

Konsep diversi didasarkan pada kenyataan bahwa proses peradilan

terhadap anak pelaku tindak pidana melalui sistem peradilan pidana lebih banyak

menimbulkan bahaya daripada kebaikan. Alasan dasarnya yaitu pengadilan akan

memberikan stigmatisasai terhadap anak atas tindakan yang dilakukannya seperti

anak dianggap jahat, sehingga lebih baik untuk menghindarkannya ke luar sistem

peradilan pidana.16

Pertimbangan dilakukan diversi oleh pengadilan yaitu filosofi sistem

peradilan pidana anak untuk melindungi dan merehabilitasi anak pelaku tindak

pidana. Tindakan diversi juga dilakukan sebagai upaya pencegahan seorang

pelaku anak menjadi pelaku kriminal dewasa. Usaha pencegahan anak inilah

yang membawa aparat penagak hukum untuk mengambil wewenang diskresi atau

di Amerika Serikat sering disebut juga dengan istilah deinstitutionalisation dari

sistem peradilan pidana formal.17

Menurut sejarah hukum Amerika Serikat pengertian diversi adalah

memberikan jalan alternatif kepada anak yang diproses pada peradilan orang

dewasa atau yang akan ditempatkan di lembaga pemasyarakatan. Diversi di

Amerika Serikat dikemukakan juga dengan istilah neighborhood program.

Program ini dirancang untuk mempertimbangkan anak beresiko tinggi berada

15

Ibid, Hal. 10-11 16

(16)

dalam sistem peradilan pidana daripada anak lain (anak tertentu) untuk

memeberikan tindakan alternatif diversi dari pengadilan.18

Menurut Romli Artasasmita, Diversi yaitu kemungkinan hakim

menghentikan atau mengalihkan/tidak meneruskan pemeriksaan perkara dan

pemeriksaan terhadap anak selama proses pemeriksaan dimuka sidang.19

Kata diversi berasal dari bahasa inggris Diversion yang berarti

“Pengalihan”. Berdasarkan Pedoman Umum Bahasa Indonesia Yang

Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, disesuaikan dalam

bahasa indonesia menjadi Diversi. Konsep diversi tertuang dalam Undang-undang

No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Konsep Diversi telah

muncul lebih dari dua puluh tahun yang lalu sebagai alternative penyelesaian

perkara pidana anak.

Istilah diversi didalam pelaksanaan telah ada sebelum tahun 1960 ditandai

dengan berdirinya peradilan anak (children’s courts) sebelum abad ke-19 yaitu

diversi dari sistem peradilan pidana formal dan formalisasi polisi untuk

melakukan peringatan (policecautioning).20

Indonesia sendiri, ketentuan mengenai pelaksanaan diversi dapat dilihat

dari pengaturan diskresi yang diberikan kepada aparat penegak hukum dalam

menangani perkara anak, dimulai dari pengaturan dalam KUHAP serta pengaturan

secara khusus terhadap aparat penegak hukum itu sendiri.

Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah :

18

Ibid, Hal. 12-13 19

Sofyan Parerungan dalam artikel “ Penerapan Diversi dalam Peradilan Anak” Di Akses

http://pn-bangil.go.id/data/?p=207 (24-05-2016 22:27)

20

(17)

a. Untuk menghindari anak dari penahanan;

b. Untuk menghindari cap/label anak sebagai penjahat;

c. Untuk mencegah pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh

anak;

d. Agar anak bertanggung jawab atas perbuatannya;

e. Untuk melakukan intervensi-intervensi yang diperlukan bagi

f. Korban dan anak tanpa harus melalui proses formal

g. Menghindari anak mengikuti proses sistem peradilan;

h. Menjauhkan anak dari pengaruh dan implikasi negatif dari proses

peradilan.

Pertimbangan dilakukannya diversi didasarkan pada alasan untuk

memberikan keadilan kepada pelaku yang telah terlanjur melakukan tindak pidana

serta memberikan kesempatan kepada pelaku untuk memperbaiki dirinya. Diversi

juga salah satu usaha untuk mengajak masyarakat untuk taat dan menegakan

hukum Negara, pelaksanaannya tetap mempertimbangkan rasa keadilan sebagai

prioritas utama disamping pemberian kesempatan kepada pelaku untuk

menempuh jalur non pidana.

Tiga jenis pelaksanaan program diversi yaitu:

a. Pelaksanaan kontrol secara sosial (sosial control orientation), yaitu aparat

penegak hukum menyerahkan pelaku dalam tanggung jawab pengawasan

atau pengamatan masyarakat, dengan ketaatan pada persetujuan atau

peringatan yang diberikan. Pelaku menerima tanggung jawab atas

perbuatannya dan tidak diharapkan adanya kesempatan kedua kali bagi

(18)

b. Pelayanan sosial oleh masyarakat terhadap pelaku (sosial service

orientation), yaitu melaksanakan fungsi untuk mengawasi, mencampuri,

memperbaiki dan menyediakan pelayanan pada pelaku dan keluarganya.

Masyarakat dapat mencampuri keluarga pelaku untuk memberikan

perbaikan atau pelayanan.

c. Menuju proses restorative justice atau perundingan (balanced or restorative

justice orientation), yaitu melindungi masyarakat, memberi kesempatan

pelaku bertanggung jawab langsung pada korban dan masyarakat dan

membuat kesepakatan bersama antara korban pelaku dan masyarakat.

Pelaksanaannya semua pihak yang terkait dipertemukan untuk

bersama-sama mencapai kesepakatan tindakan pada pelaku.21

2. Pengertian Anak Pelaku Tindak Pidana

Peraturan perundang-undangan Indonesia, tidak terdapat peraturan yang

tegas tentang kriteria anak. Pasal 330 KUH Perdata menentukan bahwa belum

dewasa apabila belum mencapai umur 21 (dua puluh satu tahun) dan tidak terlebih

dahulu telah kawin. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak menentukan bahwa anak adalah seseorang yang belum

mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Pasal 1 ayat (1)

Undang-Undang No. 12 Tahun 1948 Tentang Perburuhan menentukan bahwa anak adalah

orang laki-laki atau perempuan berumur 14 (empat belas) Tahun ke bawah.

Menurut hukum adat seseorang di katakan belum dewasa bilamana seseorang itu

21

(19)

belum menikah dan berdiri sendiri belum terlepas dari tanggung jawab orang

tua.22

Definisi anak menurut undang-undang juga berbeda menurut hukum islam.

Hukum islam menentukan definisi mengenai anak diliahat dari tanda-tanda pada

seseorang apakah seseorang itu sudah dewasa atau belum. Artinya seseorang

belum dikatakan dewasa apabila anak tersebut belum memiliki tanda-tanda yang

dimiliki oleh orang dewasa sebagaimana yang di tentukan oleh hukum islam.23 Menurut Zakariyah Ahamad Al-Barry dalam bukunya Maidin Gultom

tentang Perlindungan Anak dan Perempuan, dewasa maksudnya adalah cukup

umur untuk keturunan dan muncul tanda laki-laki dewasa putra, muncul

tanda-tanda wanita dewasa pada putri. Inilah dewasa yang wajar, yang biasanya belum

ada sebelum anak putra berumur 12 (dua belas) tahun dan putri berumur 9

(sembilan) tahun.24 Zakiyah Drajat mengatakan bahwa mengenai batas usia anak dan dewasa berdasarkan pada usia remaja adalah 20 (dua puluh) tahun untuk

laki-laki dan dewasa berdasarkan pada usia remaja adalah bahwa masa usia 9

(sembilan) tahun antara 13 (tiga belas) tahun sampai 21 (dua puluh satu) tahun

sebagai masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan masa

dewasa, dimana anak-anak baik bentuk badan, sikap, cara berfikir dan bertindak,

tetapi bukan pula orang dewasa.25

Negara Inggris definisi anak dari nol tahun, dengan asumsi dalam interval

usia tersebut terdapat perbedaan aktivitas dan pola pikir anak-anak (Childhood)

22

Ibid, Hal. 31

23

Marlina, “Peradilan Pidana Anak di Indonesia : Pengembangan Konsep Diversi dan

Restorative Justice”. Refika Aditama : Bandung, 2009. Hal.34

24 Maidin Gultom. “Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan”, Refika

(20)

dan dewasa. Interval tertentu terjadi perkembangan fisik, emosional, dan anak

(Childhood) dan dewasa. Interval tertentu terjadi perkembangan fisik, emosional,

dan intelektual termasuk kemampuan (skiil) dan kompetisi yang menuju pada

kemampuan pada saat dewasa.26 Negara Skotlandia anak adalah seseorang berusia 7 tahun sampai 15 tahun sehingga seseorang dapat diadili dalam peradilan anak.

Di Australia Selatan anak usia 8 tahun samapai 18 tahun dan di Canada seseorang

dibawah 12 tahun.27

Batas usia bagi pemidanaan anak di Indonesai walaupun apa yang menjadi

batas usia yang dapat di kategorikan anak itu beraneka ragam, namun khusus

mengenai batas usia bagi pemidanaan anak di Indonesia telah ditegaskan di dalam

pasal 4 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan anak yang

bselengkapnya berbunyi sebagai berikut :

1.) Batas umur Anak Nakal yang dapat di ajukan ke sidang anak adalah

sekurang-kurangnya 8 tahun belum mencapai umur 18 tahun dan belum

pernah kawin.

2.) Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana

dimaksud didalam ayat (1) dan diajuakn ke sidang pengadilan, setelah

anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut tetapi belum

mencapai umur 21 tahun, tetap di ajukan ke sidang anak.

Pembentuk undang-undang hingga saat ini tidak mempunyai ketegasan

tentang usia berapa seseorang diartikan sebagai anak dibawa umur sehingga

26

Marlina, op.cit, Hal.35

27

(21)

berhak mendapat keringanan hukuman demi menerapkan perlakuan yang khusus

bagi kepentingan psikologi anak.28

Undang-Undang Nomor. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak terdapat

definisi anak, anak nakal dan anak didik pemasyarakatan. Undang-undang

tersebut menyebutkan, Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah

mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas)

tahun dan belum pernah kawin. Anak nakal adalah Anak yang melakukan tindak

pidana atau, Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak

baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum

lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak pengertian anak diperluas lagi dan cenderung pada penggunaan anak dalam

sistem peradilan, yaitu anak yang berhadapan dengan hukum, anak yang

berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana dan anak

yang menjadi saksi tindak pidana. 29

Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik

dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana dan anak yang menjadi

saksi tindak pidana. Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya

disebut anak adalah anak yang berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum

berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Anak

yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut korban adalah anak

yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik,

mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana. Anak

28

(22)

yang menjadi saksi tindak pidana yang selanjutnya disebut anak saksi adalah anak

yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan

guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan

tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.

Kejahatan anak sering dinyatakan dengan istilah Juvenile delinquency.

Istilah tersebut pertama kali ditampilkan pada Badan Peradilan Amerika Serikat

dalam rangka usaha membentuk suatu Undang-Undang Peradilan bagi anak di

negara tersebut. Terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ilmuwan

tentang Juvenile delinquency. Menurut Kartini Kartono, yang dikatakan Juvenile

delinquency adalah perilaku jahat atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda yang

merupakan gejala sakit (patologi) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang

disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu

mengembangkan bentuk pengabaian tingkah laku yang menyimpang.30

Menurut A. Merril didalam buku Hukum Pidana Anak karangan Wagiati

Soetodjo, merumuskan Juvenile delinquency sebagai berikut, Seorang anak

digolongkan anak delinkuen apabila tampak adanya

kecenderungan-kecenderungan anti sosial yang demikian memuncaknya sehingga yang berwajib

terpaksa atau hendaknya mengambil tindakan terhadapnya, dalam arti

menahannya atau mengasingkannya.31

Romli Atmasasmita didalam buku Hukum Pidana Anak karangan Wagiati

Soetodjo menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Juvenile delinquency adalah

setiap perbuatan atau tingkah laku seorang anak di bawah umur 18 tahun dan

belum kawin yang merupakan pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang

30

Kartini Kartono, Patologi Sosial dan Kenakalan Remaja, PT.Raja Grafindo Grafika, Jakarta, 1998, hlm.6

31

(23)

berlaku serta dapat membahayakan perkembangan pribadi si anak yang

bersangkutan.32

Ada beberapa faktor penyebab yang paling mempengaruhi timbulnya

kejahatan anak, yaitu :

a. Faktor lingkungan

b. Faktor ekonomi/ sosial

c. Faktor psikologis

Sementara dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

ditegaskan bahwa seseorang dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya karena

adanya kesadaran diri dari yang bersangkutan dan ia juga telah mengerti bahwa

perbuatan itu terlarang menurut hukum yang berlaku. Tindakan kenakalan yang

dilakukan oleh anak-anak merupakan manifestasi dari kepuberan remaja tanpa ada

maksud merugikan orang lain seperti yang diisyaratkan dalam suatu perbuatan

kejahatan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

dimana pelaku harus menyadari akibat dari perbuatannya itu serta pelaku mampu

bertanggung jawab terhadap perbuatannya tersebut.

3. Pengertian Tentang Lalu Lintas dan Kecelakaan Lalu Lintas

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan yang dibentuk mempunyai tujuan agar terwujudnya pelayanan

lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, tertib, lancar dan terpadu dengan moda

angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional serta terwujudnya etika

dalam berlalu lintas dan terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum

bagi masyrakat. Dengan adanya Undang-undang yang mengatur lalu lintas dan

(24)

angkutan jalan ini dapat menyeimbangkan antara peranan transportasi saat ini

dengan adanya permasalahan mengenai transportasi tersebut.

Pada perkembangannya, lalu lintas jalan dapat menjadi masalah bagi

manusia, karena semakin banyaknya manusia yang bergerak atau

berpindah-pindah dari satu tempat ketempat lainnya, dan semakin besarnya masyarakat yang

menggunakan sarana transportasi angkutan jalan, maka hal inilah yang akan

mempengaruhi tinggi rendahnya angka kecelakaan lalu lintas.

Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan perlu diselenggarakan

secara berkesinambungan dan terus ditingkatkan agar daya jangkau dan

pelayanannya lebih luas kepada masyarakat, dengan memperhatikan

sebesar-besarnya kepentingan umum dan kemampuan masyarakat, kelestarian lingkungan,

kordinasi antara wewenang pusat dan daerah antara instansi, sektor, dan unsur

yang terkait serta terciptanya keamanan dan ketertiban dalam menyelenggarakan

lalu lintas dan angkutan jalan, sekaligus mewujudkan sistem transportasi nasional

yang handal dan terpadu.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan

suatu peristiwa yang terjadi dijalan raya secara tidak disangka dan tidak disengaja

yang mengakibatkan korban manusia maupun harta benda33. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan

Pasal 93 menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan

yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan yang

33

(25)

sedang bergerak dengan atau tanpa pemakai jalan raya lainnya, mengakibatkan

korban manuia dan kerugian harta34.

Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan

angkutan jalan, menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa

dijalan yang tidak di duga dan tidak disengaja melibatkan korban manusia

dan/atau kerugian harta benda. Menurut pengertian umum, kecelakaan lalu lintas

merupakan suatu peristiwa yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja

melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, yang

mengakibatkan korban manusia (mengalami luka ringan, luka berat dan

meninggal) dan harta benda35. Pasal 24 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan menyebutkan bahwa:

1. Untuk keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas dan

angkutan jalan, setiap orang yang menggunakan jalan wajib :

a. Berperilaku tertib dengan mencegah hal-hal yang dapat merintangi,

membahayakan kebebasan dan keselamatan lalu lintas atau yang dapat

menimbulkan kerusakan jalan dan bangunan di jalan.

b. Menempatkan kendaraan atau benda-benda lainnya di jalan sesuai

dengan peruntukannya.

2. Pengemudi dan pemilik kendaraan bertanggung jawab terhadap kendaraan

berikut muatannya yang ditinggalkan dijalan36

Pengemudi dan pemilik kendaraan seharusnya lebih berhati-hati dalam

melaju di jalan agar tidak terjadinya hal-hal yang tak diinginkan. Selain itu

pembinaan di bidang lalu lintas jalan yang meliputi aspek-aspek pengaturan,

34

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

35

(26)

pengendalian dan pengawasan lalu lintas tersebut harus ditujukan untuk

keselamatan, keamanan, dan kelancaran lalu lintas. Contoh dari hasil pemeriksaan

dan penulisan Tim Unit Laka Lantas, faktor dominan yang mengakibatkan

kecelakaan lalu lintas tersebut adalah37: 1. Faktor Manusia

Pengemudi kendaraan Bus Pariwisata Fajar Transport No. Pol :

B-7601-WB lalai tidak memeriksa layak jalan kendaraan tersebut sebelum

mengemudikan kendaraannya

2. Faktor Kendaraan

Dari hasil pemeriksaan Saksi Ahli Mekanik dari PT. Srikandi Diamond

Motors menerangkan bahwa kondisi kendaraan Bus Pariwisata Fajar

Transport No.Pol : B-7601-WB adalah sebagai berikut :

a. Sistem Rem tidak layak karena minyak rem dalam tangki minyak

rem kosong, dan tidak ditemukan tumpahan minyak rem pada

komponen Brake Whell silinder belakang kiri kanan dan deoan kiri

dalam kondisi tidak ada tumpahan minyak rem, tetapi ditemukan

ada rembesan pada Whell silider depan kanan.

b. Rem tidak bekerja dengan sempurna, karena sistem hidrolik tidak

berfungsi disebabkan ada udara masuk ke dalam sistem brake

master, yang mengakibatkan terjadinya angin palsu pada sistem

pengereman sehingga rem kendaraan tersebut BLONG.

3. Faktor Jalan

a. Jalan menurun dan menikung;

37

(27)

b. Instansi terkait/PU/Bina marga kurang tanggap karena tidak adanya

lampu penerangan jalan umum;

c. Instansi terkait/Dishub kurang tanggap karena tidak ada rambu-rambu

peringatan, perintah atau larangan;

d. Faktor lingkungan/cuaca :

i. Keadaan cuaca cerah, sore hari;

ii. Arus lalu lintas di TKP sedang.

F.Metode Penelitian

Metode penelitian diperlukan agar tujuan penelitian dapat lebih terarah dan

dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Ada 2 (dua) macam tipologi yang

lazim digunakan yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris.

metode penelitian yang dipakai dalam sekripsi ini adalah :

1. Jenis Penelitian

Penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis normatif atau

penelitian kepustakaan atau penelitian hukum doktrinal yang dapat diartikan

sebagai penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka dan bahan

sekunder.38 Metode penelitian hukum normatif pada penulisan skripsi ini menggunakan beberapa penelitian hukum yaitu penelitian asas-asas hukum dan

penelitian untuk menemukan hukum in concreto.39

Penelitian terhadap asas-asas hukum dilakukan terhadap norma-norma

hukum yaitu yang merupakan patokan untuk bertingkah laku yang terdapat dalam

38

(28)

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder Penelitian hukum yang

dilakukan juga didukung oleh data empiris.40

2. Sumber Data

Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data sekunder

dan data primer. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini mencakup

bahan-bahan yaitu:

a. Bahan-bahan hukum primer yaitu :

1.) Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak;

2.) Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan

Jalan;

3.) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan

Lalu Lintas.

4.) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 Tentang Kendaraan

dan Pengemudi.

5.) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman

Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur

12 Tahun.

6.) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 Tentang

Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana

Anak.

40

(29)

b. Bahan-bahan hukum sekunder, seperti buku-buku referensi yang

berkaitan dengan judul skripsi, artikel atau jurnal hukum, laporan atau

hasil penelitian dan sebagainya yang diperoleh melalui media cetak

maupun media elektronik.

c. Bahan-bahan hukum tersier, yaitu bahan penunjang yang memberikan

informasi tentang bahan primer dan sekunder. Bahan hukum tersier

lebih dikenal dengan bahan acuan di bidang hukum atau bahan rujukan

di bidang hukum, misalnya: biografi hukum, ensiklopedi hukum,

kamus, direktori pengadilan, dan lain sebagainya.

3. Metode Pengumpulan Data

Penulisan skripsi ini menggunakan metode Library Research (Penelitian

Kepustakaan). Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan

mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur,

catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang akan

dipecahkan, dan di dukung oleh data Empiris yang ada di lapangan.

4. Analisis Data

Metode analisis yang akan digunakan untuk penelitian hukum normatif ini

adalah dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Perolehan data dari

analisis kualitatif ini ialah diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan

teknik pengumpulan data yang bermacam-macam (triangulasi). Data kualitatif

(30)

Penelitian kualitatif dan analisa data lebih difokuskan selama proses di lapangan

bersamaan dengan pengumpulan data.

G.Sistematika Penulisan

Sistematikan penulisan bertujuan memberikan gambaran secara

menyeluruh sesuai dengan aturan dan penulisan karya ilmiah, maka penulisan

dibuat secara sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan ini

adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab I ini berisikan Pendahuluan yang menguraikan Latar Belakang,

Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan,

Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.

BAB II PENGATURAN MENGENAI KECELAKAAN LALU LINTAS DI

DALAM UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 2009 TENTANG

LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN

Bab ini menguraikan mengenai tinjauan umum tentang peraturan lalu

lintas di jalan raya, faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu

lintas, serta pengaturan pemidanaan kecelakaan lalu lintas di jalan dalam

Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan, selanjutnya di dalam bab ini di bahas mengenai upaya pencegahan

dan penanggulangan kecelakaan lalu lintas dan sistem berkeselamatan lalu

lintas di jalan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu

(31)

BAB III PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK DALAM

KECELAKAAN LALU LINTAS

Bab ini menguraikan tentang hasil dan pembahasan, yaitu pertama

mengenai pelaksanaan Diversi berdasarkan Undang-Undang No.11 Tahun

2012 yang terdiri dari konsep diversi dalam sistem pemidanaan anak, dan

peran penegak hukum dalam pelaksanaan diversi di lihat dari

Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Pemidanaan Anak, kedua

pertanggung jawaban pidana anak dalam kasus kecelakaan lalu , dan yang

ketiga adalah penerapan diversi pada kasus kecelakaan lalu lintas oleh

anak sebagai pelaku (studi kasus Pengadilan Negeri Medan).

BAB IV HAMBATAN PELAKSANAAN PROSES DIVERSI DALAM

KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS OLEH ANAK SEBAGAI

PELAKU DI PENGADILAN NEGERI MEDAN

Bab ini menguraikan mengenai hasil dan pembahasan tentang hambatan

apa saja yang dialami dalam proses pelaksanaan diversi dalam kecelakaan

lalu lintas oleh anak sebagai pelaku di Pengadilan Negeri Medan, kedua

bagaimana upaya dalam mengatasi hambatan pelaksanaan diversi di

Pengadilan Negeri Medan dan ketiga adalah apakah konsep diversi ini di

jalankan oleh Hakim dalam mengatasi permasalahan pidana anak

khususnya dalam kasus kecelakaan lalu lintas.

BAB V PENUTUP

Bab penutup ini berisi mengenai kesimpulan dari bagian awal hingga

(32)

ini, dan saran-saran yang penulis kemukakan dalam kaitannya dengan

Referensi

Dokumen terkait

Lari 100 meter dengan waktu yang sangat singkat membutuhkan kekuatan bukan hanya dari kekuatan otot tungkai tetapi hampir semua anggota tubuh termasuk otot

Untuk menganalisis pengaruh kompetensi terhadap kinerja perawat dalam kesiapsiagaan triase dan kegawatdaruratan pada korban bencana massal di Puskesmas Langsa Baro Kota Langsa

Pada kesempatan yang baik ini, tak lupa penulis menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, nasehat

Ada perubahan konstruksi dari gabungan verba + nomina dalam bahasa Inggris menjadi satu kata verba yaitu refined.. (b) Kata majemuk berafiks yang pangkalnya berupa bentuk

Mursyanti, M.Si., selaku Dekan Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, yang telah memberi movitasi bagi penulis selama penelitian.. Ekawati P, S.Si,

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dimulai sejak barang dirancang

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dimulai sejak barang dirancang

(1) setiap orang yang memproduksi pangan olahan tertentu untuk diperdagangkan wajib menyelenggarakan tata cara pengolahan pangan yang dapat menghambat proses