• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekosistem Sungai

Ekosistem merupakan interaksi dari berbagai komponen lingkungan.

Hubungan timbal balik dalam suatu ekosistem memiliki tingkat keserasian dan tingkat keselarasan yang tinggi dalam perjalanan ruang dan waktu. Ekosistem air tawar merupakan sumberdaya air yang khas dan kompleks dengan keberadaan berbagai tipe habitat (Barus, 2004).

Sungai adalah tempat-tempat atau habitat suatu ekosistem perairan terbuka yang berupa alur jaringan pengaliran (air, sedimen, substrat, dan lain-lain) dan sempadannya mulai dari awal mata air sampai di muara dengan dibatasi sisi kanan dan kiri sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan, serta terkait langsung dengan daerah aliran sungai dan wilayah sungai (Maryono, 2017).

Sungai merupakan suatu sistem yang dinamis dengan segala aktivitas yang berlangsung antara komponen-komponen lingkungan yang terdapat didalamnya.

Ekosistem sungai dibagi menjadi beberapa zona dimulai dengan zona krenal (mata air) yang umumnya terdapat didaerah hulu. Zona krenal dibagi menjadi rheokrenal yaitu mata air yang berbentuk air terjun biasanya terdapat pada tebing-tebing yang curam, limnokrenal yaitu mata air yang membentuk genangan air yang selanjutnya membentuk aliran sungai yang kecil. Selanjutnya aliran dari beberapa mata air akan membentuk aliran sungai di daerah pegunungan, adanya perbedaan keterjalan dari topografi aliran sungai menyebabkan kecepatan arus mulai dari daerah hulu sampai ke hilir akan bervariasi. Daerah hulu ditandai dengan kecepatan arus yang tinggi dan kecepatan arus tersebut akan semakin berkurang pada aliran sungai yang mendekati daerah hilir (Barus, 2004).

Sebagaimana telah disinggung di atas, sungai mempunyai fungsi vital kaitannya dengan ekologi. Sungai dan bantaran biasanya merupakan habitat yang sangat kaya akan flora dan fauna sekaligus sebagai barometer kondisi ekologi daerah tersebut. Sungai yang masih alamiah dapat berfungsi sebagai aerasi alamiah yang akan meningkatkan atau menjaga kandungan oksigen air sungai (Maryono, 2005).

Komponen-komponen ekosistem DAS saling berinteraksi, berintelerasi, dan interdepedensi. Dalam ekosistem DAS terdapat beberapa sub sistem yang perlu dipahami dalam pengelolaan DAS. Di pegunungan, dataran tinggi, dan dataran rendah di jumpai iklim, geologi, hidrologi, tanah dan vegetasi yang saling berinteraksi membangun ekosistem (Rauf et al, 2011).

Bagian hulu merupakan daerah sumber erosi karena alur sungai melalui daerah pegunungan, perbukitan atau lereng gunung api, sebagai akibat keadaan itu maka keadaan kontur akan relatif lebih rapat yang menunjukan miringnya permukaan bumi cukup tinggi. Alur sungai yang terjadi mempunyai lembah yang curam dan biasanya melalui banyak terjunan dan jeram, penampang melintang berbentuk V dengan materi palung sungai terdiri dari batuan cadas, kerikil, dan tanah (Loebis et al, 1993).

Fauna sungai memiliki karakteristik teratur. Jenis ikan yang hidup di sungai dipengaruhi oleh kecepatan air, tingkat sedimentasi air sungai, temperatur, morfologi sungai, vegetasi tepi sungai, vegetasi akuatik, dan lain sebagainya.

Organisme di dasar sungai, di zona amphibi, dan zona kering akan menempati zonasi habitatnya masing-masing secara teratur. Satu dan lainnya tidak bias secara serta merta dipisahkan atau dipindahkan sebab terikat sebagai bagian dari

ekosistem dengan habitatnya. Lebih dari itu, ukuran panjang dan lebar ikan di sungai dapat menggambarkan sifat karakteristik fisik sungai yang bersangkutan.

Sebagai contoh, ikan bertubuh panjang dengan potongan melintang membulat merupakan penghuni wilayah perairan dengan kecepatan air tinggi, sebaliknya ikan dengan postur tubuh pendek dan pipih sering dijumpai pada kondisi sungai dengan kecepatan air rendah (Maryono, 2007).

Ekologi Ikan

Ikan merupakan hewan vertebrata dan dimasukan ke dalam filum Chordata yang masih hidup dan berkembang di dalam air dengan menggunakan insang.

Ikan mengambil oksigen dari lingkungan air di sekitarnya. Ikan juga mempunyai anggota tubuh berupa sirip untuk menjaga keseimbangan dalam air sehingga ia tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh angin (Siagian, 2009).

Ikan sebagai hewan air memiliki beberapa mekanisme fisiologis yang tidak dimiliki oleh hewan yang berada di darat. Perbedaan habitat inilah yang menyebabkan perkembangan organ-organ ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Misalnya sebagai hewan yang hidup di air baik tawar maupun diperairan laut menyebabkan ikan harus dapat mengetahui kekuatan arah arus, karena ikan dilengkapi dengan organ yang dikenal sebagai linnea lateralis. Organ ini tidak ditemukan pada hewan darat. Contoh lain perbedaan konsentrasi antara medium tempat hidup dan konsentrasi cairan tubuh memaksa ikan melakukan osmoregulasi untuk mempertahankan konsentrasi cairan tubuhnya akibat difusi dan osmose (Fujaya, 2002).

Morfologi Ikan

Ikan adalah hewan berdarah dingin, ciri khasnya adalah mempunyai tulang belakang, insang dan sirip, dan terutama ikan sangat bergantung atas air sebagai medium dimana tempat mereka tinggal. Ikan memiliki kemampuan di dalam air untuk bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh arah angin (Burhanuddin, 2008).

Ikan merupakan salah satu jenis hewan vertebrata yang bersifat poikilotermis, memiliki ciri khas pada tulang belakang, insang dan siripnya serta tergantung pada air sebagai medium untuk kehidupannya. Ikan memiliki kemampuan di dalam air untuk bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh arah angin. Dari keseluruhan vertebrata, sekitar 50,000 jenis hewan, ikan merupakan kelompok terbanyak di antara vertebrata lain memiliki jenis atau spesies yang terbesar sekitar 25,988 jenis yang terdiri dari 483 famili dan 57 ordo (Wahyuningsih dan Barus, 2006).

Ikan adalah hewan yang yang bertulang belakang, berdarah dingin, dan hidup di dalam air, bergerak serta mempertahankan keseimbangannya dengan menggunakan sirip bernafas dengan insang atau dengan alat pernafasan tambahan.

Ada beranekaragam jenis ikan, pada ikan terdapat sepuluh sistem yang bekerja sama-sama membentuk keseluruhan individu. Kesepuluh sistem tersebut adalah sistem pencernaan, sistem integument, sistem rangka, sistem otot, sistem pernafasan, sistem peredaran darah, sistem ekskresi, sistem syaraf, sistem reproduksi, dan sistem hormone (Lagler et al., 1977).

Keanekaragaman

Keanekaragaman spesies terdiri atas dua komponen, yaitu jumlah spesies yang ada (umumnya mengarah kekayaan spesies) dan kelimpahan relatif spesies yang mengarah keseragaman. Keanekaragaman pada umumnya diukur dengan memakai pola distribusi beberapa ukuran kelimpahan diantara spesies (Septiano, 2006)

Menurut Odum (1994) menyatakan bahwa suatu lingkungan yang stabil dicirikan oleh kondisi yang seimbang dan mengandung kehidupan yang beranekaragam tanpa ada suatu spesies yang dominan. Keanekaragaman jenis (H’), Keseragaman (E), dan Dominasi (C) merupakan indeks yang sering digunakan untuk mengevaluasi keadaan suatu lingkungan perairan berdasarkan kondisi biologi.

Keanekaragaman dan kelimpahan ikan juga ditentukan oleh karakteristik habitat perairan. Karakteristik habitat di sungai sangat dipengaruhi kecepatan aliran sungai. Kecepatan aliran tersebut ditentukan oleh perbedaan kemiringan sungai, keberadaam hutan atau tumbuhan di sepanjang daerah aliran sungai yang berasosiasi dengan keberadaan hewan-hewan penghuninya (Jukri et al., 2013).

Parameter yang Mempengaruhi Kehidupan Ikan

Setiap organisme yang hidup dalam suatu perairan tergantung terhadap semua yang terjadi pada faktor abiotik. Adanya hubungan saling ketergantungan antara organisme-organisme dengan faktor abiotik dapat digunakan dengan mengetahui kualitas perairan (Siagian, 2009). Adapun faktor abiotik yang mempengaruhi kehidupan ikan adalah :

Suhu

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan, peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi (Effendi, 2003).

Kisaran suhu lingkungan perairan lebih sempit dibandingkan dengan lingkungan daratan, karena itulah maka kisaran toleransi organisme akuatik terhadap suhu juga relatif lebih sempit dibandingkan dengan organisme daratan.

Berubahnya suhu suatu badan air besar pengaruhnya terhadap komunitas akuatik (Suin, 2002).

Kecerahan

Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual menggunakan Secchi disk. Kekeruhan digunakan untuk menyatakan derajat kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang.

Kekeruhan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari yang masuk ke badan perairan, sehingga dapat menghalangi proses fotosintesis (Pujiastuti et al., 2013).

Kecerahan air sungai dipengaruhi oleh banyaknya material tersuspensi yang ada di dalam air sungai. Material ini akan mengurangi masuknya sinar matahari ke air sungai. Semakin ke hilir semakin banyak material yang ada di dalam air sungai yang semakin menurunkan kecerahan air sungai berakibat pada penurunan kecerahan air sungai (Siahaan et al., 2012).

Kecepatan Arus

Kecepatan arus air adalah faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting baik pada perairan lotik maupun pada perairan lentik. Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air. Pengaruh arus terhadap organisme air yang sangat penting adalah ancaman bagi organisme tersebut dihanyutkan oleh arus yang deras. Dalam konteks ini kecepatan arus menjadi masalah bagi organisme. Untuk itu maka organisme harus mempunyai adaptasi morfologis yang spesifik untuk dapat bertahan hidup pada habitat yang berarus (Barus, 2004).

Kecepatan arus air dari suatu badan air ikut menentukan penyebaran organisme yang hidup di badan air tersebut, tingkah laku hewan air juga ikut ditentukan oleh aliran air. Selain itu, aliran air juga ikut berpengaruh terhadap kelarutan udara dan garam-garam dalam air, sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme air (Suin, 2002).

Kedalaman

Kedalaman merupakan salah satu parameter fisika, semakin dalam perairan maka intensitas cahaya yang masuk semakin berkurang. Kedalaman merupakan wadah penyebaran atau faktor fisik yang berhubungan dengan banyak air yang masuk ke dalam suatu sistem perairan (Gonawi, 2009). Pengukuran kedalaman menggunakan tongkat berskala yang digunakan dengan menancapkan hilang ke dasar perairan dan dicatat nilai ambang batas air pada skala.

pH

Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan, didefinisikan sebagai logaritma dari resiprokal aktivitas ion hidrogen dan secara matematis dinyatakan sebagai pH = log1/H+. dimana H+ adalah banyaknya ion hidrogen dalam mol per liter larutan. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukan apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa (Barus, 2004).

Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah (Effendi, 2003).

Pengukuran pH air dapat dilakukan dengan cara kolorimetri, dengan kertas pH, atau dengan pH meter. Pengukurannya tidak begitu berbeda dengan pengukuran pH tanah, hanya saja disini pengukuran dilakukan tanpa pengenceran.

Yang perlu diperhatikan dalam pengukuran pH air adalah cara pengambilan contohnya harus benar, bila akan mengukur pH air dari kedalaman tertentu haruslah contoh air diambil dengan alat seperti yang digunakan pada pengukuran suhu air (Suin, 2002).

DO (Dissolved Oxygen)

Kelarutan maksimum oksigen didalam air terdapat pada suhu 0OC, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya suhu air. Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi

oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut (Barus, 2004).

Kelarutan oksigen dalam air dapat dipengaruhi oleh suhu, tekanan parsial gas-gas yang ada di udara maupun di air, kadar garam dan adanya senyawa yang terkandung dalam air. Konsumsi oksigen pada ikan bervariasi menurut spesies, ukuran, aktivitas dan suhu air. Umumnya pengaruh DO terhadap kehidupan ikan adalah sebagai berikut: DO di bawah 3 ppm, tidak cocok untuk kehidupan ikan;

DO dari 3-6 ppm, tidak cocok untuk kehidupan ikan; dan DO di atas 6 ppm, cukup cocok untuk kehidupan ikan (Nugroho, 2006).

Oksigen merupakan faktor yang paling penting bagi organisme air. Semua tumbuhan dan hewan yang hidup dalam air membutuhkan oksigen yang terlarut untuk bernafas. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara dan hasil dari fotosintesis tumbuhan yang ada didalam air. Oksigen dari udara terlarut masuk dalam air karena adanya difusi langsung, dan agitasi permukaan air oleh aksi angin dan arus turbulen (Suin, 2002).

Dokumen terkait