• Tidak ada hasil yang ditemukan

TIKUS PUTIH ( Rattus norvegicus ) YANG DIKONTAMINASI ASAP ROKOK

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Putih ( Rattus norvegicus )

Rattus norvegicus (tikus putih) sering disebut sebagai tikus laboratorium. Secara fisik, ukuran badan jantan biasanya lebih besar daripada betina. Taksonominya menurut Wilson dan Reeder (1993) adalah :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Rodentia Subordo : Myomorpha Famili : Muroidae Subfamili : Murinae Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Untuk pakan tikus, kandungan protein yang dibutuhkan 20-25% (akan tetapi hanya 12% jika protein lengkap berisi semua 10 asam amino esensial dengan konsentrasi yang benar), lemak 5%, pati 45-50%, serat kasar kira-kira 5% dan abu 4-5% (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Pakan tikus juga harus mengandung vitamin A (4000 IU/kg), vitamin D (1000 IU/kg), alfa-tokoferol (30 mg/kg), asam linoleat (3 g/kg), tiamin (4 mg/kg), riboflavin (3 mg/kg), pantotenat (8 mg/kg), vitamin B12 (50 μg/kg), biotin (10μg/kg), piridoksin (40-300 μg/kg) dan kolin (1000 mg/kg). Kualitas pakan tikus merupakan faktor penting yang mempengaruhi kemampuan tikus mencapai potensi genetik untuk tumbuh, berbiak, hidup lama, atau reaksi setelah pengobatan. Kecernaan pada tikus yang diberi pakan ad libitum menurut Ahlstrom dan Skrede (1998) adalah sebagai berikut : bahan kering 86,20%, lemak 94,95%, karbohidrat 90,58%, protein 81,66%, abu 56,89%, pati 99,53%.

Kebutuhan zat makanan tikus putih lebih lengkap tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Kebutuhan Zat Makanan Tikus

Zat Makanan 100 % BK

Kebutuhan

Satuan Hidup Pokok Pertumbuhan

Protein (%) 4,67 13,33

Lemak (%) 5,55 5,55

Energi dapat dicerna (Kkal/g) 3,8 4,2

Asam amino Arginin (%) - 0,67 Asparagin (%) - 0,44 Asam glutamic (%) - 4,44 Histidin (%) 0,09 0,33 Isoleusin (%) 0,34 0,55 Leusin (%) 0,20 0,83 Lisin (%) 0,12 0,78 Methionin (%) 0,25 0,67 Nonesensial (%) 0,53 0,65 Mineral Kalsium (%) 0,55 Fosfor (%) 0,44 Vitamin A (IU/kg) 4444,44 D (IU/kg) 1111,11 E (IU/kg) 33,33 K1 (μg/kg) 55,55 Sumber : NRC (1995)

Berat badan pada umur empat minggu rata-rata dapat mencapai 40-50 g dan setelah dewasa rata-rata bobot tikus adalah sekitar 140-500 gram dengan panjang 400 mm (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Tikus jantan tua dapat mencapai bobot badan 500 g. Umur sapih dari tikus putih yaitu 21 hari. Malole dan Pramono (1989) menyatakan keunggulan tikus putih sebagai hewan percobaan yaitu : 1) siklus

hidupnya yang relatif pendek, 2) dari segi pengadaan tidak sulit karena dapat berkembangbiak dengan cepat, 3) jenis hewan ini berukuran kecil sehingga pemeliharaannya relatif mudah, dan 4) merupakan hewan yang sehat dan cocok untuk berbagai penelitian.

Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan atom, molekul atau senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif (Surai, 2003). Radikal bebas memerlukan elektron yang berasal dari pasangan elektron di sekitarnya, sehingga terjadi perpindahan elektron dari molekul donor ke molekul radikal bebas untuk menjadikan radikal tersebut stabil. Hal tersebut menyebabkan molekul donor tidak stabil dan menimbulkan reaksi berantai (Simanjuntak et al., 2004).

Radikal bebas mempunyai banyak bentuk seperti radikal hidroksil, peroksil, anion superoksida dan lain-lain. Masing-masing bentuk radikal tersebut mempunyai waktu yang berbeda-beda dalam menimbulkan stres oksidatif tergantung pada tingkat kereaktifan, selektivitas dan serangan terhadap molekul-molekul organik yang terdapat dalam jaringan tubuh. Stres oksidatif yang berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan kerusakan mulai dari tingkat molekul seperti DNA, protein, lipid sampai dengan kerusakan pada tingkat seluler, jaringan dan organ yang menyebabkan disfungsi, luka sel, degenerasi, penurunan fungsi dan akhirnya dapat memicu terjadinya penyakit degeneratif dan memperpendek umur biologis atau penuaan. Efek oksidatif radikal bebas dapat menyebabkan peradangan dan penuaan dini (Sunarno, 2009). Lipid yang seharusnya menjaga kulit agar tetap segar berubah menjadi lipid peroksida karena bereaksi dengan radikal bebas sehingga mempercepat penuaan. Kanker pun disebabkan oleh oksigen reaktif yang intinya memacu zat karsinogenik, sebagai faktor utama kanker. Selain itu, oksigen reaktif dapat meningkatkan kadar LDL yang kemudian menjadi penyebab penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah. Akibatnya timbullah atherosklerosis atau lebih dikenal dengan penyakit jantung koroner (Sofia, 2005).

Arief (2009) menyatakan bahwa struktur atom radikal bebas terdiri dari nukleus, proton, dan elektron. Jumlah proton (bermuatan positif) dalam nukleus

menentukan jumlah dari elektron (bermuatan negatif) yang mengelilingi atom tersebut. Elektron berperan dalam reaksi kimia dan merupakan bahan yang menggabungkan atom-atom untuk membentuk suatu molekul. Elektron mengelilingi atau mengorbit pada suatu atom dalam satu atau lebih lapisan. Jika satu lapisan penuh, elektron akan mengisi lapisan kedua. Lapisan kedua akan penuh jika telah memiliki delapan elektron, dan seterusnya. Gambaran struktur terpenting sebuah atom dalam menentukan sifat kimianya adalah jumlah elektron pada lapisan luarnya. Suatu bahan yang elektron lapisan luarnya penuh tidak akan terjadi reaksi kimia. Karena atom-atom berusaha untuk mencapai keadaan stabilitas maksimum, sebuah atom akan selalu mencoba untuk melengkapi lapisan luarnya dengan :

a. Menambah atau mengurangi elektron untuk mengisi maupun mengosongkan lapisan luarnya.

b. Membagi elektron-elektronnya dengan cara bergabung bersama atom yang lain dalam rangka melegkapi lapisan luarnya.

Dalam rangka mendapatkan stabilitas kimia, radikal bebas tidak dapat mempertahankan bentuk asli dalam waktu lama dan segera berikatan dengan bahan sekitarnya. Struktur radikal bebas dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Atom Radikal Bebas Sumber : Arief, 2009.

Muchtadi (2000) menyatakan bahwa sumber radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh (eksogen) atau terbentuk di dalam tubuh (endogen) dari hasil metabolisme zat gizi secara normal. Radikal bebas yang ada di tubuh manusia berasal dari dua sumber, yaitu sumber endogen dan eksogen.

Sumber endogenterdiri dari : 1. Autooksidasi

Autooksidasi merupakan produk dari proses metabolisme aerobik. Molekul yang mengalami autooksidasi berasal dari katekolamin, hemoglobin, mioglobin, sitokrom C yang tereduksi, dan thiol. Autoksidasi dari molekul diatas menghasilkan reduksi dari oksigen diradikal dan pembentukan kelompok reaktif oksigen. Superoksida merupakan bentukan awal radikal. Ion ferrous (Fe II) juga dapat kehilangan elektronnya melalui oksigen untuk membuat superoksida dan Fe III melalui proses autooksidasi (Proctor, 1984).

2. Oksidasi enzimatik

Beberapa jenis sistem enzim mampu menghasilkan radikal bebas dalam jumlah yang cukup bermakna, meliputi xanthine oxidase (activated in ischemia-reperfusion), prostaglandin synthase, lipoxygenase, aldehyde oxidase, dan amino acid oxidase. Enzim myeloperoxidase hasil aktivasi netrofil, memanfaatkan hidrogen peroksida untuk oksidasi ion klorida menjadi suatu oksidan yang kuat asam hipoklor (Inoue, 2001).

3. Respiratory burst

Respiratory burst merupakan terminologi yang digunakan untuk menggambarkan proses dimana sel fagositik menggunakan oksigen dalam jumlah yang besar selama fagositosis (Abate, 1990).

Sedangkan sumber eksogen terdiri atas : 1. Obat-obatan

Beberapa macam obat dapat meningkatkan produksi radikal bebas dalam bentuk peningkatan tekanan oksigen. Bahan-bahan tersebut yang bereaksi bersama hiperoksia dapat mempercepat tingkat kerusakan. Termasuk didalamnya antibiotika kelompok quinoid atau berikatan logam untuk aktifitasnya (nitrofurantoin), obat kanker seperti bleomycin, anthracyclines (adriamycin), dan methotrexate, yang memiliki aktivitas pro-oksidan. Selain itu, radikal juga berasal dari fenilbutason, beberapa asam fenamat dan komponen aminosalisilat dari sulfasalasin dapat menginaktifasi protease, dan penggunaan asam askorbat dalam jumlah banyak mempercepat peroksidasi lemak (Proctor, 1984).

2. Radiasi

Radioterapi memungkinkan terjadinya kerusakan jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Radiasi elektromagnetik (sinar X, sinar gamma) dan radiasi partikel (partikel elektron, photon, neutron, alfa, dan beta) menghasilkan radikal primer dengan cara memindahkan energinya pada komponen seluler seperti air. Radikal primer tersebut dapat mengalami reaksi sekunder bersama oksigen yang terurai atau bersama cairan seluler (Droge, 2002).

3. Asap rokok

Oksidan dalam rokok mempunyai jumlah yang cukup untuk memainkan peranan yang besar terjadinya kerusakan saluran napas. Bahan lain seperti nitrit oksida, radikal peroksil, dan radikal yang mengandung karbon ada dalam fase gas. Juga mengandung radikal lain yang relatif stabil dalam fase tar. Contoh radikal dalam fase tar meliputi semiquinone moieties dihasilkan dari bermacam-macam quinone dan hydroquinone. Perdarahan kecil berulang merupakan penyebab yang sangat mungkin dari desposisi besi dalam jaringan paru perokok. Besi dalam bentuk tersebut menyebabkan pembentukan radikal hidroksil yang mematikan dari hidrogen peroksida. Juga ditemukan bahwa perokok mengalami peningkatan netrofil dalam saluran napas bawah yang mempunyai kontribusi pada peningkatan lebih lanjut konsentrasi radikal bebas (Proctor, 1984).

Radikal bebas diproduksi dalam sel yang secara umum melalui reaksi pemindahan elektron, menggunakan mediator enzimatik atau non-enzimatik. Produksi radikal bebas dalam sel dapat terjadi secara rutin maupun sebagai reaksi terhadap rangsangan. Radikal bebas diproduksi terus menerus di dalam sistem transpor elektron mitokondria, membran plasma, sitosol, retikulum endoplasma dan peroksisom (Madhavi et al., 1996). Zakaria et al. (1996) menyatakan senyawa radikal yang terbentuk, selanjutnya menjadi pemicu pada proses peroksidasi lipid, sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Molekul fosfolipid merupakan komponen utama dari membran sel. Setiap sel didalam tubuh manusia dan hewan dibungkus oleh membran fosfolipid bipolar yang mempunyai karakter mirip dengan cairan kental yang bersifat tidak permeabel terhadap molekul besar dan komponen metabolik yang lain. Adanya rantai asam lemak tak jenuh pada fosfolipid merupakan target dari keberadaan radikal bebas disekitar membran sel. Keadaan ini

menyebabkan oksidasi polyunsaturated fatty acid (PUFA) dari sel membran yang akan menyebabkan gangguan pada fluiditas membran, fungsi barrier membran sel, dan inaktivasi dari enzim maupun reseptor yang tergantung pada membran fosfolipid seperti Na-K ATP ase.

Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam. Antioksidan menurut Lautan (1997) adalah senyawa-senyawa yang mampu menghilangkan, membersihkan, menahan pembentukan ataupun memadukan efek reactive oxygen species (ROS). Penggunaan senyawa antioksidan saat ini semakin meluas seiring dengan semakin besarnya pemahaman masyarakat tentang peranannya dalam menghambat penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, arterosklerosis, kanker, serta gejala penuaan.

Sumber perolehan antioksidan ada 2 macam, yaitu antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik) (Dalimartha dan Soedibyo, 1999). Antioksidan dapat berasal dari kelompok yang terdiri atas satu atau lebih komponen pangan, substansi yang dibentuk dari reaksi selama pengolahan atau dari bahan tambahan pangan yang khusus diisolasi dari sumber-sumber alami dan ditambahkan ke dalam bahan makanan. Adanya antioksidan alami maupun sintetis dapat menghambat oksidasi lipid, mencegah kerusakan, perubahan dan degradasi komponen organik dalam bahan makanan sehingga dapat memperpanjang umur simpan (Rohdiana, 2001). Tubuh memiliki sistem antioksidan internal terhadap radikal bebas, sistem antioksidan ini terbagi menjadi tiga jenis, yaitu :

1) Antioksidan primer (antioksidan primer/antioksidan enzimatis) Contohnya SOD, katalase dan glutathion peroksidase. Enzim-enzim ini mampu menekan atau menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk lebih stabil. Reaksi ini disebut sebagai chain-breaking-antioxidant.

2) Antioksidan sekunder (antioksidan eksogen atau antioksidan nonenzimatis). Contoh antioksidan sekunder ialah vitamin E, vitamin C, β-karoten, isoflavon, asam urat, bilirubin, dan albumin. Senyawa - senyawa ini dikenal sebagai penangkap radikal bebas.

3) Antioksidan tersier, misalnya enzim DNA-repair dan metionin sulfoksida reduktase yang berperan dalam perbaikan biomolekul yang dirusak oleh radikal bebas (Winarsi, 2005). Antioksidan terbagi menjadi antioksidan enzim dan vitamin. Antioksidan enzim meliputi SOD, katalase dan glutation peroksidase (GSH.Prx). Antioksidan vitamin lebih populer sebagai antioksidan dibandingkan enzim. Antioksidan vitamin mencakup alfa tokoferol (vitamin E), beta karoten dan asam askorbat (vitamin C) (Sofia, 2005).

Antioksidan sangat dibutuhkan oleh tubuh, terutama oleh tubuh yang banyak terkontaminasi polusi lingkungan atau yang rentan terkena bahaya radikal bebas, seperti para lanjut usia, perokok, pasien diabetes melitus, penderita hipertensi, penderita peradangan kronis. Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen. Keseimbangan antara antioksidan dan radikal bebas menjadi kunci utama pencegahan stress oksidatif dan penyakit-penyakit kronis yang dihasilkan (Sofia, 2005).

Delima (Punica granatum L.)

Delima (Punica granatum L.) adalah tanaman buah-buahan yang dapat tumbuh hingga 5-8 m.

Gambar 2. Buah Delima

Sumber : Crozier et al. 2009

Tanaman ini diperkirakan berasal dari Iran, namun telah lama dikembangbiakkan di daerah Mediterania. Bangsa Moor memberi nama salah satu

kota kuno di Spanyol, Granada, berdasarkan nama buah ini. Tanaman ini juga banyak ditanam di daerah Tiongkok Selatan dan Asia Tenggara.

Klasifikasi ilmiah dari buah delima menurut California Rare Fruit Grower (1997) adalah : Kingdom : Plantae Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Rosidae Ordo : Myrtales

Familia : Lythraceae (Punicaceae) Genus : Punica

Spesies : Punica granatum L.

Buah delima tersebar di daerah subtropik sampai tropik, dari dataran rendah sampai dengan ketinggian hingga 1.000 m dpl (diatas permukaan laut). Tumbuhan ini menyukai tanah gembur yang tidak terendam air, dengan air tanah yang tidak dalam. Delima sering ditanam di kebun-kebun sebagai tanaman hias, tanaman obat, atau karena buahnya yang dapat dimakan. Tanaman ini juga berupa perdu atau pohon kecil dengan tinggi 2–5 m. Batang pohon delima berkayu, rantingnya bersegi, percabangannya banyak, lemah, berduri pada ketiak daunnya, berwarna coklat ketika masih muda, dan hijau kotor setelah tua. Daun tunggal, bertangkai pendek, letaknya berkelompok.

Bunga tunggal bertangkai pendek, keluar di ujung ranting atau di ketiak daun yang paling atas. Biasanya, terdapat satu sampai lima bunga, warnanya merah, putih, atau ungu. Berbunga sepanjang tahun. Buahnya buah buni, bentuknya bulat dengan diameter 5–12 cm, warna kulitnya beragam, seperti hijau keunguan, putih, coklat kemerahan, atau ungu kehitaman. Kadang, terdapat bercak-bercak yang agak menonjol berwarna lebih tua. Bijinya banyak, kecil-kecil, bentuknya bulat panjang yang bersegi-segi agak pipih, keras, tersusun tidak beraturan, warnanya merah, merah jambu, atau putih. Perbanyakan dengan stek, tunas akar atau cangkok. Buah yang matang akan berwarna mencolok dan mengkilat (California Rare Fruit Growers, 1997).

Komposisi gizi per 100 gram bagian yang dapat dimakan dari buah delima dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Gizi per 100 gram Buah Delima

Komponen Gizi Kadar

Air (g) 80,97 Energi (kkal) 68 Protein (g) 0,95 Lemak (g) 0,3 Karbohidrat (g) 17,17 Serat (g) 0,6 Kalsium (mg) 3 Besi (mg) 0,3 Magnesium (mg) 3 Fosfor (mg) 8 Kalium (mg) 259 Natrium (mg) 3 Seng (mg) 0,12 Tembaga (mg) 0,07 Selenium (mkg) 0,6 Vitamin C (mg) 6,1 Thiamin (mg) 0,03 Riboflavin (mg) 0,03 Niasin (mg) 0,3 Asam pantotenat (mg) 0,596 Vitamin B6 (mg) 0,105 Asam folat (mkg) 6 Fitosterol (mg) 17 Sumber : Astawan (2008)

Menurut Astawan (2008), kandungan gula inversi mencapai 20%, terdiri dari 5 - 10 % berupa glukosa, asam sitrat (05-3,5%), asam borat dan vitamin C (4 mg/100 g). Kombinasi tersebut menyebabkan buah delima berasa manis-asam menyegarkan. Mineral yang paling dominan adalah kalium (259 mg/100 g). Selain untuk menjaga tekanan osmotik (mencegah hipertensi), kalium juga membantu mengaktivasi reaksi enzim, seperti piruvat kinase yang dapat menghasilkan asam piruvat dalam proses metabolisme karbohidrat. Kandungan mineral natriumnya sangat rendah, yaitu 3 mg/100 gram. Hal ini menguntungkan karena natrium berpotensi merugikan, yaitu dapat menimbulkan hipertensi.

Zat pewarna kuning pada kulit buah delima adalah asam galotanat. Kandungan tanin tertinggi ada pada kulit akar (28%), tetapi kulit buahnya yang

kering juga mengandung banyak tanin (sampai 26%). Alkaloid di dalam kulit batangnya termasuk ke dalam kelompok piridina.

Khomsan (2009) mengatakan sari buah delima memiliki kandungan ion kalium (potasium), vitamin C, dan polifenol. Sari buah delima juga memilki kandungan flavonoid yang sangat penting peranannya untuk menurunkan radikal bebas, dan memberikan perlindungan terhadap penyakit jantung dan kanker kulit.

Antioksidan dalam Buah Delima

Astawan (2008) menyatakan bahwa buah delima mengandung antioksidan berupa senyawa fenol yaitu flavonoid dan tanin. Senyawa fenol meliputi berbagai senyawa yang berasal dari tumbuhan yang memiliki ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil (Harbourne, 1987). Flavonoid termasuk kedalam senyawa fitokimia selain senyawa fenol, tanin, alkaloid, steroid, dan triterpenoid (Harbourne, 1987). Menurut Bidlack dan Wang (2000), senyawa fitokimia dapat mencegah penyakit kardiovaskular dan kanker. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol (Harbourne, 1987). Berdasarkan strukturnya flavonoid dibagi menjadi flavonoid, isoflavon, dan neoflavonoid. Menurut Rimm et al. (1999), flavonoid sangat efektif digunakan sebagai antioksidan dan dapat mencegah penyakit kardiovaskuler dengan menurunkan oksidasi LDL. Jenis senyawa flavonoid dalam buah delima disebut ellagic acid atau ellagitanin dan punicalagin (Jimenez et al., 2006; Crozier et al., 2009), seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Punicalagin dan Ellagic Acid Sumber :Crozier et al. 2009

Tanin merupakan salah satu senyawa fenol kompleks (Harbourne, 1987). Tanin terkondensasi dihasilkan melalui polimerisasi flavonoid dan banyak terdapat pada lapisan biji tanaman kayu. Tanin memiliki sifat antioksidan karena kemampuannya dalam menstabilkan fraksi lipid dan keaktifannya dalam

penghambatan lipoksigenase (Zeuthen dan Sorensen, 2003). Tanin pada buah delima disebut punicalagin.

Zat Makanan Serat Kasar

Serat kasar mempunyai pengertian sebagai fraksi dari karbohidrat yang tidak larut dalam basa dan asam encer setelah pendidihan masing-masing 30 menit. Menurut Linder (1992), serat adalah bagian dari makanan yang tidak dapat tercerna secara enzimatis oleh enzim yang diproduksi oleh saluran pencernaan manusia dan ternak. Termasuk dalam komponen serat kasar ini adalah campuran hemiselulosa, selulosa dan lignin yang tidak larut.

Untuk memperoleh data yang lebih akurat tentang fraksi lignin dan selulosa dapat dilakukan analisa lain yang lebih spesifik dengan metode analisa serat Van Soest (McDonald et al., 2002). Dari analisa Van Soest diperoleh fraksi lignin, selulosa dan hemiselulosa yang justru perlu diketahui komposisinya khusus untuk hijauan makanan ternak atau umumnya pakan berserat.

Menurut James dan Gropper (1990), serat pangan, dikenal juga sebagai serat diet atau dietary fiber, adalah bagian tak tercerna dari bahan pangan (biasanya nabati) yang melalui sistem pencernaan, menyerap air sehingga memudahkan defekasi (buang air besar). Serat pangan tersusun dari polisakarida non-pati seperti selulosa dan berbagai komponen tumbuhan seperti dekstrin, inulin, lignin, malam, kitin, pektin, beta-glukan, dan oligosakarida. Kalangan ahli gizi serat pangan biasa dibedakan menjadi serat larut (serat lunak) dan serat tidak larut (serat kasar). Kandungan keduanya tergantung bahan pangan serta umur panen dari bahan pangan tersebut. James dan Gropper (1990) menyatakan bahwa serat adalah komponen jaringan tanaman yang tahan terhadap hidrolisis enzim dalam lambung dan usus dan tidak larut dalam larutan deterjen netral.

Serat menurut James dan Gropper (1990) juga memiliki sifat adsortif, serat akan mengikat misel lemak sehingga akan mengurangi adsorbsi lemak, lemak darah dan kadar trigliserida yang dideposit dalam jaringan adiposa.

Serat larut, seperti pektin (yang biasanya terasa lekat pada tangan), akan mengalami fermentasi di usus dan menghasilkan produk akhir yang biasanya

memiliki efek yang baik bagi kesehatan. Serat tak larut, misalnya selulosa dan lignin, membantu penyerapan air pasif, membuat feses lebih menggumpal dan mempersingkat perjalanannya di usus besar. Serat dapat mencegah terjadinya penyerapan kembali asam empedu, sehingga lebih banyak asam dan kolesterol yang dikeluarkan bersama feses (Winarno, 1997).

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen

Ensminger et al. (1990) membagi pakan menjadi 6 (enam) fraksi, yaitu : kadar air, abu, protein, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETA-N). Pembagian zat makanan ini kemudian dikenal sebagai Skema Proksimat. Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETA-N) dijadikan indeks bagian karbohidrat bahan pakan yang bukan selulosa. Kebalikan dari serat kasar yang kaya akan lignin dan selulosa sehingga sulit dicerna (Amrullah, 2004). Kandungan BETA-N suatu bahan pakan tergantung pada komponen lainnya, seperti abu, protein kasar, lemak kasar, dan serat kasar. Untuk memperoleh BETA-N adalah dengan cara perhitungan : 100% - (Air +Abu + Protein Kasar + Lemak Kasar + Serat Kasar)%. Dalam fraksi ini termasuk karbohidrat yang umumnya mudah tercerna antara lain pati dan gula (McDonald et al., 2002).

Lemak

Lemak merupakan bahan yang tidak dapat larut dalam air. Lemak adalah segolongan senyawa hidrofobik yang sangat penting untuk penyimpanan bahan pembakaran, untuk membentuk struktur membran, pembawa vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, sebagai hormon dan sebagai pengemban oligosakarida (Champe et al., 2005).

Menurut McDonald et al. (2002), lemak diklasifikasikan berdasarkan kelompok gliserol dan nongliserol. Kelompok gliserol terbagi atas gliserol sederhana dan komplek. Gliserol sederhana yaitu lemak dan gliserol komplek terdiri atas glikolipid dan phospogliserida. Sedangkan kelompok nongliserol terdiri atas sphingomyelin, cerebrosida, lilin, steroid, dan terpen.

Kolesterol

Kolesterol adalah senyawa kimia yang tergolong dalam kelompok senyawa organik yang tidak dapat larut dalam air. Kolesterol (C27H45OH) adalah alkohol steroid, semacam lemak yang ditemukan dalam lemak hewani, minyak, empedu, susu, dan kuning telur, yang sebagian besar disintesis oleh hati dan bahan bakunya diperoleh dari karbohidrat, protein atau lemak. Jumlah yang disintesis bergantung pada kebutuhan tubuh dan jumlah yang diperoleh dari makanan (Champe et al., 2005)

Kolesterol berfungsi sebagai bahan baku pembentuk hormon steroid yang menjadi bagian dari mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit. Kolesterol di dalam tubuh mempunyai fungsi ganda, yaitu dapat diperlukan atau dapat membahayakan, tergantung kepada konsentrasi di dalam tubuh dan tergantung kepada bagian mana kolesterol berada. Jumlah kolesterol yang terlalu banyak dalam darah dapat membentuk endapan pada dinding pembuluh darah, sehingga dapat menyebabkan penyempitan yang sering disebut dengan arterosklerosis. Apabila penyempitan terjadi pada pembuluh darah jantung, maka akan menyebabkan penyakit jantung koroner (Almatsier, 2004).

Kolesterol diperoleh dari hasil sintesis di dalam hati. Bahan baku pembuatan kolesterol diperoleh dari karbohidrat, protein atau lemak. Jumlah yang disintesis tergantung pada kebutuhan tubuh dan jumlah yang diperolah dari makanan. Molekul kolesterol terdiri atas tiga lingkar enam tersusun seperti dalam fenantren dan terlebur dalam suatu lingkar lima, hidrokarbon tetrasiklik jenuh, yang mempunyai sistem lingkar lima, hidrokarbon tetrasiklik jenuh, yang mempunyai sistem lingkar demikian dan terdiri atas 17 atom karbon, disebut 1,2 siklopentenoperhidrofenantren, kerangka ini sekalius merupakan ciri khusus yang membedakan steroid dengan senyawa organik bahan alam lainnya. Kolesterol merupakan steroida penting, bukan saja karena merupakan komponen membran, tetapi juga karena merupakan pelopor biosintetik umum untuk steroid lain termasuk hormon steroida dan garam empedu. Kolesterol berlimpah dalam otak dan jaringan saraf lainnya, dengan mencerminkan pentingnya fungsi membran di dalam jaringan-jaringan ini. Sebagai lipida membran kolesterol terdapat di dalam membran sel organisme tingkat tinggi, tetapi tidak terdapat di dalam membran - membran bakteri dan mitokondria (Page, 1989).

Di dalam tubuh manusia dan hewan, jumlah kolesterol di dalam sel diatur oleh banyak faktor. Faktor tersebut dapat dibagi menjadi menjadi dua macam(pustaka):

1. Faktor luar sel, seperti jumlah kolesterol bebas atau yang terikat dalam lipoprotein di luar sel, persediaan asam lemak bebas, dan adanya hormon

Dokumen terkait