• Tidak ada hasil yang ditemukan

Danau

Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam, dengan tepi yang umumnya curam.Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja. Berdasarkan pada proses terjadinya danau dikenal danau tektonik yang terjadi akibat gempa dan danau vulkanik yang terjadi akibat aktivitas gunung berapi (Barus, 2004).

Menurut Odum (1994) pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: danau alami dan danau buatan. Danau alami merupakan danau yang terbentuk sebagai akibat dari kegiatan alamiah, misalnya bencana alam, kegiatan vulkanik dan kegiatan tektonik. Danau buatan adalah danau yang dibentuk dengan sengaja oleh kegiatan manusia dengan tujuan-tujuan tertentu dengan jalan membuat bendungan pada daerah dataran rendah.

Danau dicirikan dengan arus yang sangat lambat (0.001-0.01 m/detik) atau tidak ada arus sama sekali. Oleh karena itu, waktu tinggal (residence time) air dapat berlangsung lama. Arus air didanau bergerak ke berbagai arah. Perairan danau biasanya memiliki stratifikasi kualitas air secara vertikal. Stratifikasi ini tergantung pada kedalaman dan musim.Zonasi perairan dibagi menjadi dua yaitu zonasi dasar dan zonasi kolom air. Zonasi dasar, terdiri atas supra-litoral, litoral, sub-litoral dan profundal. Zonasi kolom air terdiri atas zonasi limnetik, tropogenik, kompensasi dan tropolitik (Effendi, 2003).

Ekosistem Danau

Ekosistem air yang terdapat di daratan secara umum dibagi atas 2 yaitu perairan lentik dan lotik. Perairan lentik disebut sebagai perairan tenang, misalnya danau, rawa, waduk, situ, telaga. Perairan lotik disebut juga sebagai perairan berarus deras, misalnya sungai, kali, kanal, parit. Perbedaan utama antara perairan lotik dan lentik adalah dalam kecepatan arus air. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama. Sementara perairan lotik umumnya mempunyai kecepatan arus yang tinggi, disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat (Barus, 2004).

Kutarga, et al. (2008) measumsikan bahwa keberadaan danau sangat penting dalam turut menciptakan keseimbangan ekologi dan tata air. Dari sudut ekologi, danau merupakan ekosistem yang terdiri dari unsur air, kehidupan akuatik, dan daratan yang dipengaruhi oleh tinggi rendahnya muka air, sehingga adanya danau akan mempengaruhi tinggi dan rendahnya muka air. Selain itu, adanya danau juga akan mempengaruhi iklim mikro dan keseimbangan ekosistem di sekitarnya. Odum (1994), menyatakan lingkungan air tawar sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup ikan. Habitat air tawar menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan habitat laut dan darat.

Odum (1994) menyatakan ekosistem danau mempunyai tiga zona yaitu: 1. Litoral

Daerah ini merupakan daerah dangkal. Cahaya matahari menembus dengan optimal. Air yang hangat berdekatan dengan tepi. Tumbuhannya merupakan tumbuhan air yang berakar dan daunnya ada yang mencuat ke atas

permukaan air. Komunitas organisme sangat beragam termasuk jenis-jenis ganggang yang melekat (khususnya diatom), berbagai siput dan remis, serangga, krustacea, ikan, amfibi, reptilia air dan semi air seperti kura-kura dan ular, itik dan angsa, dan beberapa mamalia yang sering mencari makan di danau.

2. Limnetik

Daerah ini merupakan daerah air bebas yang jauh dari tepi dan masih dapat ditembus sinar matahari. Daerah ini dihuni oleh berbagai fitoplankton, termasuk ganggang dan bakteri. Ganggang berfotosintesis dan bereproduksi dengan kecepatan tinggi selama musim panas dan musim semi. Zooplankton yang sebagian besar termasuk rotifera dan udang-udangan kecil memangsa fitoplankton. Zooplankton dimakan oleh ikan-ikan kecil. Ikan kecil dimangsa oleh ikan yang lebih besar, kemudian ikan besar dimangsa ular, kura-kura, dan burung pemakan ikan.

3. Profundal

Daerah ini merupakan daerah yang dalam, yaitu daerah afotik danau. Mikroba dan organisme lain menggunakan oksigen untuk respirasi seluler setelah mendekomposisi detritus yang jatuh dari daerah limnetik. Daerah ini dihuni oleh cacing dan mikroba. Daerah zonasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Ekosistem Danau Siombak

Danau Siombak terletak di Kelurahan Rengas Pulau, Medan Marelan, berjarak 18 km sebelah utara dari pusat Kota Medan. Danau ini tidak secara alami terbentuk, melainkan sebuah danau buatan yang pada mulanya merupakan daerah rawa-rawa. Danau buatan ini mempunyai sejarah tersendiri, yakni sekitar tahun 1980 tanah di rawa-rawa itu dikeruk untuk menimbun pembuatan jalan tol Belawan-Medan-Tanjung Morawa (Belmera) sepanjang 34 km. Luas daerah yang dikeruk dari tanah milik masyarakat. Danau yang berada diketinggian dua meter di atas permukaan laut itu, sangat potensial sebagai sebuah tempat tujuan wisata karena memiliki keindahan alam. Danau itu terletak di antara dua sungai, yaitu Sungai Deli yang bermuara di Bagan Deli, Belawan, dan Sungai Terjun yang bermuara di Kuala Deli, Belawan (Agustini, 2013).

Karakteristik Fisika dan Kimia di Danau Suhu

Effendi (2003) menyatakan suhu berperan sebagai pengatur proses metabolisme dan fungsi fisiologis organisme. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang baik bagi pertumbuhannya. Suhu merupakan faktor penting di lingkungan perairan tawar karena secara langsung mempengaruhi biota, terutama laju metabolisme dan reproduksi, dan secara tidak langsung melalui faktor-faktor lingkungan lain seperti kelarutan gas, viskositas air dan sebaran densitas air. Suhu ambient untuk suatu wilayah spesifik berkaitan dengan

faktor-faktor oseanografi dan geografi, dan dapat spesifik ekosistem. Suhu mempengaruhi aktivitas ikan, seperti pernafasan, pertumbuhan dan reproduksi (Huet, 1970).

pH

Sawyer dan McCarty (1978) menyatakan bahwa derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen dalam perairan. Nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Tingkat keasaman merupakan faktor yang penting dalam proses pengolahan air untuk perbaikan kualitas air. Kondisi perairan bersifat netral apabila nilai pH sama dengan 7, kondisi perairan bersifat asam bila pH kurang dari 7. Sedangkan pH lebih dari 7 kondisi perairan bersifat basa.

Perubahan nilai derajat keasaman (pH) dan konsentrasi oksigen yang berperan sebagai indikator kualitas perairan dapat terjadi sebagai akibat berlimpahnya senyawa-senyawa kimia baik yang bersifat polutan maupun bukan polutan. Limbah yang mengalir ke dalam perairan pada umumnya kaya akan bahan organik, berasal dari bermacam sumber seperti limbah rumah tangga, pengolahan makanan dan bermacam industri kimia lainnya. Bahan organik dalam limbah tersebut terdapat dalam bentuk senyawa kimia seperti karbohidrat, protein, lemak, humus, surfaktan dan berbagai zat kimia lainnya. Air laut umumnya memiliki nilai pH di atas 7 yang berarti bersifat basis, namun dalam kondisi tertentu nilainya dapat menjadi lebih rendah dari 7 sehingga menjadi bersifat asam. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan nilai pH, nilai yang ideal untuk kehidupan antara 7 – 8,5. Pada nilai pH yang lebih rendah (< 4),

sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH rendah (Susana, 2009).

BOD(Biochemical Oxygen Demand)

Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi. Parameter BOD, secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran

air buangan. Sesungguhnya penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama organisme tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam. Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar untuk mencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/sampel tersebut juga harus berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar ± 9 ppm pada suhu 20°C (Salmin, 2005).

Biochemical Oxygen Demand (BOD5) menunjukkan banyaknya oksigen yang dikonsumsi oleh mikroba aerob dalam proses respirasi untuk menguraikan bahan organik yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar 20oC selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya. Secara tidak langsung BOD5

merupakan indikator dari jumlah oksigen terlarut yang digunakan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan pencemar organik. BOD hanya menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis (biodegradable). Pada perairan alami, yang berperan sebagai sumber bahan organik adalah tanaman dan hewan yang telah mati. Perairan alami memiliki nilai BOD antara 0,5-7,0 mg/l (Effendi, 2003).

DO(Dissolved oxygen)

Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan. Oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Adanya proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan. Oksigen juga sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pernapasan (Salmin, 2005). Huet (1970) menyatakan DO merupakan perubahan mutu air paling penting bagi organisme air, pada konsentrasi lebih rendah dari 50% konsentrasi jenuh, tekanan parsial oksigen dalam air kurang kuat untuk mempenetrasi lamella, akibatnya ikan akan mati lemas. Kandungan DO di kolam tergantung pada suhu, banyaknya bahan organik, dan bamyaknya vegetasi akuatik

Oksigen telarut merupakan salah satu unsur pokok pada proses metabolisme organisme, terutama untuk proses respirasi. Disamping itu juga dapat

digunakan sebagai petunjuk kualitas air. Pada umumnya oksigen terlarut berasal dari difusi oksigen dari udara ke dalam air dan proses fotosintesis dari tumbuhan hijau. Pengurangan oksigen terlarut disebabkan oleh proses respirasi dan penguraian bahan-bahan organik. Berkurangnya oksigen terlarut berkaitan dengan banyaknya bahan organik dari limbah industri yang mengandung bahan-bahan yang tereduksi dan lainnya (Effendi, 2003). Huet (1970), menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 mg/L dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun. Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme. Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 mg/L selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70%.

Sawyer dan McCarty (1978) menjelaskan bahwa oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Adanya pergolakan massa air akibat adanya angin atau gelombang membantu meningkatkan kandungan oksigen terlarut karena meningkatnya proses difusi oksigen dari atmosfer ke badan air.

Kedalaman

Kedalaman perairan dimana proses fotosintesis sama dengan proses respirasi disebut kedalaman kompensasi. Kedalaman kompensasi biasanya terjadi pada saat cahaya di dalam kolom air hanya tinggal 1 % dari seluruh intensitas cahaya yang mengalami penetrasi dipermukaan air. Kedalaman kompensasi

sangat dipengaruhi oleh kekeruhan dan keberadaan awan sehingga berfluktuasi secara harian dan musiman (Effendi, 2003).

Dengan bertambahnya kedalaman, proses fotosintesis akan semakin kurang efektif, maka akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut sampai pada suatu kedalaman yang disebut Compensation Depth, yaitu kedalaman tempat oksigen yang dihasilkan melalui proses fotosintesis sebanding dengan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi. Kadar oksigen terlarut yang turun drastis dalam suatu perairan menunjukkan terjadinya penguraian zat-zat organik dan menghasilkan gas berbau busuk dan membahayakan organisme (Wijana, 2010).

Kecerahan

Cahaya matahari dibutuhkan tumbuhan air (fitoplankton) untuk proses assimilasi. Besar nilai penetrasi cahaya ini dapat diidentikkkan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih berlangsungnya proses fotosintesis (Nybakken, 1988). Effendi (2003) menyatakan kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparasi yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk, dimana nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah.

Kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat terlarut, partikel-partikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa oleh aliran sungai dapat mengakibatkan tingkat kecerahan air danau menjadi rendah, sehingga dapat menurunkan nilai produktivitas perairan

(Nybakken, 1988). Menurut Jubaedah (2006) cahaya dibutuhkan oleh ikan untuk memangsa, menghindar diri dari predator, atau untuk beruaya. Pada daerah gelap yang penetrasi cahayanya kurang, hanya akan dihuni oleh ikan buas atau predator yang lebih menyukai tempat gelap. Effendi (2003) menyatakan nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter, nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukran, kekuruhan dan tersuspensi serta ketelitian seseorang yang melakukan pengukuran kecerahan sebaiknya diakukan pada saat cuaca cerah.

Kekeruhan

Kekeruhan digunakan untuk menyatakan derajat kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari yang masuk ke badan perairan, sehingga dapat menghalangi proses fotosintesis dan produksi primer perairan. Kekeruhan biasanya terdiri dari partikel anorganik yang berasal dari erosi dari DAS dan resuspensi sedimen di dasar danau. Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel tersuspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya. Kekeruhan yang tinggi menyebabkan penurunan penetrasi cahaya secara mencolok, sehingga aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga menurun, yang berakibat produktivitas perairan menjadi turun (Wetzel, 2001).

Kekeruhan yang terjadi pada perairan tergenang seperti danau lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan parikel-partikel halus. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmeregulasi seperti pernafasan dan daya lihat organisme akuatik serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Effendi (2003) menyatakan bahwa

tingginya nilai kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.

Salinitas

Kandungan kadar garam dalam suatu media berhubungan erat dengan system (mekanisme) osmoregulasi pada organisme air tawar. Affandi (2001) menyatakan bahwa organisme akuatik mempunyai tekanan osmotik yang berbeda-beda dengan lingkungannya. Oleh karena itu, ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air agar proses-proses fisiologis di dalam tubuhnya berlangsung normal.

Setiap organisme mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk menghadapi masalah osmoregulasi sebagai respon atau tanggapan terhadap perubahan osmotik lingkungan eksternalnya. Perubahan konsentrasi ini cenderung mengganggu kondisi internal yang mantap. Untuk menghadapi masalah ini hewan melakukan pengaturan tekanan osmotik dengan mengurangi gradient osmotik antara cairan tubuh dengan lingkungannya, melakukan pengambilan garam secara selektif. Pada organisme akuatik seperti ikan, terdapat beberapa organ yang berperan dalam pengaturan tekanan osmotik atau osmoregulasi agar proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat berjalan dengan normal. Osmoregulasi ikan dilakukan oleh organ-organ ginjal, insang, kulit dan saluran pencernaan (Affandi, 2001).

Nekton

Nekton adalah organisme yang dapat berenang dan bergerak aktif dengan kemauan sendiri, misalkan ikan, amfibi, serangga air besar dan termasuk golongan

ini (Odum, 1994). Banyaknya speises nekton di suatu perairan dapat memberikan gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut. Sinaga (1995) menjelaskan bahwa keragaman spesies nekton di perairan, termasuk sungai dapat mendeskripsikan tingkat kompleksitas suatu komunitas nekton di perairan tersebut. Nekton adalah organism perairan yang dapat bergerak atau berenang sendiri dalam air sehingga tidak bergantung pada arus laut yang kuat atau gerakan air yang disebabkan oleh angin. Contoh nekton adalah aneka ikan-ikan, reptil, mamalia, udang dan lain-lain. Nekton merupakan organisme laut yang bermanfaat bagi manusia terutama untuk perbaikan gizi dan peningkatan ekonomi.

Ekosistem perairan tawar diakui Bank Dunia kaya akan biodiversitas tetapi selama ini kurang mendapat perhatian dalam proses pembangunan. Akibatnya berbagai aktivitas pembangunan mengancam kelestarian kekayaan biota perairan tawar. Salah satunya ikan air tawar yang mudah terkena dampak berbagai kegiatan manusia di daratan sekitarnya, seperti konversi hutan menjadi pemukiman transmigran dan limbah industri. Penurunan kekayaan jenis ikan air tawar dipercepat pula oleh kerusakan atau lenyapnya habitat (Wargasasmita, 2002).

Keanekaragaman Sumberdaya Hayati Nekton

Potensi sumberdaya perikanan disuatu perairan selalu dikaitkan dengan produksi, hasil tangkapan per unit usaha dalam kegiatan perikanan tangkap. Menurut Dirjen Perikanan Tangkap (2003) perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan hewan atau tanaman air yang hidup di laut atau perairan umum secara bebas. Pemanfaatan sumberdaya

(produksi) ikan terkait dengan kelestarian sumberdaya perikanan, maka semua kebijakan yang diterapkan mempertimbangkan keberadaan sumberdaya dalam jangka waktu yang relatif lama. Ketentuan Umum Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang perikanan, bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan adalah Pengelolaan perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dilakukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan. Pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat dan kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat.

Keanekaragaman hayati adalah suatu ukuran untuk mengetahui keanekaragaman kehidupan yang berhubungan erat dengan jumlah suatu komunitas. Keanekaragaman jenis (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) merupakan indeks yang sering digunakan untuk mengevaluasi keadaan suatu lingkungan perairan berdasarkan kondisi biologi. Suatu lingkungan yang stabil dicirikan oleh kondisi yang seimbang dan mengandung kehidupan yang beraneka ragam tanpa ada suatu spesies yang dominan (Odum, 1994).

Krebs (1972) mengasumsikan bahwa ekosistem yang baik mempunyai ciri-ciri keanekaragaman jenis yang tinggi dan penyebaran jenis individu yang hampir merata di setiap perairan. Perairan yang tercemar pada umumnya kekayaan jenis relatif rendah dan di dominansi oleh jenis tertentu (Kottelat, dkk., 1993).

Karakteristik dan Struktur Komunitas Nekton di Danau

Pengkajian komunitas biota merupakan dasar dari pengkajian ekosistem secara keseluruhan maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui struktur komunitas ikan berdasarkan keanekaragaman, kelimpahan relatif, dominansi, keseragaman dan indeks similaritas (Odum, 1994). Menurut Kordi (2007) bahwa secara alami, kandungan mineral tawar sangat beragam, tergantung pada sumber dan lokasinya. Dalam ekosistem air tawar, kadar garam yang terlarut dalam air tawar <0.05 %, di mana natrium mempunyai konsentrasi tinggi dibandingkan dengan kalium dan magnesium.

Menurut Odum (1994) komunitas adalah kumpulan dari populasi-populasi yang terdiri dari spesies yang berbeda yang menempati daerah tertentu. Komunitas dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk atau sifat struktur utama seperti spesies dominan, bentuk-bentuk hidup atau indikator-indikator, habitat fisik dari komunitas, dan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional. Komunitas dapat dikaji berdasarkan klasifikasi sifat-sifat struktural (struktur komunitas). Struktur komunitas dapat dapat dipelajari melalui komposisi ukuran dan keanekaragaman spesies. Struktur komunitas juga terkait juga dengan kondisi habitat. Perubahan pada habitat akan berpengaruh pada tingkat spesies sebagai komponen terkecil penyusun populasi yang akan membentuk komunitas.

Brower, et al. (1990) menyatakan suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi jika kelimpahan spesies yang ada atau individu antar spesies secara keseluruhan yang sama banyak atau hampir sama

banyak menurut ukurannya pada nilai indeks keanekaragaman (D’), indeks keseragaman (Es) dan indeks dominansi (D). Indeks keanekaragaman adalah ukuran kekayaan spesies dilihat dari jumlah spesies dalam suatu komunitas dan kelimpahan relatif (jumlah individu tiap spesies). Indeks keseragaman/kemerataan adalah ukuran jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Semakin merata penyebaran individu/proporsi antara spesies, maka keseimbangan komunitas akan makin meningkat.

Welcome (1985), menyatakan bahwa ikan air tawar dapat dibagi kedalam tiga golongan: jenis black fish, ikan ini memiliki kemampuan adaptasi tinggi diseluruh habitat air tawar, black fish tahan terhadap perubahan lingkungan dan umumnya memiliki alat pernafasan tambahan. Ikan tersebut termasuk jenis ikan residen pada daerah tertentu. Jenis white fish (ikan putihan), termasuk jenis ikan yang aktif bermigrasi selama hidupnya dan sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Ikan tersebut tidak mampu berdaptasi dengan lingkungan yang terus menerus berubah dan ikan ini hidup dibagian permukaan air dan ikan jenis moderat, ikan black fish memiliki kemampuan beradaptasi lebih dari ikan jenis white fish dan dapat ditemukan diberbagai tipe habitat. Jenis ikan black fish kebanyakan hidup di aliran sungai.

Teknik Penangkapan dan Identifikasi Ikan

Kotelat, et. al. (1993) mengatakan alat yang paling bermanfaat untuk mengumpulkan nekton berukuran kecil dari sebagian besar perairan adalah jalaserok, dengan ukuran minimum mata jaring kira-kira 1.5-2.0 mm, ukuranbingkainya 50-70 cm x 40-50 cm. Jaring semacam ini pada umumnya

digunakan di parit–parit atau sungai-sungai kecil untuk mengumpulkan nekton kecil dengan memegangnya secara tegak lurus kearah jenis nekton yang akan ditangkap. Jaring ini juga banyak digunakan untuk mengumpulkan jenis nekton yang hidup diantara vegetasi yang lebat, diantara akar-akar tumbuhan yang

Dokumen terkait