• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. 1. Respon

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, respon didefenisikan sebagai suatu tanggapan, reaksi, maupun jawaban. Menurut the great encyclopedic dictionary adalah menjawab, membalas, menyambut, menanggapi dan mengadakan reaksi.

Menurut Scheerer, respon yakni proses pengorganisasian rangsangan, dimana rangsangan-rangsangan proksimaldi organisasaikan sedemikian rupa sehingga terjadi representasi fenomenal dari rangsangan proksimal (Wirawan,1987:93)

Bicara tentang respon tidak terlepas dari perubahan konsep sikap dan segala perubahan yang dialami remaja terproses dan terwujud pada perubahan sikap. Sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau ia menghadapi suatu rangsangan tertentu (Wirawan,1987:20)

Menurut Beum, ada 4 asumsi dasar untuk menerangkan sikap:

1. Setiap tingkah laku, baik yang verbal maupun sosial adalah suatu hal yang bebas dan berdiri sendiri, bukan merupan refleksi sikap, sistem kepercayaan, dorongan, kehendak ataupun keadaan-keadaan tersembunyi lainnya dalam diri individu. 2. Rangsangan dan tingkah laku balas adalah konsep-konsep dasar untuk

menerangkan suatu gejala tingkah laku.

3. Prinsip-prinsip hubungan rangsangan balas sebetulnya hanya sedikit. Ia nampak sangat bervariasi karena bervariasinya lingkungan di mana hubungan rangsang balas itu berlaku.

4. Dalam analisa tingkah laku itu timbal balik yang bersifat fisiologik ataupun konseptual (Beum, dalam Sarlito, 1983:20).

Beum mengemukakan teori tentang hubungan fungsional dalam interaksi sosial. ia menyatakan bahwa ada dua macam hubungan fungsional dalam interaksi sosial:

1. Hubungan fungsional dimana terdapat kontrol penguat yaitu tingkah laku balas ternyata menimbulkan penguat yang bersifat ganjaran. Dalam hal ini, ada tidaknya atau banyak sedikitnya rangsang penguat akan mengontrol tingkah laku balas.

2. Hubungan fungsional yang terjadi jika tingkah laku balas hanya mendapat ganjaran pada keadaan-keadaan tertentu, hubungan fungsional dimana terdapat kontrol diskriminatif dan tingkah laku balas yang terjadi hanya jika ada rangsang diskriminatif (Beum dalam Sarlito,1983:19).

Pada dasarnya ada 3 macam bentuk respon yaitu:

1. Respon masa lalu, yang disebut sebagai respon (tanggapan) ingatan. 2. Respon masa sekarang yang disebut sebagai respon (tanggapan) imajinatif. 3. Respon masa mendatang yang disebut respon (tanggapan) antisipatif.

2. 2. Pengembangan Masyarakat

2. 2. 1. Pengertian Pengembangan Masyarakat

Pengembangan masyarakat (Community development) menurut Arthur Dunham terdiri dari dua konsep, yaitu pengembangan dan masyarakat. Secara singkat pengembangan atau pembangunan merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Bidang-bidang pembangunan

biasanya meliputi beberapa sektor, yaitu ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial budaya. Sedangkan masyarakat menurut Mayo, dapat diartikan dalam dua konsep, yaitu:

1. Masyarakat sebagai tempat bersama, yakni sebuah wilayah geografi yang sama.

2. Masyarakat sebagai kepentingan bersama, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas (Mayo, dalam susantyo Badrun, 2008:38 )

Dengan demikian pekerja sosial dengan masyarakat dapat didefenisikan sebagai metode yang memungkinkan orang dapat meningkatkan kualitas hidupnya serta mampu memperbesar pengaruhnya terhadap proses-proses yang mempengaruhi kehidupannya. (AMA, dalam Susantyo Badrun, 2008: 39).

2. 2. 2. Aspek-Aspek Pengembangan Masyarakat

Pengembangan masyarakat menggambarkan suatu kesatuan yang terdiri dari beberapa aspek penting. Keberadaan aspek tersebut sebagai persyaratan terlaksananya upaya pengembangan masyarakat. aspek-aspek tersebut adalah:

1. Masyarakat sebagai unit kegiatan.

Masyarakat sebagai sekumpulan orang yang tinggal dalam suatu lokasi yang sama dan mereka terikat kepentingan dan nilai-nilai yang sama.terdapat berbagi jenis masyarakat yang ditentukan oleh berbagai tingkatannya dari masyarakat lingkungan desa, kota dan Negara. Anggota masyarakat memiliki konsen dan kepentingan untuk kemajuan kehidupan yang lebih baik yang

menuntut keterlibatan dari semua anggota. Pengembangan masyarakat menempatkan masyarakat sebagai unit dari kegiatan mereka.

2. Inisiatif dan kepemimpinan lokal.

Di dalam masyarakat terdapat sumber daya manusia yang dapat dikembangkan untuk kepentingan masyarakat dalam mewujudkan keinginan akan perubahan dalam masyarakatdalam mewujudkan keinginan akan perubahan dalam masyarakat lokal, harus memanfaatkan inisiatif dan kepemimpinan secara internal dari sumber-sumber tersebut. Untuk itu pengembangan sosial masyarakat harus dilaksanakan dalam rangka menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab serta meningkatkan kemampuan orang melalui pelatihan kepemimpinan, manjemen, dan pengorganisasian masyarakat.

3. Penggunaan sumber-sumber dari dalam dan luar.

Sumber mengacu kepada berbagai kekuatan yang bermanfaat untuk mengadakan perubahan. Orang perlu memahami terlebih dahulu sumber-sumber apa yang tersedia, dimana dan bagaimana cara menggunakannya untuk memberikan manfaat yang optimal.

4. Partisipasi secara inklusif.

Memberikan kesempatan kepada semua kelompok dan segmen dalam masyarakat untuk berperan serta dalam pengembangan masyarakat. Struktur masyarakat harus terbuka yang memungkinkan kelompok-kelompok baru menjadi bagian dari proses yang berlangsung. Diharapkan bahwa semua anggota masyarakat bisa memainkan peranannya dalam pengembangan masyarakat.

5. Pendekatan terorganisir, komprehensif sebagai konsep penyerta dari partisipasi inklusif.

Pendekatan komprehensif merupakan upaya untuk memusatkan perhatian terhadap situasi masyarakat yang luas tidak membatasi pada isu-isu dan perhatian tertentu yang di hadapi dengan menggunakan sekumpulan sumber-sumber yang luas. Pendekatan komprehensif mencoba untuk memperluas usaha masyarakat dalam pendekatan yang digunakan, kepentingan masyarakat. Pendekatan ini akan menghasilkan partisipasi yang luas dalam arti keterlibatan yang intensif.

6. Proses pengambilan keputusan harus secara demokratis, rasional, dan diorientasikan pada pencapaian tugas yang khusus.

Demokratis berarti keputusan diambil dengan suara mayoritas dan tiap orang memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk menyalurkan pendapat mereka. Tidak ada kewenangan tunggal dan terpusat dalam pengambilan keputusan, namun perlu rasional untuk melihat sejauhmana keputusan tersebut logis dan dapat dilaksanakan. Keputusan diarahkan dalam pelaksanaan tugas yang spesifik.

2. 2. 3. Peranan, Strategis Pengembangan Masyarakat

Menurut Parsons, Jorgensen dan Hernandez dalam Susantyo Badrun, 2008:51. Ada beberapa strategi dalam pengembangan masyarakat. Strategi tersebut di sesuaikan dengan peranan pekerja sosial dalam melakukan pengembangan masyarakat, meliputi:

Dalam literature pekerjaan sosial , peranan fasilitator sering disebut sebagai pemungkin. Barker memberi defenisi pemungkin atau fasilitator sebagai tanggung jawab untuk membantu klien menjadi mampu menangani tekanan situasional atau transional.

Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut meliputi: pemberian harapan, pengurangan penolakan dan ambivalensi, pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan, pengidentifikasian dan pendorongan kekuatan-kekuatan personal dan aset-aset sosial, pemilahan masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara pencapaiannya. Pengertian ini didasari oleh visi pekerja sosial bahwa “setiap perubahan terjadi pada dasarnya dikarenakan oleh adanya usaha-usaha klien sendiri, dan peranan pekerja sosial adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.” .

b. Broker

Dalam pengertian umum, seorang broker membeli dan menjual saham dan surat berharga lainnya di pasar modal. Seorang broker berusaha untuk memaksimalkan keuntungan dari transaksi tersebut sehingga klien dapat memperoleh keuntungan sebesar mungkin.

Dalam konteks pekerjaan sosial dengan masyarakat, peran pekerja sosial sebagai broker tidak jauh berbeda dengan peran broker di pasar modal. Seperti halnya di pasar modal, dalam pekerja sosial dengan masyarakat terdapat klien atau konsumen. Namun demikian, pekerja

sosial yang menjadi broker mengenai kualitas pelayanan sosial di sekitar lingkungannya menjadi sangat penting dalam memenuhi keinginan kliennya memperoleh keuntungan maksimal.

Peranan sebagai broker, menghubungkan klien dengan barang-barang dan jasa dan mengontrol kualitas barang dan jasa tersebut. Dengan demikian ada tiga kata kunci dalam pelaksanaan peran sebagai broker, yaitu:

1. Menghubungkan (linking)

yaitu proses menghubungkan orang dengan lembaga-lembaga atau pihak-pihak lainnya yang memiliki sumber-sumber yang diperlukan. 2. Barang-barang dan jasa (goods and services)

goods meliputi obyek-obyek yang nyata, seperti makanan, uang, pakaian, perumahan, obat-obatan. Sedangkan services mencakup keluaran pelayanan lembaga yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan hidup klien, misalnya perawatan kesehatan, pendidikan, pelatihan, konseling, pengasuhan anak.

3. Pengontrolan kualitas (quality control)

yaitu proses pengawasan yang dapat menjamin bahwa produk-produk yang dihasilkan lembaga memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan. Proses ini memerlukan monitoring yang terus menerus terhadap lembaga dan semua jaringan pelayanan untuk menjamin bahwa pelayanan memiliki mutu yang dapat dipertanggung jawabkan setiap saat.

c. Mediator

Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya. Peran ini sangat penting dalam paradigma generalis. Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai pihak. Pekerja sosial dapat memerankan sebagai fungsi kekuatan ketiga untuk menjembatani antara anggota kelompok dan sistem lingkungan yang dapat menghambatnya.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam melakukan peranan mediator meliputi kontrak perilaku, negosiasi, pendamai pihak ketiga, serta berbagi macam resolusi konflik.

d. Pembela

Peran pembelaan atau advokasi merupakan salah satu praktik pekerja sosial yang bersentuhan dengan kegiatan politik.peran pembela dapat dibagi menjadi dua : advokasi kasus dan advokasi kausal (DuBois dan Miley; Parsons, Jorgensen dan Hernandez, dalam Susantyo Badrun, 2008:57). Apabila pekerja sosial melakukan pembelaan atas nama seorang klien secara individual, maka ia berperan sebagai pembela kasus. Pembelaan kausal terjadi manakala klien yang dibela pekerja social bukanlah individu melainkan sekelompok anggota masyarakat. Rotblatt memberikan beberapa contoh yang dapat dijadikan acuan dalam melakukan peran pembela dalam pekerjaan sosial dengan masyarakat. :

1. Keterbukan yaitu membiarkan berbagai pandangan untuk di dengar.

2. Perwakilan luas yaitu mewakili semua pelaku yang memiliki kepentingan dalam pembuatan keputusan.

3. Keadilan yaitu memiliki sebuah sistem kesetaraan atau kesamaan sehingga posisi-posisi yang berbeda dapat diketahui sebagai bahan perbandingan.

4. Pengurangan permusuhan yaitu mengembangkan sebuah keputusan yang mampu mengurangi permusuhan dan keterasingan.

5. Informasi yaitu menyajikan masing-masing pandangan secara bersama dengan dukungan dokumen dan analisis.

6. Pendukungan yaitu mendukung partisipasi secara luas.

7. Kepekaan yaitu mendorong para pembuat keputusan untuk benar-benar mendengar, mempertimbangkan dan peka terhadap minat-minat dan posisi orang lain (Rotblatt, dalam susantyo badrun, 2008:57).

e. Pelindung

Tanggung jawab pekerja sosial terhadap masyarakat didukung oleh hukum. Hukum tersebut memberikan legitimasi kepada pekerja sosial untuk menjadi pelindung terhadap orang-orang yang lemah dan rentan. Dalam melakukan peran sebagai pelindung, pekerja sosial bertindak berdasarkan kepentingan korban, calon korban dan populasi

yang beresiko lainnya. Peranan sebagai pelindung mencakup penerapan berbagai kemampuan yang menyangkut;

1. Kekuasaan 2. Pengaruh 3. Otoritas

4. Pengawasan sosial

2. 2. 4. Proses Pengembangan Masyarakat

Pelaksanaan pekerjaan sosial dengan masyarakat (COCD) dapat dilakukan melalui penetapan sebuah program atau proyek pengembangan. Secara garis besar, perencanaannya dapat dilalukan dengan mengikuti 6 langkah perencanaan :

1.Perumusan masalah

Pekerjaan sosial dengan masyarakat dilaksanakan berdasarkan masalah atau kebutuhan masyarakat setempat. Beberapa masalah yang biasanya ditangani oleh pekerja sosial berkaitan dengan kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, pemberatasan buta huruf, dan sebagainya. Perumusan masalah dilakukan dengan menggunakan penelitian (survey, wawancara, observasi), diskusi kelompok, rapat desa, dan seterusnya.

2. Penetapan program

Setelah masalah dapat diidentidikasi dan disepakati sebagai prioritas yang perlu segera ditangani, maka dirumuskan program penanganan masalah tersebut.

3. Perumusan Tujuan.

Agar program dapat dilaksanakan dengan baik dan keberhasilannya dapat diukur perlu dirumuskan apa tujuan dari program yang telah ditetapkan. Tujuan yang baik memiliki karakteristik jelas dan spesifik sehingga tercermin bagaimana cara mencapai tujuan tersebut sesuai dengan dana, waktu, dan tenaga yang tersedia.

4. Penentuan Kelompok Sasaran.

Kelompok sasaran adalah sejumlah orang yang akan ditingkatkan kualitas hidupnya melalui program yang telah ditetapkan.

5. Identifikasi Sumber dan Tenaga Pelaksana.

Sumber adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menunjang program kegiatan, termasuk didalamnya adalah sarana, sumber dana, dan sumber daya manusia.

6. Penentuan Strategi dan Jadwal Kegiatan.

Strategi adalah cara atau metode yang dapat digunakan dalam melaksanakan program kegiatan.

7. Monitoring dan Evaluasi.

Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk memantau proses dan hasil pelaksanaan program. Apakah program dapat dilaksanakan sesuai dengan strategi dan jadwal kegiatan? Apakah program sudah mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan?

2. 2. 5. Model-Model pengembangan Masyarakat

Menurut Jack rothman mengembangkan tiga model yang berguna dalam memahami konsep pekerjaan sosial dengan masyarakat:

1. Pengembangan Masyarakat Lokal.

Pengembangan masyarakat lokal adalah proses yang ditunjukkan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri.

Pengembangan masyarakat lokal pada dasarnya merupakan proses interaksi antara anggota masyarakat setempat yang difasilitasi oleh pekerja sosial. pekerja sosial membantu meningkatkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan mereka dalam mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan.

Pengembangan masyarakat lokal lebih berorientasi pada tujuan proses dari pada tujuan tugas atau tujuan hasil. Setiap anggota masyarakat bertanggung jawab untuk menentukan tujuan dan memilih strategi yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Pengembangan kepemimpinan lokal, peningkatan strategi kemandirian, peningkatan informasi, komunikasi, relasi dan keterlibatan anggota masyarakat merupakan inti dari proses pengembangan masyarakat lokal.

2. Perencanaan Sosial

Perencanaan sosial disini diartikan sebagai proses pragmatis untuk menentukan keputusan dan menetapkan tindakan dalam memecahkan masalah sosial tertentu seperti kemiskinan, penganguran, kenakalan remaja, kebodohan (buta huruf), kesehatan masyarakat yang buruk (rendahnya usia harapan hidup, tingginya tingkat kematian bayi, kekurangan gizi).

Berbeda dengan pengembangan masyarakat lokal, perencanaan sosial lebih berorientasi pada tujuan tugas. Sistem klien perencanaan sosial umumnya adalah kelompok-kelompok yang kurang beruntung atau kelompok rawan sosial ekonomi. Kerlibatan para penerima pelayanan dalam proses pembuatan kebijakan, penentuan tujuan dan pemecahan masalah bukan merupakan prioritas, karena pengambilan keputusan dilakukan oleh para pekerja sosial di lembaga-lembaga formal.

3. Aksi Sosial

Tujuan dan sasaran utama aksi sosial adalah perubahan-perubahan fundamental dalam kelembagaan dan struktur masyarakat melalui proses pendistribusian kekuasaan, sumber dan pengambilan keputusan. Pendekatan aksi sosial didasari suatu pandangan bahwa masyarakat adalah sistem klien yang seringkali menjadi korban ketidak adilan struktur. Mereka miskin karena dimiskinkan, mereka lemah karena dilemahkan, dan mereka tidak berdaya karena tidak diberdayakan, oleh kelompok elit masyarakat yang menguasai sumber-sumber ekonomi, politik, dan kemasyarakatan. Aksi sosial berorientasi pada tujuan proses dan tujuan hasil. Masyarakat diorganisir melalui proses penyadaran, pemberdayaan, dan tindakan-tindakan aktual untuk mengubah struktur kekuasaan agar lebih memenuhi prinsip demokratis, kesetaraan dan keadilan.

2. 2. 6. Pendekatan dalam Pengembangan Masyarakat

TR. Batten mengemukakan dua pendekatan dalam pengembangan masyarakat, yaitu:

Pendekatan direktif dilakukan berlandaskan pada asumsi bahwa pekerja sosial tahu apa yang dibutuhkan dan apa yang baik untuk masyarakat. Dalam pendekatan ini peranan pekerja sosial bersifat lebih dominan, karena prakarsa kegiatan dan sumber daya yang dibutuhkan lebih banyak berasal dari pekerja sosial. pekerja sosial menetapkan apa yang baik atau apa yang buruk bagi masyarakat, cara-cara apa yang perlu dilakukan untuk memperbaikinya dan selanjutnya menyediakan sarana yang diperlukan untuk perbaikan tersebut. Dengan pendekatan ini, prakarsa dan pengambilan keputusan berada di tangan pekerja sosial. dalam praktiknya pekerja sosial memang mungkin menanyakan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat atau cara apa yang perlu dilakukan untuk menangani suatu masalah, tetapi baik dan buruk menurut pekerja sosial.

Dengan menerapkan pendekatan ini memang banyak hasil yang telah diperoleh, tetapi hasil yang didapat lebih terkait dengan tujuan jangka pendek dan seringkali lebih bersifat pencapaian secara fisik belaka. Pendekatan direktif kurang menjadi efektif, untuk mencapai hal-hal yang sifatnya jangka panjang ataupun perubahan yang mendasar yang berkaitan dengan perilaku seseorang.

Penggunaan pendekatan ini, sebenarnya akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan memperoleh pengalaman belajar dari masyarakat, sedangkan bagi masyarakat segi buruknya adalah dapat munculkan ketergantungan terhadap kehadiran tugas sebagai agen perubahan.

1. Pendekatan Non-direktif

Pendekatan ini berdasarkan asumsi bahwa masyarakat tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan dan apa yang baik untuk mereka. Pendekatan ini pekerja sosial tidak menempatkan diri sebagi orang yang menetapkan apa yang baik ataupun

buruk bagi suatu masyarakat. Pameran utama dalam perubahan masyarakat adalah perubahan adalah masyarakat itu sendiri. Pekerjaan sosial lebih bersifat menggali dan mengembangkan potensi masyarakat. Masyarakat diberi kesempatan seluas-luasnya untuk membuat analisis dan mengambil keputusan yang berguna bagi mereka sendiri serta mereka diberi kesempatan penuh dalam penentuan cara-cara untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.

Pekerjaan sosial merangsang tumbuhnya kemampuan masyarakat untuk menentukan langkahnya sendiri dan kemampuan untuk menolong dirinya sendiri. Tujuan pendekatan ini adalah agar masyarakat memproleh pengalaman belajar untuk mengembangkan dirinya melalui pemikiran dan tindakan yang dirumuskan oleh mereka.

Dalam penerapan di lapangan pendekatan direktif dan nondirektif, perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan masyarakat. Masyarakat yang sudah mampu mendayagunakan potensi yang dimiliki perlu didekati dengan pendekatan nondirektif, tetapi bagi masyarakat yang relatif belum berkembang, maka pilihan pendekatan direktif.

Pemilihan pendekatan yang akan digunakan dapat saja dimulai dari pendekatan yang bersifat direktif, apabila masyarakat masih dalam keadaan belum mengetahui kebutuhan (terbelakang), tetapi sejalan dengan perkembangannya, masyarakat akan mengetahui kebutuhan secara bertahap, sehingga pekerja sosial akan menggunakan pendekatan non direktif atau partisipasif.

2. 2. 7. Teknik-Teknik dalam Pengembangan Masyarakat

Brager dan Holloway juga brager membagi 3 jenis teknik 9 (taktik) dalam pengembangan masyarakat :

1. Kolaborasi (kerja sama)

Kolaborasi dilakukan apabila sistem sasaran setuju (mudah teryakinkan untuk sepakat) dengan sistem kegiatan mengenai perlunya perubahan dan dukungan alokasi sumber. Ada dua jenis teknik kolaborasi, yaitu :

a. Implementasi

Digunakan manakala sistem kegiatan dan sistem sasaran bekerja sama dengan kesepakatan akan perubahan yang diinginkan serta adanya dukungan pengambil keputusan akan alokasi dana yang dibutuhkan.

b. Membangun kapasitas (capacity building), dilaksanakan melalui :

1) Partisipasi, mengacau pada kegiatan-kegiatan yang berupaya untuk melibatkan anggota sistem klien dalam usaha perubahan.

2) Pemberdayaan (empowerment), adalah proses pelayanan bagi suatu kelompok atau masyarakat, agar memiliki pengaruh secara politik atau memiliki otoritas hukum yang relevan.

Dalam teknik pemberdayaan upaya diarahkan untuk memungkinkan orang menyadari akan hak-haknya dan mengajari mengenai cara memproleh hak-haknya, sehingga mereka lebih memilih kemampuan dalam mengendalikan berbagai faktor yang mempengaruhi kehidupannya.

2. Kampanye (penyuluhan sosial)

kampanye dalam bahasa sehari-hari para pekerja sosial Indonesia dikenal dengan sebutan penyuluhan sosial. Teknik ini diperlukan untuk dilakukan

apabila sistem sasarana tidak menolak untuk berkomunikasi dengan sistem kegiatan, akan tetapi consensus akan perlunya perubahan belum tercapai, atau sistem sasaran mendukung perubahan tetapi tidak ada alokasi sumber untuk perubahan tersebut. Jenis-jenis kegiatan yang termasuk dalam kategori teknik kampanye adalah:

a. Teknik Edukasi b. Teknik Persuasi 3. Kontes

Kontes dilakukan apabila sistem sasaran tidak setuju dengan perubahan atau alokasi sumber, masih terbuka bagi terjadinya komunikasi mengenai ketidaksepakatan ini. Kegiatan yang termasuk kategori teknik ini, adalah:

a. Tawar menawar dan negosiasi

b. Aksi masyarakat atau kelompok besar (Brager, Holloway, dalam Susantyo badrun, 2008:79).

2. 3. Prostitusi/ Pelacuran

2. 3. 1. Pengertian Prostitusi/ Pelacuran

Prostitusi berasal dari kata “prostituere” (bahasa latin) yang berarti menonjolkan diri dalam hal-hal yang buruk atau tercela atau menyerahkan diri secara terang-terangan kepada umum. Di Indonesia istilah ini dikenal dengan “pelacuran” yang pada umumnya dirumuskan demikian: “pelacuran” dapat diartikan sebagai penyerahan badan wanita dengan bayaran, kepada orang lak-laki guna pemuasan nafsu seksual orang-orang itu. Di Eropa sering disebut adanya “pelacur laki-laki” (yang bersedia memuaskan wanita-wanita kesepian) tetapi hal ini tidak umum di

Asia dan Indonesia sehingga kita hanya menerima pendapat pelacur hanya dikalangan wanita, maka pers pun menyebutnya Wanita Tuna Susila sebagai nama lain dari pelacur yang mata pencaharian (nafkahnya) menyediakan diri bagi siapa saja yang mengkehendaki (tanpa pilih-pilih), dan atas kesediannya dia mendapat upah uang atau barang-barang yang diterimanya sebagai pembayaran.

Menurut Peraturan Pemerintah Daerah DKI Jakarta Raya tahun 1967 mengenai penanggulangan masalah pelacuran. Wanita Tuna Susila adalah wanita yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan kelamin diluar perkawinan, baik dengan imbalan jasa maupun tidak.

Sedangkan pasal 296 KUHP mengenai prostitusi, menyatakan: barang siapa yang pekerjaannya atau kebiasaannya, dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan.

2. 3. 2 Kategori Pelacuran

Menurut Soedjono D. mengkategorikan pelacuran dengan kelas-kelas seperti: 1. Pelacuran kelas rendah (jalanan, bordil-bordil murahan)

2. Pelacuran menengah yang berada di bordil-bordil tertentu yang cukup bersih dan pelayanannya baik.

3. Pelacuran kelas tinggi, biasanya para pelacur tinggal di rumah sendiri (terselubung/ tersembunyi) dan hanya menerima panggilan dengan perantara yang cukup rapi sehingga sulit diketahui dan bayarannya cukup mahal.

Ketiga kategori murah, menengah, kelas tinggi, ini ditentukan oleh tarif mahal murahnya sipelacur. Akhir-akhir ini bentuk-bentuk pelacuran di Indonesia

dapat dikatakan tambah lagi dengan apa yang dinamakan pelacuran tersembunyi (terselubung) dalam bentuk-bentuk kerja jasa lainnya yang sulit dibuktikan, umpamanya pada tingkat murah adalah terselubung dalam pekerjaan tukang-tukang pijat hotel-hotel dan dalam tingkat yang cukup tinggi bersembunyi di tempat-tempat mandi uap dan pijat tertentu yang terdapat di kota-kota besar.

2. 3. 3. Faktor Penyebab Prostitusi/ Pelacuran

Menurut Soedjono D. mengatakan ada tiga faktor utama yang menyebabkan pelacuran :

1. Faktor ekonomi : kemiskinan, ingin hidup mewah. 2. Faktor sosiologis : urbanisasi, keadilan sosial.

Dokumen terkait