• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Steenis (2003) tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut

Kingdom : Plantae; Divisio : Spermatophyta; Subdivisio : Angiospermae;

Class : Dicotyledoneae; Ordo : Polypetales; Family : Leguminosae;

Subfamily :Papilionoideae; Genus : Glycine; Species : Glycine max (L.) Merrill. Sistem perakaran pada kedelai yaitu akar tunggang dan akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m atau lebih pada kondisi yang optimal. Namun umumnya akar tunggang hanya tumbuh pada kedalaman lapisan tanah olahan yang tidak terlalu dalam sekitar 30-50 cm ( Ramos, et al., 2010).

Tanaman kedelai berbatang pendek (30 cm), memiliki 3-6 percabangan. Cabang akan muncul di batang tanaman dan jumlah cabang tergantung dari varietas dan kondisi tanah. Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe determinate dan indeterminate. Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga (Jenabiyan, et al., 2014).

Daun kedelai termasuk daun majemuk dengan tiga buah anak daun. Bentuknya oval dengan ujung lancip. Daun-daun ini akan menguning jika sudah tua, dan berguguran mulai bagian bawah. Pada tipe determinate daun bagian

bawah tengah batang seragam. Sedangkan pada tipe indeterminate daun atas lebih kecil ( Irwan, 2006).

Bunga kedelai termasuk bunga sempurna yaitu setiap bunga mempunyai alat jantan dan betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih tertutup sehingga kemungkinan perkawinan silang akan kecil. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Sekitar 60 % bunga rontok sebelum membentuk polong (Murniati, 2010)

Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Di dalam polong terdapat biji yang berjumlah 2-3 biji. Setiap biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil (sekitar 7-9 g/100 biji), sedang (10-13 g/100 biji), dan besar (>13 g/100 biji). Bentuk biji bervariasi, tergantung pada varietas tanaman, yaitu bulat, agak gepeng, dan bulat telur. Namun demikian, sebagian besar biji berbentuk bulat telur (Irwan, 2006).

Syarat Tumbuh Iklim

Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah, tetapi air tetap tersedia. Jagung merupakan tanaman indikator yang baik bagi kedelai. Tanah yang baik ditanami jagung, baik pula ditanami kedelai. Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH= 5,8-7,0 tetapi pada pH 4,5 pun kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan aluminium. Pertumbuhan

bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik (Murniati, 2010).

Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan panjang hari atau lama penyinaran sinar matahari karena kedelai termasuk tanaman “hari pendek”. Artinya, tanaman kedelai tidak akan berbunga bila panjang hari melebihi batas kritis, yaitu 15 jam perhari. Oleh karena itu, bila varietas yang berproduksi tinggi dari daerah subtropik dengan panjang hari 14 – 16 jam ditanam di daerah tropik dengan rata-rata panjang hari 12 jam maka varietas tersebut akan mengalami penurunan produksi karena masa bunganya menjadi pendek, yaitu dari umur 50 – 60 hari menjadi 35 – 40 hari setelah tanam. Selain itu, batang tanaman pun menjadi lebih pendek dengan ukuran buku subur juga lebih pendek (Irwan, 2006).

Kedelai akan tumbuh subur pada wilayah yang curah hujan optimalnya 100-200 mm/bulan dengan hujan yang merata. temperatur antara 25-27 C dengan penyinaran penuh atau minimal 10 jam per hari. Kelembaban suhu rata-rata yang baik bagi tanaman kedelai adalah 50%. Tanaman kedelai bisa tumbuh pada daerah yang berada antara 0-900 meter diatas permukaan laut. Pertumbuhan optimal tanaman kedelai terjadi pada daerah dengan ketinggian 650 m diatas permukaan laut (Murniati, 2010).

Tanah

Kedelai termasuk tanaman yang mampu beradaptasi terhadap berbagai agroklimat, menghendaki tanah yang cukup gembur, tekstur lempung berpasir dan liat. Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang mengandung bahan organik dan pH antara 5,5 – 7 (optimal 6,7). Tanah hendaknya mengandung cukup air tapi tidak sampai tergenang (Rubatzky dan Yamaguci, 1989).

Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan pertanaman kedelai yaitu kedalaman olah tanah yang merupakan media pendukung pertumbuhan akar. Artinya, semakin dalam olah tanahnya maka akan tersedia ruang untuk pertumbuhan akar yang lebih bebas sehingga akar tunggang yang terbentuk semakin kokoh dan dalam. Pada jenis tanah yang bertekstur remah dengan kedalaman olah lebih dari 50 cm, akar tanaman kedelai dapat tumbuh mencapai kedalaman 5 m. Sementara pada jenis tanah dengan kadar liat yang tinggi, pertumbuhan akar hanya mencapai kedalaman sekitar 3 m (Irwan, 2006).

Tanaman kedelai dapat ditanam pada berbagai jenis tanah dengan drainase dan aerasi yang baik. Jenis tanah yang sangat cocok untuk menanam kedelai ialah Aluvial, Regosol, Grumosol, Latosol, dan Andosol. Nilai pH ideal bagi pertumbuhan kedelai dan bakteri Rhizobium adalah 6,0-6,8. Untuk menaikkan pH, dilakukan pengapuran misalnya dengan Kalsit, Dolomit dan lain-lain (Rubatzky dan Yamaguci, 1989).

Pemuliaan Mutasi dengan Radiasi Gamma

Induksi mutasi pada benih adalah perlakuan umum yang biasa digunakan dalam penelitian pemuliaan tanaman. Mutasi merupakan perubahan yang terjadi pada materi genetik. Induksi mutasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan keragaman tanaman. Tujuan mutasi adalah untuk memperbesar variasi suatu tanaman yang dimutasi sehingga dapat diperoleh sifat atau karakter yang diinginkan (Santoso, et al., 2010).

Radiasi dengan sinar gamma umumnya digunakan dalam pemuliaan mutasi untuk mendapatkan keragaman genetik dari suatu tanaman. Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian dan pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak pada

bagian yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel, misalnya tunas dan biji yang sedang berkembang. Teknologi nuklir dengan cara radiasi pada dosis yang tepat sudah mampu menghasilkan tanaman yang memiliki sifat berbeda dengan induknya pada generasi M1 (Harsanti dan Ishak, 1999).

Kita dapat menghasilkan tanaman yang unggul dari mutasi. Mutasi itu dapat dilakukan dengan radiasi gamma. Namun penyinaran tersebut harus sesuai dengan dosis. Dosis iradiasi diukur dalam satuan Gray (Gy), dimana 1 Gy = 0,10 krad, yakni 1 J energi per kilogram iradiasi yang dihasilkan. Dalam penyinaran tersebut dosis radiasi dibagi menjadi tiga yaitu tinggi (>10 kGy), sedang (1-10 kGy), dan rendah (<1 kGy). Perlakuan dengan dosis tinggi akan mematikan bahan yang dimutasi atau mengakibatkan sterilisasi. Penentuan dosis iradiasi yang efektif merupakan persyarat untuk pembibitan dan pengembangan variasi genetik hasil mutasi ( Mursito, 2003).

Pemilihan Individu Berdasarkan Karakter Seleksi

Seleksi merupakan bagian penting dari program pemuliaan tanaman untuk memperbesar peluang mendapatkan genotipe yang unggul. Hal ini juga berlaku untuk pemuliaan tanaman kedelai. Pengujian perlu dilakukan sebanyak mungkin pada galur-galur kedelai terpilih, sehingga didapatkan galur - galur kedelai yang berdaya hasil tinggi (Pinaria et al., 1995).

Pemuliaan kedelai ditujukan untuk mendapatkan varietas unggul yang mempunyai sifat-sifat antara lain : (a) Potensi hasil tinggi, (b) umur pendek, (c) tahan terhadap penyakit penting karat daun, bakteri busuk daun, virus dan nematoda, (d) tahan terhadap hama penting seperti lalat bibit kacang, ulat pemakan daun dan hama penghisap polong, (e) toleran terhadap tanah asam, (f)

beradaptasi baik pada tanah tanpa pengolahan intensif, (g) toleran terhadap naungan, (h) mutu biji baik dalam hal daya simpan benih dan gizi (Arifin, 2006).

Menurut Hartatik (2007), agar program seleksi memberikan hasil yang diharapkan populasi tetua haruslah memiliki syarat sebagai berikut : 1) Dapat dihasilkan keragaman keturunan yang cukup besar. Hasil dapat diperoleh jika tetua persilangan cukup beragam, 2) Ukuran populasi cukup besar agar memberikan keleluasaan dalam pemilihan. Keragaman bahan tanaman dapat diperoleh dengan berbagai cara, antara lain : introduksi varietas baru, pemisahan hasil persilangan, mutasi buatan, poliploidi dan spesies liar.

Metode seleksi pada pemuliaan mutasi adalah metode seleksi pedigree. Seleksi pedigree merupakan salah satu seleksi pada populasi bersegregasi. Tahapan seleksi silsilah dimulai dengan melakukan mutasi pada varietas

Anjasmoro. Benih M1 ditanam dalam jumlah sesuai dengan kemampuan untuk

dapat menangani populasi generasi berikutnya. Kemudian benih M2 ditanam dan diseleksi. Generasi M3 ditanam kemudian diseleksi secara individu. Setelah itu M4 ditanam dan seleksi tetap dilakukan secara individu namun tanaman yang dipilih adalah tanaman yang terbaik pada barisan yang tanamannya lebih seragam (Sutjahjo, et al., 2005).

Heritabilitas

Heritabilitas merupakan suatu parameter yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu genotipe populasi tanaman dalam mewariskan karakteristik yang dimiliki. Pendugaan nilai heritabititas suatu karakter sangat terkait dengan faktor lingkungannya. Faktor genetik tidak akan mengekspresikan karakter yang diwariskan apabila faktor lingkungan tidak mendukung. Sebaliknya, sebesar

apapun manipulasi yang dilakukan terhadap faktor lingkungan tidak akan mampu mewariskan suatu karakter yang diinginkan apabila gen pengendali karakter tersebut tidak ada (Karuniawan, et al., 2011).

Heritabilitas terbagi menjadi dua yaitu heritabilitas arti luas dan heritabilitas arti sempit. Heritabilitas arti luas merupakan perbandingan antara ragam genetik total terhadap ragam fenotipe. Ragam genetik terdiri atas ragam aditif, dominan, dan epistasis. Heritabilitas arti sempit merupakan perbandingan antara ragam aditif dengan ragam fenotipe (Rachmadi, 2000). Oleh karena itu heritabilitas dalam arti sempit mempunyai nilai yang lebih kecil dari heritabilitas dalam arti luas (Suprapto dan Khairudin, 2007).

Menurut Barmawi et al., (2013), nilai duga heritabilitas (daya waris) tanaman kedelai tinggi terdapat pada karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman. Nilai duga heritabilitas tanaman kedelai rendah terdapat pada karakter jumlah cabang produktif, dan bobot 100 butir menunjukkan nilai duga heritabilitas yang sedang. Nilai duga heritabilitas arti luas merupakan perbandingan antara ragam genetik dan ragam fenotipe yang menunjukkan besarnya proporsi faktor genetik dalam fenotipe suatu karakter. Heritabilitas arti sempit memberikan indikasi derajat kemiripan antar tetua dengan keturunannya atau mengukur proporsi ragam genetik yang diwariskan pada keturunannya (Fehr, 1987). Menurut Rachmadi (2000), nilai duga heritabilitas berkisar antara 0-1. Nilai duga heritabilitas 1 menunjukkan bahwa varians penampilan dari suatu tanaman disebabkan oleh faktor genetik. Sedangkan nilai duga heritabilitas 0 menunjukkan bahwa tidak satupun varians dari suatu tanaman yang muncul disebabkan oleh faktor genetik.

Hal tersebut berarti bahwa tidak ada karakteristik suatu genotipe yang diwariskan kepada generasi selanjutnya (Suprapto dan Khairudin, 2007).

Pada kondisi seperti itu, perbaikan karakter melalui kegiatan pemulia tidak

akan memberikan harapan kemajuan secara genetik. Berikut ini adalah kriteria nilai heritabilitas menurut Mendez-Natera et al., (2012): Heritabilitas tinggi

apabila H ≥ 50% atau ≥ 0,5 ,Heritabilitas sedang apabila 20 % < H < 50 % atau

PENDAHULUAN

Dokumen terkait