PENGARUH KARAKTERISTIK IBU HAMIL TERHADAP PEMANFAATAN ANC UNTUK DETEKSI DINI PRE-EKLAMPSIA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PANTAI CERMIN KECAMATAN TANJUNG PURA KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2012
TESIS
Oleh
SUDARIYATI
107032239/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE INFLUENCE OF PREGNANT MOTHER’S CHARACTERISTICS ON THE UTILIZATION OF ANTENATAL CARE FOR EARLY
DETECTION OF PRE-ECLAMPSIA IN THE WORKING AREA OF PUSKESMAS PANTAI CERMIN, TANJUNG PURA
SUBDISTRICT, LANGKAT DISTRICT IN 2012
THESIS
By
SUDARIYATI 107032239/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
PENGARUH KARAKTERISTIK IBU HAMIL TERHADAP PEMANFAATAN ANC UNTUK DETEKSI DINI PRE-EKLAMPSIA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PANTAI CERMIN KECAMATAN TANJUNG PURA KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2012
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SUDARIYATI 107032239/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK IBU HAMIL TERHADAP PEMANFAATAN ANC UNTUK DETEKSI DINI PRE-EKLAMPSIA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANTAI CERMIN KECAMATAN TANJUNG PURA KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2012 Nama Mahasiswa : Sudariyati
Nomor Induk Mahasiswa : 107032239
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) (dr. Yusniwarti Yusad, M.Si
Ketua Anggota
)
Dekan
Telah diuji
Pada Tanggal : 13 Juni 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : dr. Yusniwarti Yusad, M.Si
dr. M. Rusda, Sp.OG (K)
PERNYATAAN
PENGARUH KARAKTERISTIK IBU HAMIL TERHADAP PEMANFAATAN ANC UNTUK DETEKSI DINI PRE-EKLAMPSIA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PANTAI CERMIN KECAMATAN TANJUNG PURA KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2012
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2012
ABSTRAK
Menurut WHO, pada tahun 2008 angka kejadian preeklampsia di seluruh dunia berkisar antara 0,51%-38,4%, sedangkan data dari rumah sakit seluruh Indonesia, angka kematian maternal akibat eklampsia atau preeklampsia sebesar 44,91%. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya Preeklampsia, salah satunya adalah faktor perilaku yaitu tidak memanfaatkan pelayanan ANC untuk deteksi dini yang disebabkan oleh karakteristik psikologis ibu hamil (pengetahuan, persepsi, sikap, dan motivasi)
Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan desain cross sectional yang bertujuan menganalisis pengaruh karakteristik ibu hamil terhadap deteksi dini preeklampsia. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat. Populasi dalam penelitian ini 456 orang, dan diperoleh sampel 82 orang. Analisis data dilakukan menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-square, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda.
Hasil penelitian dengan menggunakan uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap pemanfaatan ANC untuk deteksi dini pre-eklampsia adalah motivasi dengan koefisien regresi= 5,091, sig.=0,000, dan nilai Exp(β)=62,500. Jika faktor motivasi tinggi (0), maka ibu hamil memanfaatkan ANC untuk deteksi dini preeklampsia sebesar 92,86%, dan jika motivasi rendah sebesar 7,41%.
Diharapkan kepala Puskesmas Pantai Cermin membuat kebijakan dengan mengintensifkan kegiatan penjaringan bumil risiko tinggi dan melakukan evaluasi terhadap kinerja bidan di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin dalam pelaksanaan pelayanan antenatal care (ANC) untuk deteksi dini preeklampsia.
ABSTRACT
According to the WHO, the rate of pre-eclampsia incident in the world in 2008 was between 0.51% and 38.4%, while the data obtained from the hospitals all over Indonesia showed that the material mortality rate caused by eklampsia or eclampsia was 44.91%. One of the many factors causing the incident of pre-eclampsia was the behaviour hat does not utilize ANC service for early detection caused by the characteristics of pregnant mother (knowledge, perception, attitude, and motivation).
The purpose of this analytical descriptive study with cross-sectional design was to analyze the influence of pregnant mother’s characteristics on the early detection of pre-eclampsia. Conducted in the working area of Puskesmas Pantai Cermin, Tanjung Pura Subdistrict, Langkat District, the population of this study was 456 pregnant mothers and 82 of them were selected to be the samples for this study. The data obtained were analyzed through univariate analysis, bivariate analysis using Chi-square test, and multivariate analysis using multiple logistic regression tests.
The result of multiple logistic regression tests showed that the variable which had influence in the utilization of ANC for early detection of pre-eclampsia was motivation with regression coefficient = 5.091; sig. = 0.000, and β= 62.500. If the factor of motivation is high (0), the pregnant mother utilized the ANC for early detection of pre-eclampsia was 92.86%, and 7.41% if the factor of motivation was low.
The management of Puskesmas Pantai Cermin is expected to make a policy by intensifying the activities of gathering high-risk pregnant mothers and evaluating the performance of the midwives working in the working area of Puskesmas Pantai Cermin in implementing the Antenatal Care (ANC) service for early detection of pre-eclampsia.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala Rahmat dan
KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh
Karakteristik Ibu Hamil terhadap Pemanfaatan ANC untuk Deteksi Dini
Pre-Eklampsia di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura
Kabupaten Langkat Tahun 2012.”
Penulis menyadari penulisan ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan
kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
5. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang
memberikan masukan, bimbingan, dan saran-saran perbaikan hingga selesainya
6. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si, selaku Pembimbing Kedua, yang penuh perhatian,
kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, hingga
selesainya penulisan Tesis ini
7. Seluruh Tim Pembanding yang telah bersedia menguji guna penyempurnaan tesis
ini.
8. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti
selama penulis mengikuti pendidikan.
9. Keluarga tercinta yang selalu memberikan motivasi, dukungan pada penulis
dalam penyusunan tesis ini.
10.Seluruh rekan-rekan mahasiswa yang telah menyumbangkan masukan dan saran
serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik
dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis menyerahkan
semuanya kepada Allah SWT untuk memohon Ridho-Nya. Semoga tesis penelitian
ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan kesehatan.
Medan, Juli 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Sudariyati dilahirkan di Desa Sei Bamban pada tanggal 02
April 1971 dan anak dari pasangan Alm. M. Tamin dan Almh. Mona.
Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri
050694 Batang Serangan tahun 1979 dan selesai pada tahun 1984. Pada tahun 1987
penulis menamatkan Sekolah Menengah Pertama Swasta Ampera Batang Serangan
dan menamatkan Sekolah Perawat Kesehatan Depkes RI Medan tahun 1990. Pada
tahun 1991 penulis menamatkan Program Diploma-I Kebidanan Depkes RI Medan,
dan pada tahun 2001 penulis menamatkan Program Diploma-III Kebidanan Poltekkes
Medan Jalur Khusus Rumah Sakit Adam Malik Medan. Pada tahun 2003, penulis
menamatkan D-IV Bidan Pendidik di Universitas Sumatera Utara Medan. Pada tahun
2010-2012 penulis menempuh pendidikan di Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Peminatan Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Saat ini penulis bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat dengan status
DAFTAR ISI
2.1. Pemanfaatan ANC untuk Deteksi Dini Preeklampsia ... 9
2.2. Landasan Teori ... 44
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 51
BAB 5. PEMBAHASAN ... 74
5.1. Pemanfaatan ANC untuk Deteksi Dini Preeklampsia ... 74
5.2. Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemanfaatan ANC untuk Deteksi Dini Preeklampsia ... 76
5.3. Pengaruh Persepsi terhadap Pemanfaatan ANC untuk Deteksi Dini Preeklampsia ... 79
5.4. Pengaruh Sikap terhadap Pemanfaatan ANC untuk Deteksi Dini Preeklampsia ... 82
5.5. Pengaruh Motivasi terhadap Pemanfaatan ANC untuk Deteksi Dini Preeklampsia ... 84
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 86
6.1. Kesimpulan ... 86
6.2. Saran ... 87
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
2.1. Klasifikasi Preeklampsia ... 34
3.1. Pengukuran Variabel Bebas (Independen) ... 55 3.2. Pengukuran Variabel Terikat (Dependen) ... 55 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Identitas di Wilayah Kerja
Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten
Langkat Tahun 2012 ... 63 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Kabupaten
Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung
Pura Kabupaten Langkat Tahun 2012 ... 64 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi di Kabupaten
Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung
Pura Kabupaten Langkat Tahun 2012 ... 65 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap di Kabupaten Wilayah
Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura
Kabupaten Langkat Tahun 2012 ... 65 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi di Kabupaten
Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung
Pura Kabupaten Langkat Tahun 2012 ... 66 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan ANC untuk
Deteksi Dini Preeklampsia di Kabupaten Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten
Langkat Tahun 2012 ... 66 4.8. Tabulasi Silang Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemanfaatan
ANC untuk Deteksi Dini Preeklampsia di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten
Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat
Tahun 2012 ... 68 4.10. Tabulasi Silang Pengaruh Sikap terhadap Pemanfaatan ANC
untuk Deteksi Dini Preeklampsia di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat
Tahun 2012 ... 69 4.11. Tabulasi Silang Pengaruh Motivasi terhadap Pemanfaatan ANC
untuk Deteksi Dini Preeklampsia di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat
Tahun 2012 ... 70 4.12. Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik Ganda ... 72 4.13. Nilai Probabilitas Ibu Hamil Memanfaatkan ANC untuk Deteksi
Dini Preeklampsia ... 73
DAFTAR BAGAN
No Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 92
2. Data Uji Validitas dan Reliabilitas Data ... 98
3. Output Validitas dan Reliabilitas Data ... 99
4. Master Data ... 104
5. Keluaran (Output) SPSS ... 106
ABSTRAK
Menurut WHO, pada tahun 2008 angka kejadian preeklampsia di seluruh dunia berkisar antara 0,51%-38,4%, sedangkan data dari rumah sakit seluruh Indonesia, angka kematian maternal akibat eklampsia atau preeklampsia sebesar 44,91%. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya Preeklampsia, salah satunya adalah faktor perilaku yaitu tidak memanfaatkan pelayanan ANC untuk deteksi dini yang disebabkan oleh karakteristik psikologis ibu hamil (pengetahuan, persepsi, sikap, dan motivasi)
Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan desain cross sectional yang bertujuan menganalisis pengaruh karakteristik ibu hamil terhadap deteksi dini preeklampsia. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat. Populasi dalam penelitian ini 456 orang, dan diperoleh sampel 82 orang. Analisis data dilakukan menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-square, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda.
Hasil penelitian dengan menggunakan uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap pemanfaatan ANC untuk deteksi dini pre-eklampsia adalah motivasi dengan koefisien regresi= 5,091, sig.=0,000, dan nilai Exp(β)=62,500. Jika faktor motivasi tinggi (0), maka ibu hamil memanfaatkan ANC untuk deteksi dini preeklampsia sebesar 92,86%, dan jika motivasi rendah sebesar 7,41%.
Diharapkan kepala Puskesmas Pantai Cermin membuat kebijakan dengan mengintensifkan kegiatan penjaringan bumil risiko tinggi dan melakukan evaluasi terhadap kinerja bidan di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin dalam pelaksanaan pelayanan antenatal care (ANC) untuk deteksi dini preeklampsia.
ABSTRACT
According to the WHO, the rate of pre-eclampsia incident in the world in 2008 was between 0.51% and 38.4%, while the data obtained from the hospitals all over Indonesia showed that the material mortality rate caused by eklampsia or eclampsia was 44.91%. One of the many factors causing the incident of pre-eclampsia was the behaviour hat does not utilize ANC service for early detection caused by the characteristics of pregnant mother (knowledge, perception, attitude, and motivation).
The purpose of this analytical descriptive study with cross-sectional design was to analyze the influence of pregnant mother’s characteristics on the early detection of pre-eclampsia. Conducted in the working area of Puskesmas Pantai Cermin, Tanjung Pura Subdistrict, Langkat District, the population of this study was 456 pregnant mothers and 82 of them were selected to be the samples for this study. The data obtained were analyzed through univariate analysis, bivariate analysis using Chi-square test, and multivariate analysis using multiple logistic regression tests.
The result of multiple logistic regression tests showed that the variable which had influence in the utilization of ANC for early detection of pre-eclampsia was motivation with regression coefficient = 5.091; sig. = 0.000, and β= 62.500. If the factor of motivation is high (0), the pregnant mother utilized the ANC for early detection of pre-eclampsia was 92.86%, and 7.41% if the factor of motivation was low.
The management of Puskesmas Pantai Cermin is expected to make a policy by intensifying the activities of gathering high-risk pregnant mothers and evaluating the performance of the midwives working in the working area of Puskesmas Pantai Cermin in implementing the Antenatal Care (ANC) service for early detection of pre-eclampsia.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan
indikator kesehatan yang digunakan untuk menggambarkan status gizi dan kesehatan
ibu dan bayi, kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan
terutama untuk ibu hamil, melahirkan dan masa nifas. Survei Demografi Kesehatan
Indonesia tahun 2007 menyebutkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar
228/100.000 Kelahiran Hidup (KH) dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar
34/1.000 KH, sedangkan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Kementrian Kesehatan tahun 2014, AKI sebanyak 118 / 100.000 KH, dan
AKB sebanyak 24/1.000 KH (Kemenkes RI, 2011).
Menurut Sudhaberata (2006) penyebab tingginya angka kematian ibu
terutama disebabkan karena faktor non medis atau faktor tidak langsung yaitu
faktor ekonomi, sosial budaya, demografi serta faktor agama. Sebagai contoh,
banyak kaum ibu yang menganggap sebagai peristiwa alamiah biasa padahal
kehamilan merupakan peristiwa yang luar biasa, sehingga perhatian terhadap
kesehatan ibu hamil harus diperhatikan. Rendahnya pengetahuan ibu terhadap
kesehatan reproduksi dan pemeriksaan kesehatan selama kehamilan menjadi sebab
Sebagian besar kematian terjadi pada masyarakat miskin dan mereka yang
tinggal jauh dari rumah sakit. Penyebab kematian ibu langsung atau penyebab utama
adalah perdarahan (28%), eklampsia (13%), aborsi yang tidak aman (11%), serta
sepsis (10%). Preeklampsia dan eklampsia, serta infeksi dan perdarahan diperkirakan
mencakup 75%-80% dari seluruh kematian maternal. Kejadian
preeklampsia-eklampsia dikatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat apabila Case Fatality
Rate Preeklampsia-Eklampsia (CFR PE-E) mencapai angka 1,4%-1,8% (Zuspan
dalam Roeshadi, 2006).
Preeklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin
dan dalam masa nifas yang terdiri dari: hipertensi, dan proteinuria. Menurut World
Health Organization (WHO) tahun 2008, angka kejadian preeklampsia di seluruh
dunia berkisar antara 0,51%-38,4%. Di negara maju, angka kejadian preeklampsia
berkisar antara 5-6% dan eklampsia 0,1-0,7% (Bahari, 2009). Menurut Roeshadi
(2006), angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di seluruh dunia adalah 6%-8%
di antara seluruh wanita hamil.
Pada tahun 2005, Angka Kematian Maternal (AKM) di rumah sakit seluruh
Indonesia akibat eklampsia atau preeklampsia sebesar 44,91%. Di Surabaya,
diperkirakan kematian akibat preeklampsia-eklampsia pada ibu mencapai 20% dan
kematian perinatal berkisar 28% (Bahari, 2009). Data preeklampsia dan eklampsia
yang dihimpun oleh Girsang yang dikutip Roeshadi (2006) adalah sebagai berikut:
penelitian Simanjuntak di RSPM tahun 1993-1997 sebesar 5,75%, penelitian
penelitian Maizia di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung tahun 1995-1998 sebesar
13,0%, penelitian Girsang E. di Rumah Sakit H. Adam Malik dan Rumah Sakit
Pirngadi Medan tahun 2000-2002 sebesar 7,0%, dan penelitian Priyatini di Rumah
Sakit Ciptomangunkusumo Jakarta tahun 2002 sebesar 9,17%.
Hasil penelitian lainnya yang dilakukan Soedjonoes (1983) di 12 rumah sakit
pendidikan di Indonesia, didapatkan kejadian preeklampsia-eklampsia yaitu 5,30%
dengan kematian perinatal 10,83 per seribu (4,9 kali lebih besar dibanding kehamilan
normal). Hasil penelitian Lukas dan Rambulangi (1994), di dua rumah sakit
pendidikan di Makassar, insidensi preeklampsia berat 2,61%, eklampsia 0,84% dan
angka kematian akibatnya 22,2%.
Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ditemukan 400-500 kasus/4.000 –
5.000 persalinan per tahun. (Dharma, 2005). Hasil penelitian Bahari (2009), di
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soetomo Surabaya mendapatkan hasil bahwa
kejadian preeklampsia pada ibu bersalin sebagian besar dialami oleh ibu bersalin
dengan usia <20 tahun, lebih dari setengah kejadian preeklampsia pada ibu bersalin
terjadi pada ibu primipara, dan ada hubungan usia dan paritas terhadap kejadian
preeklampsia pada ibu bersalin.
Penelitian Rozikhan (2007) yang meneliti di Rumah Sakit Dr. H Soewondo
Kendal, mendapatkan hasil bahwa variabel yang mempunyai risiko terjadinya
preeklampsia berat adalah riwayat preeklampsia mempunyai risiko 15,506 kali,
Sampai saat ini etiologi preeklampsia yang pasti belum diketahui. Terdapat
beberapa hipotesis mengenai etiologi preeklampsia antara lain iskemik plasenta,
maladaptasi imun dan factor genetik (Dharma, 2005). Risiko preeklampsia juga
meningkat pada kehamilan ibu yang memang sudah pernah mengalami preeklampsia
pada kehamilan sebelumnya. Jika hal ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat,
preeklampsia akan segera berubah menjadi eklampsia, yaitu infeksi dan pendarahan
yang dapat berakibat fatal bagi ibu.
Di Sumatera Utara, dilaporkan kasus preeklampsia terjadi sebanyak 3.560
kasus dari 251.449 kehamilan selama tahun 2010, sedangkan di Rumah Sakit Umum
dr. Pirngadi Medan dilaporkan angka kematian ibu penderita preeklampsia tahun
2007-2008 adalah 3,45%, pada tahun 2008-2009 sebanyak 2,1%, dan pada tahun
2009-2010 adalah 4,65% (Dinkes Sumut, 2011).
Angka kematian ibu (AKI) di Kabupaten Langkat pada tahun 2010 yaitu 24
orang atau 83,02/100.000 kelahiran hidup (KH) dan 7 orang diantaranya meninggal
karena preeklampsia/eklampsia. Angka kematian bayi pada tahun 2010 yaitu 115 bayi
atau 6,20/1.000 KH. Berdasarkan data kasus preeklampsia di Kabupaten Langkat,
bahwa pada tahun 2010 tercatat sebanyak 250 kasus preeklampsia dari 21.192 ibu
hamil (Dinkes Kabupaten Langkat, 2011). Data yang diperoleh di Puskesmas Pantai
Cermin Kecamatan Tanjung Pura bahwa pada tahun 2011 terdapat 36 kasus
preeklampsia dari 972 ibu hamil (3,7%) (Puskesmas Pantai Cermin, 2012). Hal ini
dan memerlukan penanganan yang lebih serius. Salah satu upaya penanganan kasus
preeklampsia pada masa kehamilan yaitu dengan deteksi dini.
Deteksi dini dalam pelayanan atau asuhan antenatal care (ANC) merupakan
cara penting untuk memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil normal dan
mendeteksi ibu dengan kehamilan normal agar tidak menjadi abnormal. Setiap
kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat. Itu
sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilannya. Ibu
hamil dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa
dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal (Saifuddin, 2006).
Pemeriksaan selama masa kehamilan (ANC) dilakukan ke dokter, bidan atau
puskesmas. Pemeriksaan kehamilan dilakukan minimal 3 kali selama kehamilan.
Namun idealnya sesuai standar yang ditetapkan 4 kali selama kehamilan yaitu satu
kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan dua kali pada
trimester ketiga, atau semakin tua kehamilan semakin sering melakukan pemeriksaan
(Indiarti, 2009).
Pada pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan tekanan darah sangat penting
dilakukan pada setiap kunjungan karena setiap kenaikan tekanan darah saat
kehamilan perlu diwaspadai terhadap bahaya hipertensi kehamilan (preeklampsia dan
eklampsia). Hipertensi kehamilan hingga sekarang belum diketahui penyebabnya,
tetapi jelas diketahui bahwa pembuluh nadi yang mengaliri rahim dan ginjal
masih dalam kandungan. Bahaya ini dapat diperkecil dengan dilakukan deteksi dini,
yaitu bila tanda-tanda hipertensi dapat diketahui sejak awal (Jones, 2005).
Aktivitas deteksi dini kehamilan merupakan bagian dari perilaku kesehatan.
Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa perilaku kesehatan adalah suatu respon
seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan.
Meskipun perilaku merupakan bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat
tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.
Karakteristik merupakan faktor internal, sedangkan faktor lain dari luar merupakan
faktor eksternal. Menurut Widianingrum (1999), perilaku seseorang dipengaruhi oleh
karakteristik, yang terdiri dari: pengetahuan, sikap, budaya, umur, sosial ekonomi dan
sebagainya. Notoatmodjo (2007) mengatakan perilaku manusia sebenarnya
merupa-kan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan (karakteristik), seperti pengetahuan,
persepsi, sikap, keinginan, kehendak, motivasi, dan niat.
Studi pendahuluan yang penulis lakukan di Puskesmas Pantai Cermin
Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat menunjukkan bahwa jumlah ibu hamil
hingga bulan Desember 2011 sebanyak 972 orang. Data cakupan K1 (Kunjungan
Pertama) pada bulan Desember 2011 sebesar 75%, sedangkan cakupan K4
(Kunjungan Keempat) hanya 58%. Tidak tercapainya target cakupan K1 dan K4 pada
ibu hamil mengindikasikan masih rendahnya minat ibu hamil untuk melakukan
komplikasi kehamilan seperti preeklampsia. Hasil wawancara dengan beberapa ibu
hamil menunjukkan bahwa ibu kurang paham tentang preeklampsia (hipertensi dalam
kehamilan) ataupun berapa kali ibu harus melakukan pemeriksaan kehamilan selama
masa kehamilan, sikap ibu juga cenderung negatif terhadap deteksi dini kehamilan.
Beberapa ibu hamil mengatakan melakukan pemeriksaan kepada dukun bayi dengan
frekuensi yang tidak teratur.
Beranjak dari uraian dan permasalahan di atas, maka peneliti akan meneliti
pengaruh karakteristik ibu hamil terhadap deteksi dini preeklampsia di Wilayah
Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat
Tahun 2012, sebagai salah satu upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian ibu di Kecamatan Tanjung Pura pada khususnya dan seluruh Indonesia
pada umumnya.
1.2. Permasalahan
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh
karakteristik ibu hamil (pengetahuan, persepsi, sikap, dan motivasi) terhadap
pemanfaatan ANC untuk deteksi dini preeklampsia di Wilayah Kerja Puskesmas
Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat tahun 2012.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh karakteristik ibu hamil (pengetahuan,
preeklampsia di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung
Pura Kabupaten Langkat tahun 2012.
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh karakteristik ibu hamil (pengetahuan, persepsi, sikap, dan
motivasi) terhadap deteksi dini preeklampsia di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai
Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat tahun 2012.
1.5. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti
Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan
reproduksi agar preeklampsia dan eklampsia dapat dideteksi lebih dini dan
menambah pengalaman dalam penelitian kesehatan.
2. Bagi Puskesmas Pantai Cermin
Hasil penelitian ini dapat sebagai masukan untuk mengevaluasi pelaksanaan
program penyuluhan tentang manfaat ANC oleh ibu hamil untuk mencegah
terjadinya pre-eklampsia.
3. Bagi Dinkes Kabupaten Langkat
Menjadi masukan bagi Pemerintah Kabupaten Langkat khususnya Dinas
Kesehatan dalam perencanaan Pembangunan guna penurunan Angka
Kesakitan dan Kematian Ibu di Kabupaten Langkat.
4. Bagi peneliti selanjutnya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemanfaatan ANC untuk Deteksi Dini Preeklampsia 2.1.1. Pengertian Pemanfaatan ANC
Asuhan antenatal atau antenatal care (ANC) adalah suatu program yang
terencana berupa observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk
memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman dan memuaskan
(Wiknjosastro, 2005). Sedangkan Pusdiknakes (2003), menyatakan bahwa ANC
(Ante Natal Care) adalah asuhan yang diberikan untuk ibu sebelum persalinan;
prenatal care.
Tujuan ANC (antenatal care) menurut Kusmiyati (2009) yaitu:
1. Mempromosikan dan menjaga fisik dan mental ibu dan bayi dengan pendidikan,
nutrisi, kebersihan diri, dan proses kelahiran bayi.
2. Mendeteksi dan menatalaksanakan komplikasi medis, bedah, atau obstetri selama
kehamilan.
3. Mengembangkan persiapan persalinan serta kesiapan menghadapi komplikasi
4. Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses, menjalankan nifas
normal dan merawat anak secara fisik, psikologis dan sosial.
Menurut Depkes RI (2009), dalam pelayanan asuhan antenatal pada ibu hamil
anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin
dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam
pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas :
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
2. Ukur tekanan darah
3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)
4. Ukur tinggi fundus uteri
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
6. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
bila diperlukan.
7. Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8. Tes laboratorium (rutin dan khusus)
9. Tatalaksana kasus
10.Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
2.1.2. Efektivitas Asuhan Antenatal
Kusmiyati (2009) menyatakan bahwa dengan memberikan asuhan antenatal
yang baik akan menjadi salah satu tiang penyangga dalam safe motherhood dalam
usaha menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal. Untuk
1. Asuhan diberikan oleh petugas yang terampil dan berkesinambungan.
2. Persiapan menghadapi persalinan yang baik dengan memperkirakan komplikasi.
3. Mempromosikan kesehatan dan pencegahan penyakit (tetanus toksoid, suplemen
gizi, pencegahan konsumsi alkohol dan rokok, dan lain-lain).
4. Mendeteksi dini komplikasi serta perawatan penyakit yang diderita ibu hamil
(preeklampsia, eklampsia, HIV/AIDS, tuberkulosis, hepatitis, hipertensi, diabetes,
dan lain-lain).
2.1.3. Deteksi Dini Preeklampsia pada Ibu Hamil 2.1.3.1. Pengertian Deteksi Dini
Deteksi dini adalah suatu mekanisme berupa pemberian informasi secara tepat waktu dan efektif, melalui institusi yang dipilih, agar masyarakat/individu di daerah rawan mampu mengambil tindakan menghindari atau mengurangi risiko dan mampu bersiap-siap untuk merespon secara efektif. Atau dapat juga dikatakan bahwa deteksi dini merupakan upaya memberitahukan kepada seorang klien yang berpotensi dilanda suatu masalah untuk menyiagakan mereka dalam menghadapi kondisi dan situasi suatu masalah (Rukiyah, 2011).
Pada kunjungan ulang atau pada trimester kedua, yang harus diwaspadai
tentang kejadian/tanda bahaya: perdarahan, preeklampsia, dan eklampsia, gangguan
pertumbuhan janin. Pada kunjungan ulang di trimester ketiga, tanda bahayanya
adalah: adanya kehamilan ganda, ibu mengalami perdarahan (plasenta previa atau
solusio plasenta) (Rukiyah, 2011).
2.1.3.2. Deteksi Dini Preeklampsia pada Ibu Hamil
Deteksi dini preeklampsia pada ibu hamil pada kegiatan antenatal care
merupakan salah satu standar pelayanan kebidanan (SPK) yaitu dengan melakukan
ukur tekanan darah (Depkes RI, 2009). Dalam pengelolaan dini hipertensi pada
kehamilan, bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada
kehamilan dan mengenali tanda serta gejala preeklampsia lainnya, serta mengambil
tindakan yang tepat dan merujuknya (Meilani, 2009).
Skrining untuk deteksi dini preeklampsia pada ibu hamil dilakukan
pemeriksaan dengan cara: anamnese untuk menanyakan keluhan utama atau keluhan
yang dirasakan saat ini, kemudian ditanyakan seluruh riwayat kesehatan yang lalu
dan sekarang termasuk pemeriksaan ginekologi dan obstetri. Pemeriksaan lengkap
yakni pemeriksaan yang dilakukan untuk meninjau apakah kondisi fisik ibu hamil ada
masalah atau tidak dan dilakukan secara komprehensif atau lengkap dan detail
dilakukan secara head to toe (dari kepala ke kaki) serta dilakukan pemeriksaan
penunjang yang diperlukan, seperti laboratorium, pemeriksaan radiologi (Rukiyah,
Tanda dan gejala preeklampsia secara umum tampak jelas pada stadium yang
relatif lanjut pada kehamilan, biasanya pada trimester ketiga. Walaupun demikian,
kelainan dihasilkan dari interaksi abnormal antara ibu dan adanya trofoblas
endovaskuler yang lebih dini pada kehamilan. Untuk alasan tersebut, hal ini masuk
akal untuk menemukan indikator yang lebih dini untuk kelainan ini; tentu saja tes-tes
yang banyak telah diusulkan, khususnya selama dua dekade terakhir, dengan maksud
sebagai prediksi perkembangan lebih lanjut dari penyakit (Pangemanan, 2008).
Preeklampsia merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu hamil,
disamping infeksi dan perdarahan. Oleh sebab itu, bila ibu hamil sudah ketahuan
beresiko, terutama sejak awal kehamilan, dokter kebidanan dan kandungan akan
memantau lebih ketat kondisi kehamilan tersebut dengan melakukan pemeriksaan
secara hati-hati (Rukiyah, 2011).
Menurut Manuaba (2008), pencegahan preeklampsia yaitu bagaimana
penyakit ini dapat dideteksi sedini mungkin. Deteksi dini didapatkan dari
pemeriksaan tekanan darah secara rutin pada saat pemeriksaan kehamilan (antenatal
care). Karena itu, pemeriksaan kehamilan rutin mutlak dilakukan agar preeklampsia
dapat terdeteksi cepat untuk meminimalisir kemungkinan komplikasi yang lebih
fatal. Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan dengan seksama, dan usahakan
Alur prosedur tetap (protap) penanganan penderita preeklampsia yaitu:
Bagan 2.1. Skema Alur Protap Penanganan Preeklampsia Sumber : Manuaba dalam Rukiyah (2011).
Preeklampsia dan Eklampsia
Pemeriksaan 1. Fisik ibu
a. Tekanan darah b. Berat badan-edema c. Proteinuria
Dasar diagnosis klinis : a. Kenaikan berat badan a. Kenaikan tekanan darah b. Proteinuria
c. Oliguria
d. Kejang atau koma e. Nyeri kepala/epigastrium f. Penglihatan kabur g. Edema paru-paru h. Gangguan kesadaran
Terapi Aktif: 1. Indikasi vital
2. Gagal pengobatan 2 x 24 jam
3. Medis teknis:
a. Induksi persalinan b. Pecahkan ketuban c. Kala II Forsep Konservatif:
1. Kamar isolasi 2. Observasi:
a. Keseimbangan cairan b. Infus 2000 cc/24 jam 3. Pengobatan:
a. StroganolPenthotal b. Diazepam
c. Litik koktif d. Magnesium sulfat 4. Evaluasi pengobatan:
a. Diuresis
b. Kesadaran membaik c. Kejang berkurang d. Nadi dan tekanan
darah turun
e. Keluhan berkurang
Seksio sesarea: 1. Gagal induksi 2. Indikasi obstetri
Menurut Rambulangi (2003), pemeriksaan baku pada antenatal care (ANC)
untuk mendeteksi preeklampsia adalah sebagai berikut:
1. Tekanan darah
Gambaran klinik yang khas pada preeklampsia yaitu ditemukannya
kenaikan tekanan darah yang tinggi. Perbedaan kenaikan tekanan darah
mempunyai arti klinis yang lebih penting dibandingkan dengan nilai absolut
tekanan darah yang tinggi. Demikian pula kenaikan tekanan diastolik mempunyai
arti prognostik yang lebih bermakna dari pada perubahan sistolik. Pengukuran
tekanan darah sebaiknya menggunakan tensimeter air raksa, dengan penderita
posisi duduk. Pengukuran dilakukan setelah penderita beristirahat sedikitnya 10
menit dan diulang sedikitnya 2 kali pemeriksaan. Dinyatakan hipertensi bila:
a. Terdapat kenaikan tekanan sistolik >30 mmHg atau tekanan sistolik mencapai
140 mmHg atau lebih.
b. Bila didapatkan kenaikan tekanan diastolik >15 mmHg atau tekanan diastolik
mencapai 90 mmHg atau lebih.
Mayoritas ibu hamil akan tetap normotensif selama kehamilan bila
tekanan darah diastolik <75 mmHg sebelum kehamilan 20 minggu. Penelitian
yang dilakukan oleh Sahetapy di Makassar pada tahun 1994 tidak mendapatkan
hubungan yang bermakna antara nilai validitas tekanan darah diastolik dengan
2. Kenaikan berat badan.
Seringkali gejala pertama yang mencurigakan adanya preeklampsia ialah terjadi
kenaikan berat badan yang melonjak tinggi dan dalam waktu singkat. Kenaikan
berat badan 0,5 kg setiap minggu dianggap masih dalam batas wajar, tetapi bila
kenaikan berat badan mencapai 1 kg per minggu atau 3 kg perbulan maka harus
diwaspadai kemungkinan timbulnya preeklampsia. Ciri khas kenaikan berat badan
penderita preeklampsia ialah kenaikan yang berlebihan dalam waktu singkat,
bukan kenaikan berat badan yang merata sepanjang kehamilan, karena berat
badan yang berlebihan tersebut merupakan refleksi daripada edema.
2.1.4. Pengaruh Karakteristik Ibu Hamil terhadap Deteksi Dini Preeklampsia Karakteristik merupakan ciri khas yang mempunyai sifat khas dengan watak
tertentu seperti tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi pekerti) yang dimiliki
seseorang dan membedakan dengan orang lain (Depdiknas, 2003).
Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa karakteristik seseorang atau
masyarakat dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur, pengetahuan, sikap,
perilaku, etnis, jenis kelamin, pendapat dan spiritual. Menurut Sigmund Freud,
“karakteristik” adalah kumpulan tata nilai yang terwujud dalam suatu system daya
dorong yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku, yang akan ditampilkan secara
mantap. Karakteristik merupakan aktualisasi diri seseorang potensi dari dalam dan
internalisasi nilai-nilai yang terpatri dalam diri seseorang melalui pendidikan,
percobaan, pengorbanan dan pengaruh lingkungan menjadi nilai yang intrinsik yang
Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku manusia sebenarnya merupakan
refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, persepsi, sikap,
keinginan, kehendak, motivasi, dan niat.
Dalam penelitian ini, karakteristik ibu hamil yang diteliti berkaitan dengan
pengetahuan, persepsi, sikap, dan motivasi ibu hamil dalam melakukan deteksi dini
preeklampsia.
2.1.4.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lain
sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai dengan
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan
persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui
indra pendengaran (telinga), dan penglihatan (mata) (Taufik, 2007).
Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) karena itu dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku individu yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,
2003).
Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan
yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application). Analisis
Selanjutnya Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa dari berbagai macam
cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang
sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:
a. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan
Cara kuno atau tradisional dipakai orang untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara
sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara
lain meliputi:
1) Cara coba salah (trial and error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan satu hingga beberapa
kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut
tidak berhasil maka dicoba dengan kemungkinan yang lain, sampai masalah
tersebut dapat terpecahkan.
2) Secara kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh
orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah ditemukannya kina
sebagai obat penyembuhan penyakit malaria. Kina ditemukan sebagai obat
malaria adalah secara kebetulan oleh seorang penderita malaria yang sering
mengembara.
3) Cara kekuasaan atau otoritas
Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik
4) Berdasarkan pengalaman pribadi
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang
lalu.
5) Cara akal sehat (Common sense)
Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau
kebenaran pengetahuan. Sebelum ilmu pendidikan berkembang, para orang
tua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasehat orang tuanya, atau
agar anak disiplin menggunakan cara hukuman. Sampai sekarang berkembang
menjadi teori atau kebenaran bahwa hukuman adalah merupakan metode bagi
pendidikan anak (meskipun bukan yang paling baik).
6) Kebenaran melalui wahyu
Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari
Tuhan melalui para Nabi.
7) Kebenaran secara intuitif
Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali melalui proses
di luar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir.
8) Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir
manusia juga ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan
memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan
pikirannya.
b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih
sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut Metode Penelitian Ilmiah, atau lebih
populer disebut metodologi penelitian.
Pengetahuan yang baru pada ibu hamil akan membentuk perilaku baru bagi
ibu hamil, apabila seorang ibu hamil memiliki pengetahuan yang lebih tentang
komplikasi kehamilan seperti preeklampsia maka kemungkinan besar ibu akan berpikir
untuk menentukan sikap, berperilaku untuk mencegah, menghindari atau mengatasi
masalah resiko kehamilan tersebut dengan melakukan deteksi dini. Dengan pengetahuan
tersebut, ibu memiliki kesadaran untuk melakukan kunjungan antenatal (memeriksakan
kehamilannya), sehingga apabila terjadi resiko pada masa kehamilan tersebut dapat
ditangani secara dini dan tepat oleh tenaga kesehatan seperti terjadinya preeklampsia
(Notoatmodjo, 2007).
2.1.4.2. Persepsi
Secara etimologi bahwa persepsi berasal dari bahasa Inggris yaitu
perception yang artinya tanggapan, daya untuk memahami sesuatu. Menurut
Walgito (2008) persepsi merupakan suatu proses yang dialami oleh proses
penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui
Menurut Nugroho J. Setiadi (2003) dalam Syafrudin (2011) persepsi
merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya aktivitas (pelayanan yang
diterima) yang dapat dirasakan oleh suatu objek. Mengingat bahwa persepsi setiap
orang terhadap suatu objek (pelayanan) akan berbeda-beda. Oleh karena itu persepsi
memiliki sifat subjektif yang merupakan suatu rasa puas atau tidak oleh adanya
pelayanan.
Menurut Daryanto (2010) prinsip dasar tentang persepsi yang perlu
diketahui adalah sebagai berikut :
a. Persepsi itu relatif bukannya absolut
Manusia bukanlah instrumen ilmiah yang mampu menyerap segala sesuatu
persis seperti keadaan sebenarnya. Seseorang tidak dapat menyebutkan secara
persis berat suatu benda yang dilihatnya atau kecepatan sebuah mobil yang
sedang lewat, tetapi ia dapat secara relatif menerka berat berbagai benda atau
kecepatan mobil-mobil. Dalam hubungan dengan kerelatifan persepsi ini
dampak pertama dari suatu perubahan rangsangan dirasakan lebih besar dari
pada rangsangan yang datang kemudian.
b. Persepsi itu selektif
Seseorang hanya memperhatikan beberapa rangsangan saja dari banyak
rangsangan yang ada di sekelilingnya pada saat-saat tertentu. Ini berarti bahwa
mempunyai kecenderungan. Ini berarti bahwa ada keterbatasan dalam
kemampuan seseorang untuk menerima rangsangan.
c. Persepsi itu mempunyai tatanan
Orang menerima rangsangan tidak dengan cara sembarangan. Ia akan
menerimanya dalam bentuk hubungan-hubungan atau kelompok-kelompok. Jika
rangsangan yang datang tidak lengkap, ia akan melengkapinya sendiri sehingga
hubungan itu menjadi jelas.
d. Persepsi itu dipengaruhi harapan dan kesiapan (penerima rangsangan)
Harapan dan kesiapan penerima pesan akan menentukan pesan mana yang akan
dipilih untuk diterima, selanjutnya bagaimana pesan yang dipilih, itu akan ditata
dan demikian pula bagaimana pesan tersebut akan diinterpretasi.
e. Persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh berbeda dengan persepsi
seseorang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama.
Di dalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri antara lain susunan
saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, dan belajar. Susunan saraf pusat memegang
peranan penting dalam perilaku manusia, karena perilaku merupakan sebuah bentuk
perpindahan dari rangsang yang masuk ke rangsang yang dihasilkan. Persepsi
(perception) merupakan praktik tingkat pertama berupa pengenalan dan pemilihan
berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. Misalnya seorang
remaja berpikir untuk melakukan diet untuk membentuk tubuhnya seperti para model.
cermat konsumsi kalori atau jenis makanan tertentu yang bisa membuat berat badan
berkurang dan tubuh tetap sehat atau sebaliknya membahayakan diri sendiri.
Demikian juga dengan ibu hamil, ibu hamil yang mempunyai persepsi baik tentang
ANC dan deteksi dini kehamilan maka akan melakukan tindakan ANC dengan pergi
ke petugas kesehatan untuk memeriksa kehamilannya (Notoatmodjo, 2007).
2.1.4.3. Sikap
Sikap adalah suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif
dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. Afeksi yang positif, yaitu afeksi
senang, sedangkan afeksi negatif adalah afeksi yang tidak menyenangkan (Walgito,
2008).
Menurut Thurstone yang dikutip Ahmadi (2007) menyatakan sikap sebagai
tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan
obyek psikologi. Obyek psikologi di sini meliputi : simbol, kata-kata, slogan, orang,
lembaga, ide dan sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu
obyek psikologi apabila ia suka atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang
yang dikatakan memiliki sikap yang negatif terhadap obyek psikologi bila ia tidak
suka atau sikap unfavorable terhadap obyek psikologi.
Menurut Walgito (2008), sikap individu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Sikap itu tidak dibawa sejak lahir
Ini berarti bahwa manusia pada waktu dilahirkan belum membawa sikap tertentu
2. Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap
Sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan objek-objek
tertentu, yaitu melalui proses persepsi terhadap objek tersebut.
3. Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi juga dapat tertuju kepada
sekumpulan objek-objek
Bila seseorang mempunyai sikap negara pada seseorang, maka orang tersebut
akan mempunyai kecenderungan menunjukkan sikap negatif pada kelompok
dimana orang tersebut bergabung.
4. Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar
Jika suatu sikap telah terbentuk dalam diri seseorang, maka akan sulit berubah
dan memakan waktu yang lama. Tetapi sebaliknya jika sikap itu belum mendalam
dalam dirinya, maka sikap tersebut tidak bertahan lama, dan sikap tersebut mudah
diubah.
5. Sikap itu mengandung faktor perasaan dan motivasi.
Sikap terhadap sesuatu objek akan diikuti oleh perasaan tertentu baik positif
maupun negatif terhadap objek tersebut. Sikap juga mengandung motivasi, yang
mempunyai daya dorong bagi industri untuk berperilaku secara individu terhadap
objek yang dihadapinya.
Menurut Ahmadi (2007), sikap dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Sikap positif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima,
mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana
2. Sikap negatif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan
atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu
berada.
Apabila individu memiliki sikap yang positif terhadap suatu obyek ia akan
siap membantu, memperhatikan, berbuat sesuatu yang menguntungkan obyek itu.
Sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu obyek, maka ia akan
mengecam, mencela, menyerang bahkan membinasakan obyek itu (Ahmadi, 2007).
Menurut Notoatmodjo (2007) sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek).
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
2.1.4.4. Motivasi
Banyak para ahli mengemukakan pengertian motivasi dengan berbagai sudut
pandang mereka masing-masing. Namun intinya sama, yakni sebagai suatu
pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitas
nyata untuk mencapai tujuan tertentu (Djamarah, 2008).
McDonald mengatakan bahwa motivation is a energy change within the
person characterized by affective arousal and anticipatory goal reactions. Motivasi
adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan
timbulnya afektif (perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Perubahan energi
dalam diri seseorang itu berbentuk suatu aktivitas nyata berupa kegiatan fisik.
Karena seseorang mempunyai tujuan tertentu dari aktivitasnya, maka seseorang
mempunyai motivasi yang kuat untuk mencapainya dengan segala upaya yang dapat
ia lakukan untuk mencapainya.
Dalam membicarakan soal macam-macam motivasi, terdiri dari dua sudut
pandang, yakni motivasi yang berasal dari dalam diri pribadi seseorang yang disebut
motivasi intrinsik, dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang yang disebut
motivasi ekstrinsik (Djamarah, 2008).
2.1.5. Preeklampsia 2.1.5.1. Pengertian
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria
pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa
(Wiknjosastro, 2005).
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al, 2005).
Preeklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil,
bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias yaitu hipertensi, proteinuria
yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma, ibu tersebut tidak
menunjukkan tanda-tanda kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya (Mochtar,
2008).
Kejadian preeklampsia dan eklampsia bervariasi di setiap negara bahkan pada
setiap daerah. Dijumpai berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia
dan eklampsia diantaranya jumlah primigravida, terutama primigravida muda,
distensi rahim berlebihan hidramnion, hamil kembar, mola hidatidosa, penyakit yang
menyertai hamil seperti diabetes melitus, kegemukan, jumlah usia ibu lebih dari 35
tahun, preeklampsia berkisar antara 3-% dari kehamilan yang dirawat (Manuaba,
2010).
2.1.5.2. Etiologi Preeklampsia
Penyebab preeklampsia saat ini tidak dapat diketahui dengan pasti, walaupun
penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini sudah sedemikian maju. Semuanya
sebabnya preeklampsia disebut juga “disease of theory”, gangguan kesehatan yang
berasumsi pada teori. Menurut Rukiyah (2011), adapun teori-teori tersebut antara
lain:
1. Peran prostasiklin dan tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin yang pada kehamilan normal
meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti
trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga
terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan dan
serotonin, sehingga terjadi vasopasme dan kerusakan endotel.
2. Peran faktor imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna,
yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlie FM (1992)
mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita
preeklampsia-eklampsia: beberapa wanita dengan preeklampsia-eklampsia
mempunyai kompleks imun dalam serum, beberapa studi juga mendapatkan
adanya aktivasi sistem komplemen pada preeklampsia-eklampsia diikuti
proteinuria. Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat
preeklampsia-eklampsia, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa
menyebabkan preeklampsia-eklampsia.
3. Faktor genetik
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian preeklampsia-eklampsia antara lain: (1) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia, (2) Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia-eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsia-eklampsia, (3) Kecende-rungan meningkatnya frekuensi pada preeklampsia-eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklampsia-eklampsia dan bukan pada ipar mereka, (4) Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS).
2.1.5.3. Patofisiologi Preeklampsia
Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis preeklampsia-eklampsia.
Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan
hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel
setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan
mikro pada tempat endotel. Selain itu, Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya
vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi
uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/
anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses
hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga
jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara
peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akan
timbul keadaan yang disebut stress oksidatif (Rukiyah, 2011).
Pada preeklampsia-eklampsia serum anti oksidan kadarnya menurun dan
plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita
hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang
berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam
aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai ke
semua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan
mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel
tersebut akan mengakibatkan antara lain: adhesi dan agregasi trombosit, gangguan
permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma, terlepasnya enzim lisosom,
tromboksan dan serotonin sebagai akibat rusaknya trombosit, produksi
prostasiklin terhenti, terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan,
terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak
(Manuaba, 2008).
2.1.5.4. Jenis-Jenis Preeklampsia
Menurut Rukiyah (2011), jenis-jenis preeklampsia adalah sebagai berikut :
1. Preeklampsia ringan
Preeklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria
dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas.
Penyakit preeklampsia ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap
sebagai “maladaptation syndrome” akibat vasospasme general dengan segala
akibatnya.
Gejala klinis preeklampsia ringan meliputi : (1) Kenaikan tekanan darah
sistole 30 mHg atau lebih, diastole 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah
sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistolik 140 mmHg
sampai kurang 160 mmHg, diastole 90 mmHg sampai kurang 110 mmHg.
(2)Proteinuria: secara kualitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara
kualitatif positif 2 (+2), (3) Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral,
wajah atau tangan.
Pemeriksaan dan diagnosis untuk menunjang keyakinan petugas
kesehatan atas kemungkinan ibu mengalami preeklampsia ringan jika ditandai
dengan kehamilan lebih 20 minggu, kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg atau
lebih dengan pemeriksaan 2 kali selang 6 jam dalam keadaan istirahat (untuk
pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali setelah istirahat 10 menit), edema tekan
pada tungkai (pretibia), dinding perut, lumbosakral, wajah atau tangan,
proteinuria lebih 0,3 gr/liter/24 jam, kualitatif +2.
Penanganan preeklampsia ringan dapat dilakukan dengan dua cara
tergantung gejala yang timbul, yakni :
rendah karbohidrat, lemak dan garam, pemberian sedative ringan: tablet
Phenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3 x 2 mg per oral selama 7 hari (atas
instruksi dokter), roborantia, kunjungan ulang setiap 1 minggu,. Pemeriksaan
laboratorium: hemoglobin, hematokrit, trombosit, urin lengkap, asam urat
darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
b. Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklampsia ringan berdasarkan
kriteria: setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya
perbaikan dari gejala-gejala preeklampsia, kenaikan berat badan ibu 1 kg atau
lebih per minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu), timbul salah satu
atau lebih gejala atau tanda-tanda preeklampsia berat.
2. Preeklampsia berat
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria pada
kehamilan 20 minggu atau lebih. Gejala dan tanda preeklampsia berat: tekanan
darah sistolik >160 mmHg, tekanan darah diastolik >110 mmHg, peningkatan
kadar enzim hati atau/dan ikterus, trombosit <100.000/mm3
Penyulit lain juga bisa terjadi, yaitu kerusakan organ-organ tubuh seperti
gagal jantung, gagal ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan pembekuan darah,
sindroma HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, low platelet), bahkan dapat , oliguria <400 ml/24
jam, proteinuria >3 gr/liter, nyeri epigastrium, skotoma dan gangguan visus lain
terjadi kematian pada janin, ibu, atau keduanya bila preeklampsia tidak segera
diatasi dengan baik dan benar.
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala
preeklampsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi:
(1)Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau determinasi ditambah
pengobatan medicinal, (2) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap
dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.
a. Perawatan aktif, sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap
penderita dilakukan pemeriksaan fetal assessment yakni pemeriksaan Non
Stress Test (NST) dan Ultrasonografi (USG), dengan indikasi (salah satu atau
lebih) yakni :
1) Ibu: usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya tanda-tanda atau gejala
impending eklampsia, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam
pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam
perawatan medicinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan).
2) Janin: hasil fetal assessment jelek (NST & USG): adanya tanda intra
uterin growth retardation (IUGR).
3) Hasil laboratorium: adanya “HELLP Syndrome” (hemolisis dan
peningkatan fungsi hepar, trombositopenia).
jam, infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500cc, berikan Antasida, diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam, pemberian obat anti kejang: MgSO4
c. Anti hipertensi diberikan bila: tekanan darah sistolik lebih 180 mmHg, diastolic lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta, dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
: diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.
d. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
Secara ringkas, Manuaba (2010) mengklasifikasikan preeklampsia sebagai
berikut:
Tabel 2.1. Klasifikasi Preeklampsia
Tipe Preeklampsia Tanda dan Gejala
Preeklampsia ringan - Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
- Tekanan darah diastolik 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
- Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam 1 minggu.
Preeklampsia berat - Bila salah satu di antara gejala atau tanda ditemukan pada ibu hamil, sudah dapat digolongkan preeklampsia berat.
- Tekanan darah 160/110 mmHg. - Oligouria, urine <400 cc/24 jam. - Proteinuria >3 g/liter
- Keluhan subjektif: nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri kepala, edema paru dan sianosis.
- Gangguan kesadaran.
- Pemeriksaan kadar enzim hati meningkat disertai ikterus
- Perdarahan pada retina - Trombosit <100.000/mm.
2.1.5.5. Diagnosa Preeklampsia
Diagnosa dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan
mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya preeklampsia sukar
dicegah, namun preeklampsia berat dan eklampsia biasanya dapat dihindarkan
dengan mengenal secara dini penyakit itu dan dengan penanganan secara sempurna
(Rukiyah, 2011).
Pada umumnya diagnosis preeklampsia didasarkan atas adanya 2 dari trias
tanda utama: hipertensi dan proteinuria. Hal ini memang berguna untuk kepentingan
statistik, tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda dapat merupakan bahaya
kendatipun ditemukan tersendiri (Rukiyah, 2011).
Diagnosis diferensial antara preeklampsia dengan hipertensi menahun
muda, atau 6 bulan postpartum akan sangat berguna untuk membuat diagnosis.
Pemeriksaan funduskopi juga berguna karena perdarahan dan eksudat jarang
ditemukan pada preeklampsia, kelainan tersebut biasanya menunjukkan
hipertensi menahun. Untuk diagnosa penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria
banyak menolong, proteinuria pada preeklampsia jarang timbul sebelum
trimester 3, sedang pada penyakit ginjal timbul lebih dahulu. Tes fungsi ginjal
juga banyak berguna, pada umumnya fungsi ginjal normal pada preeklampsia
ringan (Manuaba, 2008).
2.1.5.6. Faktor Risiko Preeklampsia 1. Faktor Predisposisi
Menurut Rozikhan (2007), wanita hamil cenderung dan mudah mengalami
pre-eklampsia bila mempunyai faktor-faktor predisposisi sebagai berikut:
a. Nulipara
b. Kehamilan ganda (kembar)
c. Usia < 20 atau > 35 tahun
d. Riwayat pre-eklampsia, eklampsia pada kehamilan sebelumnya
e. Riwayat dalam keluarga pernah menderita pre-eklampsia
f. Penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada sebelum ibu
mengalami kehamilan
2. Status Reproduksi a) Faktor Usia
Usia 20 – 30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil / melahirkan,
akan tetapi di negara berkembang sekitar 10% - 20% bayi dilahirkan dari ibu remaja
yang sedikit lebih besar dari anak-anak. Padahal dari suatu penelitian ditemukan
bahwa dua tahun setelah menstruasi yang pertama, seorang wanita masih mungkin
mencapai pertumbuhan panggul antara 2 – 7 % dan tinggi badan 1%. Dampak dari
usia yang kurang, dari hasil penelitian di Nigeria, wanita usia 15 tahun mempunyai
angka kematian ibu 7 kali lebih besar dari wanita berusia 20 – 24 tahun. Faktor usia
berpengaruh terhadap terjadinya preeklampsia/eklampsia. Usia wanita remaja pada
kehamilan pertama atau nulipara umur belasan tahun (usia muda kurang dari 20
tahun).
Hipertensi karena kehamilan paling sering mengenai wanita nulipara. Wanita
yang lebih tua, yang dengan bertambahnya usia akan menunjukkan peningkatan
insiden hipertensi kronis, menghadapi risiko yang lebih besar untuk menderita
hipertensi karena kehamilan atau superimposed pre-eklampsia. Jadi wanita yang
berada pada awal atau akhir usia reproduksi, dahulu dianggap rentan.
b) Paritas
Dari kejadian delapan puluh persen semua kasus hipertensi pada kehamilan,
3-8 persen pasien terutama pada primigravida, pada kehamilan trimester kedua.
pre-Faktor yang mempengaruhi pre-eklampsia frekuensi primigravida lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. Persalinan yang
berulang-ulang akan mempunyai banyak risiko terhadap kehamilan, telah terbukti
bahwa persalinan kedua dan ketiga adalah persalinan yang paling aman.
c) Kehamilan Ganda
Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda dari 105 kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu karena eklampsia. Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor penyebabnya ialah dislensia uterus. Dari penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa 8 (4%) kasus preeklampsia berat mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada kelompok kontrol, 2 (1,2%) kasus mempunyai jumlah janin lebih dari satu.
d) Faktor Genetika
Terdapat bukti bahwa pre-eklampsia merupakan penyakit yang diturunkan,
penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita
pre-eklampsia. Atau mempunyai riwayat preeklampsia/eklampsia dalam keluarga. Faktor
ras dan genetik merupakan unsur yang penting karena mendukung insiden hipertensi
kronis yang mendasari.
3. Status Kesehatan a) Riwayat Hipertensi