• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manggis (Garcinia mangostana L.) pada umumnya dikenal sebagai tanaman budidaya dan merupakan hasil silangan alotetraploid dari spesies liar Garcinia hombroniana dengan Garcinia malaccensis (Janick dan Paull 2008). Tjitrosoepomo (1994) menguraikan taksonomi tanaman manggis sebagai berikut: divisi spermatophyta (tumbuhan berbiji), kelas Dicotyledonae (biji berkeping dua), ordo Guttiferales atau Clusiales, famili Guttiferae atau Clusiaceae, genus Garcinia, spesies Garcinia mangostana L. Kulit buah manggis memiliki ciri khas: permukaan luar yang halus, memiliki ketebalan 4-8 mm, keras, berwarna ungu kecoklatan pada bagian luarnya, dan mengandung getah kuning yang pahit (Yaacob dan Tindall 1995). Famili Gutifera mengandung getah pada hampir seluruh bagian tanaman (Tjitrosoepomo 1994).

Tanaman manggis dapat tumbuh dan berpoduksi baik tanaman manggis pada kondisi curah hujan merata sepanjang tahun 1 500 – 2 500 mm/tahun, kelembaban udara sekitar 80%, suhu rata-rata berkisar antara 25–300C, naungan 40-70%, dan pH tanah kisaran 5.5-7.0 dengan iklim kering pendek (Yaacob dan Tindall 1995). Tanah lempung berpasir, gembur dan banyak mengandung bahan organik merupakan media tumbuh yang baik untuk tanaman manggis. Menurut Yaacob dan Tindall (1995) untuk mendukung fungsi sistem perakaran tanaman manggis yang lemah diperlukan permeabilitas tanah yang baik dengan kelembaban tinggi baik pada saat seedling maupun setelah tanaman dewasa.

Buah manggis (Garcinia mangostana L.) yang dikenal sebagai Queen of Tropical fruit memiliki rasa yang lezat, unik, serta indah saat disajikan (Rai dan Poerwanto 2008). Buah manggis dengan kulit buah yang mulus dan daging buah putih bersih tanpa getah kuning merupakan keinginan pelaku agribisnis (Mansyah et al. 2007). Pangsa pasar ekspor buah manggis sangat luas meliputi kawasan Asia Tenggara, Timur Tengah dan Eropa dengan negara tujuan ekspor: Malaysia, Singapura, Taiwan, China, Hongkong, Arab Saudi, Belanda, Jerman (Mansyah et al. 2007).

Ekspor Manggis dan Kendalanya

Sebagai salah satu komoditas ekspor unggulan nasional, buah manggis mampu menghasilkan devisa bagi negara . Selama periode ekspor 2003 - 2008

nilai devisa yang diperoleh dari ekspor buah manggis mencapai 33.4 juta USD (Ditjen Hortikultura 2009). Data pada Tabel 1 juga menunjukkan bahwa nilai devisa yang telah diperoleh dari ekspor manggis pada dasarnya masih berpeluang untuk ditingkatkan. Menurut Ditjen Hortikultura (2009) dari 469 931 ton volume produksi buah manggis pada periode produksi tahun 2003-2008 hanya 45 076 ton saja yang diekspor. Ini berarti hanya 9.6% saja buah manggis yang dapat diekspor pada periode tersebut.

Tabel 1 . Produksi dan volume ekspor buah manggis Indonesia Item

Tahun

2003 2004 2005 2006 2007 2008 Produksi (ribu ton) 79.1 62.1 64.7 72.6 112.7 78.7 Volume Ekspor(ribu ton) 9.3 3.0 8.5 5.7 9.1 9.5 Nilai Ekspor(Juta USD) 9.3 3.3 6.4 3.6 4.9 5.8 Sumber: - Ditjen Hortikultura 2009

Menurut Ditjen Hortikultura (2009) hanya buah manggis yang memiliki mutu paling baik atau kualitas super yang layak untuk diekspor. BSN (2009) memberi batasan untuk buah manggis kelas super dengan mutu kulit buah mulus tidak bercacat mikrobiologis maupun cacat mekanis dengan toleransi kecacatan untuk burik dan getah kuning tidak lebih dari 5%. Dengan demikian hanya buah manggis dengan mutu paling baik yang dapat diekspor.

Salah satu masalah yang sejak dahulu terdapat pada buah manggis adalah gamboge yang ditandai dengan adanya cairan getah kuning yang mencemari kulit di permukaan luar dan daging buah manggis (Yaacob dan Tindall 1995). Bagi para pelaku agribisnis getah kuning yang mecemari buah merupakan salah satu masalah penting karena mengakibatkan penurunan kualitas buah manggis (Mansyah et al. 2007). Pencemaran yang diakibatkan getah kuning pada buah manggis menjadikan rasa daging buah menjadi tidak enak dan penampilan buah menjadi kurang menarik (Mansyah et al. 2007).

Pencemaran Getah Kuning

Getah kuning merupakan gummi resin yang dijumpai pada berbagai tanaman dari suku Guttiferae (Tjitrosoepromo 1994). Sebagai famili Guttiferae tanaman manggis memiliki getah kuning hampir di seluruh tubuh atau organ

tanaman manggis. Gummi resin terdapat pada ruang-ruang skizogen dalam korteks, floem, daun, bunga dan biji pada tanaman dari family Guttiferae atau Clusiaceae (Tjitrosoepromo 1994). Getah kuning pada dasarnya diproduksi oleh tanaman untuk keperluan metabolisme dan sistem pertahanan tanaman (Dorly 2009). Keluarnya getah kuning yang diakibatkan oleh kerusakan saluran resin, akan mencemari jaringan lain yang ada di sekitar saluran tersebut.

Kerusakan saluran apitel pada tanaman manggis dapat mengakibatkan keluarnya getah kuning dan mengakibatkan pencemaran aril dan perikarp buah manggis (Asano et al. 1996). Pencemaran oleh getah kuning pada buah manggis dapat terjadi pada buah yang masih muda maupun yang sudah masak (Junaidi 2003). Dorly et al. (2008) mengembangkan pengetahuan tentang penyebab kerusakan pada dinding sel epitel dan menduga pecahnya saluran sekretori sebagai akibat konsentrasi kalsium yang rendah pada dinding sel epitel.

Rusaknya saluran getah kuning juga dapat terjadi akibat faktor perkembangan buah. Perbedaan perkembangan aril dan biji dengan kulit buah selama pertumbuhan mengakibatkan kerusakan saluran getah kuning (Dorly et al. 2008). Dugaan penyebab pencemaran getah kuning adalah perubahan tekanan turgor akibat terjadinya perubahan air tanah yang fluktuatif dan ekstrim. Peningkatan serapan air yang ekstrim oleh akar tanaman menyebabkan dinding sel saluran getah kuning pecah dan mengeluarkan cairan getah berwarna kuning (Deptan 2009).

Dugaan lain terhadap penyebab getah kuning adalah akibat benturan dan gangguan serangga. Mansyah et al. (2007) melaporkan adanya pencemaran getah kuning pada kulit buah yang terjadi akibat kerusakan mekanis berupa gesekan atau benturan. Kerusakan saluran getah kuning juga dapat disebabkan oleh hama dan penyakit (Deptan 2009). Pada tanaman mangga juga ditemukan getah (ooz) yang keluar dari dari celah percabangan atau ranting tanaman. Keluarnya ooz dari tanaman mangga yang sedang berkembang disebabkan defisinesi hara B pada tanaman tersebut (Nartvaranant et al. 2002).

Peranan Kalsium

Kalsium merupakan penyusun dinding sel terutama sebagai substansi perekat Ca-pektat (Gardner et al. 1991). Peranan Ca-pektat merupakan bahan perekat antara dinding sel yang satu dengan dinding sel yang lain (Marschner 1995) dan menguatkan dinding sel dalam lamela tengah (Dwidjoseputro 1983). Peranan lain dari kalsium sangat penting dalam perpanjangan dan pembelahan

sel (White 2001). Sejalan dengan itu Taiz dan Zeiger (2006) menyebutkan kalsium merupakan unsur penting penyusun dinding sel. Hal ini menurut Taiz dan Zeiger (2006) berkaitan dengan peranan penting Ca2+ sebagai penghubung rantai pektin pada struktur dinding sel.

Keberadaan kalsium dalam sel tanaman dapat berupa ikatan pada wilayah appoplasmik, sebagai hara tersedia pada dinding sel maupun terikat pada permukaan luar plasma membrane (Marschner 1995). Kebutuhan tanaman tingkat tinggi akan kalsium tergolong besar, dimana pada biomasa tanaman sehat mengandung kisaran 0.1-1% Ca (White 2001). Dibandingkan dengan tanaman monokotil, tanaman dikotiledon membutuhklan kalsium yang lebih besar (Islam et al. 1987).

Di dalam tanaman unsur kalsium dalam keadaan immobil atau tidak dapat diretranslokasi ke bagian lain dalam tanaman (Dwidjoseputro 1983). Gardner et al. (1991) mencirikan kalsium sebagai unsur yang tidak dapat didistribusikan kembali ke jaringan yang lebih muda sehingga daun muda dan buah yang sedang berkembang secara penuh bergantung pada pengiriman Ca dalam aliran transpirasi dari xilem. Transport kalsium dalam sistem perakaran dapat terjadi secara paralel melalui lintasan simplasmik (untuk kebutuhan akar dan signal sel) dan appoplasmik (untuk kebutuhan tajuk dan buah) (White 2001).

Kandungan kalsium pada dinding sel buah akan terus meningkat selama perkembangan buah dan akan menurun menjelang pemasakan (Rigney dan Wills 1981). Dalam perkembangan buah manggis ada tiga stadia yaitu: stadia I (1-4 minggu setelah antesis), stadia II (5-13 msa) dan stadia III (14-15 msa) (Poovarodom 2009). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penyerapan kalsium tidak berhenti pada awal perkembangan buah manggis tetapi berlanjut hingga buah dipanen (Poovaradom 2009).

Defisiensi kalsium merupakan salah satu penyebab utama terjadinya cemaran getah kuning pada buah manggis yang disebabkan kebutuhan kalsium yang tidak terpenuhi pada bagian buah (Dorly 2009). Rendahnya konsentrasi kalsium pada buah tidak hanya disebabkan defisiensi kalsium maupun rendahnya penyerapan kalsium, namun dapat juga disebabkan oleh rendahnya kemampuan akar dalam menyerap kalsium untuk didistribusikan melalui floem. Oleh karena itu upaya meningkatkan kandungan kalsium tanah merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan dalam mengurangi cemaran getah kuning buah manggis (Dorly 2009). Pemberian kalsium melalui tanah untuk meningkatkan

kandungannya pada buah manggis secara efektif seharusnya tidak dibatasi pada periode awal setelah fruit set tetapi diperpanjang sampai panen (Poovarodom 2009).

Pengapuran pada tanah masam di wilayah tropis bertujuan untuk menurunkan kelarutan Al dan meningkatkan ketersediaan hara kalsium serta hara esensial lainnya dalam tanah (Hakim et al. 1986). Cekaman alumanium mengakibatkan penurunan kandungan kalsium pada dinding sel tanaman gandum (Hossain et al. 2005). Kelarutan Al yang menurun akan menjadikan lingkungan pertumbuhan yang lebih baik bagi akar untuk tumbuh dan berkembang, sehingga meningkatkan daya serap hara (Hakim et al. 1986). Pada tanah masam dengan kejenuhan Al tinggi peningkatan aplikasi kapur maupun boron dapat memperbaiki pertumbuhan akar tanaman dikotiledon (Shorrocks 1997; Blevins dan Lukaszewski 1998). Ada dua kation yang cocok untuk digunakan dalam mengurangi kemasaman tanah atau dalam menaikkan pH tanah yakni Ca2+ dan Mg2+ (Hakim et al.1986).

Peranan Boron

Boron (B) adalah salah satu dari 16 unsur hara penting untuk pertumbuhan tanaman (Joham 1986). Konsentrasi boron dalam batuan berkisar antara 5-10 mg/kg dalam batuan (Shorrocks 1997). Di dalam tanah B dapat berbentuk sebagai mineral primer (mika dan tourmaline), mineral sekunder (terjerap oleh liat dan bahan organik). Disamping itu B juga dapat ditemukan dalam larutan (boric acid dan borate anion) dan dalam bahan organik serta biomas mikroba (Shorrocks 1997).

Boron tersedia dengan baik dalam tanah pada kisaran pH 5.5-7.5 (Marschner 1995), kelembaban tanah 50 – 100% (Goldberg 1997). Pada kondisi pH rendah boron terjerap oleh Al dan pada pH tinggi terjerap oleh liat tanah (Shorrocks 1997). Dalam kondisi tanah yang lembab penyerapan unsur boron akan lebih baik (Dear dan Weir 2004). Untuk dapat tersedia dengan baik pada wilayah permukaan rambut-rambut akar dapat terjadi melalui tiga meknisme: (1) intersepsi akar, (2) aliran masa, (3) diffusi (Hakim et al. 1986).

Mekanisme pergerakan hara pasca serapan oleh akar terjadi sesuai dengan regulasi sistem transportasi jarak pendek yakni melalui sistem transportasi simplas dan melalui sistem transportasi appoplas (Gardner et al. 1991). Pergerakan unsur boron dalam sistem simplas akar difasilitasi oleh chanel MIP (major instrinsic protein) dan ion transforter BOR (Tanaka and Fujiwara

2007). Dalam sistem apoplas boron yang diserap oleh akar tanaman bergerak sesuai dengan aliran transpirasi dan terakumulasi pada daun dan batang (Blevins dan Lukaszewski. 1998). Ini sesuai dengan Marschner (1995) yang menyampaikan bahwa pengakutan atau distribusi boron dalam tanaman sangat dipengaruhi oleh besarnya transpirasi yang terjadi pada tajuk.

Mekanisme difusi yang merupakan transpor pasif terjadi saat kandungan B tinggi pada larutan eksternal (Brown et al. 2002). Sementara mekanisme transport aktif ditandai dengan terekspresinya canel MIP (Takano et al. 2006) atau transporter BOR1 (Nakagawa et al. 2007). BOR1 merupakan transporter yang fungsinya sangat penting dalam translokasi boron dari akar menuju tajuk saat terjadi defisiensi (Johansen et al. 2006).

Dalam sel tanaman unsur boron banyak ditemukan pada wilayah apoplasmik dalam bentuk B(OH)3 ( Yamauchi et al. 1986). Umumnya B dalam tanaman terdapat pada dinding sel (Dell dan Malajczuk 1995). Jumlah boron yang ada pada dinding sel hampir 90% boron yang ada di dalam sel tanaman (Loomis dan Durst 1992).

Blevins dan Lukaszewski (1998) mengemukakan bahwa di dalam tanaman boron sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan memiliki pengaruh yang nyata terhadap kualitas hasil dari produk buah-buahan, sayuran, kacangan, dan gabah. Unsur boron berperan dalam menstabilkan dinding sel pada tanaman (Huang et al. 2008). Secara struktural peranan boron sangat erat dalam pembelahan dan pembesaran sel pada bagian tanaman yang sedang tumbuh atau berkembang (Dear dan Weir 2004).

Isolasi terhadap pectin RG-II-B complexes merupakan langkah awal pendalaman pemahaman atas mobilisasi dan status kimia B pada dinding sel tanaman (Blevins dan Lukaszewski 1998). Menurut Iwai et al. (2006) boron berfungsi untuk menstabilkan dinding sel melalui pembentukan borate rhamnogralacturonan II (RG-II) yang secara struktural merupakan komplek pectic polycaccharide pada dinding sel primer. Kompleks borate rhamnogalacturonan II dan galactosylated xyloglucan berfungsi dalam memperkuat tegangan dinding sel (Ryden et al. 2003). Boron cross-link dengan glycolproteins pada membran sel dan diduga kuat mengatur sifat fisik yakni ketidakstabilan membrane (Bell dan Dell 2008). Pembentukan cross-link pada pektin boron juga dapat menjaga Ca pada dinding sel (Clarkson dan Hanson 1980).

Defisiensi boron mengakibatkan ketidakteraturan dinding sel dan terhambatnya pertumbuhan tanaman (Johansen et al. 2006). Pada buah apel dan pear defisiensi mengakibatkan kerusakan atau penyumbatan jaringan pada daging buah sehingga terlihat menjadi berwarna kecoklatan (Dear dan Weir 2004). Disamping itu juga mengakibatkan perkembangan buah tidak sempurna dan merusak keteraturan pada kulit serta daging buah (Dear dan Weir 2004).

Richard (2009) menyatakan bahwa defisiensi B pada tanaman mangga dapat mengakibatkan kerusakan buah dan menunjukkan warna kecoklatan pada mesokarpnya. Hal ini diduga berkaitan dengan ketersediaan B dalam pembentukan cross link pada pektin. Menurut Carpita dan Gibeaut (1993) perubahan komposisi penyusun utama cross links pada dinding sel (cellulosic polymers dan matrix polymers seperti hemicellulosic dan Pectic polysaccharides) dapat mengakibatkan perubahan sifat mekanika dinding sel yang sedang tumbuh atau berkembang.

Defisiensi boron akan lebih terekspresi pada tanaman saat tanah dalam kondisi kering atau kelembaban yang sangat rendah (Dear dan Weir 2004). Pada tanaman tomat defisiensi boron dapat mengakibatkan rendahnya kandungan kalsium pada tanaman tomat (Yamauchi at al. 1986).

Huang et al. (2008) menemukan adanya mobilisasi boron yang ditandai dengan adanya retranslokasi 11B dari daun tua menuju organ reproduksi pada tanaman white lupin yang terjadi melalui ploem dan silem. Hasil penelitian Huang et al. (2008) menemukan bahwa peningkatan kebutuhan unsur B saat pembungaan dapat meningkatkan rentraslokasi [11B] boron dari daun tua menuju organ yang sedang tumbuh dengan aktif. Peningkatan tersebut terjadi bila suplai B yang berasal dari hasil serapan akar sangat minim. Boron tergolong sebagai unsur yang sulit untuk dimobilisasi oleh sebab itu, perlu suplai yang cukup sepanjang pertumbuhan tanaman (Dear dan Weir 2004).

Upaya Pengendalian Getah Kuning

Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan adanya peranan Ca dalam menekan tingkat kejadian getah kuning pada buah manggis. Wulandari dan Poerwanto (2010) melaporkan bahwa aplikasi kalsium dosis 4.05 ton Ca2+/ha (17.5 ton dolomit/ha) nyata lebih tinggi menurunkan getah kuning pada kulit buah manggis dibandingkan dengan kontrol (0.0 ton Ca2+/ha), namun demikian perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan getah kuning pada aril (daging) buah.

Dari hasil penelitian Wulandari dan Poerwanto (2010) juga diketahui bahwa pemberian dolomit sebagai salah satu sumber kalsium cenderung dapat meningkatkan kandungan kalsium daun manggis. Hal ini disebabkan kalsium yang diserap oleh akar lebih dahulu ditranslokasikan ke bagian daun (Wulandari dan Poerwanto 2008). Temuan tersebut diperkuat oleh Dorly (2009) yang melaporkan bahwa perlakuan 4.17 ton Ca2+/ha (18 ton dolomit /ha) dan 5.56 ton Ca2+/ha( 24 ton dolomit /ha) tahun ke-1 dan 4.05 ton Ca2+/ha (17.5 ton dolomit /ha) ditahun ke-2 dapat menurunkan getah kuning pada kulit buah namun tidak untuk aril buah.

Barasa (2009) melakukan aplikasi Ca melalui buah dan menemukan bahwa persentase kandungan kalsium kulit buah manggis pada penyemprotan 22.5 gram kalsium klorida lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (tidak diberi CaCl2). Barasa (2009) juga dilaporkan bahwa penyemprotan kalsium klorida pada buah manggis nyata menurunkan getah kuning baik pada kulit buah maupun pada aril buah manggis dibandingkan dengan kontrol (tanpa pemberian CaCl2 ).

Penggunaan boron dalam mengendalikan gummosis juga telah dilaporkan oleh peneliti terdahulu. Aplikasi pupuk B melalui tanah meningkatkan kandungan boron sebesar 93.6% pada daun tanaman mangga varietas Khieo Sawoei dan 75.6 % pada daun tanaman mangga varietas Nam Dok Mai setelah lima bulan perlakuan (Nartvaranan et al. 2002). Untuk memperbaiki kekurangan boron pada tanaman mangga dapat dilakukan dengan aplikasi pupuk boron melalui tanah (Richard 2009).

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2009 hingga Mei 2010 dengan lokasi percobaan lapangan di kebun manggis Dusun Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pengukuran fisik buah dan preparasi sampel untuk analisis kimia dilaksanakan di Laboratorium Pusat Kajian Buah Tropika Institut Pertanian Bogor. Analisis kimia tanah dan jaringan daun tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Percobaan ini menggunakan tanaman manggis yang berumur 12 tahun dan sedang berbuah. Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari : buah manggis yang berasal dari hasil panen kebun percobaan, kapur dolomit, pupuk borat sebagai pupuk B, larutan natrium hidroksida (NaOH) 0.1 N, asam oksalat, indikator penalphtalein (PP), dan akuades.Sprayer, hand refraktometer dan hand penetrometer, digital balance merupakan alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini.

Metode Penelitian

Percobaan ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) satu faktor yang terdiri atas 4 ulangan. Jumlah perlakuan yang digunakan sebanyak 6 perlakuan sebagai berikut:

1. tanpa pupuk (sebagai kontrol)

2. 5.79 kg Ca.pohon-1.tahun-1 melalui tanah

3. 5.79 kg Ca.pohon-1.tahun-1 melalui tanah + 1.553 g B.pohon-1.tahun-1 aplikasi melalui tanah

4. 5.79 kg Ca.pohon-1.tahun-1 melalui tanah + 0.047 g B.pohon-1.tahun-1 aplikasi melalui daun

5. 1.553 g B.pohon-1.tahun-1 aplikasi melalu tanah 6. 0.047 g B.pohon-1.tahun-1 aplikasi melalui daun

Penggunaan dosis kalsium 5.79 kg Ca.pohon-1.tahun-1 yang setara dengan 2.89 ton Ca.pohon-1.tahun-1 didasari atas hasil penelitian Wulandari (2008) dimana aplikasi pada kisaran 3.50-4.05 ton Ca/ha dalam bentuk kapur dolomit

dapat menurunkan pencemaran getah kuning pada eksokarp buah manggis. Hasil tersebut disesuaikan dengan hitungan kalibrasi keefektifan aplikasi dolomite untuk jarak tanam 5 m x 4 m yang membutuhkan dolomit 25 kg untuk satu tanaman percobaan yang setara dengan 5.79 kg Ca.pohon-1. Dosis pupuk B sebesar 1.553 g B.pohon-1 melalui tanah yang setara dengan 0.8 kg B pohon-1 didasari atas rekomendasi pupuk B untuk tanaman Ficus benghalensis L. yakni 0.84 – 1.68 kg B/ha dan tanaman Carya illinoinensis 0.56 – 1.12 kg B/ha (Borax 2009).

Aplikasi pupuk B melalui daun sebesar 0.047 g B/pohon/tahun yang setara dengan 4.7 ppm didasari hasil peneltian Asad et al (2003) yang menemukan bahwa penggunaan B pada konsentrasi 3 ppm, 7 ppm dan 13 ppm, melalui daun dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi Helianthus Annuus L. namun terjadi kerusakan daun pada konsentrasi 130 ppm. Konsentrasi larutan yang dianggap aman dan dapat diaplikasikan melalui daun yakni kisaran 3-7 ppm.

Setiap unit percobaan terdiri atas 2 tanaman sampel, sehingga total tanaman yang digunakan sebanyak 48 tanaman dengan layout percobaan tercatum pada Lampiran 1. Data dianalisis menggunakan uji F, untuk hasil yang berbeda nyata dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Mattjik & Sumertajaya 2006).

Pelaksanaan

1. Persiapan tanaman .

Deskripsi kebun manggis yang digunakan untuk percobaan sebagai berikut: memiliki jarak tanam 5 m x 4 m, sedang berbuah dan berumur 12 tahun. Jumlah tanaman sampel yang dibutuhkan dalam percobaan ini sebanyak 48 tanaman.

2. Pengendalian gulma.

Tujuan pengendalian gulma untuk menghindari terjadinya persaingan serapan unsur hara antara tanaman percobaan dengan gulma yang ada di sekitarnya saat percobaan berlangsung. Pengendalian gulma dilakukan terhadap gulma yang tumbuh kompetitif di bawah tanaman percobaan.

3. Aplikasi perlakuan.

Aplikasi perlakuan dilakukan pada umur buah 1 bulan setelah anthesis. Sumber kalsium yang digunakan dalam percobaan ini adalah dolomite

[Ca Mg (CO3)2] dengan kandungan Ca sebesar 23.15% dan Mg 17.0%. Dolomit diaplikasikan pada bidang tabur sesuai proyeksi tajuk tanaman yang ditabur secara merata. Setelah ditabur ditutup kembali dengan serasah dan tanah yang berada di sekitar tanaman.

Sumber boron yang digunakan dalam percobaan adalah pupuk borate-48 yang mengandung B sebesar 14.9%. Aplikasi pupuk B dilakukan dengan dua cara yakni melalui tanah dan melalui daun. Aplikasi melalui tanah dilakukan dengan terlebih dahulu membuat larikan sedalam 10 cm yang melingkari batang tanaman manggis dengan diameter 2 m. Pupuk borate-48 ditaburkan secara merata sepanjang lubang larikan sekeliling batang pohon dengan dosis pupuk borate-48 sebesar 10.4 g per pohon. Setelah aplikasi pupuk larikan ditutup kembali dengan tanah. Apilkasi B melalui daun dilakukan dengan terlebih dahulu membuat larutan pupuk. Pembuatan larutan pupuk dilakukan dengan cara melarutkan 313 mg pupuk borate-48 dalam 10 l air guna mendapatkan larutan pupuk dengan konsentrasi 4.7 ppm. Larutan pupuk disemprotkan dengan volume semprot 10 l per tanaman.

4. Pelabelan buah.

Pelabelan dilakukan pada buah yang telah berumur 1 bulan anthesis (bunga mekar). Pelabelan dimaksudkan untuk menentukan buah yang akan dijadikan sebagai buah sampel dalam pengamatan.

5. Pemanenan buah.

Buah dipanen ketika telah memenuhi syarat umur pemanenan. Buah yang dipanen berumur 105 – 114 hari setelah anthesis. Indek kematangan buah manggis disajikan pada Lampiran 2.

Pengamatan

1. Diameter buah (cm).

Pengukuran diameter buah dilakukan setelah buah anthesis. Pengukuran dilakukan menggunakan jangka sorong dengan arah horizontal melingkari buah (diameter transversal).

2. Bobot buah (gram).

Bobot buah ditimbang menggunakan digital balance. Penimbangan ini meliputi bobot buah secara keseluruhan, bobot kulit dan bobot aril (daging buah) manggis beserta bijinya.

3. Kekerasan kulit buah (kg/det).

Kekerasan kulit buah diukur dengan menggunakan alat hand penetrometer. Pengukuran kekerasan kulit buah dilakukan dengan menusukkan jarum hand penentrometer pada kulit buah manggis. Kekerasan buah kemudian dilihat pada sekala yang tertera pada alat hand penetrometer. 4. Padatan terlarut total (% brix).

Beberapa sampel buah diambil dari masing-masing perlakuan kemudian daging buah dari sampel tersebut diukur padatan terlarut total (PTT) dengan menggunakan alat hand refraktometer. Pengukuran PTT dilakukan dengan cara memberikan 1 tetes cairan buah manggis pada lensa pembaca hand refraktometer. Setiap akan melakukan pengukuran, lensa tersebut terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan akuades kemudian dibersihkan dengan tisu. Angka yang muncul pada layar hand refraktometer merupakan PTT yang terdapat di dalam buah manggis.

5. Total asam tertitrasi (%).

Pengukuran total asam tertitrasi (%) dihitung melalui asam tertitrasi. Jumlah NaOH 0.1 N yang terpakai untuk mendapatkan perubahan warna merah jambu hasil titrasi stabil merupakan angka yang digunakan untuk pengukuran TAT. Skema pengukuran tertera pada Gambar 1.

Daging buah manggis

10 gram pasta buah ditimbang

Dimasukan ke dalam labu takar 100 ml

Disaring

Diambil 25 ml hasil filtrasi

Dimasukan ke dalam erlenmeyer

Ditambahkan 2 tetes indikator phenalptalein (PP)

Dititrasi mengunakan NaOH 0,1 N

Volume NaOH yang dipakai untuk titrasi dicatat Gambar 1: Alur penentuan kadar ATT buah manggis.

Berdasarkan metode tersebut total asam tertitrasi dalam buah manggis dapat diketahui yang dihitung menggunakan rumus:

ATT= ml NaOH x N NaH x fp x 64 x 100 % mg contoh

Keterangan:

ml NaOH = volume NaOH yang terpakai pada titrasi N NaOH = normalitas NaOH (0,1 N)

Tp = faktor pengenceran (100/25) 64 = faktor asam dominan

mg contoh = 10.000 mg

6. Kandungan kalsium dalam tanah, kulit buah, dan daun manggis .

Dokumen terkait