BAB III
PENERAPAN DIVERSI DI PENGADILAN NEGERI MEDAN TERHADAP
ANAK SEBAGAI PELAKU DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS A.Pengaturan Diversi dalam Sistem Hukum Peradilan Pidana Anak
1. Pelaksanaan Diversi Berdasarkan Peraturan yang Berlaku di
Indonesia
Sistem pemidanaan merupakan aturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan sanksi pidana dan pemidanaan (the statutory rules relating
to penal sanction and punishment). Sistem pemidanaan dimaksud dapat dilihat
dari sudut fungsional dan sudut norma substansional. Dari sudut fungsional
diartikan sebagai keseluruhan sistem yang mengatur tentang bagaimana hukum
pidana ditegakkan secara konkrit sehingga seseorang dijatuhi sanksi pidana.
Sistem pemidanaan demikian identik dengan sistem penegakkan hukum pidana
yang terdiri dari substansi hukum pidana materiil, substansi hukum pidana formal,
dan substansi hukum pelaksanaan pidana. Sistem pemidanaan fungsional dapat
diartikan pula sebagai sistem pemidanaan dalam arti luas.148
Dilihat dari sudut norma-substantif, sistem pemidanaan dapat diartikan
sebagai keseluruhan sistem norma hukum pidana materiil untuk menjatuhkan dan
pelaksana pidana. Sistem pemidanaan dalam arti substantif diartikan pula sebagai
sistem pemidanaan dalam arti sempit, yaitu menyangkut masalah aturan/ketentuan
tentang penjatuhan pidana.149
Sistem peradilan pidana anak merupakan suatu sistem penegakkan hukum
pidana anak yang dilaksanakan secara terpadu oleh 4 (empat) subsistem
148
Nandang Sambas,” Pembaruan Sistem Pidana Anak di Indonesia”, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010. Hal : 1
149
kekuasaan, yaitu kekuasaan penyidikan, kekuasaan penuntutan, kekuasaan
mengadili/ menjatuhkan pidana, dan kekuasaan eksekusi atau pelaksanaan pidana,
berdasarkan hukum pidana materil anak, hukum pidana formal anak, dan hukum
pelaksanaan pidana anak, serta aktivitas dalam penegakan hukum pidana anak ini
lebih menekankan pada kepentingan perlindungan anak dan tujuan kesejahteraan
anak.150
Kebijakan penjatuhan pidana (khususnya pidana perampasan kemerdekaan)
terhadap anak menunjukkan adanya kecenderungan bersifat merugikan
perkembangan perkembangan jiwa anak di masa mendatang. Kecenderungan
bersifat merugikan ini akibat keterlibatan anak dalam peroses peradilan pidana
anak, dan dapat disebabkan akibat dari efek penjatuhan pidana yang berupa
stigma. Efek negatif pada anak akibat keterlibatan anak dalam proses peradilan
pidan dapat berupa peenderitaan fisik dan emosional seperti ketakutan,
kegelisahan, gangguan tidur, gangguan nafsu makan maupun gangguan jiwa.
Terjadinya efek negatif ini disebabkan oleh adanya proses peradilan pidana, baik
sebelum pelaksanaan sidang, saat pemeriksaan perkara, dan efek negatif
keterlibatan anak dalam pemeriksaan perkara pidana.151
Sistem pemidanaan anak berupa penjara sangatlah memberikan efek negatif
bagi tumbuh kembang seorang anak untuk itu diperlukan solusi cerdas untuk
mengatasi permasalahan tersebut agar anak dapat dijauhi dari efek negatif
pemidanaan. Untuk itu diversi diperlukan sebagai solusi untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut.
150
Setya Wahyudi,”Implementasi Ide Diversi dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia”, Genta Publishing, Yogyakarta, 2011. Hal.37
151
Ide diversi dicanangkan dalam United Nations Standard Minimum Rules
for the Administration of Juvenile justice (SMRJJ) atau The Beijing Rules
(Resolusi Majelis Umum PBB 40/30 tanggal 29 November 1985), dimana diversi
(Diversion) tercantum didalam Rule 11.1, 11.2 dan Rule 17.4. Berdasarkan
United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile
justice (SMRJJ) (The Beijing Rules), diversi adalah pemberian kewenangan
kepada aparat pengak hukum untuk mengambil tindakan-tindakan kebijaksanaan
dalam menangani atau menyelesaikan masalah pelanggaran anak dengan tidak
mengambil jalan formal antara lain menghentikan atau tidak
meneruskan/melepaskan dari proses peradilan pidana atau
mengembalikan/menyerahkan kepada masyarakat dan bentuk-bentuk kegiatan
pelayanan sosial lainnya. Penerapan diversi dapat dilakukan di dalam semua
tingkatan pemeriksaan, dimaksudkan untuk mengurangi dampak negatif
keterlibatan anak dalam proses peradilan tersebut.152
Istilah diversi di Indonesia pernah di munculkan dalam perumusan hasil
seminar nasional peradilan pidana anak yang diselenggarakan oleh fakultas
hukum Universitas Padjadjaran Bandung pada Tanggal 5 Oktober 1996. Di dalam
perumusan hasil seminar disepakati antara lain, diversi yaitu kemungkinan hakim
menghentikan atau mengalihkan atau tidak meneruskan pemeriksaan perkara dan
pemeriksaan di muka sidang. Pengertian diversi di Indonesia dapat dilihat di
dalam dokumen pelatihan untuk polisi. Manual pelatihan untuk polisi
menyebutkan diversi adalah ide pemikiran tentang pengalihan proses formal
152
pemeriksaan perkara anak kepada proses informal dalam bentuk program-program
diversi, jika memenuhi syarat-syarat tertentu.153
Diversi didalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 adalah pengalihan
penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar
peradilan pidana. Ide diversi sebagai bentuk pengalian atau penyampingan
penanganan kenakalan anak yang bersifat pelayanan kemasyarakatan, dan ide
diversi dilakukan untuk menghindarkan anak pelaku dari dampak negatif praktek
penyelenggaraan peradilan pidana anak. Program diversi memberikan keuntungan
pada masyarakat dalam penanganan yang awal dan cepat terhadap pelaku
menyimpang. Penanganan awal ini juga menghemat biaya yang dikeluarkan oleh
polisi setempat. Anak pelaku tindak pidana tersebut akan diberi petunjuk oleh
polisi, pembina pidana bersyarat remaja, petugas departemen kehakiman, dan
sekolah menghubungi polisi, kemudian remaja secara sukarela mengikuti
konsultasi dan atau pendidikan yang cocok dan kegiatan sosial kemasyarakatan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Sri Wahyuni Batu Bara,
SH,MH.154 Seorang anak harus menjalani proses diversi karena anak adalah aset bangsa yang harus dilindungi kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya
walaupun anak tersebut merupakan seorang pelaku tindak pidana, anak haruslah
memperoleh perlindungan hukum sebab kesalahan anak adalah kesalahan orang
tua yang mendidiknya maupun lingkungannya dan agar perampasan kemerdekaan
153
Ibid, Hal. 58
154
dan pemidanaan merupakan upaya hukum terakhir bagi anak pelaku tindak
pidana.155
Manfaat pelaksanaan program diversi bagi pelaku anak, dapat
dikemukakan sebagai berikut :
a. Membantu anak-anak belajar dari kesalahannya melalui intervensi
selekas mungkin.
b. Memperbaiki luka-luka karena kejadian tersebut, kepada keluarga
korban dan masyarakat.
c. Kerjasama dengan pihak orang tua, pengasuh, dan diberi nasihat hidup
sehari-hari.
d. Melengkapi dan membangkitkan anak-anak untuk membuat keputusan
untuk bertanggung jawab.
e. Berusaha untuk mengumpulkan dana untuk restitusi kepada korban.
f. Memberikan tanggung jawab anak atas perbuatannya, dan memberikan
pelajaran tentang kesempatan untuk mengamati akibat-akibat dan efek
kasus tersebut.
g. Memberikan pilihan bagi pelaku untuk berkesempatan menjaga agar
tetap bersih atas catatan kejahatan.
h. Mengurangi beban pada peradilan dan lembaga penjara.
i. Pengendalian kejahatan anak/remaja.
Tujuan diversi di dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 disebutkan
bahwa diversi dilaksanakan untuk :
a. Mencapai perdamaian antara korban dan Anak;
155
b. Menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;
c. Menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;
d. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
e. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.156
Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 pasal 7 meyebutkan bahwa terdapat
beberapa tahap pelaksanaan diversi yaitu pada tahap penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi,
mengenai teknis pelaksanaan diversi ini diatur di dalam Pemerintah No. 65 tahun
2015.
Syarat-syarat pelaksanaan diversi seperti yang terdapat didalam Pasal 7
ayat 2 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 dan Pasal 3 ayat 2 Peraturan
Pemerintah No. 65 Tahun 2015 yaitu, diversi dapat dilaksanakan apabila
mendapat persetujuan dari para pihak dan hanya dalam hal tindak pidana yang
dilakukan oleh anak yang ancaman hukumannya dibawah 7 (tujuh) tahun dan
bukan pengulangan tindak pidana.157 Pengulanagan tindak pidana atau residivis dalam hukum positif adalah dikerjakannya suatu tindak pidana oleh seseorang
sesudah ia melakukan tindak pidana lain yang telah mendapat keputusan akhir.158 Dari sudut ilmu pengetahuan hukum pidana, pengulangan tindak pidana
dibedakan atas 3 jenis, yaitu :
a.) General residive (pengulangan umum), Tindak pidana yang termasuk
dalam pengulangan umum ini adalah tindak pidana yang dilakukan
seseorang yang telah diputuskan oleh pengadilan dengan putusan
156
Pasal 6 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
157
Hasil Wawancara dengan Ibu Sri Wahyuni Batu Bara SH,MH. Hakim yang telah bersertifikasi hakim anak di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 05-01-2017.
158
pemidanaan karena suatu tindak pidana yang dilakukannya, kemudian
menjalani pidana baik sebagian atau seluruhnya, belum melampaui waktu
5 (lima) tahun ia melakukan lagi tindak pidana yang berupa tindak pidana
apapun. Misalnya tindak pidana pertama yang dilakukan adalah tindak
pidana pencurian sedangkan tindak pidana berikutnya adalah pembunuhan.
b.) Special residive (pengulangan khusus) Tindak pidana yang termasuk
dalam pengulangan khusus ini adalah tindak pidana yang dilakukan
seseorang yang telah diputuskan oleh pengadilan dengan putusan
pemidanaan karena suatu tindak pidana yang dilakukannya, kemudian
menjalani pidana baik sebagian atau seluruhnya, belum melampaui waktu
5 (lima) tahun, ia melakukan lagi tindak pidana yang sama atau sejenis
dengan tindak pidana yang pertama.
c.) Tussen stelsel Tindak pidana yang termasuk dalam pengulangan umum ini
adalah tindak pidana yang dilakukan seseorang yang telah diputuskan oleh
pengadilan dengan putusan pemidanaan karena suatu tindak pidana yang
dilakukannya, kemudian menjalani pidana baik sebagian atau seluruhnya,
belum melampaui waktu 5 (lima) tahun ia melakukan lagi tindak pidana
yang berupa tindak pidana yang masih dalam satu kualifikasi tindak
pidana yang pertama. Misalnya tindak pidana pertama yang dilakukan
adalah tindak pidana pencurian sedangkan tindak pidana berikutnya adalah
tindak pidana pencurian pada malam hari.159
159
Pasal 9 ayat 2 UU No. 11 Tahun 2011, Diversi dalam pelaksanaanya harus
mendapatkan persetujuan korban dan/atau Keluarga korban serta kesediaan Anak
dan Keluarganya, kecuali untuk :
a.) Tindak pidana yang berupa pelanggaran
b.) Tindak pidana ringan
c.) Tindak pidana tampa korban
d.) Nilai kerugiannya tidak melebihi dari upah minimun provinsi setempat
Proses diversi dalam pelaksanaannya wajib mempertimbangkan
kepentingan korban, kesejahteraan dan tanggung jawab anak, penghindaran
stigma negatif, penghindaraan pembalasan, keharmonisan masyarakat, kepatutan,
kesusilaan, dan ketertiban umum.160 Didalam penjelasan Pasal 6 Ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan
Penanganan Anak yang Belum berumur 12 (Dua Belas) Tahun dijelaskan yang
dimaksud dengan :
a.) Kepentingan Korban adalah hak dari Korban atau Anak Korban harus
diperhatikan secara proporsional.
b.) Kesejahteraan dan tanggung jawab Anak adalah anak tetap diberikan
hak-haknya namun tetap dilakukan pembinaan atas kesalahannya agar
Anak tidak lepas dari tanggung jawab untuk melaksanakan
kesepakatan Diversi.161
Pelaksanaan diversi oleh penyidik, penuntut umum, dan hakim harus
melakukan 4 pertimbangan dalam pelaksanaan diversi yaitu pertama, ketentuan
160
Pasal 8 ayat 3 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
161
kategori tindak pidana yaitu ketentuan yang merupakan indikator bahwa semakin
rendah ancaman pidana semakin tinggi prioritas diversi, diversi tidak
dimaksudkan untuk dilaksanakan terhadap pelaku tindak pidana yang serius,
misalnya pembunuhan, pemerkosaan, pengedar narkoba, dan terorisme yang
diancam diatas 7 (tujuh) tahun, kedua yaitu umur anak, umur anak dalam
ketentuan ini untuk menentukan prioritas pemberian diversi semakin muda umur
anak semakin tinggi prioritas diversi, ketiga adalah hasil penelitian
kemasyarakatan dari Bapas, dan keempat adalah Dukungan lingkungan keluarga
dan masyarakat.162
Selama proses diversi sampai dengan kesepakatan diversi dilaksanakan,
Pembimbing Kemasyrakatan wajib melakukan pendampingan, pembimbingan dan
pengawasan.163 Anak harus ditempatkan atau didampingi oleh orang tua/wali selama menjalani proses diversi dan apabila anak tersebut tidak memiliki orang
tua atau wali maka anak tersebut ditempatkan di LPKS. Selanjutnya apabila
diversi telah mencapai kesepakatan maka hasil kesepakatan diversi dituangkan
kedalam Surat Kesepakatan Diversi dan harus di tetapkan oleh Ketua Pengadilan
Negeri di wilayah tempat terjadinya perkara atau di wilayah tempat kesepakatan
Diversi dibuat.164
PERMA No. 4 Tahun 2014 Pasal 4 ayat 2 Pelaksanaan diversi harus di
hadiri oleh Pihak-pihak di dalam proses pelaksanaan diversi yang terdiri dari :
a.) Anak dan orang tua/wali atau pendampingnya
b.) Korban dan/atau orang tua/walinya
162
Penjelasan Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
163
Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
164
c.) Pembimbing Kemasyarakatan
d.) Pekerja Sosial Profesional
e.) Perwakilan Masyarakat
f.) Pihak-pihak terkait lainnya yang dipandang perlu untuk dilibatkan dalam
Musyawarah Diversi.165
2. Tahapan dalam Proses Diversi
Dalam menangani perkara Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi,
Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga
Kesejahteraan Sosial, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Advokat atau
pemberi bantuan hukum lainnya wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi
Anak dan mengusahakan suasana kekeluargaan tetap terpelihara.166 A.)Tahap Penyidikan
Penyidikan terhadap perkara Anak dilakukan oleh Penyidik yang
ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia dengan kriteria penyidik yaitu :
1.) Telah berpengalaman sebagai penyidik.
2.) Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak.
3.) Telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.
Pelaksanaan diversi pada tahap penyidikan dapat dilakukan dengan cara
musyawarah yang melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang
tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan dan pekerja sosial profesional
berdasarkan pendekatan keadilan restoratif. Pasal 29 Undang-Undang No. 11
165
PERMA No. 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.
166
tahun 2012, diversi dapat dilakukan penyidik dalam hal ini pihak kepolisian
melakukan diskresi kebijakan Penyidik Anak dalam menetapkan suatu perkara
anak pelaku tindak pidana, tidak dilanjutkan pemeriksaanya dengan pertimbangan
hukum yang sesuai dengan perundang-undangan dan demi kepentingan terbaik
bagi anak. Oleh karena itu penyidik berwenang untuk melakukan diskresi dengan
dikeluarkan surat penetapan penghentikan penyidikan.
Penyidikan terhadap perkara Anak, Penyidik wajib meminta pertimbangan
atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana dilaporkan
atau diadukan. Dalam hal dianggap perlu, Penyidik dapat meminta pertimbangan
atau saran dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agama, Pekerja Sosial
Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan tenaga ahli lainnya. Dalam
melakukan pemeriksaan terhadap Anak Korban dan Anak Saksi, Penyidik wajib
meminta laporan sosial dari Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan
Sosial setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan.167
Penyidik menyampaikan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dan
berkoordinasi dengan penuntut umum dalam jangka waktu 1 x 24 (satu kali dua
puluh empat jam) sejak surat perintah penyidikan diterbitkan dan sejak
dimulainya penyidikan.168 Penyidik memberitahu dan menawarkan penyelesaian perkara melalui diversi kepada Anak dan/atau orang tua/wali, korban atau Anak
Korban dan/atau orang tua/wali dalam jangka waktu 7 x 24 (tujuh kali dua puluh
empat jam) sejak dimulainya penyidikan. Jika semua pihak sepakat melakukan
diversi, penyidik menentukan tanggal dimulainya musyawarah diversi.
167
Pasal 27 Undang-undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
168
Hasil kesepakatan diversi dituangkan kedalam bentuk Surat Kesepakatan
dan hasil dari kesepakatan diversi harus ditetapkan oleh Pengadilan Negeri di
wilayah tempat terjadinya perkara atau di wilayah tempat kesepakatan Diversi.169 Musyawarah diversi pada tahap penyidikan dipimpin oleh Penyidik sebagai
fasilitator dan Pembimbing Kemasyarakatan sebagai wakil fasilitator.170 Jika musyawarah diversi mencapai kesepakatan Surat Kesepakatan Diversi
ditandatangani oleh Anak dan/atau orang tua/wali, korban, Anak Korban, dan/atau
orang tua/wali, penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial,171 selanjutnya penyidik menyampaikan Surat Kesepakatan Diversi dan Berita Acara
Diversi Kepada atasan langsung penyidik dan dalam jangak waktu 3 (tiga) hari
terhitung sejak tanggal dicapainya kesepakatan diversi atasan langsung Penyidik
mengirimkan Surat Kesepakatan Diversi dan berita acara Diversi kepada Ketua
Pengadilan Negeri untuk memperoleh penetapan.172 Sedangkan apabila proses musyawarah diversi tidak mencapai kesepakatan, maka penyidik harus membuat
laporan dan berita acara proses diversi dan mengirimkan berkas kepada penuntut
umum serta melanjutkan proses persidangan pidana.173 B.)Tahap Penuntutan
Proses diversi pada tahap penuntutan dilakukan apabila pada tahap
penyidikan diversi gagal dilakukan dan tidak memperoleh kesepakatan diversi.
Dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai penyidik menyerahkan tanggung
169
Pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum berumur 12 (Dua Belas) Tahun.
170
Pasal 16 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum berumur 12 (Dua Belas) Tahun.
171
Pasal 18 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum berumur 12 (Dua Belas) Tahun.
172
Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum berumur 12 (Dua Belas) Tahun.
173
jawab atas anak dan barang bukti kepada Penuntun Umum.174 Pelaksanaan diversi pada tahap penuntutan dilakukan oleh Penuntut Umum, dengan melibatkan Anak
dan Orang Tua/Walinya, Korban atau Anak Korban dan/atau orang tua/walinya.
175
Pelaksanaan diversi dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal dimulainya diversi. Diversi pada tahap penuntutan
dipimpin oleh Penuntut umum sebagai fasilitator dan Pembimbing
Kemasyarakatan sebagai wakil fasilitator dan dapat melibatkan masyarakat.176 Proses diversi pada tahap penuntutan apabila telah mencapai kesepakatan
maka Surat Kesepakatan Diversi ditandatangani oelh anak dan/atau orang
tua/Wali, Anak Korban dan/atau orang tua/wali, Penuntut Umum, Pembimbing
Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional serta dicatat kedalam berita acara
Diversi.177 Selanjutnya penuntut umum menyampaikan Surat Kesepakatan Diversi dan Berita Acara Diversi kepada atasan langsung Penuntut Umum. Dalam jangka
waktu 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal dicapainya kesepakatan diversi, atasan
langsung Penuntut Umum mengirimkan Surat Kesepakatan Diversi dan berita
acara Diversi kepada ketua Pengadulan Negeri untuk memperoleh
penetapan,178dan Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan kesepakatan Diversi sekaligus menetapkan status barang bukti dalam jangka waktu 3 (tiga )
174
Pasal 31 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum berumur 12 (Dua Belas) Tahun.
175
Pasal 33 ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum berumur 12 (Dua Belas) Tahun.
176
Pasal 34 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum berumur 12 (Dua Belas) Tahun.
177
Pasal 36 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum berumur 12 (Dua Belas) Tahun.
178
hari terhitung sejak tanggal kesepakatan Diversi dan berita acara diterima.179 Apabila musyawarah diversi tidak mencapai kesepakatan, Penuntut Umum
membuat laporan dan berita acara proses diversi dan melimpahkan perkara
Diversi kepada Pengadilan.180
C.)Tahap Pemeriksaan di Pengadilan
Tahap pemeriksaan dipengadilan dilakukan apabilan proses diversi tingkat
penuntutan tidak berjalan dengan baik atau tidka mencapai kesepakatan. Setelah
berkas dilimpahkan ke Pengadilan Negeri katua pengadilan dalam jangka waktu 3
(tiga) hari terhitung sejak tanggal pelimpahan perkara diterima dari Penuntut
Umum.181
Hakim dalam pelaksanaan proses diversi adalah hakim anak seperti yang
terdapat di dalam pasa1 1 angka 10 bahwa di dalam Undang-Undang No 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak hakim adalah hakim Anak.
Hakim Anak adalah hakim yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung yang
berwenang memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara Anak Nakal di
Pengadilan.182
Berkaitan dengan hakim anak, dalam Pasal 10 Undang-Undang No. 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak ditentukan syarat-syarat untuk dapat
ditetapkan sebagai Hakim Anak yaitu :
a.) Telah berpengalaman sebagai hakim di Pengadilan dalam lingkungan
Pengadilan Umum, dan
179
Pasal 38 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum berumur 12 (Dua Belas) Tahun.
180
Pasal 35 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum berumur 12 (Dua Belas) Tahun.
181
Pasal 49 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum berumur 12 (Dua Belas) Tahun.
182Sri Sutatiek, “
b.) Mempunyai minat perhatian, dedikasi, dan memahami masalah
anak.183
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak secara tersirat dapat dipahami bahwa Hakim Anak mempunyai
peran besar dalam mengemban amanat penanganan anak nakal berdasarkan
kepentingan terbaik anak. Undang-undang memberikan peran aktif dan dominan
kepada hakim anak dalam proses pemidanaan, dibandingakan dengan peran
penyidik, dan Penuntut Umum. Karena itu titik sentral penanganan anak nakal
bertitik tumpu pada pada kebijaksanaan hakim anak. Jika Hakim anak tidak
memahami kondisi anak dalam perpektif perlindungan dan kesejahteraan anak
serta teknis yudisial pengadilan anak maka hakim akan terjebak pada pola
penerapan yang sama dengan sistem peradilan orang dewasa.184
Proses diversi dalam pemeriksaan di pengadilan dilakuakan dengan
melalui musyawarah diversi.185 Pelaksanaan musyawarah diversi di pengadilan melibatkan Hakim, Anak dan/atau Orang tau/Wali, Pembimbing Kemasyarakatan,
dan Pekerja Sosial profesional serta dapat melibatkan masyarakat yang terdiri atas
tokoh agama, guru, tokoh masyarakat, pendamping dan/atau Advokat atau
Pemberi Bantuan Hukum.186
Musyawarah diversi dilakukan oleh hakim sebagai fasilitator dan
Pembimbing Kemasyarakatan sebagai wakil fasilitator. Dalam proses
musyawarah diversi mencapai kesepakatan, Surat Kesepakatan Diversi ditanda
183
Ibid, Hal. 16
184
Ibid, Hal. 4
185
Pasal 51 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum berumur 12 (Dua Belas) Tahun.
186
tangani oleh anak dan/ atau Orang tua/Wali, korban, Anak Korban dan atau Orang
Tua/ Wali, hakim, Pembimbing kemasyarakatan dan pekerja sosial profesional
dan pelaksanaan diversi dicatat dalam berita acara Diversi. Selanjutnya Surat
Kesepakatan Diversi dan berita acara Diversi oleh hakim yang menangani
perkara tersebut disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua
Pengadilan Negeri memintakan Hakim untuk menerbitkan penetapan penghentian
pemeriksaan perkara berdasarkan pelaksanaan kesepakatan Diversi.187
Tahapan Musyawarah diversi di pengadilan menurut PERMA No.4 Tahun
2004 adalah :
1.) Persiapan Diversi :
a.) Setelah ketua pengadilan mengeluarkan penetapan untuk
melaksanakan diversi, hakim yang ditunjuk sebagai fasilitatator diversi
mengeluarkan penetapan hari Musyawarah diversi.
b.) Hakim memerintahkan Penuntut umum untuk mengadirkan para pihak
dalam diversi.
2.) Tahapan Musyawarah diversi
a.) Musyawarah diversi dibuka oleh fasilitator diversi
b.) Fasilitator diversi menjelaskan tugas fasilitator diversi
c.) Fasilitator diversi menjelaskan secara ringkas dakwaan dan
pembimbing kemasyarakatan memberikan informasi tentang perilaku
dan keadaan sosial anak serta memberikan saran untuk memperoleh
penyelesaian.
187
d.) Fasilitator diversi wajib memberikan kesempatan bagi anak untuk di
dengan keterangannya perihal dakwaan. Orang tua/wali untuk
menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan anak dan
bentuk penyelesaiannya.
e.) Pekerja soaial profesional memberikan informasi tentang keadaan
sosial anak korban dan memberikan saran untuk memperoleh
penyelesaian.
f.) Bila dipandang perlu fasilitator diversi dapat memanggil perwakilan
masyarakat maupun pihak lain.
g.) Bila dipandang perlu, fasilitator diversi dapat melakukan pertemuan
terpisah dengan para pihak.
h.) Fasilitator diversi menuangkan hasil musyawarah kedalam
kesepakatan diversi.
i.) Penyusunan kesepakatan diversi, fasilitator diversi memperhatikan dan
mengarahkan agar kesepakatan diversi tidak bertentangan dengan
hukum, agama, kepatutan masyarakat setempat, kesusilaan atau
memuat hal-hal yang tidak dapat dilaksanakan oleh anak atau memuat
itikad tidak baik.
3. Pertanggung Jawaban Pidana Anak sebagai Pelaku dalam Kasus
Kecelakaan Lalu Lintas
Masalah pertanggung jawaban dan khususnya pertanggung jawaban
pidana berkaitan dengan beberapa hal. Permasalahannya antara lain :
b. Tingkat kemampuan bertanggung jawab: mampu, kurang mampu, tidak
mampu.
c. Batas umur untuk dianggap mampu atau tidak mampu bertanggung
jawab.188
Kemampuan bertanggung jawab merupakan salah satu unsur kesalahan
yang tidak dapat dipisahkan dengan dua unsur tindak pidana yang lain. Istilah
dalam bahasa Belanda adalah toerekeningsvatbaar, tetapi pompe lebih suka
menggunakan teorekeninbaar. Pertanggung jawaban yang merupakan inti dari
kesalahan yang di maksud didalam hukum pidana adalah pertanggung jawaban
menurut hukum pidana. Walaupun sebenarnya menurut hukum etika setiap orang
bertanggung jawab atas segala perbuatannya tetapi dalam hukum pidana yang
menjadi pokok permasalahan hanyalah tingkah laku yang mengakibatkan hakim
menjatuhkan hukuman pidana.189 KUHP mengatur mengenai ketentuan tentang arti kemampuan tentang arti kemampuan bertanggung jawab, yang berhubungan
dengan itu adalah Pasal 44 : “yaitu barang siapa melakukan perbuatan yang tidak
dapat dipertanggung jawaban kepadanya, karena jiwanya, cacat dalam tubuh atau
jiwa yang terganggu karena penyakit. Kalau tidak dapat
dipertanggungjawabkannya itu disebabkan karena hal lain, misalnya jiwanya tidak
normal karena masih sangat muda atau lain-lain, pasal tersebut tidak dapat di
pakai.190
Tentang kemampuan bertanggungjawab ini terdapat beberapa batasan
yang dikemukakan oleh para pakar, antara lain :
188 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, “Politik Hukum Pidana”, Pustaka
Belajar, Yogyakarta, 2005. Hal. 62
189
Ibid, Hal. 65.
190
a.) Simons, Kemampuan bertanggung jawab dapat diartikan suatu keadaan psikis
sedemikian rupa, sehingga penerapan suatu upaya pemidanaan, baik ditinjau
secara umum maupun dari sudut orangnya dapat dibenarkan, selanjutnya
dikatakan, seorang pelaku tindak pidana mampu bertanggung jawab apabila :
1.) Mampu mengetahui/menyadari bahwa perbuatannya bertentangan
dengan hukum.
2.) Mampu menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tadi.
b.) Van Hamel, kemampuan bertanggung jawab adalah keadaan normalitas
kejiwaan dan kematangan yang membawa tiga kemapuan, yaitu :
1.) Mengerti akibat/nyata dari perbuatan sendiri
2.) Menyadari bahwa perbuatannya tidak di perbolehkan oleh masyarakat
(bertentangan dengan ketertiban masyarakat).
3.) Mampu menentukan kehendaknya untuk berbuat.
c.) Pompe, batasannya memuat beberapa unsur tentang pengertian ini adalah :
1.) Kemampuan bersifat pada pelaku yang memungkinkan pelaku menguasai
fikirannya dan menentukan kehendaknya
2.) Pelaku dapat mengerti makna dan akibat tingkah lakunya
3.) Pelaku dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan pendapatnya
(tentang makna dan akibat tingkah lakunya).191
Hubungan pertanggungjawaban pidana dan sistem pertanggung jawaban bagi
seseorang yang usianya belum dewasa (anak-anak) didasarkan kepada
“kemampuan” bertanggung jawab. Selain itu ditentukan pula batas-batas umur
tertentu, misanya : anak dibawah umur 16 tahun, jika melakukan suatu tindak
191
pidana, tidak dipidana. Sistem yang mendasarkan kepada kemampuan
bertanggungjawab (kemampuan membedakan antara yang baik dan yang jelek),
dan batas usia tertentu bagi seseorang anak, tidak dianut lagi dalam hukum pidana
di Indonesia dewasa ini.192 Sistem pertanggung jawaban yang anut sekarang ialah sistem pertangung jawaban yang menyatakan bahwa semua anak, asal jiwanya
sehat dianggap mampu bertanggung jawab dan dapat dituntut. Namun terhadap
anak yang dimungkinkan untuk tidak dipidana, terutama bagi anak yang masih
sangat muda. Anak tersebut belum menginsyafi nilai maupun akibat serta
ketercelaan dari tindakannya, sehingga kesalahannya ditiadakan. Akan tetapi,
tidak harus diartikan bahwa undang-undang masih mengadakan pembeda antara
yang mampu dan tidak mampu bertanggung jawab.193
Kitab Undang-undang Hukum Pidana disamping dianut sistem yang
menyatakan semua anak mampu bertanggung jawab, asal jiwanya sehat, juga
dikenal batas usia sebelum 16 tahun (belum dewasa). Tetapi batas usia di sini
berbeda dengan batas usia pada sistem pertanggung jawaban yang di anut
sebelumnya. Jika batas usia 16 tahun berdasarkan sistem-sistem pertanggung
jawaban yang dianut sekarang, hakim dapat menjatuhkan pidana kepada
seseorang anak yang bersalah melakuakan suatu tindak pidana, maka batas usia
sebelumnya, anak tersebut tidak dipidana.194
Kitab Undang-undang Hukum Pidana jika seseorang anak belum berusia 16
tahun bersalah melakukan suatu tindak pidana, kepada hakim diberi kekusaan
untuk menentukan, apakah anak tersebut :
a. Dikembalikan kepada orang tuanya, tanpa pidana apapun.
192
Djoko Prakoso, “Hukum Penitensir Di Indonesia”, Liberty, Yogyakarta, 1988, Hal.162
193
Ibid, Hal.163
194
b. Atau memerintahkan agar yang bersalah diserahkan kepada pemerintahan
tanpa pidana apapun sampai anak tersebut berusia 18 tahun dengan syarat
sebagaimana ditentukan dalam pasal 45 dan 46 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana.
c. Atau dipidana dengan maksimum pidana pokok dikurang sepertiga.195 Pertanggung jawaban pidana anak tidaklah cukup kalau hanya didasarkan
pada hukum materii seperti yang diatur didalam KUHP, karena KUHP tersebut
ketentuan hukumnya tidak saja brsifat konvensional yang mengacu kepada
kepentingan hukum kolonial Belanda, tetapi juga karena perilaku dan peradaban
manusia sudah demikian kompleks bahkan perkembangannya jauh lebih cepat
daripada aturan yang ada.196 Melalui pasal 103 KUHP, masih dibenarkan adanya perbuatan lain yang menurut undang-undang selain KUHP dapat dipidana
sepanjang undang-undang itu bertalian dengan masalah anak dan tidak
bertentangan dengan ketentuan KUHP. Untuk menentukan apakah perbuatan
tersebut memenuhi unsur tindak pidana atau tidak, dapat dilihat melalui tiga visi :
1. Subjek, artinya apakah anak tersebut dapat diajukan kepersidangan anak ?
apakah anak tersebut memiliki kemampuan bertanggung jawab terhadap
apa yang telah dilakukan? Bertalian dengan kemampuan bertanggung
jawab, Muljatno menuliskan bahwa kemampuan bertanggung jawab harus
ada :
1.) Kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk,
yang sesuai hukum dan yang melawan hukum.
195
Ibid, Hal.165
2.) Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan
tentang baik dan buruknya perbuatan tadi.
Kemampuan untuk menentukan mana baik dan buruk dalam melakukan
perbuatan melanggar hukum adalah tindakan yang menyangkut aspek
moraldan kejiwaan. Tanpa memiliki kekuatan moral dan kejiwaan ini,
seseorang tidak dapat dimintai pertanggung jawaban hukum atas tindakan
yang dilakukan.
2. Adanya unsur kesalahan, artinya apakah benar anak itu telah melakukan
perbuatan yang dapat dipidana atau dilarang oleh undang-undang. Hal ini
diperlukan untuk menghindari asas Geen Straf Zonder Schuld (tidak ada
pidana, jika tidak ada kesalahan).
3. Keakurasian alat bukti yang diajukan penuntut umum dan terdakwa untuk
membuktikan kebenaran surat dakwaannya. Alat bukti ini, minimal harus
ada dua, jika tidak terpenuhi terdakwa tidak dapat dipidana.197
Kasus kecelakaan lalu lintas yang di sebabkan oleh anak, dalam hal
pertanggung jawaban pidana, orang tua juga bertanggung jawab dalam hal ini
sebab peran orang tua dalam mengawasi anak-anak mereka sangatlah penting,
orang tua tidak seharusnya memperbolehkan anak-anak mereka membawa
kendaraan sendiri untuk berpergian dan harus ada pengawasan ketat dari orang tua
dan masyarakat agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan seperti
kecelakaan lalu lintas.
Terhadap kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh anak dibawah umur
pertanggung jawaban sebenarnya tidaklah tertumpu pada anak itu sediri, tetapi
197
orang tua, pihak sekolah, masyarakat, dan aparat kepolisian saling keterkaitan
dalam mengurangi angka kecelakaan lalu lintas dan anak yang sengaja baik tidak
sengaja agar tidak bertambah angka kecelakaan lalu lintas yang di sebebkan oleh
anak.198
Anak sebagai pelaku kecelakaan lalu lintas tetap dapat diminta
pertanggung jawaban dalam kasus kecelakaan lalu lintas secara hukum dan dapat
di proses sesuai dengan Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak mulai dari tahap penyidikan sampai dengan tahap
pembimbingan setelah menjalani pidana.199
B.Penerapan Diversi pada Kasus Kecelakaan Lalu Lintas oleh Anak sebagai Pelaku (Studi Pengadilan Negeri Medan)
Pengadilan Negeri Medan terletak di Ibukota Provinsi Sumatera Utara
yakni Kota Medan. Pengadilan Negeri Medan merupakan salah satu pelaksana
kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum. Tugas pokok Pengadilan
Negeri Medan adalah sebagai berikut: 200
1.) Mengadili dan menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya sesuai
dengan Undang-Undang No. 84 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman Peradilan Umum.
2.) Menyelenggarakan Administrasi Perkara dan Administrasi Umum lainnya.
198
Hasil Wawancara dengan Ibu Sri Wahyuni Batu Bara SH,MH. Hakim Anak yang telah bersertifikasi hakim anak di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 05-01-2017.
199
Hasil Wawancara dengan Ibu Sri Wahyuni Batu Bara SH,MH. Hakim Anak yang telah bersertifikasi hakim anak di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 05-01-2017.
200
Profil pengadilan Negeri Medan
http://www.pn-medankota.go.id/mdn/index.php/tentang-pengadilan/profil-pengadilan/sejarah-pengadilan Diakses
Pengadilan Negeri Medan memiliki Hakim sebanyak 38 orang, Hakim ad
hoc sebanyak 23 orang, Panitera sebanyak 47 orang, Jurusita Pengganti sebanyak
21 orang, dan Pegawai sebanyak 30 orang, untuk Hakim Anak, hampir seluruh
Hakim di Pengadilan Negeri Medan telah memperoleh sertifikasi hakim anak.201 Pengadilan Negeri Medan memiliki wilayah yurisdiksi yang masuk kedalam
wilayah hukum Pengadilan Tinggi Sumatera Utara dan daerah hukumnya meliputi
wilayahdengan luas kurang lebih 26.510 Km2 yang terdiri dari 21 kecamatan
yang ada di kota Medan.
Pengadilan Negeri Medan memiliki Pengadilan Anak, dibentuk dan
didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, yang merupakan
implementasi dari Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi, bahwa setiap anak
berhak atas perlindungan, baik terhadap eksploitasi, perlakuan kejam dan
perlakuan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana dan Yurisdiksi
Peradilan Anak dalam hal perkara pidana adalah mereka yang telah berusia 8
tetapi belum mencapai 18 Tahun. Berdasarkan data dari tahun 2015-2016 kasus
tindak pidana oleh anak di Pengadilan Negeri Medan sebanyak 180 kasus dan 150
yang dapat dilaksanakan diversi, dari 143 kasus yang di diversi yang berhasil
menacapai kesepakatan diversi sebanyak 10 kasus dan 133 kasus tidak berhasil
mencapai kesepakatan diversi.202
Mekanisme pelaksanaan diversi di Pendilan Negeri Medan di awali
dengan penetapan diversi yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan paling lama 3
201
Hasil Wawancara dengan Ibu Riana Br. Pohan, S.H, M.H. Hakim Anak yang telah bersertifikasi hakim anak di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 26-01-2017.
202
(tiga) haru sejak tanggal pelimpahan perkara anak oleh penuntut umum.203 Hakim yang telah ditunjuk oleh Ketua Pengadilan terlebih dahulu menawarkan dan
mengenalkan proses diversi kepada Anak dan/atau Orang Tua/Wali, Korban atau
Anak Korban dan/atau Orang Tua/Wali dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak
tanggal Ketua Pengadilan Negeri menetapkan Hakim yang akan menjadi
fasilitator diversi. Jika para pihak sepakat melakukan diversi, hakim menentukan
tanggal dimulainya musyawarah diversi.204
Tahapan musyawarah diversi di Pengadilan Negeri Medan dilakukan
dengan cara, musyawarah diversi di Pengadilan Negeri Medan dibuka oleh
Fasilitator Diversi dengan memperkenalkan para pihak yang hadir dalam proses
diversi tersebut. Fasilitator diversi menjelaskan secara ringkas dakwaan yang telah
di ajukan oleh Penuntut umum mengenai pemasalahan atau kasus yang dihadapi
oleh pelaku dan pasal yang didakwakan kepada pelaku,205 dan Pembimbing Kemasyarakatan memberikan informasi tentang pelaku dan keadaan sosial anak
serta memberikan saran untuk memperoleh penyelesaian terbaik bagi anak pelaku
tindak pidana.206
Fasilitator diversi memberikan kesempatan kepada anak untuk didengar
keterangannya perihal dakwaan yang di dakwakan kepadanya, agar terdakwa
dapat menjelaskan apa yang sebenarnya telah terjadi dan memperoleh kesamaan
203
Hasil Wawancara dengan Ibu Riana Br. Pohan, S.H, M.H. Hakim Anak yang telah bersertifikasi hakim anak di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 26-01-2017.
204
Hasil Wawancara dengan Ibu Riana Br. Pohan, S.H, M.H. Hakim Anak yang telah bersertifikasi hakim anak di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 26-01-2017.
205
Hasil Wawancara dengan Ibu Riana Br. Pohan, S.H, M.H. Hakim Anak yang telah bersertifikasi hakim anak di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 26-01-2017.
206
keterangan antara anak pelaku tindak pidana dengan keterangan yang diajukan
oleh Penuntut Umum agar tercapainya keadilan.207
Korban/Anak korban, Orang Tua/Wali setelah mendengarkan keterangan
korban maka Fasilitator Diversi memberikan kesempatan untuk memberikan
tanggapan penyelesaian terbaik bagi keduabelah pihak dan bentuk penyelesaian
yang diharapkan oleh pihak korban.208 Pekerja sosial memberikan informasi tentang keadaan sosial anak korban serta memberikan saran untuk penyelesaian
yang diharapkan.
Apabila telah mencapai kesepakatan diversi, Fasilitator diversi
menuangkan hasil musyawarah diversi kedalam kesepakatan diversi dan berita
acara diversi dan akan diserahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk
memperoleh penetapan. Penyusunan kesepakatan diversi fasilitator diversi
mengfokuskan dengan memperhatikan dan mengarahkan agar kesepakan diversi
tidak bertentangan dengan hukum, agama, kepatutan masyarakat setempat,
kesusilaan, atau memuat hal-hal yang tidak dapat dilaksanakan oleh anak atau
memuat itikad tidak baik.209
Musyawarah diversi dicatat dalam berita acara diversi dan ditanda tangani
oleh fasilitator diversi dan panitera pengganti. Selanjutnya kesepakatan diversi
ditanda tangani oleh para pihak dan dilaporkan kepada ketua pengadilan oleh
fasilitator diversi. Ketua pengadilan mengeluarkan penetapan kesepakatan para
pihak dan sekaligus menetapkan status barang bukti dalam jangka waktu 3 (tiga)
207
Hasil Wawancara dengan Ibu Riana Br. Pohan, S.H, M.H. Hakim Anak yang telah bersertifikasi hakim anak di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 26-01-2017.
208
Hasil Wawancara dengan Ibu Sri Wahyuni Batu Bara SH,MH. Hakim yang telah bersertifikasi hakim anak di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 05-01-2017.
209
hari sejak tanggal kesepakatan diversi ditandatangani.210 Setelah menerima penetapan dari ketua pengadilan, hakim menerbitkan penetapan penghentian
pemeriksaa perkara.211
Hakim meminta para pihak untuk melaksanakan diversi yang telah
disepakati dengan diawasi oleh Ketua Pengadilan Negeri terhadap pelaksanaan
diversi, serta Pembimbing Kemasyaraktan melakukan pendampingan,
pembimbingan, dan pengawasan dalam pelaksanaan diversi oleh kedua belah
pihak. 212
Diversi dilasanakan di Pengadilan Negeri Medan apabila proses diversi
pada tahap penyidikan di Kepolisian dan Penuntutan di Kejaksaan gagal
dilaksanakan.213 Diversi dilaksanakan di Pengadilan Negeri Medan dilaksanakan setelah menerima Penetapan Ketua Pengadilan dengan memuat waktu
pelaksanaan diversi dan tempat pelaksanaan diversi di lakukan di ruang mediasi
Pengadilan Negeri Medan dengan memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk
mengahadirkan :
1.) Anak Pelaku dan Orang Tua/ Wali Pelaku
2.) Anak Korban/Korban dan Orang Tua/ Wali Korban
3.) Pembimbing Kemasyarakatan bersertifikasi hakim anak di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 05-01-2017.
211
Hasil Wawancara dengan Ibu Sri Wahyuni Batu Bara SH,MH. Hakim yang telah bersertifikasi hakim anak di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 05-01-2017.
212
Hasil Wawancara dengan Ibu Riana Br. Pohan, S.H, M.H. Hakim Anak yang telah bersertifikasi hakim anak di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 26-01-2017.
213
Hasil Wawancara dengan Ibu Sri Wahyuni Batu Bara SH,MH. Hakim yang telah bersertifikasi hakim anak di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 05-01-2017.
213
6.) Pihak-pihak lainnya yang di pandang perlu untuk dilibatkan dalam
musyawarah diversi.214
Hakim dalam proses pelaksanaan diversi adalah sebagai fasilitator dalam
musyawarah diversi untuk membantu agar tercapainya kesepakatan diversi
dengan mendengarkan keinginan anak, orang tua anak, dan korban atau orang tua
korban dan pembimbing kemasyarakatan serta pekerja sosial.215 Apabila dalam pelaksanaan diversi mengalami kegagalan atau tidak mencapai kesepakatan maka
dilanjutkan dengan proses peradilan pidana anak.216
Diversi di Pengadilan Negeri Medan sudah diterapkan sejak keluarnya
PERMA No. 04 Tahun 2014 tanggal 24 Juli 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan
Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.217 Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Sri Wahyuni Batu Bara, SH,MH,. Proses diversi di Pengadilan Negeri
Medan sudah dijalankan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun
2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum
Berumur 12 (Dua Belas) Tahun serta Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4
Tahun 2014.218
Diversi di Pengadilan Negeri Medan dilakukan hanya untuk tindak pidana
yang dilakukan oleh anak yang ancaman hukuman tindak pidana tersebut dibawah
214
Hasil Wawancara dengan Ibu Sri Wahyuni Batu Bara SH,MH. Hakim yang telah bersertifikasi hakim anak di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 05-01-2017.
215
Hasil Wawancara dengan Ibu Sri Wahyuni Batu Bara SH,MH. Hakim yang telah bersertifikasi hakim anak di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 05-01-2017.
216
Hasil Wawancara dengan Ibu Sri Wahyuni Batu Bara SH,MH. Hakim yang telah bersertifikasi hakim anak di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 05-01-2017.
217
Hasil Wawancara dengan Ibu Sri Wahyuni Batu Bara SH,MH. Hakim yang telah bersertifikasi hakim anak di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 05-01-2017.
218
7 (tujuh tahun) dan bukan pengulangan tindak pidana.219 Untuk kasus kecelakaan lalu lintas dilihat bentuk kesalahan dan dilihat dari cara melakukan tindak pidana
tersebut :
a.) Untuk bentuk kesalahannya yaitu terdiri dari :
1. Delik Dolus (dolusen delicten) , yaitu perbuatan yang dilarang dan
diancam dengan pidana yang dilakukan dengan sengaja, rumusan
undang-undang mempergunakan kalimat “opzettelik”, akan tetapi juga
dikenal sebagai perbuatan yang dilakukan karena dolus atau opzet.220 Di dalam undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan No. 22 Tahun
2009 delik ini terdapat di dalam Pasal 311.
2. Delik Kulpa (culpose delicten), yaitu perbuatan yang dilarang oleh dan
diancam dengan pidana yang dilakukan dengan kealpaan, atau
“nalatigheid” atau onachtzammheid”.221 Didalam UU No. 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur didalam pasal
310.
b.) Untuk cara melakukan tindak pidana yaitu berkenaan dengan Delik Omisi
(ommissie delicten) yaitu tindakan Pasif (passive handeling) yang
diharuskan, yang jika tidak melakukannya diancam dengan pidana.222 Didalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
diatur didalam pasal 312.
219
Hasil Wawancara dengan Ibu Riana Br. Pohan, S.H, M.H. Hakim Anak yang telah bersertifikasi hakim anak di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 26-01-2017.
220 Mohammad Eka Putra, “Dasar
-Dasar Hukum Pidana”. USU Press, Medan, 2014. Hal.102
221
Ibid, Hal.102
222
Kasus kecelakaan lalu lintas didalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009
tentang kecelakaan lalu lintas dibagi atas:
d. Kecelakaan Lalu Lintas ringan merupakan kecelakaan yang
mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang ;
e. Kecelakaan Lalu Lintas sedang merupakan kecelakaan yang
mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang;
f. Kecelakaan Lalu Lintas berat merupakan kecelakaan yang mengakibatkan
korban meninggal dunia atau luka berat.
Penyelesaian kasus kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh anak sebagai
pelaku tidak ada pembedaan proses diversinya apabila kasus nya berbeda, setiap
kasus kecelakaan lalu lintas di dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan baik yang karena disengaja ataupun tidak disengaja, baik
korban meninggal dan/atau mengalami luka ringan atau berat, semuanya
dilakukan berdasarkan mekanisme diversi yang terdapat di dalam PERMA No.4
Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya mengenai
mekanisme proses diversi di Pengadilan Negeri Medan.223 Table 7.
Data Kasus Tindak Pidana Anak di PN Medan mengenai Kecelakaan
Lalu Lintas Menggukan Proses Diversi dari 2015-2016
UU No.
Sumber : Data di olah dari Penitera Muda Pidana PN Medan
Diversi di dalam Pengadilan Negeri Medan mengenai kasus kecelakaan
kecelakaan lalu lintas dan ketiganya berhasil mendapatkan kesepakatan diversi.224 Suatu diversi apabila berhasil dilakukan atau mencapai kesepakatan maka
pelaksanaan diversi dilakukan oleh anak pelaku tindak pidana dengan diawasi
oleh Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan dan apabila ternyata
setelah diberi penetepan tidak dilaksanakan oleh terdakwa maka dapat dimintakan
eksekusi ke Pengadilan yang berwenang.225
Kasus kecelakaan lalu lintas dalam hal merumuskan kesepakatan diversi
pihak korban lebih banyak meminta ganti kerugian yang dialami oleh korban,
biasanya dalam hal merumuskan diversi hakim sebagai fasilitator diversi
mendengarkan besarnya ganti rugi yang diinginkan oleh pihak korban dan
kesanggupan pihak keluarga anak pelaku tindak pidana untuk membayar ganti
rugi dan mencari jalan keluar terbaik bagi anak pelaku tindak pidana dan bagi
anak korban/korban sehingga rasa keadilan tercapai.226
Cara pemberian ganti rugi, PP No. 65 tahun 2015 mensyaratkan
pembayaran ganti kerugian atau pengembalian pada keadaan semula,
kesepakatann diversi dilakukan dalan jangka waktu yang telah disepakati dalam
diversi namun tidak boleh melebihi 3 (tiga) bulan. kesepakatan diversi yang telah
ditetapkan oleh ketua pengadilan apabila pelaku atau orang tua/wali pelaku tidak
melaksanakan ketentuan yang telah di sepakati maka dapat dibawa keranah pidana
224
Data di ambil dari Panitera Hukum Pidana Pengadilan Negeri Medan Pada Tanggal 05-01-2017.
225
Hasil Wawancara dengan Ibu Sri Wahyuni Batu Bara SH,MH. Hakim yang telah bersertifikasi hakim anak di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 05-01-2017.
226
atau perdata sesuai yang di perjanjikan dan fasilitator diversi tidak dapt dikenakan
pertanggung jawaban pidana maupun perdata atas isi Kesepakatan Diversi.227 Penerapan diversi dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang disebabkan
oleh anak di Pengadilan Negeri Medan telah dilakukan hal ini terlihat dari
beberapa kasus kecelakaan lalu lintas yang telah memperoleh kesepakatan diversi
yaitu :
1. Kasus kecelakaan lalu lintas yang di sebabkan oleh anak dengan No. Reg.
Perkara: 46/Pid.Sus-Anak/2015/PN-Medan.
Didalam kasus ini pasal yang didakwakan adalah pasal 310 ayat (3) UU
No.22/2009 Sub 312 UU No.22/2009 yaitu setiap orang yang mengemudikan
Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu
Lintas dengan Korban Luka Berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.10.000.000,00 (dua belas juta rupian)
dan subsider pasal 312 yaitu setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor
yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan
kendaraannya, tidak memberikan pertolongan atau tidak melaporkan Kecelakaan Lalu
Lintas Kepada Kepolisian Negera RI tampa alasan yang patut dipidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 75.000.000,00 ( tujuh puluh lima juta
rupiah).228
Kasus ini telah mendapatkan kesepakatan diversi pada tanggal 03 September
2015 bertempat di ruang mediasi Pengadilan Negeri Medan dihadapan
fasilitator diversi dan didampingi oleh orang tua terdakwa, wali korban,
227
Hasil Wawancara dengan Ibu Riana Br. Pohan, S.H, M.H. Hakim Anak yang telah bersertifikasi hakim anak di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 26-01-2017.
228
pembimbing kemasyarakatan, dan penasihat hukum terdakwa dengan hasil
kesepakatan diversi yaitu :
a.) Pemberian Uang Duka Rp. 35.000.000. (tiga puluh lima juta rupiah) kepada
korban.
b.) Pemberian Uang Duka oleh pihak terdakwa telah dilaksanakan pada hari
Rabu, 9 September 2015 jam 19.30 di rumah pihak korban.
c.) Tercapainya diversi ini maka dengan demikian tidak ada lagi penuntutan
dikemudian hari dari pihak keluarga korban kepada keluarga terdakwa.
Hasil kesepakatan diversi ini akhirnya di tetapkan oleh Ketua Pengadilan
Negeri pada Tanggal 22 September 2015.
2. Kasus kecelakaan lalu lintas yang di sebabkan oleh anak dengan No. Reg.
Perkara: 82/Pid.Sus-Anak/2015/PN.Mdn.
Dalam Kasus ini pasal yang di dakwakan adalah Pasal 310 Ayat (3) Jo Pasal 106
ayat (4) UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang isi nya
mengenai pasal 310 adalah setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor
yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan Korban
Luka Berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp.10.000.000,00 (dua belas juta rupian), junto pasal 106 yaitu
mengenai setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di jalan wajib
mematuhi ketentuan:
a.) Rambu Perintah atau Rambu Larangan
b.) Marka Jalan
c.) Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
d.) Gerakan Lalu Lintas
f.) Peringatan dengan Bunyi dan Sinar
g.) Kecepatan Maksimal atau Minimal dan
h.) Tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain.
Kasus ini telah mendapatkan kesepakatan diversi pada tanggal 03 September
2015 bertempat di ruang mediasi Pengadilan Negeri Medan dihadapan
fasilitator diversi dengan didampingi oleh Panitera Pengganti, Pembimbing
Kemasyarakatan Bapas Kelas I Medan, Penasihat Hukum Terdakwa, Orang
Tua Terdakwa, Korban, Pendamping Kedua Korban, Perwakilan Masyarkat,
dan Jaksa Penuntut Umum dengan menghasilkan Kesepakatan Diversi yaitu :
a.) Permohonan maaf dari atas kejadian tersebut dari pihak terdakwa kepada
pihak korban.
b.) Pemberian uang ganti kerugian dari pihak terdakwa kepada pihak korban
sebesar Rp. 4.000.000 (empat juta rupiah) secara tunai.
c.) Pihak korban setelah menerima uang ganti rugi tidak akan melakukan
penuntutan dikemudian hari.
d.) Orang tua terdakwa berjanji akan menjauhkan anak nya dari lingkungan
yang sekarang dengan membawanya ke kampung halamannya.229
Jika dilihat dari contoh diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
diversi terhadap anak sebagai pelaku dalam kecelakaan lalu lintas berhasil
dilakukan atau berhasil mendapatkan kesepakatan diversi. Kesepakatan diversi
pada kasus kecelakaan lalu lintas lebih efektif dengan penyelesaian perkara
menggunkan ganti kerugian, hal ini lebih baik jika dibandingkan dengan proses
peradilan pidana tampa menggunakan proses diversi, anak dapat dikenakan
229
hukuman penjara yang mengancam masa depannya, anak akan dihadapkan
dengan situasi penjara yang keras dan penuh dengan orang-orang yang lebih jahat
sebab penjara adalah sekolah bagi kejahatan, bisa saja anak tersebut dapat
melakukan hal yang lebih berbahaya lagi dibandingkan dengan kejahatan
sebelumnya yang ia lakukan.
BAB IV
HAMBATAN PELAKSANAAN PROSES DIVERSI DI PENGADILAN
NEGERI MEDAN MENGENAI KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS OLEH ANAK SEBAGAI PELAKU
A.Hambatan Pelaksanaan Diversi di Pengadilan Negeri Medan
Pelaksanaan diversi di Indonesia mengalami berbagai macam hambatan
tidak terkecuali di Pengadilan Negeri Medan. Pelaksanaan diversi yang menagcu
pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
ternyata tidak lagsung diterapkan dalam penyelesaian kasus perkara pidana anak
yang ancaman hukumannya dibawah 7 tahun teapi baru efektif di terapkan pada
tahun 2014 setelah keluarnya Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penuunganan Anak Yang Belum Berumur 12
(Dua Belas) Tahun dan Peraturan Mahkamah Agung No.4 tahun 2014 tentang
Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sitem Peradilan Pidana Anak.312 Hambatan pelaksanaan diversi di Pengadilan Negeri Medan disebabkan oleh:313
1. Pengetahuan masyarakat mengenai proses diversi dalam penyelesaian
kasus perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak.
Penyelesaian perkara tindak pidana anak melalui mekanisme diversi baru
efektif dilakukan pada tahun 2014, oleh sebab itu masyarakat belum
mengetahui apa sebenarnya diversi dan keutamaan diversi apabila
dilakukan untuk kepentingan kesejahteraan anak pelaku dan korban.
2. Aparat penegak hukum yang kurang berkompeten dalam menjalankan
proses diversi.
312
Hasil wawancara dengan Panitera Muda Hukum Pidana Pengadilan Negeri Medan.
313
Dalam pelaksanaan diversi oleh aparat penegak hukum masih banyak
ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku
misalnya tidak dilakukan diversi pada tahap pemeriksaan di kepolisian dan
pada tahap penuntutan sehingga seringkali diversi langsung di serahkan
kepengadilan.
3. Ketidak percayaan pihak korban terhadap hasil kesepakatan diversi.
Meskipun diversi telah dilakukan dan memperoleh kesepakatan diversi
seringkali pihak korban tidak merasa puas terhadap hasil yang telah
diperoleh, pihak korban sering berpendapat bahwa diversi tidak akan
dilaksanaka atau pihak keluarga pelaku tidak akan memenuhi hasil
kesepakatan diversi, misalnya pemberian ganti rugi.
4. Pihak pelaku tidak dapat memenuhi besarnya tuntutan ganti rugi dari pihak
korban.
Sering kali dalam pelaksanaan diversi terjadi ketidak sepakatan terhadap
besarnya ganti rugi yang harus diberikan oleh pihak pelaku kepada pihak
korban dikarenakan ketidak mampuan pihak pelaku untuk membayar ganti
rugi tersebut.
5. Perbedaan makna Persepsi Keadilan antara Keluarga Pelaku dengan
Keluarga Korban.
Dalam pelaksanaan diversi terkadang keluarga korban sering
mengintimidasi pelaku dan keluarga pelaku untuk mengganti kerugian
yang disebabkan oleh pelaku namun ternyata akibat dari ketidaksamaan
pemikiran mengenai besarnya ganti rugi sering sekali keluarga pelaku
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Sri Wahyuni Batu Bara, SH,
MH., selaku hakim anak di Pengadilan Negeri Medan dalam hal penyelesaian
kasus kecelakaan lalu lintas yang dilakukan oleh anak sebagai pelaku, tidak
banyak hambatan yang ditemukan dalam pelaksanan proses diversi hanya lebih
kepada perumusan kesepakatan mengenai ganti rugi yang di inginkan oleh pihak
korban dan kesanggupan membayar dari pihak pelaku atau keluarga pelaku tindak
pidana sehingga sering sekali terjadi perseteruan dan mengakibatkan sulitnya
memperoleh kesepakatan yang baik dan adil bagi kedua belah pihak.314
Selain mengenai perumusan kesepakatan ganti rugi hambatan lain dalam
penerapan diversi mengenai kasus kecelakaan lalu lintas yaitu apabila dalam
kecelakaan lalu lintas meyebabkan matinya orang atau korban meninggal dunia
keluarga korban lebih sering menuntut agar korban dikenakan hukuman penjara
saja dan tidak ingin melakukan diversi. Walaupun jika dilihat peraturan mengenai
penanganan anak yang bermasalah dengan hukum sudah ada namun disisi lain
masih banyak hambatan yang terjadi didalam proses penerapannya.
B.Upaya Mengatasi Hambatan Pelaksanaan Diversi di Pengadilan Negeri
Medan
Upaya dalam mengatasi hambatan pelaksanaan diversi di Pengadilan
Negeri Medan terlebih dahulu dilihat dari hambatan apa yang menjadi
permasalahannya, upaya yang dapat diterapkan dalam menghadapi hambatan
pelaksanaan diversi di Pengadilan Negeri Medan dilakukan dengan cara :315
314
Hasil Wawancara dengan Ibu Sri Wahyuni Batu Bara SH,MH. Hakim yang telah bersertifikasi hakim anak di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 05-01-2017.
315
1. Hambatan pelaksanaan diversi terhadapa pengetahuan masyarakat
mengenai proses diversi dapat dilakukan upaya dengan memberikan
sosialisasi, masukan dan pemahaman kepada Masyarakat mengenai
penyelesaian perkara anak dengan cara diversi yang concern terhadap
penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak untuk
mengutamakan kepentingan anak. Sehingga masyarakat lebih mengerti
bahwa anak tidak seharusnya di hukum tetapi harus lah di bina agar anak
tersebut tumbuh dan berkembang lebih baik.
2. Aparat penegak hukum yang kurang berkompeten dalam menjalankan
proses diversi diperlukan upaya untuk mengatasinya dengan eningkatkan
peran aparat penegak hukum agar pelaksanaan diversi dapat berjalan
dengan baik dan memberikan pelatihan khusus kepada para aparat penegak
hukum seperti polisi, jaksa, dan pengacara tentang proses diversi.
3. Meningkatkan kerja sama antara masyarakat, korban dan atau orang
tua/wali korban, serta orang tua pelaku dan pelaku untuk mencapai
kesepakatan yang terbaik bagi kedua belah pihak yang berperkara.
4. Memberikan pengertian kepada masyarakat bahwa diversi merupakan cara
terbaik untuk menhasilkan win-win solution dari pada harus menjalani
proses persidangan dengan menekankan kepada retributive justice serta
meningkatkan kepercayaan pihak korban terhadap hasil kesepakatan
diversi dengan dilakukannya pengawasan oleh pembimbing
5. Pemantauan terhadap lembaga kemasyarakatan agar kesepakatan hasil
diversi agar dijalankan dengan baik agar tidak timbul dikemudian hari