LEKSIKON KULINER JAWA TENGAH DI DESA SUKASARI KECAMATAN PEGAJAHAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI: KAJIAN EKOLINGUSITIK
SKRIPSI
PUTRI NOVITA SARI 160701072
DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2021
i
LEKSIKON KULINER JAWA TENGAH DI DESA SUKASARI KECAMATAN PEGAJAHAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI : KAJIAN EKOLINGUISTIK
PUTRI NOVITA SARI 160701072
ABSTRAK
Penelitian ini mendeskripsikan jenis kuliner Jawa Tengah yang terdapat di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai. Teori yang digunakan adalah teori ekolinguistik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menggunakan metode wawancara dan menggunakan beberapa teknik seperti teknik pancing, teknik catat, dan teknik rekam untuk mendapatkan informasi. Data dalam penelitian ini adalah nomina dan verba yang berupa leksikon-leksikon kuliner Jawa Tengah yang ada di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai. Metode yang digunakan dalam menganalisis data yaitu metode padan referensial. Dari hasil analisis disimpulkan jenis leksikon kuliner Jawa Tengah yang ada di Desa Sukasari terdiri dari 14 jenis kuliner dan diklasifikasikan menjadi dua kelompok leksikon yaitu (1) leksikon alat dan bahan dan (2) leksikon cara pengolahan.
Dari 14 leksikon kuliner yang ada, terdapat 56 leksikon alat dan bahan dan 26 leksikon cara pengolahan, sehingga total yang diperoleh adalah 96 leksikon. Hasil analisis menunjukkan terlihat dari tingkat pemahaman masyarakat Jawa Tengah pada setiap kelompok-kelompok usia yang sudah ditentukan terlebih dahulu terhadap kuliner Jawa Tengah yang ada di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai. (1) Kelompok I usia (15-20 tahun) dengan kategori A sebanyak 1.678 (69,77%), kategori B 685 (28,48%), dan kategori C 42 (1,74%) , (2) kelompok II usia (21-45 tahun) kategori A sebanyak 8.013 (82,66%), kategori B 1.576 (16,25%) , dan kategori C 104 (1,07%), (3) kelompok III usia ( 46 tahun) dengan kategori A sebanyak 8.440 (95,72%), kategori B 329 (3,73), kategori C 48 (0,54%). Dalam mendeskripsikan leksikon kuliner Jawa Tengah di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai menggunakan tiga dimensi praksis sosial.
Kata kunci : Ekolingusitik, Leksikon, Kuliner Jawa Tengah, Desa Sukasari.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan bagi peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dalam menyeselaikan skripsi ini banyak mengalami kesulitan yang penulis alami.
Namun, dengan adanya saran dan dukungan serta motivasi dari semua pihak, semua hambatan dan rintangan dapat diatasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. T Thyrhaya Zein, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Prof. Drs. Mauly Purba, M.A, Ph.D., sebagai wakil Dekan I, Dra. Heristina Dewi, M.Pd. sebagai wakil Dekan II, Mhd. Pujiono, M.Hum, Ph.D., sebagai wakil Dekan III.
2. Dr. Dwi Widayati, M.Hum., sebagai ketua Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
3. Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum., sebagai Sekretaris Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Gustianingsih, M.Hum., sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing peneliti dengan sepenuh hati dan tanggung jawab yang utuh, bersedia memberikan ilmu, motivasi, serta nasihat yang bermanfaat bagi peneliti. Tanpa bantuan ibu, peneliti yakin skripsi ini tidak selesai dikerjakan.
iii
5. Dr. Dwi Widayati, M.Hum dan Dra. Sugihana Br. Sembiring, M.Hum., sebagai dosen penguji skripsi yang telah memberikan ilmu, nasihat, kritik, dan saran kepada penulis dalam proses penulisan skripsi.
6. Bapak dan ibu staf pengajar Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengajaran selama peneliti menjalankan perkuliahan.
7. Joko Santosa, A.Md., sebagai staf administrasi Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang banyak membantu peneliti dalam hal administrasi.
8. Kedua orang tua peneliti, Bapak Suparmin dan Ibu Sukiti selaku orang tua yang senantiasa selalu mendoakan tanpa henti, memberikan perhatian, semangat dan motivasi sehingga penulisan skripsi ini selesai.
9. Abang dan kakak peneliti, Abang Sugeng Riadi, Dwi Saputra dan Kakak Sri Wahyuningsih yang telah memberikan doa, semangat, dukungan dan motivasi peneliti.
Kedua keponakan peneliti, Calista Ayura dan Chayra Dwi Ayuna yang telah memberikan canda tawa selama menyelesaikan skripsi ini.
10. Pemerintah Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.
11. Masyarakat Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai yang telah bersedia dan menyediakan waktunya untuk diwawancarai peneliti.
12. Tetular Dwi Sikalava yang telah memberikan semangat dan dukungan serta bersedia menemani peneliti dalam melaksanakan penelitian.
iv
13. Sahabat tersayang Delima Sidabutar, S.S dan Yulistia Monica Putri, S.S yang telah menemani penulis dalam melaksanakan penelitian, terima kasih atas dukungan berupa tenaga, semangat, dan doa yang telah diberikan kepada peneliti.
14. Seluruh teman-teman Sastra Indonesia stambuk 2016 yang telah menjalin kebersamaan yang sangat baik selama masa perkuliahan.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini yang masih jauh dari kata sempurna. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Medan, 15 Februari 2021
Putri Novita Sari NIM 160701072
v DAFTAR ISI
ABSTRAK………..……..…i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ...xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Batasan Masalah ... 5
1.3 Rumusan Masalah ... 5
1.4 Tujuan Penelitian ... 6
1.5 Manfaat Penelitian ... 6
1.5.1 Manfaat Teoretis ... 7
1.5.2 Manfaat Praktis ... 7
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Konsep ... 8
2.1.1 Leksikon ... 8
2.1.1.1 Nomina ... 9
2.1.1.2 Verba ... 9
2.1.2 Bahasa dan Lingkungan... 10
2.1.3 Kuliner Masyarakat Jawa Tengah ... 11
2.2 Landasan Teori ... 12
2.2.1 Ekolinguistik ... 12
2.3 Tinjauan Pustaka ... 15
vi
BAB III METODE PENELITIAN ... 20
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20
3.2 Data dan Sumber Data ... 22
3.3 Metode Penelitian ... 22
3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 23
3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data ... 28
3.3.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32
4.1 Leksikon Kuliner Jawa Tengah di Desa Sukasari Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai ... 32
4.1.1Cenel ... 34
4.1.2 Tiwol ... 36
4.1.3 Nasi urap ... 37
4.1.4 Lupes ... 41
4.1.5 Gemblong ... 42
4.1.6 Gethuk ... 44
4.1.7 Pecel ... 46
4.1.8 Lemet ubi ... 48
4.1.9 Gatot ubi ... 50
4.1.10 Jenang ... 52
4.1.11 Wajik ... 54
4.1.12 Lemper ... 56
4.1.13 Klepon ... 58
vii
4.1.14 Lepet ... 60
4.2 Tingkat Pemahaman Masyarakat Jawa Tengah di Desa Sukasari Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai Terhadap leksikon kuliner Jawa Tengah ... 62
4.2.1 Kelompok I Usia 15-20 tahun ... 63
4.2.2 Kelompok II Usia 21-45 tahun ... 70
4.2.3 Kelompok III Usia ≥46 tahun ... 77
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 84
5.1 Simpulan ... 84
5.2 Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 87
Lampiran 1 ... 89
Lampiran 2 ... 96
Lampiran 3 ... 98
Lampiran 4 ... 101
viii
DAFTAR TABEL
NO. TABEL JUDUL HALAMAN
Tabel 4.1 Leksikon Kuliner Jawa Tengah di Desa Sukasari 32
Tabel 4.2 Leksikon Jenis Kuliner Cenel 35
Tabel 4.3 Leksikon Jenis Kuliner Tiwol 37
Tabel 4.4 Leksikon Jenis Kuliner Nasi Urap 38
Tabel 4.5 Leksikon Jenis Kuliner Lupes 41
Tabel 4.6 Leksikon Jenis Kuliner Gemblong 43
Tabel 4.7 Leksikon Jenis Kuliner Gethuk 45
Tabel 4.8 Leksikon Jenis Kuliner Pecel 48
Tabel 4.9 Leksikon Jenis Kuliner Lemet Ubi 49
Tabel 4.10 Leksikon Jenis Kuliner Gatot Ubi 51
Tabel 4.11 Leksikon Jenis Kuliner Jenang 53
Tabel 4.12 Leksikon Jenis Kuliner Wajik 55
Tabel 4.13 Leksikon Jenis Kuliner Lemper 57
ix
Tabel 4.14 Leksikon Jenis Kuliner Klepon 59
Tabel 4.15 Leksikon Jenis Kuliner Lepet 61
Tabel 4.16 Persentase Tingkat Pemahaman Kelompok I Usia (15-20 tahun) 68
Tabel 4.17 Persentase Tingkat Pemahaman Kelompok II Usia (21-45 tahun) 75
Tabel 4.18 Persentase Tingkat Pemahaman Kelompok I II Usia (>46 tahun) 82
x
DAFTAR GAMBAR
NO. GAMBAR JUDUL HALAMAN
Gambar 3.1 Peta Desa Sukasari 21
Gambar 4.1 Cenel 35
Gambar 4.2 Tiwol 36
Gambar 4.3 Nasi Urap 38
Gambar 4.4 Lupes 41
Gambar 4.5 Gemblong 42
Gambar 4.6 Gethuk 44
Gambar 4.7 Pecel 46
Gambar 4.8 Lemet Ubi 48
Gambar 4.9 Gatot Ubi 50
Gambar 4.10 Jenang 52
Gambar 4.11 Wajik 54
Gambar 4.12 Lemper 56
Gambar 4.13 Klepon 58
Gambar 4.14 Lepet 60
xi
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN
A. DAFTAR LAMBANG
„, makna/terjemahan B. DAFTAR SINGKATAN
JP: Jumlah Pemahaman Km : Kilometer
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah lambang bunyi yang digunakan semua orang sebagai alat komunikasi antara satu dengan yang lainnya. Kridalaksana (1984:28) mengatakan bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, dan digunakan masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dalam mengidentifikasi diri; percakapan (perkataan) yang baik; tingkah laku yang baik;
sopan santun yang baik. Hidayat (dalam Sobur, 2004:274) mengatakan bahasa adalah percakapan, yaitu alat untuk melukiskan suatu pikiran, perasaan, atau pengalaman, alat ini terdiri dari kata-kata yang merupakan penghubung bahasa dengan dunia luar sesuai dengan kesepakatan para pemakainya sehingga dapat saling dimengerti.
Manusia dan lingkungan memiliki hubungan yang sangat erat, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Lingkungan memberikan apa yang dibutuhkan oleh manusia, sebaliknya setiap manusia harus memiliki pengetahuan tentang lingkungannya dengan cara menjaga dan melestarikan linkungannya. Di lingkungan itu pula, segala aktivitas yang ada bersama dengan manusia, lebih banyak dikenal dan tersimpan di pikiran memakai tuturnya.
Tersimpan dalam leksikon teks verbal dan wawancara atau diskursus sosial mereka (Mbete, 2013:18).
Leksikon kuliner adalah komponen bahasa tentang makanan khas yang memuat informasi makna satuan bahasa dan menggambarkan makanan khas suatu daerah tersebut.
2
Leksikon merupakan kajian ekolinguistik. Ekolinguistik adalah studi hubungan timbal balik yang bersifat fungsional.
Saat ini, banyak kuliner khas suatu suku yang tidak dikenal lagi oleh generasi baru. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, faktor pertama adalah berkurangnya satu leksikon lingkungan alam dan budaya suatu daerah di masyarakat yang menyebabkan generasi berikutnya kurang mengenal leksikon tersebut. Faktor kedua yaitu, masuknya jenis kuliner baru dari luar negri seperti, fried chicken, bakpao, ramen, dan lainnya yang menggantikan kuliner khas masyarakat itu sendiri. Faktor ketiga adalah kemajuan teknologi pada zaman sekarang ini. Banyak peralatan memasak tradisional digantikan oleh alat canggih terkini, misalnya tungku yang diganti dengan kompor gas. Hal-hal tersebut sangat mempengaruhi hilangnya suatu leksikon. Jika suatu lingkungan mengalami perubahan maka secara langsung bahasa dari lingkungan itu akan mengalami perubahan. jika suatu lingkungan punah, maka penggunaan bahasa yang berhubungan dengan lingkungan tersebut akan ikut punah. Permasalahan bahasa seperti ini harus diberi perhatian khusus, agar bahasa-bahasa lingkungan tetap bertahan dan lestari. Dengan adanya persoalan bahasa seperti ini, peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan ekolingusitik.
Ekolinguistik merupakan ilmu bahasa interdisipliner, menyanding ekologi dan linguistik (Mbete, 2009:1). Kajian ini tidak lepas dari kerangka teori interelasi antara dimensi- dimensi biologis, sosiologis, dan ideologis yang sangat penting untuk menopang kajian ekolinguistik yang dikatakan oleh Bundsgaard dan Steffensen (2000:11-14).
Di dalam lingkungan masyarakat Jawa Tengah terdapat sebuah kuliner. Kuliner ini dapat dipahami oleh masyarakat penuturnya digunakan dalam berbagai aktivitas baik dalam
3
aktivitas adat budaya maupun kehidupan sehari-hari. Dalam kuliner sudah tersimpan berbagai jenis leksikon yang sangat erat dengan masyarakat penuturnya dan masyarakat harus menjaga serta memelihara leksikon-leksikon tersebut dalam segala aspek kegiatannya.
Suku Jawa Tengah terkhususnya di Desa Sukasari Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai berpenduduk suku Jawa Tengah asli. Dinamakan Desa Sukasari karena masyarakat desa tersebut mengartikan Sukasari ialah sari itu manis, pada intinya orang yang bersuku Jawa Tengah sangat suka rasa manis baik itu makanan atau minuman, oleh sebab itu dinamakan Desa Sukasari. Penduduk yang berada di Desa Sukasari ini juga tidak lepas dari kebudayaan dan adat istiadat yang diturunkan oleh nenek moyang pada zaman dulunya, termasuk dengan kuliner Jawa Tengah. Kuliner yang disajikan tidak hanya dikonsumsi sendiri tetapi memperjualbelikan dipasar-pasar kecil maupun besar.
Makanan khas masyarakat Jawa Tengah di desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai kebanyakan memiliki rasa yang manis berasal dari gula merah atau gula jawa. Makanan khas Jawa Tengah ini banyak dikonsumsi pada acara-acara besar seperti perkawinan, sunatan, atau acara kecil seperti kenduri dan tujuh bulanan. Dalam kuliner ini terdapat tiga bagian yaitu leksikon, alat dan bahan, dan cara pengolahan. Kuliner ini juga dapat dimaknai sebagai olahan masakan berupa lauk pauk, panganan dan minuman.
Kuliner ini juga diolah oleh masyarakat di Desa Sukasari untuk sebagai santapan pada saat mereka rindu akan makanan-makanan tradisional. Adapun salah satu kuliner yang dikonsumsi dan diolah pada saat acara-acara besar maupun kecil yaitu kuliner gemblong.
4 Contoh pengklasifikasian leksikon kuliner gemblong
Tabel Leksikon Gemblong
Nama Kuliner Leksikon
Alat dan Bahan Kegiatan
Gemblong
Dhandang (dandhang) Pelepah klopo (pelepah kelapa)
Ember (ember) Baskom (baskom) Ajang cilik (piring kecil) Sega ketan (beras ketan)
Klopo (kelapa) Uyah (garam)
Banyu (air)
Didhang (dikukus) Ditumbuk (ditumbuk) Dilembut'ne (dihaluskan)
Berdasarkan uraian diatas, gemblong termasuk kata benda (nomina). Sebagai nomina, gemblong dibentuk dari bahan dasar pulut, kelapa parut, dan garam (nomina) yang diproses dengan cara dikukus, dan ditumbuk (cara pengolahan). Dimensi biologis kuliner gemblong yaitu memiliki rasa gurih yang terdapat dari kelapa parut. Melalui dimensi sosiologis kuliner gemblong ini sangat dekat dengan masyarakat Desa Sukasari, karena masyarakatnya yang masih mengkonsumsi dan mengolah makanan ini, khususnya pada acara-acara tertentu misalnya, pesta perkawanin, sunatan, dan wirid.
5
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan kebertahanan pada bahasa leksikon kuliner masyarakat Jawa Tengah bukan hanya leksikon kuliner gemblong, masih banyak kuliner yang tidak pernah dirasakan bahwa sudah tidak dikenal oleh beberapa generasi muda masyarakat Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan agar leksikon kuliner Jawa Tengah tetap dikenal pada masa yang akan datang. Dengan demikian, bahasa dalam leksikon kuliner Jawa Tengah tersebut tetap terjaga, dibudidayakan dan dilestarikan.
1.2 Batasan Masalah
Pada penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan yang akan dibahas agar tidak melebar di luar dari permasalahan yang akan diteliti. Penelitian ini dibatasi pada:
1. Kajian leksikon pada kuliner Jawa Tengah yang terdapat di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan praksis sosial.
2. Kajian tingkat pemahaman masyarakat Jawa Tengah di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai terhadap leksikon kuliner Jawa Tengah.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, pokok permasalahan penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut :
1. Leksikon kuliner Jawa Tengah apa sajakah yang terdapat di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan praksis sosial?
2. Bagaimanakah tingkat pemahaman masyarakat Jawa Tengah yang terdapat di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai, terhadap leksikon
6
kuliner Jawa Tengah di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai?
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian leksikon kuliner Jawa Tengah Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai ini memiliki tujuan :
1. Mendeskripsikan leksikon yang terdapat dalam kuliner Jawa Tengah di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan praksis sosial.
2. Mendeskripsikan tingkat pemahaman pada masyarakat Jawa Tengah di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai terhadap leksikon kuliner Jawa Tengah di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tentang leksikon kuliner Jawa Tengah ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.5.1 Manfaat Teoretis
Temuan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan informasi, sumber acuan, dan penelitian kuliner masyarakat Jawa khususnya leksikon-leksikon
7
terdalamnya (nomina dan verba) mengenai ilmu linguistik, ekolinguistik, dan leksikon kuliner.
1.5.1 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat :
1. Menambah dan mengembangkan wawasan ilmu pendidikan khususnya pada lesikon kuliner Jawa Tengah Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai di Sumatera Utara.
2. Membuat atau menambah kamus kecil leksikon kuliner Jawa Tengah agar bahasa leksikon kuliner ini dikenal dan tetap dilestarikan oleh masyarakat Jawa Tengah suatu saat terdapat leksikon kuliner yang sudah bergeser atau akan punah.
3. Digunakan sebagai sumber informasi bagi para peneliti lain ataupun pengguna bahasa Jawa Tengah khususnya tentang hubungan bahasa dengan ekologi.
8 BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep dibutuhkan dalam penelitian sebab di dalamnya akan ditemui aspek-aspek yang menyangkut apa saja yang akan diteliti, sehingga ruang lingkup materi yang akan dikaji menjadi linear (terarah) tidak melebar kepada hal-hal yang tidak penting. Adapun konsep yang dipergunakan pada penelitian ini adalah:
2.1.1 Leksikon
Leksikon adalah komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa (KBBI, 2008:805). Kajian terhadap leksikon mencakup apa yang dimaksud dengan kata, strukturisasi kosakata, penggunaan dan penyimpanan kata, pembelajaran kata, sejarah dan evolusi kata (etimologi), hubungan antarkata, serta proses pembentukan kata pada suatu bahasa. Dalam penggunaan sehari-hari. Leksikon dianggap sebagai sinonim kamus atau kosakata.
Leksikon juga diartikan kekayaan yang dimiliki seorang pembicara, penulis, atau suatu bahasa; kosa kata; perbendaharaan kata (Kridalaksana 1982:98).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan leksikon sebagai “kosakata, komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa; kekayaan kata yang dimiliki suatu bahasa.” Sementara itu, Chaer (2007:5) mengatakan bahwa istilah leksikon berasal dari ata Yunani kuno yang berarti “kata”,
9
“ucapan”, atau “cara berbicara”. Kata leksikon sekerabat dengan leksem, leksikografi, leksikograf, leksikal, dan sebagainya.Sebaliknya, istilah kosa kata adalah istilah terbaru yang muncul ketika mencari tentang kata-kata atau istilah Indonesia sebanyak-banyaknya atau lebih banyak lagi. Selanjutnya Sibarani (1997:4) sedikit membedakan leksikon dari perbendaharaan kata, yaitu leksikon mencakup komponen yang mengandung segala informasi tentang kata dalam suatu bahasa seperti perilaku semantis, sintaksis, morfologis, dan fonologisnya, sedangkan perbendaharaan kata lebih ditekankan pada kekayaan kata yang dimiliki seseorang atau suatu bahasa.
2.1.1.1 Nomina
Nomina merupakan kelas kata yang biasanya dapat berfungsi sebagai subyek atau obyek dari klausa; kelas kata ini sering dipadankan dengan orang, benda, atau hal yang dibendakan dalam alam luar bahasa; kelas ini dalam bahasa Indonesia ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak; misalnya meja adalah nomina karena tidak meja adalah tidak mungkin (Kridalaksana, 2008:163). Leksikon alat dan bahan dikategorikan ke dalam kelas nomina.
2.1.1.2 Verba
Verba merupakan kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat.Dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti ciri kala, aspek, persona, atau jumlah. Sebagian besar verba mewakili unsur semantik perbuatan, keadaan, atau proses; kelas ini dalam Bahasa Indonesia ditandai dengan kemungkinan untuk diawali
10
dengan kata tidak dan tidak mungkin diawali dengan kata seperti sangat, lebih, dsb;
misalnya datang, naik, bekerja, dsb (Kridalaksana, 2008:254). Leksikon kegiatan dikategorikan ke dalam kelas verba.
2.1.2 Bahasa dan Lingkungan
Bahasa dan lingkungan memiliki hubungan yang sangat erat dan saling memengaruhi. Dalam tulisannya Language Ecology and Enivorment, Muhlhausler (2001:3) menyatakan, ada empat hal yang memungkinkan adanya hubungan antara bahasa dan lingkungan sebagai berikut: (1) bahasa berdiri dan terbentuk; (2) bahasa dikonstruksi oleh alam; (3) alam dikonstruksi bahasa; dan (4) bahasa saling berhubungan dengan alam- keduanya saling mengontruksi, tetapi jarang yang berdiri sendiri (ekolinguistik). Sapir (dalam Fill dan Muhlhausler, 2001: 14) menyebutkan lingkungan dapat dibedakan atas tiga bentuk yaitu :
1. Lingkungan fisik yang mencakup karakter geografis, seperti topografi sebuah negara (baik pantai, lembah, dataran tinggi, maupun pegunungan, keadaan cuaca, dan, jumlah curah hujan).
2. Lingkungan ekonomis ‟kebutuhan dasar manusia„ yang terdiri atas flora dan fauna dan sumber mineral yang ada dalam daerah tersebut.
3. Lingkungan sosial melingkupi berbagai kekuatan dalam masyarakat yang membentuk kehidupan dan pemikiran masyarakat satu sama lain. Namun yang paling penting dari kekuatan sosial tersebut adalah agama, standar etika, bentuk organisasi politik, dan seni.
11
Menurut Haugen (dalam Fill and Muhlhausler, 2001:1), lingkungan bahasa atau ekologi bahasa adalah ruang hidup, tempat hidup bahasa-bahasa. Bahasa yang hidup ada pada guyub tutur dan secara nyata hadir dalam komunikasi dan interaksi verbal baik lisan maupun tulisan. Ekologi adalah ilmu tentang lingkungan hidup sedangkan linguistik adalah ilmu tentang bahasa. Kerangka pandang ekologi, bandingkan misalnya ekolinguistik, menjadi parameter yang membedakannya dengan cabang makrolinguistik lainnya (seperti sosiolinguistik, psikolinguistik, neurolinguistik, atau antropoliguistik) adalah (1) interelasi (interrelationship), (2) lingkungan (environment), dan (3) keberagaman (diversity).
Berdasarkan penjelasan tersebut terlihat bahwa bahasa dan lingkungan adalah dua hal yang berhubungan bahkan saling memengaruhi. Dalam suatu lingkungan, bahasa itu memang hidup dan bahasa-bahasa dalam lingkungan tersebut dapat dikaji, diselami, dan dimaknai secara khusus melalui pendekatan yang sesuai, yaitu ekolinguistik.
2.1.3 Kuliner Masyarakat Jawa Tengah
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kuliner adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan masak-memasak. Secara umum, kuliner adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pangan dan makanan, mulai dari bahan-bahan mentah sampai pada proses pengolahan dan penyajian. Kuliner tidak terlepas dari kebudayaan dan lingkungannya.
Kuliner Jawa Tengah yang ada di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai memilki rasa manis asli dari gula merah atau gula jawa.
12 2.2 Landasan Teori
2.2.1 Ekolinguistik
Ekolinguistik adalah suatu disiplin ilmu yang mengkaji lingkungan dan bahasa.
Menurut Mbete (2009:2), „dalam perspektif ekolinguistik, bahasa dan komunitas penuturnya dipandang sebagai organisme yang hidup secara bersistem dalam suatu kehidupan bersama organisme-organisme lainnya. Pada tahun 1972, Ener, Haugen untuk pertama kalinya memperkenalkan istilah ecology of language. Haugen (dalam Fill dan Mulhausler 2001:57) mengatakan ‘ecology of language may be defind as de study of interactions between any given language and its environment’, artinya ekologi bahasa didefenisikan sebagai sebuah studi tentang interaksi antar hubungan timbal balik antara bahasa tertentu dan lingkungannya. Haugen menegaskan bahwa bahasa berada dalam pikiran penggunanya dan bahasa berfungsi dalam hubungan antar penggunanya satu sama lain dan lingkungan (lingkungan sosial dan alam). Dalam kajian ekolinguistik hal yang paling terlihat adalah tautan ekosistem yang merupakan bagian dari system kehidupan manusia (ekologi) dengan bahasa yang dipakai manusia dalam berkomunikasi di lingkunnya. Lingkungan tersebut adalah lingkungan ragawi berbahasa yang menghadirkan berbagai hal dalam sebuah masyarakat. Sesuai dwimulti bahasa inilah yang mendorong adanya interaksi bahasa. Lingkungan ragawi dengan berbagai kondisi sosial sangat memengaruhi penurut bahasa secara psikologis dalam penggunaan bahasanya (Usman, 2012:31).
Safir dalam Fill dan Mulhausler (dalam handayani, 2015:16), menyatakan bahwa dalam lingkup ekolinguistik, hubungan bahasa dan lingkungannya ada pada tataran lksikon
13
saja, bukan, misalnya, pada tataran fonologi, atau morfologi sama halnya yang dikemukakan Haugen (dalam Al-Gayoni, 2012:8) menyatakan bahwa ekolinguistik memiliki kaitan dengan sepuluh ruang kaji, yaitu:
1. Linguistik historis komparatif, menjadikan bahasa-bahasa kerabat di suatulingkungan geografis sebagai fokus kaji untuk menemukan relasi historis genetisnya.
2. Linguistik demografi, mengkaji komunitas bahasa tertentu di suatu kawasan untuk memerikan kuantitas sumber daya (dan kualitas) penggunaan bahasa-bahasa beserta ranah-ranah dan ragam serta registrasinya (sosiolek dan fungsiolek).
3. Sosiolinguistik, yang fokus utama kajiannya atas variasi sistematik antara struktur bahasa dan stuktur masyarakat penuturnya.
4. Dialinguistik, yang memokuskan kajiannya pada jangkauan dialek-dialek dan bahasa- bahasa yang digunakan masyarakat bahasa, termasuk di habitat baru, atau kantong migrasi dengan dinamika ekologinya.
5. Dialektologi, mengkaji dan memetakan variasi-variasi internal sistem bahasa.
6. Filologi, mengkaji dan menjejaki potensi budaya dan tradisi tulisan, propeknya, kaitan maknawi dengan kajian dan atau kepudaran budaya, dan tradisi tulisan lokal.
7. Linguistik preskriptif, mengkaji daya hidup bahasa di kawasan tertentu di kawawan tertentu, pembakuan bahasa tulisan dan bahasa lisan, pembakuan tata bahasa (sebagai muatan lokal yang memang memerlukan kepastian bahasa baku yang normatif dan pedagogis).
14
8. Glotopolitik, mengkaji dan memberdayakan pula wadah, atau lembaga penanganan masalah-masalah bahasa (secara khusus pada era otonomi daerah, otonomi khusus, serta pendampingan kantor dan atau balai bahasa).
9. Etnolinguistik, linguistik antropologi ataupun linguistik kultural (cultural linguistics) yang membedah pilih-memilih penggunaan bahasa, cara, gaya, pola pikir dan imajeri dalam kaitan dengan pola penggunaan bahasa, bahasa-bahasa ritual, kreasi wacana iklan yang berbasiskan bahasa lokal.
10. Tipologi, membedah derajat keuniversalan dan keunikan bahasa-bahasa.
Konsep praksis sosial dalam konteks ini mengacu pada semua tindakan, aktifitas, dan perilaku masyarakat, baik terhadap sesama masyarakat maupun terhadap lingkungan alam disekitarnya. Bang dan Door mengatakan bahwa dalam teori dialektikal, praksis sosial mencakup tiga dimensi yaitu:
1. Dimensi ideologis merupakan sistem psikis, kognitif dan sistem mental individu dan kolektif.
2. Dimensi sosiologis berkenaan dengan bagaimana kita mengatur hubungan dengan sesama, misalnya dalam keluarga, antar teman, tetangga, atau dalam lingkungan sosial yang lebih besar, seperti sistem politik dalam sebuah negara.
3. Dimensi biologis berkaitan dengan keberadaan kita secara biologis bersanding dengan spesies lain seperti tanaman, hewan, bumi, laut dan lain sebagainya.
Implikasi dari hubungan dialektikal antara bahasa dan praksis sosial adalah bahwa kajian terhadap bahasa berarti pula kajian terhadap praksis sosial, dan dengan demikian teori bahasa adalah juga teori praksis sosial.Untuk itu, kajian ekolinguistik dalam teori
15
dialektikal adalah kajian tentang interelasi dimensi ideologis, dimensi sosiologis dan dimensi biologis dalam bahasa.
2.3 Tinjauan Pustaka
Kajian mengenai ekolinguistik sudah banyak dilakukan oleh para peneliti. Berikut beberapa penelitian tentang ekolinguistik yang menjadi sumber acuan di dalam penelitian ini.
Batsu (2017) dalam skripsinya yang berjudul “Keteranaman Leksikon Kuliner Masyarakat Simalungun : Kajian Ekolinguistik” mendeskripsikan leksikon verba dan nomina kuliner masyarakat Simalungun dan tingkat pemahaman masyarakat, serta faktor- faktor apa yang menyebabkan keterancaman kuliner Simalungun khususnya di Desa Dame Raya, Kecamatan Raya. Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dan kuantitatif untuk melengkapi hasil penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan leksikon kuliner masyarakat Simalungun terdiri dari 13 jenis kuliner dan diklasifikasikan pada dua kelompok leksikon yaitu (1) kegiatan dan (2) alat dan bahasa. Dari dua kelompok leksikon tersebut diperoleh 59 leksikon kegiatan, dan 190 leksikon alat dan bahan, sehingga total leksikon yang ditemukan dalam kuliner masyarakat Simalungun adalah 249 leksikon.
Hasil analisis menunjukkan keterancaman leksikon kuliner masyarakat Simalungun terdapat pada generasi usia 15-20 tahun. Faktor-faktor yang menyebabkan keterancaman leksikon kuliner masyarakat Simalungun adalah (1) IPTEK atau ilmu pengetahuan alam dan teknologi; (2) catering; (3) bumbu instan; (4) fast food; (5) rumah makan tradisional dan modern. Penelitian tersebut sangat memberikan konstribusi terhadap metode dan teori
16
yang digunakan peneliti dalam penelitian ini, karena penelitian ini juga menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teori dialektikal praksis sosial. Melalui penelitian tersebut, penelitian lebih memahami langkah-langkah untuk menyelesaikan penelitian ini, tetapi dengan bahasa dan daerah penelitian yang berbeda.Selain perbedaan dalam bahasa dan daerah penelitian, penelitian ini juga memiliki perbedaan dalam hal permasalahan.
Dalam penelitian ini, peneliti bukan hanya memaparkan pemahaman masyarakat mengenai leksikon kuliner, namun peneliti juga memaparkan jenis kearifan lokal yang terkandung dalam leksikon kuliner tersebut. Peneliti melihat, bahwa dalam kuliner masyarakat Jawa Tengah banyak memuat kearifan lokal masyarakat ini dan melalui pemaparan tersebut akan terlihat bagaimana kuliner berperan penting dalam kebudayaan masyarakat Jawa Tengah di Desa Sukasari.
Rajagukguk (2017) dalam skripsinya yang berjudul “Leksikon Kuliner Mayarakat Batak Toba : Kajian Ekolinguistik”. Masuknya berbagai makanan modern yang menggantikan makanan tradisional pada masyarakat Batak Toba serta kurangnya perhatian masyarakat terhadap kuliner mengakibatkan leksikon kuliner masyarakat Batak Toba terancam punah. Penelitian ini mendeskripsikan jenis leksikon kuliner masyarakat Batak Toba, pemahaman masyarakat, serta jenis kearifan lokal yang terkandung dalam kuliner masyarakat Batak Toba di Desa Lumban Silintong, Kecamatan Balige penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori dialektikal praksis sosial yang mencakup tiga dimensi praksis sosial, yaitu dimensi ideologis, sosiologis, dan biologis dengan pendekatan ekolinguistik. Data penelitian ini adalah jenis leksikon kuliner masyarakat Batak Toba terdiri atas 20 jenis
17
kuliner dan diklasifikasikan pada dua kelompok leksikon tersebut diperoleh 298 leksikon alat dan bahan serta 122 leksikon kegiatan, sehingga total leksikon yang ditemukan adalah 422 leksikon. Hasil analisis juga menunjukkan jenis kearifan lokal yang terkandung dalam beberapa kuliner masyarakat Batak Toba yaitu kearifan lokal kesejahteraan, kerja keras, kesehatan, gotong royong, kejujuran, kesetiakawanan sosial, komitmen, pikiran positif, dan rasa syukur.
Sinar (2011) dalam tulisannya berjudul “Pergeseran Leksikon Kuliner Melayu Serdang Terhadap Remaja Kabupaten Serdang Bedagai”. Penelitian ini bertujuan menemukan dan mendeskripsikan leksikon kuliner nomina bahasa Melayu Serdang untuk diwariskan sebagai pengetahuan dan pemahaman generasi muda dan mengenai leksikon nomina kuliner Kesultanan serdang dan memberikan informasi yang merujuk pada pentingnya keterpeliharaan lingkungan Kesultanan Serdang sehingga masyarakat masa kini yang bermukim disekitarnya, bertanggung jawab dalam pemeliharaan lingkungan. Penelitian ini menemukan beberapa pangan kuliner yang sudah mulai sudah tidak dikenal lagi seperti : anyang kepah, boto kampong, bubur lambuk, bubur sup, gulai darat atau terung sembah, gulai pisang emas, gulai kacang hijau dengan daun buas-buas, gulai lambuk kemuna,gulai telur terubuk, emping padi, senat, sambal lengkong, sambal tempoyak durian, sambal terasi asam sundai, sambal belacan asam binjei, kue danagi, halwa masekat, lubuk haji pantai surge, lempeng putih, kue makmur, anyang pakis, kue pelita daun, tepung gomak, cucur badak, kueh cara, halwa renda, halwa cermai, dan halwa rukam. Kontribusi dalam penelitian ini terdahap penilitian yang akan dilakukan adalah memberikan kemudahan dalam hal informasi berbagai jenis leksikon dalam kuliner Melayu, karena setidaknya
18
leksikon yang ada pada kuliner melayu hampir sama dengan leksikon pada kuliner masyarakat Jawa Tengah. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah penelitian ini tidak melihat pergeseran pemahaman kuliner terhadap masyarakat, namun penelitian ini akan memaparkan leksikon kuliner masyarakat Jawa Tengah, mendeskripsikan pemahaman masyarakat berdasarkan dimensi dialektikal praksis sosial dan mendeskripsikan jenis kearifan lokal yang terkandung dalam kuliner masyarakat Jawa Tengah.
Handayani (2015) dalam tesisnya yang berjudul “Leksikon Kuliner Melayu Tanjungbalai: Kajian Ekolinguistik” mendeskripsikan khazanah jenis leksikon kuliner Melayu Tanjungbalai, mendeskripsikan pengetahuan masyarakat Melayu Tanjungbalai mengenai leksikon kuliner Melayu Tanjungbalai, dan mendeskripsikan nilai budaya yang terkandung pada kuliner Melayu Tanjungbalai. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan data kuantitatif sebagai metode yang dipakai untuk data pendukung. Teori ekolinguistik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori dialeketikal praksis sosial yang mencakup tiga dimensi praksis sosial yaitu dimensi ideologis, dimensi sosiologis, dan dimensi biologis. Data dalam penelitian ini didapatkan dari hasil wawancara, dan observasi. Data penelitian ini adalah jenis leksikon kuliner Melayu Tanjungbalai. Hasil analisis menunjukkan leksikon kuliner Melayu Tanjungbalai terdiri atas 18 jenis kuliner dan diklasifikasikan pada 2 kelompok leksikon tersebut diperoleh 153 leksikon alat dan bahan dan 51 leksikon kegiatan. Sehingga total leksikon yang ditemukan dalam kuliner Melayu Tanjungbalai di Tanjungbalai adalah 204 leksikon. Hasil analisis
19
menunjukkan terlihat penyusutan pengetahuan pada setiap generasi terhadap leksikon kuliner Melayu Tanjungbalai.
Generasi usia 65 tahun (95,75%), 45-64 tahun (94,81%), dan 25-44 tahun (78,15%).
Leksikon kuliner MTB mengandung nilai-nilai budaya kebiasaan (habit), kepercayaan (believe), nilai yang berhubungan dan berorientasi dengan alam. Hal ini dapat dilihat dari beberapa jenis kuliner MTB yaitu bubur podas, nasi lado, pangat, gule lomak, gule masam ikan, sombam ikan. Penelitian tersebut juga memiliki kontribusi untuk penelitian ini, yakni membantu peneliti dalam metode dan teori yang digunakan. Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif deskriptif dan kuantitatif sebagai metode pendukung, teori yang digunakan adalah teori dialektikal praktis sosial dengan pendekatan ekolinguistik.
Penelitian tersebut juga memuat permasalahan yang sama dengan penelitian yang peneliti lakukan, mendeskripsikan jenis leksikon kuliner, mendeskripsikan tingkat pemahaman, dan mendeskripsikan nilai budaya dalam kuliner. Penelitian tersebut hampir sama dengan penelitian yang peneliti lakukan, perbedaannya hanyalah perbedaan bahasa dan daerah penelitian yang peneliti lakukan.
20 BAB III
METODE PENELITIAN
1.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai. Desa Sukasari merupakan desa yang memiliki kekentalan adat istiadat dan kebudayaan masyarakat yang masih memiliki kebanggaan besar terhadap kebudayaan masyarakat Jawa Tengah, termasuk dalam bidang kuliner. Masyarakat di Desa Sukasari memiliki khasnya masing-masing dalam suatu kulinernya dari cara pengolahan dan penyajiannya. Adapun alasan memilih lokasi penelitian ini yaitu karena pada wilayah tersebut mayoritas masyarakat penutur Bahasa Jawa Tengah yang masih mengenal serta melestarikan kuliner-kuliner khas masyarakat Jawa Tengah yang sudah menjadi turun- temurun di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai. Selain itu, masyarakat di Desa Sukasari banyak berprofesi sebagai petani sehingga masyarakatnya masih menggunakan bahasa Jawa dalam beraktivitas sehari-sehari.
Kabupaten Serdang Bedagai adalah salah satu Kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara astronomis kabupaten Serdan Bedagai terletak pada 03o 01‟25‟‟ Lintang Utara – 03o 46‟33‟‟ Lintang Utara dan 98□44‟22‟‟ Bujur Timur – 99o 19‟01‟‟ Bujur Timur, dengan ketinggian 0-500 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Serdang Bedagai memiliki luas wilayah 1.900,22 km2 yang terdiri dari 17 kecamatan dan 237 desa, dan 6 keluruhan .
21
Pengumpulan data terhadap leksikon Kuliner Jawa Tengah di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai ini dilakukan dalam kurang dari 1 bulan. Selain pengumpulan data terkumpul, peneliti juga melakukan pengamatan terhadap pemahaman masyarakat setempat guna melihat khazanah leksikon kuliner Jawa Tengah tersebut. Hal ini menimbang keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya yang digunakan peneliti selama penelitian berlangsung.
Lokasi penelitian terlihat pada peta berikut :
Gambar 3.1 Peta Desa Sukasari (Sumber Internet)
22 3.2 Data dan Sumber Data
Data penelitian ini bersumber dari data primer, yaitu data lisan yang diperoleh dari informan dan data sekunder. Data primernya adalah leksikon alat dan bahan (nomina) dan leksikon kegiatan (verba) kuliner yang didapat dari informan guyub tutur bahasa Jawa Tengah di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai. Informan adalah para masyarakat di Desa Sukasari. Informan merupakan sumber informasi penuh dalam penelitian ini, oleh karena itu seorang informan harus memenuhi kriteria atau syarat agar penelitian ini menghasilkan informasi yang akurat.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apayang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2017:6). Pendekatan kualitatif yang dilakukan di dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data, menganalisis data, serta melihat fenomena yang terjadi dalam leksikon kuliner masyarakat Jawa di Desa Sukasari.
Peneliti menggunakan metode kualitatif karena penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan pendekatan naturalisitik untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar belakang yang berkonteks khusus (Moleong, 2017:5). Selanjutnya, metode kuantitatif berguna untuk meneliti tingkat
23
pemahaman masyarakat terhadap leksikon kuliner Jawa Tengah di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai.
3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode adalah cara yang harus dilaksanakan atau diterapkan, sedangkan teknik adalah cara melaksanakan atau menerapkan metode (Sudaryanto, 2015:9). Dalam mencari data leksikon kuliner di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai, peneliti menggunakan metode wawancara mendalam dengan informan.Moleong (2017:186) mendeskripsikan wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan. Metode ini menggunakan teknik pancing untuk menggali semua informasi dari informan dengan menggunakan teknik catat dan rekam untuk mencatat dan merekam pembicaraan informan yang mengandung informasi berupa kosakata yang berhubungan dengan leksikon kuliner di lingkungan tersebut.
Mahsun (2005:134-135) mengatakan bahwa sebagai sumber informasi dan sekaligus bahasa yang digunakan itu mewakili bahasa kelompok tutur di daerah pengamatannya masing-masing, disebut juga sebagai infrormasi. Pemilihan seseorang sebagai informan sebaiknya memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yaitu:
1. Berjenis kelamin pria dan wanita;
2. Berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun);
24
3. Orang tua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa tersebut serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desa tersebut;
4. Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya;
5. Pekerjaan ibu rumah tangga, pedagang makanan khas masyarakat Jawa Tengah dan juru masak tradisional;
6. Paham tentang budaya Jawa Tengah;
7. Paham tentang jenis kuliner Jawa Tengah di Desa tersebut;
8. Dapat berbahasa Indonesia; dan 9. Sehat jasmani dan rohani
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan minimal kepada tiga informan. Pertanyaan yang dilakukan pada waktu wawancara terdiri atas:
1. Apa sajakah kuliner Jawa Tengah yang terdapat di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai?
2. Apa sajakah alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan kuliner-kuliner tersebut?
3. Bagaimanakah cara pengolahan kuliner-kuliner tersebut?
Dalam berinteraksi dengan informan, peneliti menggunakan bahasa Indonesia. Setelah itu peneliti juga melakukan penyebaran kuesioner yang berisi sejumlah leksikon kuliner yang diperoleh dari infroman yang akan ditanya kepada sejumlah responden. Peneliti bertanya dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pemahaman masyarakat Desa
25
Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai terhadap sejumlah leksikon kuliner Jawa Tengah. Beberapa syarat-syarat responden sebagai berikut:
Responden terbagi atas menjadi tiga kelompok usia (Mubin dan Cahyadi, 2006:106-115 dalam Rizkyansyah, 2015) yaitu:
1) Kelompok usia remaja (15-20 tahun),
2) Kelompok usia dewasa, yaitu awal dewasa (21-45 tahun), dan
3) Kelompok petengahan masa dewasa dan masa dewasa lanjut atau masa tua (diatas 46 tahun)
Dalam penelitian ini dibutuhkan sampel dan populasi. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugyono, 2011:811).
Sedangkan populasi adalah gabungan dari seluruh elemen yang terbentuk peristiwa, hal, atau orang yang memiliki karakteristik serupa yang menjadi pusat perhatian peneliti, karena dipandang sebagai semesta penelitian (Ferdinand, 2006). Untuk menentukan jumlah populasi peneliti menggunakan rumus Slovin karena dalam penarikan sampel, jumlahnya harus representative agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan dan perhitungannya pun tidak memerlukan tabel jumlah sampel. Namun, dapat dilakukan dengan jumlah rumus perhitungan sederhana.
26
Rumus Slovin untuk menentukan sampel sebagai berikut:
Keterangan :
n = Ukuran sampel/jumlah responden N = Ukuran populasi
e = Persentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel yang masih bisa ditolerir;
Didalam rumus Slovin adapun ketentuannya yaitu:
Nilai e = 0,1 (10%) untuk populasi dalam jumlah besar Nilai e = 0,2 (20%) untuk populasi dalam jumlah kecil
Jadi, untuk sampel yang dapat diambil dari teknik Slovin adalah antara 10-20% dari populasi penelitian.
Jumlah populasi secara keseluruhan penduduk yang terdapat di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai sebanyak 4.146 jiwa. Dalam proses pengumpulan data ataupun menghitung tingkat pemahaman peneliti mengelompokkan populasi menjadi tiga generasi dengan pengelompokkan usia 15-20 tahun termasuk ke dalam kelompok usia pertama, usia 21-45 tahun termasuk ke dalam kelompok usia kedua, dan usia >46 tahun termasuk ke dalam kelompok usia ketiga. Sesuai data yang diterima untuk kelompok usia pertama terhitung 756 jiwa, kelompok usia kedua 1.624 jiwa, dan kelompok usia ketiga 1.063 jiwa. Sehingga terhitung jumlah responden keseluruhan sebanyak 3.443 dan usia 0-14 tahun tidak dimasukkan ke dalam jumlah populasi sebanyak
27
703 jiwa. Sehingga persentase kelonggaran yang digunakan adalah 10% dan 20% dan hasil perhitungan dapat dibulatkan untuk mencapai kesesuaian. Untuk mengetahui sampel peneletian dapat dilihat dengan perhitungan dibawah ini:
Kelompok Iusia (15-20 tahun) dengan 756 orang
disesuaikan oleh peneliti menjadi 25 responden.
Kelompok II usia (21-45 tahun) dengan 1.624 orang
disesuaikan oleh peneliti menjadi 100 responden.
28
Kelompok III usia (>46 tahun) dengan 1.063 orang
disesuikan oleh peneliti menjadi 91 responden.
3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, data merupakan kegiatan setelah seluruh data terkumpul.
Analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh berdasarkan observasi, wawancara, catatan lapangan, foto dan sebagainya. Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, langkah-langkah selanjutnya, yaitu mereduksi data dengan membuat abstraksi/rangkuman untuk selanjutnya dilakukan penyusunan dalam satuan-satuan untuk menjawab permasalahan. Pada tahap ini, peneliti menggunakan metode padan. Hal ini karena metode padan adalah metode yang alat penentunya berasal dari luar bahasa (Sudaryanto. 2015:15).
Metode padan yang digunakan dalam tahap pengkajian data adalah metode padan referensial. Dalam metode ini digunakan teknik pilah unsur penentu sebagai pembeda referen, yaitu mendeskripsikan sejumlah leksikon kuliner yang ada di Desa Sukasari berdasarkan jenisnya. Teknik lanjutan berupa teknik hubung banding menyamakan dan membedakan. Metode dan teknik ini digunakan untuk menjawab permasalahan yang sama
29
yaitu mendeskripsikan sejumlah leksikon kuliner yang terdapat dalam masyarakat Jawa Tengah di Desa Sukasari dengan daya pilah itu, jawaban dari informan diorganisasikan ke dalam kategori dan dijabarkan ke dalam unit-unit tertentu, dalam hal ini untuk mengelompokkan leksikon jenis kuliner (nomina), alat dan bahan (nomina), dan cara pengolahan (verba).
Metode yang digunakan untuk menjawab permasalahan kedua adalah metode kuantitatif. Metode ini digunakan untuk mendapatkan persentase tingkat pemahaman leksikon kuliner masyarakat Jawa Tengah di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai.Rumus yang digunakan adalah Sudjana (2004) (dalam Handayani (2015) :
Rumus yang digunakan untuk mendapatkan persentasi kelompok usia responden adalah:
P = Keterangan
P = Angka Persentase f = Jumlah Temuan n = Total Responden
Pada data tingkat pemahaman masyarakat terhadap leksikon kuliner masyarakat Jawa Tengah di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai diperoleh melalui metode kuesioner. Kuesioner tersebut berisikan leksikon jenis kuliner, leksikon alat dan bahan, serta leksikon cara pengolahan.
30
Adapun pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada responden untuk mencari tingkat pemahaman terhadap leksikon kuliner di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai dalam lima kategori pilihan jawaban atas pengetahuan responden, yaitu:
1. Pernah mendengar, pernah melihat, pernah memakan, dan pernah memasak.
2. Pernah mendengar, pernah melihat, pernah memakan, dan tidak pernah memasak.
3. Pernah mendengar, pernah melihat, tidak pernah memakan, dan tidak pernah memasak.
4. Pernah mendengar saja.
5. Tidak tahu ( tidak pernah mendengar. Tidak pernah melihat, tidak pernah memakan, dan tidak pernah memasak). (Widayati, 2019)
Sebelum dihitung dengan rumus, data dikelompokkan dengan menggunakan tabel berikut:
No Leksikon Kelompok Usia I Kelompok Usia II Kelompok Usia III
1 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
2
Kemudian ada perbedaan kriteria dalam pilihan jawaban pada leksikon kuliner untuk mencari tingkat pemahaman responden di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai terhadap leksikon alat dan bahan serta cara pengolahan pada kuliner Jawa Tengah di lingkungan Desa Sukasari, diajukan hanya dalam empat kategori pilihan jawaban berdasarkan pengetahuan responden. Hal ini dikarenakan leksikon alat dan
31
bahan dan cara pengolahan tidak „dimasak‟ dan tidak „dimakan‟ seperti yang ada pada kategori 3 pilihan jawaban pada leksikon kuliner yaitu (pernah mendengar, pernah melihat, tidak pernah memakan, dan tidak pernah memasak), kemudian pilihan jawaban untuk mencari tingkat pemahaman leksikon alat dan bahan dan cara pengolahan, yaitu:
1. Pernah mendengar, pernah melihat, dan pernah menggunakan/melakukan.
2. Pernah mendengar dan melihat.
3. Pernah mendengar saja.
4. Tidak tahu (tidak pernah mendengar, tidak pernah melihat, dan tidak pernah menggunakan/melakukan).
No Leksikon Kelompok Usia I
Kelompok Usia II
Kelompok Usia III
1 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2
3.3.3 Metode dan Penyajian Hasil Analisis Data
Hasil analisis data disajikan menggunakan dua metode, yaitu metode yang bersifat informal dan metode bersifat formal. Metode jenis pertama dilakukan dengan kata-kata biasa (a natural language) dan metode kedua dilakukan dengan simbol-simbol dan angka- angka (Sudaryanto, 2015:240). Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode informal yaitu metode yang dilakukan dengan kata kata biasa.
32 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Leksikon Kuliner Jawa Tengah di Desa Sukasari Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, leksikon kuliner Jawa Tengah di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai ditemukan 14 jenis leksikon kuliner Jawa Tengah dan diklasifikasikan terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok alat dan bahan serta kelompok kegiatan (cara pengolahan).
Tabel 4.1 Leksikon jenis kuliner Jawa Tengah di Desa Sukasari
No Leksikon Kuliner Jawa Tengah Glos
1. Cenel / cenil Tepung kanji yang dibentuk bulat
dicampuri kelapa parut dan gula merah.
2. Tiwol Singkong yang dikukus dan dicampuri
dengan kelapa parut.
3. Nasi urap Nasi yang berisi sayuran rebus dan
dicampuri kelapa parut yang sudah dibumbui.
4. Lupes/ lupis Beras ketan yang dibentuk segitiga dan
dibungkus daun pisang yang dicampuri kelapa parut dan gula merah.
33
5. Gemblong Beras ketan yang dikukus dan
ditumbuk dengan halus.
6. Gethuk Singkong yang dikukus dengan parutan
kelapa.
7. Pecel Kacang tanah yang ditumbuk dengan
bumbu cabe merah dan lainnya dicampuri dengan jenis sayuran.
8. lemet ubi Singkong yang diparut halus dan
dicampuri dengan gula merah yang dikukus.
9. Gatot ubi Singkong yang dikeringkan hingga
berubah warna dicampuri kelapa parut.
10. Jenang Beras ketan yang dimasak dengan gula
merah dan santan kelapa.
11. Wajik Beras ketan yang dimasak dengan gula
merah dan santan kelapa.
12. Lemper Beras ketan yang berisi abon atau
cincangan daging ayam yang dibungkus daun pisang.
13. Klepon Beras ketan yang dibentuk kecil bulat
yang berisi gula merah dan ditaburi
34
kelapa parut.
14. Lepet / leupeut Beras ketan yang dicampur kacang dan dimasak dengan santan.
Selanjutnya diuraikan penjelasan-penjelasan pengklasifikasikan kelompok mengenai jenis kuliner Jawa Tengah di Desa Sukasari, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai yaitu kelompok alat dan bahan serta kelompok kegiatan (cara pengolahan).
4.1.1 Cenel
Cenel merupakan salah satu kuliner Jawa Tengah di Desa Sukasari. Cenel berbahan dasar dari tepung kanji. Cenel biasanya diperjualbelikan di pasar senin (hari pekan) di Desa Sukasari. Kuliner cenel menggunakan pewarna makanan yang membuat lebih hidup.
Dimensi sosiologis dapat dilihat dari masyarakat desa Sukasari masih memasak dan mengkonsumsi pada hidangan sehari-hari maupun pada acara-acara besar kecil seperti perwiritan, tujuh bulanan dan perkawaninan. Adapun rasa manis yang dicampurkan dengan kuliner cenel ini adalah gula merah yang dimasak dengan kental dipadukan dengan kepala parut (dimensi biologis).
35
Gambar 4.1 Cenel Sumber : Dokumen Pribadi
Tabel 4.2
Leksikon Jenis Kuliner Cenel
Nama Kuliner Leksikon
Bahan Glos Cara
Pengolahan
Glos
Cenel Tepung kanji Pewarna panganan
Tepung kanji Pewarna makanan
Diulenin Digawe
Diadonin Dibentuk
Gulo abhang Gula merah Digodhok Direbus
Klopo Kelapa Diparut Diparut
Banyu Air Digodhok Direbus
36 4.1.2 Tiwol
Tiwol merupakan salah satu kuliner Jawa Tengah Di Desa Sukasari. Tiwol berbahan dasar dari singkong. Dimensi sosiologis, dapat dilihat dari masyarakat Desa Sukasari yang masih memasak dan mengkonsumsi kuliner ini untuk hidangan sehari-hari maupun diperjualbelikan, akan tetapi kuliner ini jarang dimasak dan dikonsumsi untuk acara-acara tertentu. Masyarakat Desa Sukasari ada yang menjualnya untuk cemilan menjelang sore hari atau sepulang kerja.
Gambar 4.2 Tiwol
Sumber : https://food.detik.com/info-kuliner/d-3583864/empuk-manis-tiwul-yang- ngangenin-dari-gunung-kidul
37 Tabel 4.3
Leksikon Jenis Kuliner Tiwol
Nama Kuliner Leksikon
Bahan Glos Cara
Pengolahan
Glos
Tiwol Pohong Singkong Dionce’i
Dipotong Dipameh Didhang
Dikupas Dipotong
Dijemur Dikukus
Gulo pasir Gula putih Diiris Diiris
Gulo abhang Gula merah Diiris Diiris
Uyah Garam Diudhek Diaduk
Klopo Kelapa Diparut Diparut
Banyu Air Digodhok Direbus
4.1.3 Nasi Urap
Nasi urap merupakan salah satu kuliner Jawa Tengah yang terdapat di Desa Sukasari.
Berdasarkan dimensi biologis, dalam nasi urap terdapat isi yang menjadi pelengkap rasa yaitu berisi nasi putih, sayur-sayuran seperti kacang panjang, daun papaya, toge, daun ubi, kangkung dan kol. Nasi urap tersebut dimasak dengan direbus terlebih dahulu untuk sayurannya kemudian dicampuri dengan parutan kelapa yang dijadikan satu dengan bumbu didalamnya seperti cabe merah, bawang merah, bawang putih, kencur, cabe rawit, terasi,
38
daun jeruk, gula merah dan gula putih kemudian itu ada bahan tambahan yaitu ikan asin dan telur.
Gambar 4.3 Nasi Urap Sumber : Dokumen Pribadi
Tabel 4.4
Leksikon Jenis Kuliner Nasi Urap
Nama Kuliner Leksikon
Bahan Glos Cara
Pengolahan
Glos
Nasi Urap Beras Beras Diumbah
Dighodok
Dicuci Direbus
Klopo Kelapa Diparut Diparut
39 Lombok cilik
Lombok abhang Brambang abhang Brambang puteh Kencur Gulo abhang Iwak asin Endhog
Cabe rawit Cabe merah
Bawang merah Bawang putih Kencur Gula merah Ikan asin Telur
Dipetik Diumbah Dipotong Diulek
Dipitilin Dicuci Dipotong
Digiling
Gulo pasir Uyah Belacan Lengo
Gula putih Garam Terasi
Minyak makan
Dimasak Ditumis
Dimasak Ditumis
Sayuran (cambah, godhong pohong, kacang lanjaran, gobis, kangkung, godhong kates)
Sayuran (tauge, daun ubi, kacang panjang, kol, kangkung, daun papaya)
Dipitilin Dipotong Digodhok
Dipetik Dipotong
Direbus
40
Berdasarkan dimensi sosiologis, dapat dilihat dari masyarakat Desa Sukasari yang masih memasak dan mengkonsumsi untuk acara-acara perkawaninan, sunatan, aqiqahan, kenduri, syukuran dan tujuh bulanan maupun untuk dihidangkan untuk sehari-sehari.
Berdasarkan dimensi ideologis, terlihat dari masyarakat Desa Sukasari nasi urap tersebut memiliki makna tiap sayur yang digunakan seperti kacang panjang yang bermakna bahwa hidup harus berpikir panjang dalam melakukan atau mengambil sebuah keputusan, selain itu melambangkan panjang umur manusia. Kemudian untuk bumbu urap juga bermakna dapat memberi nafkah dan menghidupi keluarganya.
4.1.4 Lupes
Lupes merupakan kuliner Jawa Tengah yang terdapat di Desa Sukasari. Lupes yang memiliki bentuk yang unik yaitu segitiga. Kuliner lupes berbahan dasar tepung pulut yang dimasak dengan cara direbus, dibentuk dari daun pisang setelah itu disajikan dengan gula merah dan parutan kelapa dan diberi daun pandan sebagai pewarna alami. Melalui dimensi sosiologis, terlihat pada masyarakat Desa Sukasari yang masih memasak dan mengkonsumsi untuk pesta-pesta besar maupun kecil, tetapi dapat dijadikan hidangan sehari-hari dan juga dijual belikan di pasar Desa Sukasari.
41
Gambar 4.4 Lupes Sumber : Dokumen Pribadi
Tabel 4.5
Leksikon Jenis Kuliner Lupes
Nama Kuliner Leksikon
Bahan Glos Cara
Pengolahan
Glos
Lupes Sega ketan Pewarna panganan
Beras ketan Pewarna makanan
Diumbah Didhang Digawe
Dicuci Dikukus Dibentuk
Klopo Kelapa Diparut Diparut
Gulo abhang Uyah
Gula merah Garam
Digodhok Diudhek
Direbus Diaduk
Alat Glos
42 Godhong
gendhang Lidi
Daun pisang Lidi
Dibeteng Dibuntel
Ditusuk Dibungkus
4.1.5 Gemblong
Gemblong merupakan salah satu kuliner Jawa Tengah yang terdapat di Desa Sukasari.
Adapun leksikon alat dan bahan pada kuliner ini yaitu pulut, kelapa parut, garam dan cara pengolahannya dengan cara ditumbuk menggunakan pelepah pisang.
Gambar 4.5 Gmeblong Sumber : Dokumen Pribadi
43 Tabel 4.6
Leksikon Jenis Kuliner Gemblong
Nama Kuliner Leksikon
Bahan Glos Cara
Pengolahan
Glos
Gemblong Sega ketan Beras ketan Diumbah Didhang Ditumbuk Dilembut'ne
Dicuci Dikukus Ditumbuk Dihaluskan
Klopo Kelapa Diparut Diparut
Uyah Banyu
Garam Air
Diudhek Digodhok
Diaduk Direbus Alat Glos
Ditumbuk Dibuntel
Ditumbuk Dibungkus Pelepah klopo
Ember Tampah Godhong gendhang
Pelepah kelapa Ember
Tampah Daun pisang
Melalui dimensi sosiologis, terlihat pada masyarakat Desa Sukasari masih memasak dan mengkonsumsi khususnya pada acara- acara besar seperti pesta perkawanin, sunatan, dan perwiritan. Pada kuliner gemblong ini memiliki aroma khas dari parutan kelapa serta memberikan kenikmatan yang dirasakan melalui pancaindera manusia (dimensi biologis).
44
Kuliner gemblong biasanya dihubungkan dengan tape manis agar menjadi satu cita rasa yang manis dan gurih.
4.1.6 Gethuk
Gethuk merupakan salah satu kuliner Jawa Tengah yang terdapat di Desa Sukasari.
Berdasarkan dimensi biologis, Gethuk merupakan salah satu kuliner yang berbahan dasar singkong dan taburan kelapa parut dengan gula putih sebagai pelengkap pada rasa gethuk.
Gambar 4.6 Gethuk Sumber : Dokumen Pribadi
45 Tabel 4.7
Leksikon Jenis Kuliner Gethuk
Nama Kuliner Leksikon
Bahan Glos Cara
Pengolahan
Glos
Gethuk Pohong Singkong Dionce’i
Dipotong Didhang Ditumbuk
Dikupas Dipotong
Dikukus Ditumbuk Pewarna
panganan
Pewarna Makanan
Diudhek Diaduk
Klopo Kelapa Diparut Diparut
Gulo pasir Uyah Banyu
Gulo putih Garam Air
Diudhek Diudhel Digodhok
Diaduk Diaduk Direbus
Berdasarkan dimensi sosiologis, terlihat dari masyarakat Desa Sukasari yang masih memasak dan mengkonsumsi untuk hidangan sehari-hari maupun diperjualbelikan. Gethuk di masak dengan cara direbus lalu ditumbuk halus dan dibentuk dan diberi pewarna makanan agar kelihatan lebih hidup warnnya dan campuri dengan kelapa parut, gula putih.
Masyarakat Desa Sukasari menyebut kuliner ini makanan ringan yang dapat dimakan kapan saja karena memasaknya tidak susah dan untuk bahannya sangat gampang ditemui.