• Tidak ada hasil yang ditemukan

Probiotik

Istilah probiotik yang berasal dari bahasa Yunani yang artinya for life

memiliki pengertian yang berbeda-beda. Istilah probiotik yang pertama kali dilontarkan oleh Lilley dan Stiwell pada tahun 1965, yang mendefinisikan probiotik sebagai senyawa yang dihasilkan mikroba untuk menstimulir pertumbuhan mikroba lainnya, sehingga merupakan lawan kata dari antibiotik yaitu senyawa yang digunakan untuk membunuh mikroba. Kemudian definisi probiotik berkembang menjadi organisme atau senyawa yang memiliki kontribusi terhadap keseimbangan mikroflora saluran pencernaan.

Pada mulanya probiotik dikembangkan sebagai tambahan pada pakan ternak untuk meningkatkan produktivitas dan kesehatan ternak. Definisi probiotik selanjutnya diperbaiki oleh Fuller (1989) yang mendefinisikan probiotik sebagai mikroba hidup yang disuplementasikan ke dalam makanan atau pakan dan memiliki efek menguntungkan bagi inang yang mengkonsumsi melalui keseimbangan mikroflora saluran pencernaan. Definisi yang hampir sama juga disampaikan oleh Havenar et al. (1992) yang mengartikan probiotik sebagai kultur mikroba tunggal atau campuran yang dapat diaplikasika n pada hewan atau manusia yang memiliki efek menguntungkan dengan cara memperbaiki sifat-sifat mikroflora indigenus pada saluran pencernaan.

Salminen dan Wright (1993) berpendapat bahwa probiotik adalah sejumlah bakteri hidup, produk susu yang difermentasi atau suplemen makanan yang mengandung BAL dalam kondisi hidup. Pernyataan ini kemudian

diperbaharui lagi oleh Salminen et al. (1999) yang menyatakan bahwa probiotik adalah sediaan sel mikroba hidup atau komponen dari sel mikroba yang memiliki pengaruh menguntungkan terhadap kesehatan dan kehidupan inangnya.

Mikroba probiotik pada umumnya dimasukkan dalam makanan fermentasi yang berbasis susu. Alasan pemilihan produk ini adalah bahwa susu yang sudah difermentasi (contohnya yoghurt) telah dikenal sebagai makanan yang menyehatkan. Makanan yang mengandung mikroba probiotik untuk konsumsi manusia tersebut telah dipasarkan di Jepang sejak tahun 1920. Bakteri yang pertama digunakan adalah Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei yang merupakan mikroba pada produk susu fermentasi. Saat ini jumlah spesies mikroba yang digunakan dalam makanan probiotik sudah meningkat dengan pesat, tetapi makanan pembawa kultur probiotik yang utama tetap susu fermentasi dengan berbagai variasi produk olahannya.

Di Jepang Fermented Milks and Lactic Acid Bacteria Association

mensyaratkan jumlah minimal 1 x 107 bifidobacteria setiap g atau ml produk makanan probiotik. Jumlah minimal sel probiotik yang dapat memberikan efek kesehatan masih tetap belum jelas (kontroversial), tetapi peneliti yang lain menyebutkan dosis terapi minimum 1 x 105 sel hidup setiap g atau ml produk. Namun demikian dosis ini sebetulnya sangat tergantung dari jenis makanan serta strain yang digunakan (Rahayu, 2004).

Bakteri Asam Laktat sebagai Probiotik

Bakteri asam laktat (BAL) adalah bakteri Gram positif yang bersifat mikroaerofilik, tidak berspora, dan mampu memfermentasi karbohidrat menjadi

asam laktat. BAL ada yang berbentuk batang (Lactobacillus, Carnobacterium dan

Bifidobacterium) dan koki (Lactococcus, Vagococcus, Leuconostoc, Pediococcus, Aerogonococcus dan Tetragenococcus). Perkembangan klasifikasi BAL yang terbaru menurut Salminen dan Wright (1998), terdiri atas 16 genera yaitu

Aerococcus, Alloiococcus, Dolosigranulum, Globicatella, Carbobacterium, Enterococcus, Lactococcus, Lactobacillus, Lactosphera, Leuconostoc, Oenococcus, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, Vagococcus dan

Weissela. Sedangkan genus Lactobacillus dibagi lagi menjadi 3 subgenera yaitu

Betabacterium, Streptobacterium dan Thermobacterium.

Berdasarkan kemampuannya dalam metabolisme glukosa dan produk akhir yang dihasilkan, BAL dibagi menjadi dua kelompok yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. BAL homofermentatif merupakan BAL yang memproduksi asam laktat sebagai produk utama atau satu-satunya produk hasil fermentasi glukosa, sedangkan BAL heterofermentatif yaitu BAL yang memproduksi laktat, CO2 dan etanol dari metabolisme heksosa. BAL homofermentatif digunakan dalam pengawetan makanan karena produksi asam laktat dalam jumlah besar dan mampu menghambat bakteri penyebab kebusukan makanan dan bakteri patogen lainnya. Sedangkan golongan heterofermentatif lebih ditujukan kepada pembentukan flavour dan komponen aroma, seperti asetaldehid dan diasetil (Fardiaz, 1989).

BAL memiliki peranan yang penting pada kehidupan manusia, karena kemampuannya untuk menghasilkan makanan fermentasi maupun kemampuannya untuk hidup di dalam saluran pencernaan. Menurut Kozaki (1998), BAL berperan pada beberapa proses fermentasi tradisional di Asia Tenggara. Dari penelitian

Rahayu dkk. (1996), yang mengisolasi beberapa makanan tradisional Indonesia yaitu asinan rebung, asinan terong, growol, moromi, tape ubi kayu, tempe dan tempoyak, diperoleh BAL yaitu Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus pento sus sebagai Lactobacillus yang dominan. Pada penelitian tersebut juga diketahui potensi BAL yang lain, yaitu kemampuannya menghasilkan senyawa-senyawa tertentu selain asam laktat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain yang tidak dikehendaki. Kemampuan BAL untuk hidup di dalam saluran pencernaan dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen enterik sehingga dapat dimanfaatkan untuk menjaga kesehatan tubuh dan potensi ini yang menyebabkan BAL digunakan sebagai probiotik.

Menurut Mitsuoka (1990), BAL dapat dibagi atas 4 grup, berdasarkan keberhasilan hidupnya di dalam saluran pencernaan manusia, yaitu :

A. Grup yang berhasil hidup di dalam lumen usus dan merupakan organisme yang paling banyak ditemukan dalam spesimen usus manusia, contohnya galur-galur dari Bifidobacterium.

B. Grup yang berhasil hidup di dalam lumen usus dan sering ditemukan dalam spesimen usus manusia, contohnya Lactobacillus (Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus reuteri).

C. Grup yang berhasil hidup di dalam lumen usus dan kadang-kadang ditemukan dalam spesimen usus manusia, contohnya Lactobacillus (Lactobacillus casei, Lactobacillus brevis).

D. Grup yang sering digunakan dalam pembuatan produk susu dan tidak dapat dijumpai dalam spesimen usus manusia, contohnya Lactobacillus

(Lactobacillus bulgaricus) dan laktokoki (Streptococcus thermophilus,

Streptococcus cremoris).

Menurut Bennet et al. (1993) bakteri dari genus Bifidobacteria dan

Lactobacillus telah terbukti memiliki efek probiotik pada manusia. Keberadaan

Lactobacillus dalam saluran pencernaa n penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem mikroba dalam usus. Bakteri ini menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri patogen seperti Listeria monocytogenes,

Escherichia coli, Salmonella sp dan lainnya (Jacobsen et al. 1999). Penghambatan ini disebabkan oleh produksi komponen penghambat seperti asam organik, hidrogen peroksida, bakteriosin atau kompetisi dalam penempelan pada sel epitel usus.

BAL dengan aktivitas probiotiknya berperan penting dalam mengatur ekosistem saluran pencer naan. Aktivitas probiotik terbagi atas 3 spektrum, yaitu nutrisi, fisiologi dan efek antimikroba (Naidu dan Clemens, 2000). Aspek nutrisi berupa penyediaan enzim untuk membantu metabolisme komponen makanan (laktase), sintesis beberapa jenis vitamin (K, folat, piridoksin, pantotenat, biotin dan riboflavin) dan menghilangkan racun bagi metabolit komponen makanan di dalam usus. Aspek fisiologi meliputi kemampuan menjaga keseimbangan komposisi mikroflora usus dan menstimulasi sistem kekebalan usus. Dan yang terakhir efek antimikroba meliputi kemampuan untuk memperbaiki ketahanan terhadap bakteri patogen.

Karakteristik Probiotik

Karakteristik suatu isolat bakteri untuk dapat dikategorikan sebagai probiotik antara lain memiliki aktivitas antagonis terhadap bakteri patogen, mampu bertahan pada kondisi asam lambung dan tahan terhadap garam empedu serta menempel pada permukaan usus.

Aktivitas Antagonis terhadap Bakteri Enterik Patogen

Bernett et al. (1997) menyatakan bahwa terdapat dua hipotesa mengenai penurunan jumlah bakteri patogen dalam usus manusia. Dua hipotesa tersebut adalah (1) sel BAL mampu mengganti posisi penempelan bakteri patogen di usus dan (2) komponen antimikroba yang dimiliki BAL dapat menghambat bakteri patogen. Hipotesa ini didukung oleh banyak penelitian yang menunjukkan aktivitas antimikroba yang dimiliki galur -galur BAL dan terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen.

Sifat antimikroba adalah suatu kemampuan antagonistik suatu senyawa kimia untuk menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan. Menurut Frazier dan Westhoff (1988), efektifitas antimikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain (1) jenis, jumlah, umur dan latar belakang kehidupan mikroba, (2) konsentrasi zat antimikroba, (3) suhu dan waktu kontak, (4) sifat fisika-kimia substrat (pH, kadar air, tegangan permukaan, jenis dan jumlah zat terlarut, dan senyawa lainnya).

Pelczar et al. (1993) mengemukakan bahwa senyawa antimikroba dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuh mikroba dengan mekanisme berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat proses pembentukannya atau menyebabkan lisis pada dinding sel yang sudah terbentuk, dan perubahan permeabilitas membran sitoplasma sehingga terjadi kebocoran zat nutrisi dari dalam sel. Dengan rusa knya membran sitoplasma akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan atau matinya sel. Pada umumnya bakteri Gram negatif mempunyai ketahanan yang lebih baik terhadap senyawa antimikroba dibanding bakteri Gram positif. Struktur dinding sel bakteri Gram negatif lebih kompleks

yaitu lapisan luar berupa lipoprotein, lapisan tengah berupa polisakarida dan lapisan paling dalam adalah peptidoglikan (5-10%). Sedangkan struktur dinding sel bakteri Gram positif lebih sederhana (90% dinding selnya terdiri dari peptidoglikan), sehingga memudahkan senyawa antimikroba untuk dapat masuk ke dalam sel (Gambar 1 ).

Drago et al. (1997) berhasil menguji kemampuan beberapa galur isolat klinis Lactobacillus dalam menghambat bakteri patogen (E. coli, S. enteridis dan

Vibrio cholerae). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kemampuan penghambatan BAL ini disebabkan oleh produksi senyawa antimikroba berupa asam laktat dan metabolit lainnya seperti bakteriosin, hidrogen peroksida dan asam lemak rantai pendek. Sebagian dari senyawa ini me mperlihatkan aktivitas antagonistik terhadap banyak mikroba perusak dan patogen makanan (Havenar et al. 1992).

Gambar 1. Struktur dinding sel bakteri Gram negatif dan Gram positif (Lohner, 2001)

Menurut Ouwehand (1998), komponen antimikroba dari bakteri asam laktat antara lain adalah asam organik, hidrogen peroksida, karbondioksida,

diasetil, reuterin dan bakteriosin. Asam organik yang dihasilkan BAL mengakibatkan akumulasi produk akhir asam dan turunnya pH yang menyebabkan penghambatan yang luas terhadap bakteri baik Gram positif maupun negatif. Nilai pH rendah yang dicapai, konstanta disosiasi dan konsentrasi asam menentukan aktivitas penghambatan dari asam yang dihasilkan. Asam-asam lipofilik seperti asam laktat dan asetat dalam bentuk tidak terdisosiasi dapat menembus sel mikroba dan pada pH intraseluler yang lebih tinggi, berdisosiasi menghasilkan ion-ion hidrogen dan mengganggu fungsi metabolik esensial seperti translokasi substrat dan fosforilasi oksidatif, dengan demikian mereduksi pH intraseluler.

Pada kondisi aerob, BAL mampu memproduksi hidrogen peroksida melalui transpor aktif dengan bantuan enzim flavin. Hidrogen peroksida dapat merusak susunan membran lipid dan meningkatkan permeabilitas membran. Hal ini merupakan efek bakterisidal dengan cara mengoksidasi sel bakteri dan menyebabkan kerusakan asam nukleat dan protein sel (Naidu dan Clemens, 2000). Di dalam susu, hidrogen peroksida mampu bereaksi dengan senyawa lain membentuk senyawa yang mempunyai pengaruh antimikroba yang dis ebut sistem laktoperoksidase (sistem LP). Dalam susu mentah, tiosianat (SCN-) pada konsentrasi 1-10 ppm dioksidasi oleh enzim laktoperoksidase dengan adanya hidrogen peroksida pada konsentrasi sekitar 10 mmol/L, menjadi senyawa antibakteri yaitu hipotiosia nat (OSCN). Senyawa tersebut dapat mengganggu enzim-enzim yang berperan dalam metabolisme bakteri yang dapat menyebabkan kematian (Reiter dan Harnulv, 1984).

Karbondioksida (CO2) adalah produk akhir terbesar pada fermentasi heksosa oleh BAL yang bersifat heterofermentatif. Beberapa BAL dapat menghasilkan CO2 dari malat, sitrat dan arginin melalui jalur arginin deaminase. Sifat antimikroba yang dimiliki karbondioksida berupa kemampuan menciptakan kondisi lingkungan yang anaerobik dengan cara mengganti posisi oksigen, menurunkan nilai pH dan merusak membran sel. Oleh sebab itu karbondioksida mempunyai spektrum penghambatan yang relatif luas (Naidu dan Clemens, 2000). Diasetil (2,3-butanedione) adalah produk akhir pada metabolisme piruvat melalui fermentasi sitrat oleh BAL. Sifat antimikroba yang dimiliki diasetil lebih efektif terhadap bakteri Gram negatif, khamir dan kapang. Diasetil mengganggu penggunaan arginin oleh bakteri Gram negatif dengan cara bereaksi dengan arginin yang terikat pada protein sel. Diasetil sebagai senyawa antimikroba terbukti efektif terhadap bakteri Gram negatif seperti Salmonella typhimurium dan

Escherichia coli (Davidson dan Hoover, 1993).

Reuterin adalah senyawa antimikroba dengan spektrum luas yang efektif terhadap bakteri Gram nega tif, khamir, kapang dan protozoa. Senyawa ini menghambat enzim-enzim sulfhidril seperti ribonukleotida reduktase, suatu enzim yang terlibat dalam biosintesis DNA. Reuterin dihasilkan oleh Lactobacillus reuterii yang terdapat dalam alat pencernaan manusia dan hewan. Berat molekul reuterin adalah kurang dari 200 Da dan tahan terhadap aktivitas protease. Reuterin merupakan campuran dengan komposisi berimbang dari monomer hidrat dan dimer siklik dari â-hidroksipropionaldehida yang terbentuk selama metabolisme anaerobik gliserol dan gliseraldehid (Talarico dan Dobrogosz, 1989).

Bakteriosin merupakan produk metabolit sekunder BAL yang mempunyai kesamaan kerja seperti antibiotik, yaitu mampu menghambat pertumbuhan beberapa bakteri tertentu. Bakteriosin adalah senya wa protein, oleh karena itu disintesis melalui mekanisme biosintesis protein secara umum yang melibatkan transkripsi dan translasi (Davidson dan Hoover, 1993). Sifat antimikroba yang dimiliki bakteriosin adalah spesifik untuk spesies tertentu dan aktivitas penghambatannya melalui adsorpsi pada reseptor spesifik atau nonspesifik yang terdapat pada permukaan luar sel bakteri yang dituju. Adsorpsi ini diikuti dengan perubahan metabolik, biologi dan morfologi, selanjutnya bakteri yang diserang akan mati (Naidu dan Clemens, 2000). Target utama dari bakteriosin yang diproduksi BAL kemungkinan besar adalah membran sitoplasma, karena bakteriosin memulai reaksi-reaksi yang mengubah permeabilitas membran sehingga mengganggu transpor membran atau menghilangkan tenaga gerak proton yang mengakibatkan terhambatnya produksi energi dan biosintesis protein atau asam nukleat (Nissen-Meyer, 1992).

Galur murni Lactobacillus sp. yang diisolasi dari produk probiotik komersial mampu menghambat Listeria monocytogenes, Escherichia coli,

Salmonella typhimurium dan Salmonella enteridis (Chateu et al. 1993). Menurut Salminen et al. (1993), Lactobacillus acidophilus bersifat antagonistik terhadap pertumbuhan Salmonella typhimurium. Pada penderita yang terinfeksi Salmonella

pada ususnya, terbukti akan sembuh bila mengkonsumsi Lactobacillus acidophilus dalam jumlah besar (3,0 x 1012 cfu/ml). Namun pemberian probiotik tidak mempengaruhi lamanya diare, hanya menurunkan frekuensinya (Naidu dan Clemens, 2000). Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri yang secara normal

terdapat di saluran usus manusia dan mampu memproduksi senyawa antimikroba seperti hidrogen peroksida, asam organik dan antibiotik.

Ketahanan terhadap Asam Lambung

Ketahanan terhadap asam lambung merupakan syarat penting sua tu isolat untuk dapat menjadi probiotik. Hal ini disebabkan bila isolat tersebut masuk ke dalam saluran pencernaan manusia, maka ia harus mampu bertahan dari pH asam lambung yaitu sekitar 2,5 (Jacobsen et al. 1999). Hasil sekresi lambung yang dikenal dengan istilah getah lambung merupakan cairan jernih berwarna kuning pucat yang mengandung HCl 0,2 – 0,5% dengan pH sekitar 1 (bila lambung dalam kondisi benar-benar kosong). Getah lambung terdiri atas air (97 – 99%), musin (lendir) serta garam anorganik, enzim pencernaan (pepsin serta renin) dan lipase. Berrada et al. (1991) yang dikutip oleh Chou dan Weimer (1999) menyatakan bahwa waktu yang diperlukan mulai saat bakteri masuk sampai keluar dari lambung sekitar 90 menit. Jadi isolat yang diseleksi untuk diguna kan sebagai probiotik harus mampu bertahan dalam keadaan asam lambung selama sedikitnya 90 menit.

BAL adalah mikroorganisme fermentatif yang dapat hidup pada kisaran pH yang luas. Pertahanan utama sel bakteri dari lingkungannya adalah membran seluler yang terdiri atas struktur lemak dua lapis. Bila sel bakteri terpapar pada kondisi yang sangat asam, maka membran sel dapat mengalami kerusakan dan berakibat hilangnya komponen-komponen intraseluler, seperti Mg, K dan lemak dari sel. Biasanya kerusakan ini me nyebabkan kematian pada sel. Kondisi ini dapat dideteksi dengan cara mengukur konsentrasi komponen intraseluler yang

keluar dari dalam sel. Bakteri yang toleran terhadap asam, membran selnya lebih tahan terhadap kebocoran akibat pH rendah dibandingkan dengan yang tidak tahan asam.

Toleransi BAL yang cukup tinggi terhadap asam juga disebabkan oleh kemampuannya untuk mempertahankan pH sitoplasma lebih basa daripada pH ekstraseluler. Menurut Siegumfeldt et al. (2000), pada BAL terjadi perubahan dinamis pH intraseluler seiring dengan terjadinya penurunan pH ekstraseluler sehingga tidak terjadi gradien proton yang besar. Bagi BAL gradien proton yang besar tidak menguntungkan sebab translokasi proton menggunakan banyak energi. Selain itu gradien proton yang besar mengakibatkan akumulasi anion, asam organik dalam sitosol yang bersifat toksik bagi sel tersebut.

BAL tidak hanya tumbuh dengan lambat pada pH rendah, tapi kerusakan akibat asam dan hilangnya viabilitas juga dapat terjadi pada sel bakteri yang terpapar pa da pH rendah. Tiap galur memiliki ketahanan yang berbeda terhadap asam atau pH rendah. Contohnya Lactobacillus lebih toleran terhadap pH rendah daripada laktokoki dan streptokoki. Zavaglia et al. (1998) telah menguji ketahanan isolat klinis Bifidobacteria bila terpapar pada pH 3,0 selama 1 jam. Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 11 dari 25 isolat klinis Bifidobacteria berhasil hidup dalam kondisi pH rendah, dengan ketahanan lebih besar dari 1%. Jacobsen

et a.l (1999) menguji ketahanan 47 isolat BAL dari berbagai sumber pada pH 2,5. Dari 47 isolat tersebut hanya 29 isolat yang mampu bertahan pada pH 2,5 dan tidak ada satupun yang mampu tumbuh setelah inkubasi 4 jam. Sedangkan Chou dan Weimer (1999) menyeleksi 7 isolat Lactobacillus acidophilus dan hasilnya menunjukkan bahwa semua isolat tahan terhadap pH 3,5 selama 90 menit.

Isolat BAL dari dadih yang berhasil diisolasi oleh Elida (2002) ternyata menunjukkan ketahanan yang cukup tinggi saat dipaparkan pada pH 3,5 selama 24 jam. BAL yang diisolasi dari dadih tersebut (Lactobacillus brevis ae4,

Streptococcus lactis subsp. diacetylactis abk1, Leuconostoc mesenteroides abk1 dan Leuconostoc paramesenteroides dk7) memiliki ketahanan terhadap asam berkisar antara 70-90% dengan penurunan sebesar 1 log dari jumlah awal 108 cfu/ml. Sedangkan isolat BAL dari tempoyak mempunyai ketahanan yang lebih rendah yaitu sebesar 40% pada pH 2,5 yang berarti bahwa BAL yang diisolasi dari tempoyak tersebut lebih sensitif terhadap asam (Wirawati, 2002).

Kusumawati (2002) melakukan sele ksi BAL asal makanan fermentasi Indonesia dan hasilnya menunjukkan hampir semua isolat memiliki ketahanan yang baik untuk tumbuh pada pH rendah dengan penurunan jumlah koloni pada pH rendah dibandingkan kontrol tidak sampai 1 unit log/ml, kecuali Lactobacillus Plantarum FNCC 107 mengalami penurunan 1,1 unit log/ml. Sedangkan Evanikastri (2003) menguji ketahanan 17 isolat klinis BAL yang diisolasi dari feses bayi. Dari 17 isolat ternyata terdapat 13 yang mengalami penurunan jumlah koloni kurang dari 1 unit log/ml (paling resisten), sedangkan 4 isolat lainnya mengalami penurunan jumlah koloni antara 1,5 – 3,5 unit log/ml (resisten).

Ketahanan terhadap Garam Empedu (Bile Salt)

Lactobacillus adalah mikroflora normal yang terdapat di dalam saluran pencernaan manusia dan mempunyai ketahanan yang bervariasi terhadap garam empedu. Ketahanan isolat klinis BAL terhadap garam empedu juga merupakan syarat penting untuk probiotik. Seperti halnya ketahanan terhadap asam, menurut

Zavaglia et al. (1998) dan Jacobsen et al. (1999), semua mikroba yang berhasil hidup setelah ditumbuhkan dalam MRSA yang ditambah 0,3% oxgal, dinyatakan bersifat tahan terhadap garam empedu. Konsentrasi garam empedu sebesar 0,3% merupakan konsentrasi yang kritikal, nilai yang cukup tinggi untuk menyeleksi isolat yang resisten terhadap garam empedu.

Asam empedu disintesa dalam hati dari kolesterol, menghasilkan senyawa asam empedu primer. Asam empedu ini berkonjugasi dengan glisin atau taurin dan disekresikan ke dalam kantung empedu sebagai asam empe du terkonjugasi. Asam empedu di dalam kantung empedu dilepaskan ke dalam lumen

duodenum dalam bentuk misel dengan asam lemak dan gliserol yang dihasilkan oleh pencernaan lipase pankreatik. Menurut Corzo dan Gilliland (1999), antara 5.500 sampai 35.500 mg asam empedu terkonjugasi disekresikan ke dalam usus kecil manusia setiap harinya untuk membantu absorpsi lemak makan, kolesterol, vitamin hidrofobik dan senyawa larut lemak yang lain. Asam empedu terkonjugasi diserap dari usus kecil (sekitar 97%) dan dikembalikan ke dalam hati melalui sirkulasi hepatik. Sebagian kecil dari asam empedu (250–400 mg) yang tidak terserap hilang dari tubuh manusia sebagai asam empedu bebas di feses. Mekanisme di mana asam empedu diserap dalam usus kecil dan kolon, disintesa kembali dan disekresikan lagi dikenal sebagai sirkulasi hepatik.

Laktobasili yang paling bersifat resisten terhadap garam empedu terdapat pada bagian atas usus halus (jejunum). Hal ini juga dilaporkan oleh Ray (1996) dan Drouault et al. (1999), bahwa jumlah BAL yang terdapat di jejunum lebih rendah dibanding ileum, caecum dan colon (Tabel 1). Hal ini disebabkan

konsentrasi garam empedu pada bagian jejunum paling tinggi daripada ileum, karena lokasinya paling dekat bila garam empedu masuk ke dalam saluran usus.

Tabel 1. Populasi kelompok bakteri utama pada usus manusia (Ray, 1996) Jumlah bakteri (log10 CFU/ml) Kelompok Bakteri

Jejunum Ileum Colon Feses

Lactobacillus

Gram positif, tidak berspora, anaerob 3 2 5 2 6 5 6 6 Enterococcus 3 5 7 7 Bacteroides 3 3 7 9 Enterobacteriaceae 3 4 6 8

Menurut Smet et al. (1995) beberapa Lactobacillus mempunyai enzim dengan aktivitas untuk menghidrolisa garam empedu (bile salt hydrolase, BSH). Enzim ini mampu mengubah kemampuan fisika-kimia yang dimiliki oleh garam empe du, sehingga tidak bersifat racun bagi BAL. Semakin tinggi konsentrasi garam empedu, maka jumlah sel Lactobacillus yang mati juga akan meningkat (Ngatirah et al. 2000 ; Kusumawati, 2002). Hal ini disebabkan karena peningkatan aktivitas enzim β-galaktosidase terhadap garam empedu, sehingga meningkatkan permeabilitas membran sel. Bila permeabilitas membran sel meningkat maka banyak materi intraseluler yang keluar dari dalam sel. Bila hal ini berlangsung terus-menerus akan menyebabkan lisis sel bakteri.

Ngatirah et al. (2000) menguji ketahanan isolat BAL yang diisolasi dari makanan fermentasi dan feses bayi terhadap garam empedu. Pengujian dilakukan pada MRSB yang mengandung garam empedu 10% selama 24 jam. Ketahanan

terhadap garam empedu dihitung berdasarkan se lisih unit OD (Optical Density) pada panjang gelombang 660 nm yang dicapai setelah inkubasi 24 jam dengan OD pada awal inkubasi yang hasilnya berkisar antara 1,16-2,34. Dari penelitian tersebut terungkap bahwa isolat yang diisolasi dari sumber yang sama me miliki ketahanan terhadap garam empedu yang beragam atau ketahanan terhadap garam empedu bersifat strain dependent.

Kusumawati (2002) melaporkan bahwa isolat BAL yang diisolasi dari makanan fermentasi asal Indonesia menunjukkan perbedaan ketahanan untuk tumbuh pada lingkungan yang mengandung garam empedu 1% dan 5%, dimana perbedaan tersebut bersifat beragam untuk masing-masing galur. Pada konsentrasi 1%, Lactobacillus acidophilus FNCC 116 memiliki selisih log yang terkecil yaitu

Dokumen terkait