Pencilan
Aunuddin (1989) mendefinisikan pencilan sebagai nilai ektstrim yang menyimpang agak jauh dari kumpulan pengamatan lainnya, yang secara kasar berada pada jarak sejauh tiga atau empat kali simpangan baku dari nilai tengahnya. Ryan (1997) mengelompokkan pencilan dalam berbagai tipe:
1. Pencilan-x, yakni pengamatan yang hanya menyimpang pada sumbu x saja. Pengamatan ini disebut juga sebagai titik leverage.
2. Pencilan-y, yakni pengamatan yang menyimpang hanya karena arah peubah tak bebasnya.
3. Pencilan-x,y, yaitu pengamatan yang menyimpang pada keduanya yakni pada peubah x dan peubah y.
Gambar 1 mengilustrasikan berbagai jenis pencilan. Elips menggambarkan mayoritas data. Titik A, B, dan C adalah pencilan dalam ruang Y karena nilai-nilai y atau nilai respon secara signifikan berbeda dari keseluruhan data dan merupakan pencilan sisaan. Titik B, C dan D adalah pencilan dalam ruang X, karena nilai- nilai x pada titik tersebut berbeda dan ini juga disebut sebagai titik leverage. Titik D walaupun terpencil di ruang X, namun bukanlah pencilan sisaan. Titik B dan C adalah titik leverage dan merupakan pencilan sisaan. Titik E merupakan pencilan sisaan.
Semua tipe pencilan yang digambarkan di atas dapat diringkas dalam Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Ringkasan Jenis Pengamatan Pencilan Titik Pencilan-Y Pencilan-X Pencilan Sisaan
A √ - √
B √ √ √
C √ √ √
D √ √ -
E - √ √
Titik leverage adalah pengamatan (xp, yp) apabila xp terletak jauh jauh dari
sebagian besar xi yang diamati dalam sampel (Rousseeuw 1991). Titik leverage
dapat dilihat pada Gambar 2. Titik (xp,yp) adalah titik leverage karena xp terpencil.
Namun, (xp,yp) bukan merupakan pencilan regresi karena sesuai dengan pola
linier yang ditetapkan oleh titik data lain.
Gambar 2 Ilustrasi Titik Leverage.
Metode Kuadrat Terkecil (MKT)
Persamaan regresi linier berganda adalah persamaan regresi dengan satu peubah respon (Y) dengan lebih dari satu peubah penjelas (X1, X2,...,Xp).
Hubungan antara peubah-peubah tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan:
Yi = β0 + β1X1i + β2X2i + … + βpXpi + εi untuk i = 1, 2, …, n
dengan Yi merupakan pengamatan ke-i (dari n pengamatan) untuk peubah respon
dan Xpi merupakan peubah penjelas ke-p dari pengamatan ke-i. Komponen βp
merupakan parameter yang belum diketahui dan akan diduga, sedangkan εi
merupakan komponen galat yang diasumsikan menyebar normal, bebas dan identik, yang mempunyai nilai tengah 0 dan ragam homogen.
Bila ditulis dalam bentuk matriks model umum regresi linier dinyatakan dengan
Y = Xβ + ε
dengan Y merupakan vektor pengamatan pada peubah respon berukuran (n x 1) dan X adalah matriks berukuran (n x p) dengan p peubah penjelas dan n pengamatan, β adalah vektor koefisien regresi (parameter) berukuran (p x 1) dan ε adalah vektor sisaan berukuran (n x 1). Metode yang sering digunakan oleh para peneliti adalah metode kuadrat terkecil yang dirancang untuk menghasilkan penduga b untuk menduga β, dan nilai dugaan
sehingga
yang meminimumkan jumlah kuadrat sisaan
Penduga M
Penduga M pertama kali dikenalkan oleh Huber pada tahun 1964 sebagai alternatif penduga regresi kekar untuk MKT. Metode ini mengganti pada persamaan (1) menjadi .
Secara umum penduga M meminimumkan fungsi objektif :
dimana fungsi memberikan kontribusi pada masing-masing sisaan pada fungsi objektif. Fungsi harus memenuhi sifat berikut:
1. (e) ≥ 0 2. (0) = 0 3. (e) = (-e)
4. ≥ untuk >
Misalkan = adalah turunan dari , maka untuk meminimumkan persamaan (2) :
Ditentukan fungsi pembobot , dan misalkan maka persamaan dapat ditulis sebagai berikut
Pembobot dalam penduga M bergantung pada sisaan dan koefisien. Prosedur untuk mendapatkan parameter penduga yaitu iterasi yang disebut dengan kuadrat terkecil tertimbang iteratif (iteratively reweighted least squares/IRLS), tahapanya :
1) Duga parameter regresi b(0) dengan MKT.
2) Pada setiap iterasi t, hitung sisaan dan gabungkan pembobot dari iterasi sebelumnya.
3) Penduga parameter kuadrat terkecil terboboti yang baru adalah
dengan X adalah matriks model dengan adalah baris ke-i, dan
4) Ulangi langkah 2 dan 3 hingga didapatkan penaksiran parameter yang konvergen.
Pada penduga M terdapat banyak macam jenis penimbang yang dapat digunakan, diantaranya adalah:
1. Fungsi penimbang yang disarankan oleh Huber memakai fungsi objektif
dengan
dan fungsi penimbang
Gambar 3 Fungsi objektif untuk fungsi penimbang Huber. 2. Fungsi penimbang yang disarankan oleh Tukey memakai fungsi objektif
dengan
Gambar 4 Fungsi objektif untuk fungsi penimbang Tukey (bisquare).
Pengaruh besarnya simpangan e terhadap nilai dugaan dapat dilihat dari perilaku p(e) atau w(e) (Gambar 3 dan 4). Berdasarkan kurva p(e) terlihat bahwa kedua fungsi penimbang tersebut berprilaku mirip rataan dalam selang tertentu di bagian tengah data, di luar batas tersebut pengaruhnya menjadi konstan pada fungsi Huber dan mengecil menuju nol pada penimbang ganda Tukey Aunuddin 1989). Sedangkan dari kurva w(e) terlihat bahwa fungsi Huber memberikan penimbang sebesar satu untuk dan mengecil pada . Pada fungsi Tukey, penimbangnya mengecil setelah e beranjak dari nol dan ketika
penimbangnya nol (Fox 2002). Dengan kata lain semakin besar simpangann mutlak ei akan semakin kecil penimbangnya begitu pula sebaliknya dengan
harapan memperkecil dampak dari pencilan.
Pemilihan konstanta k pada regresi kekar bertujuan menentukan penduga kekar untuk pencilan dan penduga efisien. Bila nilai konstantanya kecil maka model regresi akan lebih kekar tetapi kurang efisien. Sedangkan bila nilai konstantanya besar maka model regresi akan kurang kekar tetapi lebih efisien. Lu (2004) menyatakan bahwa konstanta yang menghasilkan efisiensi 95% dimana galatnya normal serta selalu memberikan perlindungan terhadap pencilan yaitu konstanta sebesar k = 1.345 untuk fungsi penimbang Huber dan sebesar k = 4.685 untuk fungsi penimbang ganda Tukey.
Koefisien regresi b yang dihasilkan masing-masing memiliki sebaran. Sebaran ini berfungsi untuk mengetahui ukuran pemusatan dan ukuran penyebaran dari dugaan. Dimana ukuran pemusatan dilihat dari hasil nilai dugaan
yang sama dengan nilai sebenarnya sedangkan ukuran penyebarannya dilihat dari nilai ragam dugaannya. Besar kecilnya nilai ragam ini menjadi petunjuk mengenai tingkat ketelitian dari dugaan yang diperoleh.
Beberapa peneliti menyarankan untuk mendekati sebaran koefisien regresi
b dengan sebaran asimptotiknya. Hal ini dikarenakan adanya proses iterasi dengan penimbang yang nilainya tergantung pada sisaan yang menjadi sumber kesulitan.
Dengan menggunakan untuk menduga , dan
untuk menduga maka menghasilkan matrik ragam peragam asimptotik untuk b adalah
Penduga S
Penduga S adalah salah satu penduga yang memiliki efisiensi yang rendah. Penduga ini diperoleh dari minimasi dugaan M skala sisaan.
Definisi 1. Misalkan penduga dan vektor sisaan. Penduga S didefinisikan sebagai dengan diperoleh dari dugaan M skala sisaan yang merupakan solusi
(Rousseeuw & Yohai 1984).
Penduga S dapat dinyatakan dalam bentuk lain, yaitu . Bentuk yang terakhir ini bisa representasikan dengan sistem persamaan yang merupakan formula penghitungan simultan pendugaan kekar parameter regresi dan pendugaan kekar skala (Maronna et al. 2006), yaitu:
Besaran pada sistem persamaan di atas adalah peubah kendali dengan nilai . Sedangkan fungsi merupakan suatu fungsi simetrik yang memenuhi beberapa asumsi, yaitu untuk setiap dan , bersifat differentiable (dapat diturunkan) dan turunannya bersifat kontinu, ,
dan jika dan maka . Sementara fungsi adalah turunan fungsi yang memenuhi beberapa asumsi, yakni:
untuk dan fungsi terbatas, fungsi tidak turun dan , fungsi kontinu, dan untuk .
Penduga MM
Penduga MM pertama kali dikenalkan oleh Yohai (1987). Penduga MM merupakan kombinasi antara penduga yang mempunyai nilai breakdown tinggi (50%) dengan efisiensi yang tinggi (kurang lebih 95% hampir sama dengan metode kuadrat terkecil). Dalam penelitian ini penduga MM berasal dari gabungan antara penduga S yang mempunyai nilai breakdown tinggi dengan penduga M yang mempunyai efisiensi yang tinggi sehingga penduga ini memenuhi kriteria yang diharapkan untuk suatu penduga kekar.
Penduga MM mengacu pada fakta bahwa lebih dari satu prosedur penduga M digunakan untuk menghitung penduga akhir. Mengikuti kasus penduga M, IRLS digunakan untuk mendapatkan penduga. Prosedurnya sebagai berikut:
1. Penduga awal dari koefisien b(1) dan sisaan diambil dari regresi dengan resistant tinggi yaitu penduga S. Meskipun penduga harus konsisten, ini tidak perlu efisien.
2. Sisaan dari penduga awal pada Tahap 1 digunakan untuk menghitung sisaan penduga M skala, .
3. Penduga awal sisaan dari Tahap1 dan sisaan skala dari Tahap 2 digunakan dalam iterasi pertama kuadrat terkecil terboboti untuk menentukan koefisien regresi penduga M.
dimana wi penimbang Huber.
4. Penimbang baru dihitung , menggunakan sisaan dari WLS awal (Langkah 3).
5. Menjaga kekonstanan pengukuran sisaan skala dari Langkah 2, Langkah 3 dan 4 dilanjutkan dengan iterasi sampai konvergen.
Efisiensi
Efisiensi dari dua penduga adalah rasio dari ukuran sampel yang diperlukan untuk mendapatkan keakuratan yang sama. Jika dan masing- masing adalah penduga tak bias untuk parameter β, maka efisiensi relatif terhadap adalah . Penduga dikatakan lebih efisien disbanding jika var ( ) < var ( ) atau (Wackerly et al. 2008).
METODOLOGI PENELITIAN
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data simulasi. Banyak data (n) yang dibangkitkan adalah 100 dan diulang 20 kali. Prosedur pembangkitan data simulasi adalah sebagai berikut:
1. Tentukan parameter bagi populasi yaitu β0, β1, dan β2. Dalam kasus ini β0,
β1, dan β2 yang digunakan adalah 5, 5, dan 5.
2. Bangkitkan nilai X1 acak normal dengan nilai tengah 15 dan ragam 1.
3. Bangkitkan nilai X2 acak normal dengan nilai tengah 25 dan ragam 1.
4. Tentukan nilai Y = 5 + 5X1 + 5X2.
5. Bangkitkan sisaan (ε) acak normal dengan nilai tengah 0 dan ragam 1.
6. Tentukan nilai Y = 5 + 5X1 + 5X2 + ε. Hasil ini digunakan sebagai data
dengan 0% pencilan (tanpa pencilan).
7. Bangkitkan sisaan (ε) acak normal dengan nilai tengah 50 dan ragam 1.
Hasil ini akan digunakan sebagai pencilan.
8. Ambil secara acak sisaan yang diperoleh dari langkah 5 sebanyak 95% dan dari langkah 7 sebanyak 5% sebagai pencilan lalu gabungkan.
9. Tentukan nilai Y dengan menjumlahkan hasil dari langkah 4 dan langkah 8. 10. Ulangi langkah 8 – 9 untuk pencilan 10% dan 15%.
11. Ulangi langkah 2 – 10 sebanyak 20 kali.
Metode Analisis
Metode simulasi data digunakan untuk membandingkan metode regresi kekar penduga M, penduga S, dan penduga MM dengan MKT dalam menduga parameter regresi dari gugus data yang memiliki pencilan. Analisis yang dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
1. Lakukan plot pada masing-masing gugus data untuk melihat pencilan.
2. Lakukan pendugaan parameter regresi terhadap masing-masing gugus data menggunakan MKT.
3. Lakukan diagnosis sisaan dari model hasil pendugaan MKT pada masing- masing gugus data, untuk menunjukkan secara visual adanya pencilan dalam data.
4. Lakukan pendugaan parameter regresi terhadap masing-masing gugus data menggunakan metode regresi kekar penduga M, penduga S, dan penduga MM. 5. HItung ragam .
6. Hitung efisiensi penduga parameter β.
7. Tentukan metode mana yang lebih efisien antara metode MKT, penduga M, penduga S, dan penduga MM.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data Simulasi
Plot pencaran titik data antara peubah respon dengan peubah penjelas dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar tersebut mengungkapkan bahwa secara keseluruhan pola pencaran titik tersebut bisa didekati oleh garis lurus (model regresi linier). Titik-titik yang terlihat terlalu jauh dari kumpulan data (yang berada dalam lingkaran) oleh Aunuddin (1989) disebut sebagai pencilan. Pencilan yang ada pada data merupakan pencilan pada peubah respon (Y).
Adanya pencilan sangat mempengaruhi pola pencaran titik. Jika dalam masalah ini langsung saja digunakan MKT tanpa mengungkapkan masalah kemungkinan adanya pelanggaran asumsi, yang dalam kasus ini masalah pencilan, maka akan didapat dugaan model regresi yang kurang baik atau berbias dari hubungan yang sebenarnya dalam gugus pasangan data peubah respon dan peubah penjelas tersebut dan akan memberikan kesimpulan atau interpretasi yang salah.
y 0 % 18.0 16.5 15.0 13.5 12.0 225 220 215 210 205 200 195 190 185 27 26 25 24 23 x1 x2
Plot Pe ncaran Titik dari y0% vs x1, x2
y 5 % 18.0 16.5 15.0 13.5 12.0 270 260 250 240 230 220 210 200 190 180 27 26 25 24 23 x1 x2
Plot Pe ncaran Titik dari y5% vs x1, x2
(a) (b) y 1 0 % 18.0 16.5 15.0 13.5 12.0 270 260 250 240 230 220 210 200 190 180 27 26 25 24 23 x1 x2
Plot Pe ncaran Titik dari y10% vs x1, x2
y 1 5 % 18.0 16.5 15.0 13.5 12.0 270 260 250 240 230 220 210 200 190 180 27 26 25 24 23 x1 x2
Plot Pe ncaran Titik dari y15% vs x1, x2
(c) (d)
Gambar 5 Plot pencaran titik data antara peubah respon dan peubah penjelas yang mempunyai (a) pencilan 0%, (b) pencilan 5%, (c) pencilan 10%, dan (d) pencilan 15%.
Alternatif langkah yang biasa dilakukan adalah menghilangkan atau membuang data pencilan secara langsung terlebih dahulu sebelum dilakukan analisis lanjutan. Data pencilan dapat dibuang jika data itu diperoleh dari kesalahan teknis peneliti seperti kesalahan mencatat amatan atau kesalahan ketika menyiapkan peralatan (Draper & Smith 1998).
Apabila pencilan timbul dari kombinasi keadaan yang tidak biasa yang sangat penting dan tidak bias diberikan oleh data lainnya, maka pencilan itu tidak dapat dibuang begitu saja, melainkan perlu digunakan suatu metode analisis kusus yang dapat mengatasi masalah pencilan dalam melakukan analisis lanjutan seperti pembentukan model regresi.
Diagnosis Sisaan
Diagnosis sisaan dilakukan untuk melihat pencilan yang ada pada data. Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat plot antara sisaan terbakukan dengan nilai Y- duga dari MKT, untuk data dengan pencilan 0% perilaku sisaan terlihat acak. Dari gambar juga dapat dilihat titik-titik yang memencil dari pita pencaran sisaan yang memiliki nilai mutlak sisaan baku lebih dari 3. Titik ini merupakan pencilan.
Fit t ed Value S is a a n Te rb a k u k a n 225 220 215 210 205 200 195 190 185 3 2 1 0 -1 -2 -3
Sisaan Lawan Nilai Duga
(response is y0%) Fit t ed Value S is a a n Te rb a k u k a n 230 220 210 200 190 180 5 4 3 2 1 0 -1
Sisaan Lawan Nilai Duga
(response is y5%) (a) (b) Fit t ed Value S is a a n Te rb a k u k a n 240 230 220 210 200 190 180 3 2 1 0 -1
Sisaan Lawan Nilai Duga
(response is y10%) Fit t ed Value S is a a n Te rb a k u k a n 240 230 220 210 200 190 180 3 2 1 0 -1
Sisaan Lawan Nilai Duga
(response is y15%)
(c) (d)
Gambar 6 Plot sisaan terbakukan dengan nilai duga untuk data yang mempunyai (a) pencilan 0%, (b) pencilan5%, (c) pencilan10%, dan (d) pencilan15%.
Untuk menangani masalah pencilan tersebut digunakan metode regresi kekar yang dikenal tidak peka terhadap adanya pencilan sehingga menghasilkan perilaku sisaan yang lebih baik. Metode egresi kekar yang digunakan adalah metode penduga M, penduga S, dan penduga MM.
Pendugaan Parameter Regresi Menggunakan MKT dan Metode Regresi Kekar
Pendugaan Parameter β0
Hasil pendugaan parameter β0 dapat dilihat pada Tabel 2. Pada kelompok
data tanpa pencilan (0% pencilan) dugaan yang diperoleh hampir sama untuk setiap metode. Namun dapat dikatakan MKT yang paling baik dari keempat metode dalam menduga parameter β0. Pada kelompok data dengan pencilan 5%
penduga yang paling baik diantara keempat metode adalah metode penduga S. Sedangkan hasil dugaan MKT sangat jauh dari yang diharapkan. Pada kelompok data dengan pencilan 10% penduga yang paling baik diantara keempat metode adalah metode penduga M. Pada kelompok data dengan pencilan 15% secara keseluruhan metode regresi kekar memberikan hasil yang hampir sama dalam menduga koefisien regresi.
Tabel 2 Penduga Koefisien Regresi dengan MKT dan Metode Regresi Kekar
Pencilan Parameter MKT M S MM β0 = 5 9.44952 9.5306 9.7505 9.6246 0% β 1 = 5 4.92606 4.9253 4.9113 4.9213 β 2 = 5 4.86574 4.8631 4.8625 4.8618 β0 = 5 -38.873 3.275 3.2171 3.2706 5% β 1 = 5 7.27588 5.0967 5.0806 5.0893 β 2 = 5 5.48792 5.011 5.0233 5.0158 β0 = 5 -31.131 6.2907 7.2661 6.6365 10% β 1 = 5 8.00983 5.1506 5.152 5.1512 β 2 = 5 4.8349 4.8564 4.8161 4.842 β0 = 5 -30.755 9.1976 9.1918 9.1979 15% β 1 = 5 7.82179 5.0921 5.0791 5.0899 β 2 = 5 5.03042 4.7752 4.7836 4.7766
Dari hasil pendugaan dapat dilihat bahwa penduga MKT merupakan penduga yang sangat peka terhadap pencilan. Nilai dugaan yang diperoleh dari MKT menyimpang jauh dari nilai yang diharapkan ketika ada pencilan pada data. Secara umum, dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2, ragam dan rataan bias untuk masing-masing metode.
Pendugaan Parameter β1
Hasil pendugaan parameter β1 dapat dilihat pada Tabel 2. Pada kelompok
data tanpa pencilan (0% pencilan) dugaan yang diperoleh hampir sama untuk setiap metode. Namun dapat dikatakan yang paling baik dari keempat metode adalah metode penduga S karena lebih mendekati nilai parameter. Pada kelompok data dengan pencilan 5% penduga S dan penduga MM memberikan hasil yang hampir sama dan merupakan penduga terbaik. Untuk hasil dugaan MKT masih jauh dari yang diharapkan. Pada kelompok data dengan pencilan 10% metode regresi kekar memberikan hasil yang hampir sama. Pada kelompok data dengan pencilan 15% juga memberikan hasil yang tidak berbeda jauh, namun dapat dikatakan metode yang paling baik adalah metode penduga S. Dari hasil pendugaan dapat dilihat bahwa penduga MKT merupakan penduga yang sangat peka terhadap pencilan karena hasil yang diberikan masih menyimpang dari nilai yang diharapkan. Secara umum, dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2, ragam dan rataan bias untuk masing-masing metode.
Pendugaan Parameter β2
Hasil pendugaan parameter β2 dapat dilihat pada Tabel 2. Pada kelompok
data tanpa pencilan (0% pencilan) dugaan yang diperoleh hampir sama untuk setiap metode. Namun dapat dikatakan yang paling baik dari keempat metode adalah metode penduga MM. Pada kelompok data dengan pencilan 5% penduga yang paling baik diantara keempat metode adalah metode penduga S. Sedangkan hasil dugaan MKT hampir mendekati nilai yang diharapkan. Pada kelompok data dengan pencilan 10% penduga yang paling baik diantara keempat metode adalah metode penduga S. Pada kelompok data dengan pencilan 15% penduga M
merupakan penduga yang paling baik. Secara umum, dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2, ragam dan rataan bias untuk masing-masing metode.
Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa nilai dugaan yang diperoleh dengan menggunakan metode regresi kekar lebih baik daripada MKT. Hasil dugaan yang diperoleh dari metode regresi kekar hampir mendekati parameter. Dapat dilihat bahwa penduga MKT merupakan penduga yang sangat peka terhadap pencilan karena hasil yang diberikan masih menyimpang dari nilai yang diharapkan.
Efisiensi
Efisiensi suatu penduga kekar terhadap penduga lainnya diperlukan untuk mengetahui bahwa penduga tersebut merupakan penduga terbaik, yaitu penduga dengan ragam terkecil. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada data yang tidak mengandung pencilan (0% pencilan), penduga M cukup efisien dibandingkan penduga S dan penduga MM. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai eff ( ) > 1 yakni untuk penduga M dengan penduga S diperoleh eff ( ) = 1.14, eff ( ) = 1.17, dan eff ( ) = 1.19. Nilai-nilai tersebut mempunyai arti bahwa untuk mendapatkan ragam yang sama tentang penduga parameter , metode penduga S memerlukan 114% data dibanding metode penduga M, begitu juga tentang penduga parameter , metode penduga S memerlukan data sebesar 117% dibanding metode penduga M, serta memerlukan 119% untuk parameter .
Tabel 3 Rataan Nilai Efisiensi untuk Data Tanpa Pencilan
Parameter Eff ( )
M vs S M vs MM S vs MM
β0 1.14 1.05 0.92
β1 1.17 1.07 0.92
β2 1.19 1.08 0.91
Untuk penduga M dengan penduga MM dapat dilihat bahwa penduga M juga lebih efisien dibanding penduga MM. Hal ini dilihat dari eff ( ) = 1.05,
bahwa untuk mendapatkan ragam yang sama tentang penduga parameter , metode penduga MM memerlukan 105% data dibanding metode penduga M, begitu juga tentang penduga parameter , metode penduga MM memerlukan data sebesar 107% dibanding metode penduga M, serta memerlukan 108% untuk parameter .
Sedangkan untuk penduga S dengan penduga MM dapat dilihat bahwa penduga MM cukup efisien dibanding penduga S. Hal ini dilihat dari eff ( ) = 0.92, eff ( ) = 0.92, dan eff ( ) = 0.91. Nilai-nilai tersebut mempunyai arti bahwa untuk mendapatkan ragam yang sama tentang penduga parameter , metode MM hanya memerlukan 92% data dibanding metode S, begitu juga tentang penduga parameter , metode MM memerlukan data sebesar 92% disbanding metode S, serta memerlukan 91% untuk parameter .
Tabel 4 Rataan Nilai Efisiensi untuk Data dengan 5% Pencilan
Parameter Eff ( )
M vs S M vs MM S vs MM
β0 1.21 1.12 0.93
β1 1.15 1.07 0.93
β2 1.15 1.07 0.93
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada data yang mengandung 5% pencilan, penduga M cukup efisien dibandingkan penduga S dan penduga MM. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai eff ( ) > 1 yakni untuk penduga M dengan penduga S diperoleh eff ( ) = 1.21, eff ( ) = 1.15, dan eff ( ) = 1.15. Nilai-nilai tersebut mempunyai arti bahwa untuk mendapatkan ragam yang sama tentang penduga parameter , metode S memerlukan 121% data dibanding metode M, begitu juga tentang penduga parameter , metode S memerlukan data sebesar 115% dibanding metode M, serta memerlukan 115% untuk parameter .
Untuk penduga M dengan penduga MM dapat dilihat bahwa penduga M lebih efisien dibanding penduga MM. Hal ini dilihat dari eff ( ) = 1.12, eff ( ) = 1.07, dan eff ( ) = 1.07. Nilai-nilai tersebut mempunyai arti bahwa
untuk mendapatkan ragam yang sama tentang penduga parameter , metode MM memerlukan 112% data dibanding metode M, begitu juga tentang penduga parameter , metode MM memerlukan data sebesar 107% dibanding metode M, serta memerlukan 107% untuk parameter .
Sedangkan untuk penduga S dengan penduga MM dapat dilihat bahwa penduga MM cukup efisien dibanding penduga S. Hal ini dapat dilihat dari eff ( ) = 0.93, eff ( ) = 0.93, dan eff ( ) = 0.93. Nilai-nilai tersebut mempunyai arti bahwa untuk mendapatkan ragam yang sama tentang penduga parameter , metode MM hanya memerlukan 93% data dibanding metode S, begitu juga tentang penduga parameter , metode MM memerlukan data sebesar 93% dibanding metode S, serta memerlukan 93% untuk parameter .
Tabel 5 Rataan Nilai Efisiensi untuk Data dengan 10% Pencilan
Parameter Eff ( )
M vs S M vs MM S vs MM
β0 1.11 1.09 0.98
β1 1.03 1.02 0.99
β2 1.03 1.02 0.98
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa pada data yang mengandung 10% pencilan, penduga M cukup efisien dibandingkan penduga S dan penduga MM. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai eff ( ) > 1 yakni untuk penduga M dengan penduga S diperoleh eff ( ) = 1.11, eff ( ) = 1.03, dan eff (
) = 1.03. Nilai-nilai tersebut mempunyai arti bahwa untuk mendapatkan ragam yang sama tentang penduga parameter , metode S memerlukan 111% data dibanding metode M, begitu juga tentang penduga parameter , metode S memerlukan data sebesar 103% dibanding metode M, serta memerlukan 103% untuk parameter .
Untuk penduga M dengan penduga MM dapat dilihat bahwa penduga M lebih efisien dibanding penduga MM. Hal ini dilihat dari eff ( ) = 1.09, eff ( ) = 1.02, dan eff ( ) = 1.02. Nilai-nilai tersebut mempunyai arti bahwa
untuk mendapatkan ragam yang sama tentang penduga parameter , metode MM memerlukan 109% data dibanding metode M, begitu juga tentang penduga parameter , metode MM memerlukan data sebesar 102% dibanding metode M, serta memerlukan 102% untuk parameter .
Sedangkan untuk penduga S dengan penduga MM dapat dilihat bahwa penduga MM cukup efisien dibanding penduga S. Hal ini dilihat dari eff ( ) = 0.98, eff ( ) = 0.99, dan eff ( ) = 0.98. Nilai-nilai tersebut mempunyai arti bahwa untuk mendapatkan ragam yang sama tentang penduga parameter , metode MM hanya memerlukan 98% data dibanding metode S, begitu juga tentang penduga parameter , metode MM memerlukan data sebesar 99% dibanding metode S, serta memerlukan 98% untuk parameter .
Tabel 6 Rataan Nilai Efisiensi untuk Data dengan 15% Pencilan
Parameter Eff ( )
M vs S M vs MM S vs MM
β0 1.06 1.04 0.98
β1 1.04 1.02 0.98
β2 0.98 0.96 0.98
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa pada data yang mengandung 15% pencilan, penduga M cukup efisien dibandingkan penduga S untuk parameter dan . Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai eff ( ) > 1 yakni untuk penduga M dengan penduga S diperoleh eff ( ) = 1.06, eff ( ) = 1.04. Untuk parameter , penduga S lebih efisien disbanding penduga M karena eff ( ) = 0.98. Nilai-nilai tersebut mempunyai arti bahwa untuk mendapatkan ragam yang sama tentang penduga parameter , metode S memerlukan 106% data dibanding metode M, begitu juga tentang penduga parameter , metode S memerlukan data sebesar 104% dibanding metode M. Untuk pendugaan parameter penduga S hanya memerlukan 98% data dibandingkan metode penduga M.
Untuk penduga M dengan penduga MM, penduga M cukup efisien dibandingkan penduga MM untuk parameter dan . Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai eff ( ) > 1 yakni untuk penduga M dengan penduga S diperoleh eff ( ) = 1.04, eff ( ) = 1.02. Untuk parameter , penduga S lebih efisien disbanding penduga M karena eff ( ) = 0.96. Nilai-nilai tersebut mempunyai arti bahwa untuk mendapatkan ragam yang sama tentang penduga