• Tidak ada hasil yang ditemukan

RIWAYAT HIDUP

2 TINJAUAN PUSTAKA

Otonomi daerahdi Indonesia memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Dengan kewenangan yang lebih besar ini diharapkan pengembangan wilayah dapat sesuai dengan karakteristik wilayah itu sendiri. Implikasi yang dapat timbul dari hal tersebut adalah adanya persaingan antar wilayah untuk dapat memasarkan produk unggulan yang dimilikinya (Andi, 2006).

Pembangunan pertanian melalui pendekatan sistem usaha agribisnis di Indonesia yang mempunyai potensi sumberdaya yang beragam, mendorong pengembangan sektor pertanian melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu : optimalisasi sumberdaya lokal, penetapan komoditas unggulan berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif di setiap wilayah dan sentra pengembangan komoditas unggulan atau kawasan sentra produksi. Pendekatan tersebut menekankan pada konsentrasi wilayah produksi dan pengembangan komoditas unggulan. Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis, baik berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan untuk dikembangkan di suatu wilayah.

Komoditas Unggulan

Menurut Hendayana (2003), komoditas unggulan adalah komoditas yang layak diusahakan karena memberikan keuntungan kepada petani, baik secara biofisik, sosial maupun ekonomi. Suatu komoditas dikatakan layak secara biofisik jika komoditas tersebut diusahakan sesuai dengan zona agroekologinya. Layak secara sosial jika komoditas tersebut memberi peluang berusaha, serta bisa dilakukan dan diterima oleh masyarakat setempat sehingga berdampak pada penyerapan tenaga kerja, layak secara ekonomi jika komoditas tersebut menguntungkan.

Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhan pada kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial ekonomi yangdapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan. Dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik maupun internasional.

Keberlanjutan pembangunan pertanian dipengaruhi oleh jenis komoditas yang diusahakan. Komoditas unggulan merupakan jenis pilihan komoditas yang diusahakan pada daerah setempat yang memiliki sifat-sifat unggul bagi daerah tersebut bila dibandingkan dengan daerah lainnya. Identifikasi potensi komoditas unggulan di wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan menggunakan analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA).

Metode LQ (Location Quotient)

Salah satu metode untuk menentukan komoditas unggulan menurut Hendayana (2003) adalah metode Location Quotient (LQ). Metode ini merupakan pendekatan tidak langsung untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau nonbasis pada suatu wilayah perencanaan dan dapat mengidentifikasikan sektor unggulan atau keunggulan komparatif suatu wilayah.

Metode LQ merupakan perbandingan relatif antara kemampuan komoditas yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah. Metode LQ juga menunjukkan efisiensi wilayah dan terfokus pada substitusi impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi ekspor (Rustiadi et al., 2009).

Metode LQ digunakan untuk mengindikasikan kemampuan suatu daerah dalam memproduksi suatu komoditas dibandingkan dengan produksi komoditas tersebut dalam lingkup wilayah yang lebih luas (Hendayana, 2003). Kriteria LQ> 1 menunjukkan peranan aktivitas ekonomi komoditas tersebut di suatu wilayah menonjol dan surplus serta kemungkinan dapat dijual ke daerah lain karena komoditas tersebut lebih efisien/murah sehingga mempunyai keunggulan komparatif.

Pendekatan LQ mempunyai kelebihan diantaranya adalah sebagai berikut : a. Memperhitungkan ekspor, baik secara langsung maupun tidak langsung

(barang antara).

b. Metode ini tidak mahal dan dapat diterapkan pada data distrik untuk mengetahui sebarannya.

c. Analisis ini bisa dibuat menarik apabila dilakukan dalam bentuk time – series/trend, artinya dianalisis selama kurun waktu tertentu. Dalam hal ini perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu komoditi tertentu dalam kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau penurunan.

Keterbatasan metode LQ ini adalah sebagai berikut :

a. Berhubung demikian sederhananya, pendekatan LQ ini yang dituntut adalah akurasi data. Sebaik apapun hasil olahan LQ tidak banyak manfaatnya jika data yang digunakan tidak valid.

b. Diperlukan nilai rata-rata dari data series yang cukup panjanguntuk menghindari bias musiman dan tahunan, sebaiknya tidak kurang dari 5 tahun, Sementara itu di lapangan, mengumpulkan data yang panjang ini sering mengalami hambatan.

c. Dalam deliniasi wilayah kajian, untuk menetapkan batasan wilayah yang dikaji dan ruang lingkup aktivitas, acuannya sering tidak jelas. Akibatnya hasil hitungan LQ terkadang aneh, tidak sama dengan apa yang diduga, misalnya suatu wilayah yang diduga memiliki keunggulan di sektor non pangan, yang muncul pangan dan sebaliknya (Wulandari, 2010).

Shift Share Analysis (SSA)

Shift Share Analysis merupakan salah satu dari sekian banyak teknik analisis untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu. Hasil analisis SSA juga menjelaskan kemampuan kompetisi (competitiveness) aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau

perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah lebih luas. Shift share analysis (SSA) digunakan untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan daerah agregat yang lebih luas dalam dua titik tertentu (Panuju dan Rustiadi, 2010).

Hasil analisis SSA diperoleh gambaran kinerja aktivitas di suatu wilayah. Gambaran kinerja ini dapat dijelaskan dari 3 komponen analisis yaitu :

1. Komponen laju pertumbuhan total (komponen share). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah.

2. Komponen pergeseran proporsional (komponen proportional shift). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktivitas tertentu secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor/aktivtas total dalam wilayah.

3. Komponen pergeseran differensial (komponen differential shift). Ukuran ini menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktivitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktivitas tersebut dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamikasuatu sektor/aktivitas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap aktivitas tersebut di sub wilayah lain (Panuju dan Rustiadi, 2010).

Evaluasi Kesesuaian Lahan

Pertumbuhan suatu wilayah akan berdampak pada peningkatan kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan. Kondisi tersebut mengharuskan perlunya pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan pemanfaatan lahan yang terbatas dengan tetap memperhatikan tindakan konservasinya (Sitorus, 2004).

Analisis potensi lahan tidak terlepas dari evaluasi lahan baik secara fisik maupun daya dukung sosial ekonomi terhadap pengembangan suatu kegiatan pada lahan atau lokasi tertentu. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna lahan dan merupakan proses penilaian suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu.

Wilayah fisiografi (physiographic region) adalah pembagian permukaan bumi atas satuan morfologi yang memiliki kesatuan karakteristik bentuk lahan pada skala tertentu. Satu satuan fisiografi terjadi karena proses pembentukan dan tahapan perkembangan sepanjang waktu, sehingga satu satuan fisiografi terdiri dari tiga unsur yaitu bentuk lahan, proses geologi dan tahapan perkembangannya(Nur, 2012).

Pendekatan fisiografik (physiographic approach) adalah pendekatan yang mempertimbangkan lahan secara keseluruhan di dalam penilaiannya yang umumnya menggunakan kerangka bentuk lahan (land form) untuk mengidentifikasikan satuan daerah secara alami.Pendekatan fisiografik mengelompokkan lahan secara keseluruhan dan tidak berdasarkan sifat tertentu. Ini dilakukan dengan anggapan bahwa suatu daerah yang mempunyai fisiografik yang relatif seragam seperti iklim mikro, ciri tanah, kondisi habitat tanaman dan sebagainya. Masing-masing satuan lahan yang diidentifikasikan dengan cara

demikian kemudian dapat dianggap mempunyai sifat-sifat yang secara keseluruhan relatif seragam. Satuan lahan merupakan kelompok lokasi yang berhubungan, dengan bentuk lahan tertentu dalam sistem lahan dan seluruh satuan lahan yang sama dan mempunyai asosiasi lokasi yang sama. Sistem lahan merupakan area yang mempunyai pola yang berulang dari topografi, tanah dan vegetasi(Nur, 2012).

Menurut Brahmanto dan Bandono (2006) bahwa dalam pendekatan fisiografis rencana penggunaan lahan dan program pembangunan disusun konsisten sesuai dengan satuan fisiografi. Beberapa hal yang ditekankan dalam pendekatan fisiografis yaitu :

a) Pendekatan fisiografis lebih menekankan analisis karakteristik fisik lahan secara kualitatif berdasarkan atributnya yang membedakan dengan jelas karakteristik lahan serta potensi dan permasalahan spesifiknya

b) Analisis dan perumusan rencana penggunaan lahan disusun konsisten berdasarkan satuan fisiografi.

c) Penggunaan lahan dapat dibedakan atas dimensi : jenis kegiatan, jenis fungsi, tipe struktur terbangun, karakteristik site atau status kepemilikan lahan. Pendekatan fisiografis lebih menekankan pada karakteristik site yaitu karakteristik dari setiap satuan fisiografi.

d) Penamaan satuan fisiografi yang mudah dipahami dan mudah dibayangkan secara nyata 3 dimensional menjadi dasar untuk memudahkan pemahaman terhadap rencana yang disusun.

Satuan peta lahan adalah kelompok lahan yang mempunyai sifat-sifat sama atau hampir sama dengan penyebarannya digambarkan dalam peta sebagai hasil survei sumberdaya lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).Satuan peta lahan digunakan sebagai satuan analisis dimana setiap satuan lahan yang ada dilakukan pengamatan di lapangan. Setiap satuan lahan dilakukan pengamatan sifat morfologi tanah dan karakteristik lingkungan fisik dengan menggunakan data primer dan data sekunder.

Untuk penilaian kesesuaian lahan suatu wilayah, terlebih dahulu dilakukan penentuan batas-batas satuan peta lahan yang jelas. Penentuan batas satuan peta lahan sebagian didasarkan pada sifat-sifat lahan yang mudah dipetakan seperti relief/lereng, bentuk lahan (landform), jenis tanah dan bahan induk. Landformadalah bentukan permukaan bumi sebagai hasil dari proses-proses geomorfik dan evolusi, yang sangat erat kaitannya dengan keadaan geologi/litologi, iklim, dan relief/lereng, serta dapat menentukan keadaan tanah diatasnya (Marsoedi et al., 1997).

Satuan lahan bisa terdiri dari dua atau lebih satuan tanah yaitu berupa asosiasi atau kompleks (Van Wambeke dan Forbes, 1986). Asosiasi adalah satuan peta lahan yang mempunyai penyebaran satuan cukup jelas, sehingga masih dapat dipisahkan apabila dipetakan pada skala lebih besar, sedangkan kompleks adalah satuan peta lahan yang heterogen, penyebaran satuan tanahnya tidak teratur dan sulit dipisahkan apabila dipetakan pada skala yang lebih besar (Soil Survey Division Staff, 1993). Satuan tanah yang paling dominanlah yang digunakan untuk penilaian kesesuaian lahan.

Analisis kesesuaian lahan dalam penelitian dilakukan hanya berdasarkan penilaian kesesuaian lahan secara fisik. Penilaian kesesuaian lahan secara fisik dilakukan berdasarkan faktor fisik, yang tujuannya untuk menentukan apakah suatu komoditas unggulan sesuai untuk dikembangkan di suatu daerah, dengan mempertimbangkan jenis dan besarnya faktor pembatas fisik yang ditemukan.

Klasifikasi kesesuaian lahan adalah pengelompokan lahan berdasarkan kesesuaiannya untuk tujuan penggunaan tertentu. Kriteria kesesuaian lahan disusun berdasarkan tujuan evaluasi dan persyaratan penggunaan lahan dari suatu tipe penggunaan lahan tertentu yang dihubungkan dengan kualitas lahan. Kriteria kesesuaian lahan digunakan untuk menilai atau memprediksi potensi atau kelas kesesuaian lahan dari wilayah yang bersangkutan. Setiap tipe penggunaan lahan lahan memerlukan persyaratan penggunaan lahan yang berbeda untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal.

Berbagai pendekatan dalam evaluasi lahan telah banyak digunakan, dan pengolahan datanya dilakukan secara manual. Namun pada tahun-tahun terakhir di Puslitbangtanak dilakukan secara komputerisasi. Keunggulan penilaian kesesuaian lahan yang dilakukan secara komputerisasi akan mampu mengolah data banyak dalam waktu singkat, dan akan dapat mengatasi terjadinya perbedaan interpretasi pelaksana (human error). Program evaluasi lahan secara komputerisasi yang saat ini dikembangkan adalah ALES atau Automated Land Evaluation System (Rossiter and Wambeke, 1997).

ALES adalah program kosong yang harus diisi mengenai model evaluasi lahan dan pohon keputusan atau Decision Tree (DT) yang akan digunakan dengan asumsi secara logis untuk masing-masing tipe penggunaan lahan yang dievaluasi dengan memperhatikan data sumberdaya lahan menurut spesifik lokasi.Program ALES relatif lebih mudah digunakan di berbagai kondisi lahan, termasuk di dalam penggunaan parameter dan asumsi-asumsi yang akan dipertimbangkan.

Penilaian kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan karakteristik dan kualitas lahan dengan bantuan program ALES (Automatic Land Evaluation System) dan penyajiannya dalam bentuk digital dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Dalam evaluasi lahan, pengisian program ALES termasuk dalam membangun model evaluasi tidak dapat ditentukan secara umum, karena setiap wilayah di Indonesia mempunyai data fisik lingkungan, mengenai data iklim, terrain (topografi), data tanah dan sosial ekonomi yang spesifik. Oleh karena itu dalam perencanaan pengembangan komoditas pertanian untuk mencapai keberhasilannya, perlu memperhatikan kondisi lahan spesifik lokasidalam menentukan model evaluasi dan penggunaannya (Hendrisman dan Djaenudin, 2005).

Kelayakan finansial usahatani merupakan suatu hal penting yang harus diidentifikasi karena faktor paling penting yang akan membuat petani terus bertani adalah seberapa besar nilai tambah yang bisa diperoleh. Semakin kecil keuntungan yang diperoleh, maka keberlangsungan aktivitas usahatani akan sulit untuk dipertahankan. Petani akan terdorong untuk menjual lahannya dan berganti profesi atau pindah ke kota untuk mencari penghasilan yang lebih baik. Sebaliknya, apabila keuntungan usahatani semakin besar maka petani akan semakin terdorong untuk terus melakukan investasi dan inovasi teknologi.

Analisiskelayakan finansial diperlukan untuk mengukur tingkat kelayakan

a) Revenue Cost Ratio(R/C) untuk tanaman semusim; b).Benefit cost ratio (B/C); c) Net present value (NPV), dan d) Internal Rate of Return (IRR) untuk tanaman tahunan/perkebunan.

Pewilayahan Komoditas Pertanian

Akhir-akhir ini telah diperkenalkan konsepsi pewilayahan komoditas untuk mendukung kebijakan pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan secara lebih luas lagi untuk lebih memantapkan pendekatan pewilayahan pembangungan pada umumnya. Pada hakekatnya konsepsi pewilayahan komoditas ingin membatasi upaya pengembangan suatu komoditas pertanian pada lokasi yang memenuhi persyaratan agroekologis, memenuhi kelayakan agroekonomi dan agro-sosio-teknologi, aksesibilitas lokasi memadai, dan diseconomic-externality yang ditimbulkannya dapat dikendalikan (Susanto dan Sirappa, 2007).

Zonasi atau pewilayahan komoditas adalah suatu kesatuan fungsional kawasan yang mempunyai karakter kegiatan budidaya komoditas pertanian tertentu yang potensial dan prospektif untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi kawasan-kawasan sentra produksi dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian dan budidaya komoditas unggulan (Sofyan dan Sunaryo, 2006). Pengembangan komoditas pertanian pada wilayah yang sesuai dengan persyaratan pedo-agroklimat tanaman yang mencakup iklim, tanah dan topografi akan memberikan hasil yang optimal dengan kualitas yang baik. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah aspek manajemen dalam mengelola lahan yang didasarkan pada sifat-sifat lahan untuk mencapai produktivitas yang berkelanjutan (Syarifuddin, et al., 2004)

Selain menyangkut aspek fisik lingkungan, pelaksanaan program pewilayahan komoditas memerlukan kelembagaan yang sifatnya menunjang pengelolaan sumberdaya daerah disesuaikan dengan ketersediaan sumberdaya lahannya (Kausar, 2000 dalam Djaenuddin et al., 2002). Kegiatan pewilayahan komoditi pada hakekatnya terdiri atas melakukan pemetaan, evaluasi potensi lahan dan pewilayahan komoditi pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, dan lainnya.Untuk penyusunan perwilayahan komoditas, aspek-aspek yang perlu diperhatikan antara lain (Djaenudin et al, 2002) :

1. Keragaman sifat lahan, karena akan menentukan jenis komoditas yang dapat diusahakan dan produktifitasnya serta memberikan hasil yang optimal dengan kualitas prima.

2. Kebijakan lain yang terkait, seperti rencana tata ruang.Hal ini untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan dalam hal penggunaan lahan. Areal yang dipilih harus tercakup dalam wilayah dengan peruntukan sebagai kawasan budidaya pertanian sesuai dengan kriteria sektoral dan kesesuaian lahan.

3. Adanya kelembagaan yang sifatnya menunjang pengelolaan sumberdaya daerah yang disesuaikan dengan ketersediaan sumber daya lahannya.

Pendekatan kewilayahan dalam pembangunan daerah yang utuh dan terpadu akan mampu mewujudkan efisiensi dan efektivitas fungsi perencanaan pembangunan daerah. Memanfaatkan seoptimal mungkin potensi wilayah, sumberdaya lahan dan aspirasi masyarakat setempat merupakan modal utama dalam melaksanakan pembangunan daerah. Apabila pemilihan lahan atau komoditas unggulan yang akan dikembangkan dapat dilakukan secara benar dan sesuai dengan tujuan program maka pusat pertumbuhan yang akan menjadi andalan daerah dapat diwujudkan (Haeruman, 2000).

3 BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitiandilaksanakandi sebagian besar wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan Provinsi Sulawesi Utarayaitu di empat kecamatan dari 5 kecamatan yang ada, meliputi Kecamatan Bolaang Uki, Kecamatan Pinolosian, Kecamatan Pinolosian Tengah dan Kecamatan Pinolosian Timur. Kabupaten ini terdiri dari empat kecamatan yaitu Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari2012 sampai dengan Januari 2013.Analisis tanah dilakukan di laboratorium Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP) Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Peta Satuan Lahan dari BBSDLP tahun 2012 skala 1 : 50.000, data luas areal tanam tahun 2007 – 2011, data produksi tahun 2008 dan 2011 (Lampiran 3, 4 dan 6)danbahan kimia untuk analisis contoh tanah.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner untuk pengumpulan data pertanian dan sosial ekonomi (Lampiran 1 dan 2), form isian basisdata, Buku Taksonomi Tanah, buku petunjuk isian basisdata, buku Munsell Soil Colour Charts,abney level, altimeter, kompas, GPS (Geographic Positional System), peralatan pengambilan contoh tanah di lapang,alat tulis kantor, komputer, sofware ALES(1997) serta Arcview 3.3

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Matrik hubungan antara tujuan penelitian, jenis data, sumber data, teknik analisis data dan keluaran tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Matrik Hubungan antaraJenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis dan Keluaran.

Tujuan Jenis data Sumber data Teknik Analisa data Keluaran

1 2 Menganalisis komoditas unggulan Menganalisis kesesuaian lahan komoditas unggulan - Data luas areal tanam - Data produksi - Peta Satuan Lahan Skala 1 : 50.000 - Peta RTRW Kabupaten skala 1 : 100.000 - Data sosial ekonomi Data sekunder - Dinas Pertanian & Peternakan kabupaten Data sekunder : - BBSDLP - Bappeda - Kuesioner dan wawancara petani - Analisis LQ

- Shift Share Analysis

(SSA)

- Overlay peta satuan lahan dan peta RTRW - Menentukan titik pengambilan contoh tanah - Analisis tanah di laboratorium - Metode matching - Program ALES (Automatic Land Evaluation System) - Analisiskelayakan usahatani Terpilihnya komoditas unggulan tiap kecamatan Kesesuaian lahan komoditas unggulan 3 Menyusun peta pewilayahan komoditas unggulan yang mempunyai prospek dan peluang pasar - Keluaran dari tujuan 2 - Pertimbangan : Keluaran dari tujuan 1 Keluaran dari tujuan 2 Data kelerengan Peta Pewilayahan Komoditas Unggulan skala 1:50.000 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan kerja seperti terlihat pada Gambar 2 yaitu :

1. Analisis komoditas unggulan 2. Evaluasi kesesuaian lahan

Gambar 2 Diagram Alir Penelitian

Analisis Contoh Tanah Basisdata : Site Horizon (SH), Soil Sample Analysis,

Mapping Unit DescriptionMUD)

Sifat morfologi tanah

Pertimbangan - Analisis kelayakan finansial - Kelas Kesesuaian lahan PETA PEWILAYAHAN KOMODITAS Evaluasi kesesuaian lahan :

Matching antara LUR, LC menggunakan ALES

KESESUAIAN LAHAN KOMODITAS UNGGULAN

Pengamatan lapang

Pengamatan sifat-sifat tanah

Pengambilan contoh tanah

Pengumpulan datasosial ekonomi Data Pendukung Luas tanam Produksi Analisis Komoditas unggulan : Analisis LQ Shift Share Analysis (SSA) Komoditas Unggulan

Peta satuan lahan ( BBSDLP ) Peta Satuan Lahan

(sebagai peta kerja)

Overlay peta satuan lahan dengan peta RTRW kabupaten

Peta RTRW Kabupaten

Kawasan budidaya

Analisis Komoditas Unggulan

Analisis komoditas unggulan pertanian dilakukan dengan cara analisis LQ menggunakandata luas areal tanam (Lampiran 3) dan analisis Shift Share menggunakan data produksi (Lampiran 4 dan 6).

Rumus LQ adalah sebagai berikut :

dimana :

Rumus SSA adalah sebagai berikut :

SSA = X…(t1) - 1 + Xi (t1) - X…(t1) + Xij (t1) - Xi (t1) X…(t0) Xi (t0) X…(t0) Xij (t0) Xi (t0) (a) (b) (c) di mana :

Komoditas unggul jika komoditas yang memiliki nilai LQ> 1 dan memiliki nilai Shift Share> 0.

LQij = XXij / Xi .j / X..

Xij = Luas areal tanam komoditas tertentu (i) di suatu kecamatan (j)

Xi = Total luas areal tanam (i) komoditas tertentu di kabupaten

X.j = Total luas areal tanam seluruh komoditas di suatu kecamatan (j)

X.. = Total luas panen seluruh komoditas di kabupaten

LQ > 1 : Sektor basis artinya terjadi konsentrasi komoditas di kabupaten (i) secara relatif dibandingkan dengan tingkat kabupaten atau terjadi pemusatan aktivitas komoditas tertentu di kecamatan (i)

LQ = 1 : Maka kabupaten (i) tersebut mempunyai pangsa aktivitas komoditas yang setara dengan pangsa total

LQ < 1 : Sektor non basis, artinyakomoditas „i‟ disuatu wilayahtidakdapat memenuhikebutuhan sendiri sehinggaperlu pasokan dari luar

Semakin tinggi nilai LQ sektordisuatu wilayah, semakin tinggipotensi keunggulan sektor tersebut

a = Komponen regional share

b = Komponen proportional shift

c = Komponen differential shift

X.. = Nilai total aktifitas wilayah secara agregat X.i = Nilai total aktivitas tertentu di unit wilayah ke-i Xij = Nilai di wilayah ke-I dan aktivitas ke-j

t1 = Titik tahun akhir

Penilaian Kesesuaian Lahan Komoditas Unggulan

Tahapan evaluasi kesesuaian lahan adalah sebagai berikut : 1). Menentukan satuan lahan

Sebelum melakukan evaluasi kesesuaian lahan, dilakukan dulu analisis satuan lahan dari Peta Satuan Lahan Skala 1 ; 50.000 (BBSDLP, 2012) yang akan digunakan sebagai dasar dalam penilaian kesesuaian lahan. Satuan lahan dibentuk berdasarkan pola berulang dari landform, jenis tanah dan penggunaan lahan. Analisis satuan lahan menggunakan pendekatan landform sebagai dasar pembeda utama dalam delineasi satuan lahan. Satuan landform mengacu pada pedoman Klasifikasi Landform No. 5 versi 3.0 oleh Marsoedi et al.,(1997). Setelah itu dilakukan pemisahan yang masuk dalam kawasan budidaya dan kawasan lindung dengan cara mengoverlay peta satuan lahan dengan peta RTRW kabupaten. Satuan lahan yang dievaluasi kesesuaian lahannya adalah satuan lahan yang termasuk dalam kawasan budidaya dan berada di kecamatan yang mempunyai komoditas unggulan. Setelah itu menentukan titik pengamatan pada satuan lahan yang ada di kawasan budidaya tersebut.

2). Pengumpulan data lapang

Pengumpulan data lapang terdiri dari data karakteristik lahan dan data yang diperlukan untuk analisis kelayakan usahatani. Pengumpulan data karakteristik lahan tanah meliputi kedalaman tanah, tekstur, pH tanah, drainase tanah, kemiringan lereng dan erosi tanah. Karakteristik lahan yang tidak dapat diukur di lapang dilakukan pengambilan contoh tanah dari pewakil tiap satuan lahanpada kedalaman 0 – 20 cmdan20 – 40 cm untuk analisis di laboratorium. Karakteristik lahan yang dianalisis adalah tekstur (Pipet), pH (H2O), bahan organic(Walkey and Black), N total(Kjeldahl), P2O5(Bray I), K2O (HCl 25%), KTK dan KB(NH4OAc 1N, pH 7). Cara pengamatan sifat-sifat tanah berpedoman pada buku Guidelines for Soil Profile Description (FAO, 1990).

Pengumpulandataekonomi dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner kepada petanitanaman pangan dan petani tanaman tahunan (Lampiran 1 dan 2). Teknik sampling dilaksanakan secara purposive samplingmemilih dengan sengaja dengan pertimbangan tertentu karena keterbatasan dana dan wilayah yang sulit dijangkau.Wawancara dilakukan

Dokumen terkait