• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

10. Tipologi, membedah derajat keuniversalan dan keunikan bahasa-bahasa

2.3 Tinjauan Pustaka

Kajian mengenai ekolinguistik sudah banyak dilakukan oleh para peneliti. Berikut beberapa penelitian tentang ekolinguistik yang menjadi sumber acuan di dalam penelitian ini.

Batsu (2017) dalam skripsinya yang berjudul “Keteranaman Leksikon Kuliner Masyarakat Simalungun : Kajian Ekolinguistik” mendeskripsikan leksikon verba dan nomina kuliner masyarakat Simalungun dan tingkat pemahaman masyarakat, serta faktor-faktor apa yang menyebabkan keterancaman kuliner Simalungun khususnya di Desa Dame Raya, Kecamatan Raya. Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dan kuantitatif untuk melengkapi hasil penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan leksikon kuliner masyarakat Simalungun terdiri dari 13 jenis kuliner dan diklasifikasikan pada dua kelompok leksikon yaitu (1) kegiatan dan (2) alat dan bahasa. Dari dua kelompok leksikon tersebut diperoleh 59 leksikon kegiatan, dan 190 leksikon alat dan bahan, sehingga total leksikon yang ditemukan dalam kuliner masyarakat Simalungun adalah 249 leksikon.

Hasil analisis menunjukkan keterancaman leksikon kuliner masyarakat Simalungun terdapat pada generasi usia 15-20 tahun. Faktor-faktor yang menyebabkan keterancaman leksikon kuliner masyarakat Simalungun adalah (1) IPTEK atau ilmu pengetahuan alam dan teknologi; (2) catering; (3) bumbu instan; (4) fast food; (5) rumah makan tradisional dan modern. Penelitian tersebut sangat memberikan konstribusi terhadap metode dan teori

16

yang digunakan peneliti dalam penelitian ini, karena penelitian ini juga menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teori dialektikal praksis sosial. Melalui penelitian tersebut, penelitian lebih memahami langkah-langkah untuk menyelesaikan penelitian ini, tetapi dengan bahasa dan daerah penelitian yang berbeda.Selain perbedaan dalam bahasa dan daerah penelitian, penelitian ini juga memiliki perbedaan dalam hal permasalahan.

Dalam penelitian ini, peneliti bukan hanya memaparkan pemahaman masyarakat mengenai leksikon kuliner, namun peneliti juga memaparkan jenis kearifan lokal yang terkandung dalam leksikon kuliner tersebut. Peneliti melihat, bahwa dalam kuliner masyarakat Jawa Tengah banyak memuat kearifan lokal masyarakat ini dan melalui pemaparan tersebut akan terlihat bagaimana kuliner berperan penting dalam kebudayaan masyarakat Jawa Tengah di Desa Sukasari.

Rajagukguk (2017) dalam skripsinya yang berjudul “Leksikon Kuliner Mayarakat Batak Toba : Kajian Ekolinguistik”. Masuknya berbagai makanan modern yang menggantikan makanan tradisional pada masyarakat Batak Toba serta kurangnya perhatian masyarakat terhadap kuliner mengakibatkan leksikon kuliner masyarakat Batak Toba terancam punah. Penelitian ini mendeskripsikan jenis leksikon kuliner masyarakat Batak Toba, pemahaman masyarakat, serta jenis kearifan lokal yang terkandung dalam kuliner masyarakat Batak Toba di Desa Lumban Silintong, Kecamatan Balige penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori dialektikal praksis sosial yang mencakup tiga dimensi praksis sosial, yaitu dimensi ideologis, sosiologis, dan biologis dengan pendekatan ekolinguistik. Data penelitian ini adalah jenis leksikon kuliner masyarakat Batak Toba terdiri atas 20 jenis

17

kuliner dan diklasifikasikan pada dua kelompok leksikon tersebut diperoleh 298 leksikon alat dan bahan serta 122 leksikon kegiatan, sehingga total leksikon yang ditemukan adalah 422 leksikon. Hasil analisis juga menunjukkan jenis kearifan lokal yang terkandung dalam beberapa kuliner masyarakat Batak Toba yaitu kearifan lokal kesejahteraan, kerja keras, kesehatan, gotong royong, kejujuran, kesetiakawanan sosial, komitmen, pikiran positif, dan rasa syukur.

Sinar (2011) dalam tulisannya berjudul “Pergeseran Leksikon Kuliner Melayu Serdang Terhadap Remaja Kabupaten Serdang Bedagai”. Penelitian ini bertujuan menemukan dan mendeskripsikan leksikon kuliner nomina bahasa Melayu Serdang untuk diwariskan sebagai pengetahuan dan pemahaman generasi muda dan mengenai leksikon nomina kuliner Kesultanan serdang dan memberikan informasi yang merujuk pada pentingnya keterpeliharaan lingkungan Kesultanan Serdang sehingga masyarakat masa kini yang bermukim disekitarnya, bertanggung jawab dalam pemeliharaan lingkungan. Penelitian ini menemukan beberapa pangan kuliner yang sudah mulai sudah tidak dikenal lagi seperti : anyang kepah, boto kampong, bubur lambuk, bubur sup, gulai darat atau terung sembah, gulai pisang emas, gulai kacang hijau dengan daun buas-buas, gulai lambuk kemuna,gulai telur terubuk, emping padi, senat, sambal lengkong, sambal tempoyak durian, sambal terasi asam sundai, sambal belacan asam binjei, kue danagi, halwa masekat, lubuk haji pantai surge, lempeng putih, kue makmur, anyang pakis, kue pelita daun, tepung gomak, cucur badak, kueh cara, halwa renda, halwa cermai, dan halwa rukam. Kontribusi dalam penelitian ini terdahap penilitian yang akan dilakukan adalah memberikan kemudahan dalam hal informasi berbagai jenis leksikon dalam kuliner Melayu, karena setidaknya

18

leksikon yang ada pada kuliner melayu hampir sama dengan leksikon pada kuliner masyarakat Jawa Tengah. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah penelitian ini tidak melihat pergeseran pemahaman kuliner terhadap masyarakat, namun penelitian ini akan memaparkan leksikon kuliner masyarakat Jawa Tengah, mendeskripsikan pemahaman masyarakat berdasarkan dimensi dialektikal praksis sosial dan mendeskripsikan jenis kearifan lokal yang terkandung dalam kuliner masyarakat Jawa Tengah.

Handayani (2015) dalam tesisnya yang berjudul “Leksikon Kuliner Melayu Tanjungbalai: Kajian Ekolinguistik” mendeskripsikan khazanah jenis leksikon kuliner Melayu Tanjungbalai, mendeskripsikan pengetahuan masyarakat Melayu Tanjungbalai mengenai leksikon kuliner Melayu Tanjungbalai, dan mendeskripsikan nilai budaya yang terkandung pada kuliner Melayu Tanjungbalai. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan data kuantitatif sebagai metode yang dipakai untuk data pendukung. Teori ekolinguistik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori dialeketikal praksis sosial yang mencakup tiga dimensi praksis sosial yaitu dimensi ideologis, dimensi sosiologis, dan dimensi biologis. Data dalam penelitian ini didapatkan dari hasil wawancara, dan observasi. Data penelitian ini adalah jenis leksikon kuliner Melayu Tanjungbalai. Hasil analisis menunjukkan leksikon kuliner Melayu Tanjungbalai terdiri atas 18 jenis kuliner dan diklasifikasikan pada 2 kelompok leksikon tersebut diperoleh 153 leksikon alat dan bahan dan 51 leksikon kegiatan. Sehingga total leksikon yang ditemukan dalam kuliner Melayu Tanjungbalai di Tanjungbalai adalah 204 leksikon. Hasil analisis

19

menunjukkan terlihat penyusutan pengetahuan pada setiap generasi terhadap leksikon kuliner Melayu Tanjungbalai.

Generasi usia 65 tahun (95,75%), 45-64 tahun (94,81%), dan 25-44 tahun (78,15%).

Leksikon kuliner MTB mengandung nilai-nilai budaya kebiasaan (habit), kepercayaan (believe), nilai yang berhubungan dan berorientasi dengan alam. Hal ini dapat dilihat dari beberapa jenis kuliner MTB yaitu bubur podas, nasi lado, pangat, gule lomak, gule masam ikan, sombam ikan. Penelitian tersebut juga memiliki kontribusi untuk penelitian ini, yakni membantu peneliti dalam metode dan teori yang digunakan. Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif deskriptif dan kuantitatif sebagai metode pendukung, teori yang digunakan adalah teori dialektikal praktis sosial dengan pendekatan ekolinguistik.

Penelitian tersebut juga memuat permasalahan yang sama dengan penelitian yang peneliti lakukan, mendeskripsikan jenis leksikon kuliner, mendeskripsikan tingkat pemahaman, dan mendeskripsikan nilai budaya dalam kuliner. Penelitian tersebut hampir sama dengan penelitian yang peneliti lakukan, perbedaannya hanyalah perbedaan bahasa dan daerah penelitian yang peneliti lakukan.

20 BAB III

Dokumen terkait