• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ubi Jalar Ungu

Indonesia memiliki potensi ketersediaan pangan yang cukup besar dan baik. Salah satu sumber karbohidrat di Indonesia yaitu jenis umbi-umbian seperti ubi jalar (Ipomoea batatas L). Menurut sejarahnya, tanaman ubi jalar yang berasal dari Amerika Tengah tropis, namun ada yang berpendapat lain yaitu dari Polisenia. Tanaman ubi jalar masuk ke Indonesia diduga dibawa oleh para saudagar rempah- rempah. Ubi jalar dapat dikembangkan di lahan yang kurang subur dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan olahan ataupun sebagai bahan baku industri (Iriani dan Meinarti, 1996).

Awalnya ubi jalar yang sering ditemui adalah ubi jalar yang memiliki kulit berwarna coklat dan daging yang berwarna putih, kuning dan orange. Akan tetapi semenjak diperkenalkan dua varietas ubi jalar ungu dari Jepang dengan warna daging umbinya sangat gelap yaitu Ayamurasaki dan Yamagawamurasaki dan telah diusahakan secara komersial, pemanfaatan ubi jalar ungu semakin memiliki prospek yang baik (Nida, dkk., 2013).

Warna ungu pada ubi jalar disebabkan oleh adanya zat yang berwarna alami yang disebut dengan antosianin. Antosianin adalah kelompok pigmen yang menyebabkan warna kemerah-merahan, letaknya di dalam cairan sel yang bersifat larut dalam air. Komponen antosianin dalam ubi jalar ungu adalah turunan mono atau diasetil 3-(2-glukosil) glukosil 5-glukosil peonidin dan sianidin. Senyawa antosianin juga berfungsi sebagai antioksidan dan penangkap radikal bebas sehingga berperan untuk mencegahnya terjadi penuaan, kanker dan penyakit

7

degeneratif. Selain itu antosianin juga memliki kemampuan sebagai antimutagenik dan antikarsiogenik (Suda, dkk., 2003).

Keberadaan senyawa antosianin sebagai sumber antioksidan alami di dalam ubi jalar ungu cukup menarik untuk dikaji mengingat banyaknya manfaat dari kandungan antosianin. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga kian bergeser. Bahan pangan yang kini mulai banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai penampakan dan citarasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Keberadaan senyawa antosianin pada ubi jalar ungu menjadikan jenis bahan pangan ini sangat menarik untuk diolah menjadi makanan yang mempunyai nilai fungsional (Nida, dkk., 2013).

Ubi jalar ungu mengandung antosianin ± 519 mg/100 g berat basah. Kandungan antosianin yang tinggi pada ubi jalar tersebut dapat stabilitas yang tinggi dibanding antosianin dari sumber lain, membuat tanaman ini sebagai pilihan yang lebih sehat dan sebagai alternatif pewarna alami. Beberapa industri pewarna dan minuman berkarbonat menggunakan ubi jalar ungu sebagai bahan mentah penghasil antosianin (Kumalaningsih, 2006).

Ubi jalar ungu memiliki jumlah kalori yang sangat tinggi dan nilai gizi lain yang tidak jauh berbeda dengan jenis ubi jalar lain. Jumlah kandungan gizi ubi jalar dalam mutu fisik dan kimia tepung ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel 1. Kandungan gizi ubi jalar relatif baik, khususnya sebagai sumber karbohidrat, vitamin, dan mineral. Ubi jalar seperti tanaman ubi-ubian lainnya dalam kandungan segar sebagian besar terdiri dari air (71,1%) dan pati (22,4%), sedangkan kandungan gizi lainnya relatif rendah yaitu protein (1,4%), lemak (0,2%) dan abu

(0,7%). Walaupun demikian ubi jalar kaya akan vitamin A (0,01-0,69 mg/100g) (Iriani dan Meinarti, 1996).

Tabel 1. Mutu fisik dan kimia tepung ubi jalar ungu

Komponen Besaran

Kadar air (%) 7,39

Kadar abu (%) 3,33

Kadar pati (%) 58,59

Densitas kamba (g/ml) 0,46

Daya serap air (g/g) 2,11

Daya larut air (g/g) 0,17

Viskositas panas (cP) 120

Viskositas dingin (cP) 319

Patria, dkk., (2013)

Ubi jalar ungu yang rasanya manis mengandung antosianin yang berfungsi sebagai antioksidan, antimutagenik, hepatoprotektif antihipertensi dan antihiperglisemik (Suda, dkk., 2003). Kandungan antosianin pada ubi jalar ungu lebih tinggi daripada ubi yang bewarna putih, kuning, dan jingga. Di antara ubi jalar ungu, kultivar Ayamurasaki dan Murasakimasari merupakan sumber pigmen antosianin dengan produksi dan kestabilan warna yang tinggi (Suardi, 2005).

Ubi jalar kaya akan serta diet, vitamin, mineral dan antioksidan seperti asam fenolat, antosianin, tokoferol dan betakaroten. Selain bekerja sebagai antioksidan, senyawa karatenoid dan fenolat juga menjadikan ubi jalar menarik dengan warna krem, kuning, orange dan ungu. Kandungan fenolat pada ubi jalar sekitar 0,14-0,51 mg/g berat segar. Ubi jalar ungu mengandung 0,4-0,6 mg antosianin/g berat segar (Anonima, 2008).

Tepung Ubi Jalar Ungu

Ubi jalar merupakan salah satu jenis umbi yang memilki warna daging umbinya yang bervariasi. Ubi jalar memiliki warna daging umbi seperti ungu dan kuning, ada yang memilki senyawa karatenoid yang dapat mencapai 80-90% pada

9

ubi jalar. Pengolahan ubi jalar menjadi bentuk tepung merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mempermudah penyimpanan dan pengawetan ubi jalar. Pengolahan ubi jalar menjadi bentuk tepung juga dapat memperpanjang umur simpan bahan dan digunakan sebagai bahan baku industri pangan maupun non- pangan (Murtiningsih dan Suyanti, 2011).

Pengolahan ubi jalar menjadi tepung dapat meningkatkan nilai tambah pendapatan dan menciptakan industri pedesaan. Tepung ubi jalar yang merupakan bahan baku industri setengah jadi, mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri pangan yang fungsinya dapat mensubstitusi tepung terigu (Sarwono, 2005).

Pemberdayaan tepung ubi jalar sebagai bahan substitusi terigu untuk bahan baku industri pangan olahan tentunya akan meningkatkan peran komoditas ubi jalar dalam sistem perekonomian nasional. Proses pembuatan tepung dapat dikatakan relatif sederhana, mudah dan murah. Proses ini dapat dilakukan oleh industri rumah tangga sampai ke industri besar. Peralatan utama yang diperlukan adalah alat pembuat sawut atau chip dan alat penepung, dapat dalam bentuk manual atau mekanis (Heriyanto dan Winarto, 1999).

Penggunaan tepung ubi jalar dapat dicampur dengan tepung lain (tepung campuran/composite flour) sebagai bahan substitusi terigu. Penggunaan tepung ubi jalar sebagai bahan baku produk cake dan cookies dapat dilakukan sampai 100% pengganti terigu (Suismono, 2001). Menurut Honestin (2007) di dalam Damayanthi (2011), granula pati tepung ubi jalar memiliki bentuk poligonal, bulat, hingga lonjong dengan ukuran granula tidak seragam. Ukuran granula pati ubi jalar yang belum tergelatinisasi berkisar antara 2-10 µm, sedangkan granula pati ubi jalar

dengan perlakuan pemasakan berkisar antara 20-60 µm. Tepung ubi jalar dari varietas sukuh yang dibuat dengan pengeringan sinar matahari memiliki suhu gelatinisasi yang tinggi (80,3˚C), viskositas puncak tinggi (540 BU), dengan breakdown dan set back yang tinggi (berturut-turut 75 BU dan 165 BU). Standar mutu tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar mutu tepung ubi jalar

Kriteia Tepung ubi jalar

Kadar air (maks) 15%

Keasaman (maks) 4 ml 1 N NaOH/100 g

Kadar pati (maks) 55%

Kadar serat (maks) 3%

Kadar abu (maks) 2%

Sumber : Antarlina, 1994 : dalam Antarlina, 1998

Pengeringan

Pengeringan adalah suatu proses pengeluaran air yang terkandung dalam bahan hasil pertanian, dengan jalan menguapkan/menyublimasikan air tersebut secara sebagian atau seluruhnya. Dengan terjadinya proses pengeringan walaupun secara fisik maupun kimia masih terdapat molekul-molekul air yang terikat, maka air ini tidak dapat digunakan untuk keperluan mikroorganisme. Selain itu enzim tidak aktif secara maksimal karena reaksi biokimia memerlukan air sebagai media (Kusmawati, dkk., 2000).

Pengeringan dapat berlangsung dengan baik, jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang diambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara dan waktu pengeringan (Winarno, 2004).

11

Adapun keuntungan dari pengeringan tersebut ialah volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan menjadi berkurang sehingga mempermudah transpor, dengan demikian diharapkan biaya produksi lebih murah. Disamping keuntungan- keuntungannya, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang dikeringkan dapat berubah, yaitu bentuk, sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu, dan sebagainya (Susanto dan Saneto, 1994).

Bahan pangan yang dikeringkan umumnya mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama pengeringan juga dapat terjadi perubahan warna, tekstur, aroma dan lain-lain. Meskipun terjadi perubahan- perubahan tersebut dapat dibatasi seminimal mungkin dengan cara memberikan perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang akan dikeringkan. Pengurangan kadar air pada bahan pangan akan meningkatkan konsentrasi senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak dan mineral, akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak atau berkurang (Muchtadi dan Sugiyono, 1997).

Pengeringan dapat dilakukan dengan cara penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan menggunakan alat pengering mekanis. Pengering dengan cara penjemuran sangat ditentukan oleh keadaan cuaca. Alat pengering mekanis digunakan selain dapat mempercepat proses pengeringan juga dapat mengurangi bercampurnya debu ataupun kotoran lainnya, serta dapat lebih terkendali. Pada pengeringan mekanis dengan kapasitas besar (skala industri) penggunaan udara dengan suhu tinggi dapat dilakukan, semakin tinggi suhu pengering, akan menyerap kandungan air bahan lebih banyak, sehingga mempercepat pengeringan dan hal ini mengakibatkan kebutuhan laju aliran udara tiap satuan massa bahan lebih sedikit

daripada untuk pengering dengan suhu udara yang lebih rendah (Totok, dkk., 2008).

Sodium Metabisulfit

Seperti pada umumnya buah-buahan, sayur-sayuran maupun umbi-umbian mudah mengalami pencoklatan setelah dikupas, begitu halnya terjadi pada ubi jalar ungu. Hal ini disebabkan adanya oksidasinya dengan udara sehingga dapat membentuk reaksi pencoklatan akibat adanya pengaruh enzim yang terdapat dalam bahan tersebut (browning enzymatic). Pencoklatan karena enzim merupakan reaksi antara oksigen dan suatu senyawa phenol yang dikatlisis polyphenol oksidase. Perendaman dalam natrium metabisulfit pada ubi ungu sebelum proses pengeringan dapat mencegah pencoklatan (Widowati, 2005).

Natrium metabisulfit atau natrium pyrosulfit (Sodium metabisulfit) merupakan senyawa anorganik yang mempunyai rumus kimia Na2S2O5 dan

digunakan sebagai bahan pengawet. Natrium metabisufit juga disebut sebagai dinatrium atau metabisulfit. Adapun rumus molekul dari sodium metabisulfit dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Rumus molekul sodium metabisulfit (Praja, 2015).

Menurut Lindsay (1996) dalam Erawati (2006) penggunaan metabisulfit juga dapat dengan cara disemprot atau direndam akan memberi kontrol yang efektif terhadap enzim pencoklatan yang dapat mengkatalis proses oksidasi senyawa

13

fenolik, seperti polifenol oksidase. Menurut Kusumawati, dkk (2012) adanya proses perendaman menyebabkan ikatan struktur protein dapat terlepas sehingga komponen protein menjadi bersifat larut dalam air.

Salah satu komoditas yang mudah mengalami reaksi pencoklatan setelah dikupas adalah ubi jalar. Terbentuknya reaksi pencoklatan diakibatkan karena reaksi oksidasi dengan udara karena pengaruh enzim pencoklatan yang terdapat dalam bahan pangan. Pencoklatan enzimatis adalah reaksi antara oksigen dan senyawa fenol yang dikatalis oleh polifenol oksidase. Untuk menghindarinya, setelah buah dikupas dan diiris hendaknya direndam dalam larutan sodium metabisulfit 0,3 % selama lebih kurang satu jam (Widowati, 2009).

Mekanisme penghambat reaksi browning non enzimatis oleh senyawa sulfit adalah reaksi antara bisulfit dengan gugus aldehid dan gula sehingga tidak memiliki kesempatan untuk bereaksi dengan asam amino. Senyawa ini merupakan senyawa antara yang bereaksi dengan gugus amino dari protein atau asam amino dari protein atau asam amino membentuk pigmen melanoidin. Reaksi antara natrium metabisulfit pada D-Glukosa dapat dilihat pada Gambar 2.

H C O OH H C OH H C SO2Na HO C H + NaH SO3 H COH H C OH H C OH H C OH H C OH CH2OH CH2OH

D-Glukosa Hidroksi sulfonat

Gambar 2. Penghambatan reaksi pencoklatan enzimatis oleh sulfit Winarno (2004)

Perendaman natrium metabisulfit pada ubi jalar bertujuan untuk mencegah pencoklatan pada ubi jalar yang akan dijadikan tepung. Warna coklat pada tepung akan teratasi dengan penambahan larutan natrium metabisulfit yang dianjurkan untuk produk pangan. Semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit maka tepung akan semakin putih tetapi akan mempengaruhi rasa dan aroma pada tepung. Menurut Syarief dan Irawati (1988), selain sebagai bahan pengawet, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil.

Batas maksimum penggunaan SO2 dalam makanan yang dikeringkan

menurut Food Drug Administration yaitu antara 2000-3000 ppm. Jumlah penyarapan dan penahanan (residu) SO2 dalam bahan yang dikeringkan dipengaruhi

oleh, antara lain : varietas, kemasakan dan ukuran bahan, konsentrasi SO2 yang

digunakan, waktu sulfuring, suhu, dan kelembaban udara selama pengeringan serta keadaan penyimpanan (Susanto dan Saneto, 1994).

Karakteristik Fisik-Kimia dan Fungsional Tepung Ubi Jalar

Karakteristik sifat fisik-kima dan fungsional tepung ubi jalar adalah kadar air, protein, lemak, abu, serat dan karbohidrat. Sifat fungsionalnya adalah daya serap air dan minyak.Karakteristik sifat-sifat ini disajikan pada Tabel 3.

15

Tabel 3. Karakteristik fisik-kimia dan fungsional tepung ubi jalar

Karakteristik Kuning Putih tua Ungu

Air (%) 7, 16 7,75 7,40

Abu (% bk) 2,38 2,16 1,77

Protein (% bk) N x 6,25 6,02 6,45 6,48

Lemak (% bk) 2,76 3,77 2,59

Karbohidrat (% bk) 84,61 82,29 82,68

Daya serap air (g/g) 1,76 1,54 1,65

Daya serap minyak (g/g) 1,20 1,35 1,86

Sumber : Anwar dkk., (1993)

1. Air

Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita. Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. SNI 01-3751-2000 tentang standar tepung terigu kadar air maksimumnya sebesar 14% sedangkan SNI 01-3451-1994 tentang standar tepung tapioka kada air maksimum sebesar 17%. Kadar air maksimal tepung ubi jalar adalah 10% (Ambarsari dkk., 2009).

2. Protein

Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein memiliki struktur yang mengandung N, di samping C, H, O (karbohidrat dan lemak), S dan kadang-kadang P, Fe dan Cu (sebagai senyawa kompleks dengan protein). Seperti senyawa polimer lain (misalnya selulosa, pati) atau senyawa- senyawa hasil kondensasi beberapa unit molekul (misalnya trigliserida) maka protein juga dapat dihidrolisa atau diuraikan menjadi komponen unit-unitnya oleh molekul air. Hidrolisa pada protein akan melepas asam-asam amino penyusunnya (Sudarmadji, 2003).

3. Lemak

Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk golongan lipida. Lipid umumnya didefinisikan sebagai senyawa biokimia yang mengandung satu atau lebih rantai panjang asam lemak dan kurang larut dalam air Santoso dan Murdijati (1999). Kadar lemak yang terdapat pada tepung ubi ungu adalah 0,54% (Antarlina dan Utomo, 1999).

4. Karbohidrat

Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton dan meliputi kondensat polimer-polimernya yang terbentuk. Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain.karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Pada umumnya karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi monosakarida, oligosakarida, serta polisakarida. Monosakarida merupakan suatu molekul yang terdiri dari lima atau enam atom C, sedangkan oligosakarida merupakan polimer dari 2-10 monosakarida, dan pada umumnya polisakarida merupakan polimer yang terdiri lebih dari 10 monomer monosakarida (Winarno,2004).

5. Abu

Abu adalah zat organik sisa pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu antara lain untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter nilai

17

gizi bahan makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain. Penentuan abu total dapat dikerjakan dengan pengabuan secara kering atau cara langsung dan dapat pula secara basah atau tidak langsung (Sudarmadji, 2003). Kadar abu yang terdapat pada tepung ubi jalar ungu adalah 2% (Antarlina dan Utomo, 1997).

6. Daya serap air

Kemampuan tepung menyerap air disebut Water Absorption. Kemampuan daya serap air tepung berkurang bila kadar air dalam tepung terlalu tinggi atau tempat penyimpanan yang lembab. Water Absorption sangat bergantung dari produk yang akan dihasilkan (Anonimb, 2008).

Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian Apriliyanti (2010) menunjukkan kadar air tepung ubi jalar ungu yang dikeringkan dengan pengeringan matahari lebih tinggi dibandingkan dengan pengeringan dengan oven. Hal ini disebabkan pada pengeringan dengan sinar matahari suhunya tidak dapat diatur dan panas yang masuk ke bahan tidak seluruhnya, sedangkan pengeringan dengan oven suhu dapat diatur sehingga panas yang digunakan merata untuk semua bahan yang dikeringkan. Selain itu, adanya proses pemasakan terlebih dahulu menyebabkan pati yang terdapat dalam bahan mengalami pembengkakan sehingga menyebabkan kemampuan menyerap air sangat besar. Apabila dikeringkan membutuhkan waktu yang lama dan air yang terdapat dalam bahan tidak keluar karena adanya air yang terikat akibat pemasakan/pemanasan.

Hasil penelitian Pangastuti, dkk. (2013) menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan perendaman 24 jam dan perebusan 90 menit dapat meningkatan kadar

air, namun menurunkan kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan jika dilakukan pengupasan kulit dengan adanya perlakuan pendahuluan maka dapat menurunkan kadar air dan kadar lemak pada tepung kacang merah. Pengupasan kacang merah dapat meningkatkan kecerahan, derajat putih sekaligus menurunkan densitas kamba dan padat.

Hasil penelitian Ahmed, dkk. (2010) menunjukkan bahwa kandungan fenolik pada tepung ubi jalar yang tidak dikupas memiliki jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan ubi yang dikupas, karena pada kulit terkandung fenolik dalam jumlah yang tinggi. Kandungan asam askorbat pada tepung yang mengalami perlakuan tidak dikupas menunjukkan retensi lebih tinggi dibandingkan tepung dari umbi yang dikupas. Ada tidaknya pengupasan dan pemberian sulfit dapat bertindak sebagai perisai terhadap panas dan oksidasi. Perlakuan pemberian sulfit memberikan efek terhadap kualitas karakteristik tepung ubi jalar dibandingkan yang tidak diberi perlakuan. Sehingga dapat meningkatkan kualitas produk dari segi warna, rasa, tingkat kemanisan, dan nutrisinya.

6

TINJAUAN PUSTAKA

Ubi Jalar Ungu

Indonesia memiliki potensi ketersediaan pangan yang cukup besar dan baik. Salah satu sumber karbohidrat di Indonesia yaitu jenis umbi-umbian seperti ubi jalar (Ipomoea batatas L). Menurut sejarahnya, tanaman ubi jalar yang berasal dari Amerika Tengah tropis, namun ada yang berpendapat lain yaitu dari Polisenia. Tanaman ubi jalar masuk ke Indonesia diduga dibawa oleh para saudagar rempah- rempah. Ubi jalar dapat dikembangkan di lahan yang kurang subur dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan olahan ataupun sebagai bahan baku industri (Iriani dan Meinarti, 1996).

Awalnya ubi jalar yang sering ditemui adalah ubi jalar yang memiliki kulit berwarna coklat dan daging yang berwarna putih, kuning dan orange. Akan tetapi semenjak diperkenalkan dua varietas ubi jalar ungu dari Jepang dengan warna daging umbinya sangat gelap yaitu Ayamurasaki dan Yamagawamurasaki dan telah diusahakan secara komersial, pemanfaatan ubi jalar ungu semakin memiliki prospek yang baik (Nida, dkk., 2013).

Warna ungu pada ubi jalar disebabkan oleh adanya zat yang berwarna alami yang disebut dengan antosianin. Antosianin adalah kelompok pigmen yang menyebabkan warna kemerah-merahan, letaknya di dalam cairan sel yang bersifat larut dalam air. Komponen antosianin dalam ubi jalar ungu adalah turunan mono atau diasetil 3-(2-glukosil) glukosil 5-glukosil peonidin dan sianidin. Senyawa antosianin juga berfungsi sebagai antioksidan dan penangkap radikal bebas sehingga berperan untuk mencegahnya terjadi penuaan, kanker dan penyakit

degeneratif. Selain itu antosianin juga memliki kemampuan sebagai antimutagenik dan antikarsiogenik (Suda, dkk., 2003).

Keberadaan senyawa antosianin sebagai sumber antioksidan alami di dalam ubi jalar ungu cukup menarik untuk dikaji mengingat banyaknya manfaat dari kandungan antosianin. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga kian bergeser. Bahan pangan yang kini mulai banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai penampakan dan citarasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Keberadaan senyawa antosianin pada ubi jalar ungu menjadikan jenis bahan pangan ini sangat menarik untuk diolah menjadi makanan yang mempunyai nilai fungsional (Nida, dkk., 2013).

Ubi jalar ungu mengandung antosianin ± 519 mg/100 g berat basah. Kandungan antosianin yang tinggi pada ubi jalar tersebut dapat stabilitas yang tinggi dibanding antosianin dari sumber lain, membuat tanaman ini sebagai pilihan yang lebih sehat dan sebagai alternatif pewarna alami. Beberapa industri pewarna dan minuman berkarbonat menggunakan ubi jalar ungu sebagai bahan mentah penghasil antosianin (Kumalaningsih, 2006).

Ubi jalar ungu memiliki jumlah kalori yang sangat tinggi dan nilai gizi lain yang tidak jauh berbeda dengan jenis ubi jalar lain. Jumlah kandungan gizi ubi jalar dalam mutu fisik dan kimia tepung ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel 1. Kandungan gizi ubi jalar relatif baik, khususnya sebagai sumber karbohidrat, vitamin, dan mineral. Ubi jalar seperti tanaman ubi-ubian lainnya dalam kandungan segar sebagian besar terdiri dari air (71,1%) dan pati (22,4%), sedangkan kandungan gizi lainnya relatif rendah yaitu protein (1,4%), lemak (0,2%) dan abu

8

(0,7%). Walaupun demikian ubi jalar kaya akan vitamin A (0,01-0,69 mg/100g) (Iriani dan Meinarti, 1996).

Tabel 1. Mutu fisik dan kimia tepung ubi jalar ungu

Komponen Besaran

Kadar air (%) 7,39

Kadar abu (%) 3,33

Kadar pati (%) 58,59

Densitas kamba (g/ml) 0,46

Daya serap air (g/g) 2,11

Daya larut air (g/g) 0,17

Viskositas panas (cP) 120

Viskositas dingin (cP) 319

Patria, dkk., (2013)

Ubi jalar ungu yang rasanya manis mengandung antosianin yang berfungsi sebagai antioksidan, antimutagenik, hepatoprotektif antihipertensi dan antihiperglisemik (Suda, dkk., 2003). Kandungan antosianin pada ubi jalar ungu lebih tinggi daripada ubi yang bewarna putih, kuning, dan jingga. Di antara ubi jalar ungu, kultivar Ayamurasaki dan Murasakimasari merupakan sumber pigmen antosianin dengan produksi dan kestabilan warna yang tinggi (Suardi, 2005).

Ubi jalar kaya akan serta diet, vitamin, mineral dan antioksidan seperti asam fenolat, antosianin, tokoferol dan betakaroten. Selain bekerja sebagai antioksidan, senyawa karatenoid dan fenolat juga menjadikan ubi jalar menarik dengan warna krem, kuning, orange dan ungu. Kandungan fenolat pada ubi jalar sekitar 0,14-0,51

Dokumen terkait