• Tidak ada hasil yang ditemukan

v DAFTAR LAMPIRAN

B. Tujuan Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.

TANAMAN KOPI

Kopi merupakan tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan. Konsumsi kopi dunia terbanyak merupakan kopi jenis arabika. Sesuai dengan data yang tertera pada Tabel 1, pada periode 2011/2012 produksi kopi Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai produsen kopi terbanyak, setelah Brazil dan Vietnam dengan produksi sebesar 8.300.000/60 kg kantong.

Tabel 1. Produksi Kopi Dunia (dalam ribuan per 60 Kg kantong)

Sumber : Foreign Agricultural Service, 2012

2007/2008 2008/2009 2009/2010 2010/2011 2011/2012 Jun 2012/2013 NEGARA

4 Kopi arabika berasal dari Afrika, yaitu dari daerah pegunungan Etiopia. Kopi arabika baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut dikembangkan di luar daerah asalnya, yaitu Yaman di bagian selatan Jazirah Arab. Melalui para saudagar Arab, minuman tersebut menyebar ke daratan lainnya. Awalnya para saudagar Arab mencoba memakan buah kopi dan merasakan adanya tambahan energi. Dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi, buah kopi dimanfaatkan menjadi minuman kopi seperti saat ini. Masyarakat di Arab menyebut minuman yang berasal dari biji kopi tersebut sebagai qahwa yang berarti pencegah rasa kantuk. Oleh karena itu, kopi menjadi minuman para sultan untuk diminum di malam hari sebagai pencagah rasa kantuk di tenda. Kata qahwa

(qahwain) berasal dari Turki, yaitu kahven. Adapun istilah kopi untuk tiap negara berbeda-beda, yaitu

kaffee (Jerman), coffee (Inggris), café (Prancis), koffie (Belanda), dan kopi (Indonesia).

Tanaman kopi termasuk dalam famili Rubiaceae dan terdiri dari banyak jenis antara Coffea

Arabica, Coffea robusta dan Coffea liberica. Tanaman kopi arabika tumbuh baik di daerah dataran

tinggi diatas 1700 meter diatas permukaan laut dan mempunyai suhu yang berkisar antara 10-16oC. Tanaman kopi robusta menghendaki daerah dataran cukup rendah dengan ketinggian sekitar 1000 meter diatas permukaan laut dan mempunyai suhu sekitar 20oC. Tanaman kopi liberika dapat tumbuh di dataran rendah. Untuk dapat tumbuh subur, kopi diperlukan curah hujan sekitar 2.000-3.000 mm tiap tahun serta memerlukan waktu musim kerimg sekurang-kurangnya 1-2 bulan pada waktu berbunga dan waktu pemetikan buah (Rahardjo, 2012)

Tanaman kopi mulai dapat menghasilkan setelah umur 4-5 tahun, tergantung pada pemeliharaan dan iklim setempat. Tanaman kopi dapat memberi hasil tinggi mulai umur 8 tahun dan dapat berbuah baik selama 15-18 tahun. Jika pemeliharaan tanaman kopi baik, akan dapat terus menghasilkan sampai umur 30 tahun (Rahardjo, 2012).

Tanaman kopi jenis robusta umumnya hidup didataran yang lebih rendah dibandingkan jenis arabika yaitu dibawah 1000 meter diatas permukaan laut. Selain kandungan kafein yang lebih tinggi dan aroma yang khas, tanaman kopi jenis robusta juga lebih tahan terhadap hama penyakit. Harga kopi arabika masih lebih tinggi dikarenakan tingkat pemeliharaan tanaman yang lebih sulit dan konon semakin tinggi dataran yang digunakan untuk membudidayakan maka aroma dan rasanya semakin “enak” (fine coffee).

Kopi arabika merupakan tipe kopi tradisional dengan cita rasa terbaik(Anonim, 2010). Secara umum, kopi ini tumbuh di negara-negara beriklim tropis atau subtropis. Tanaman ini dapat tumbuh hingga 3 meter bila kondisi lingkungannya baik. Kopi arabika menguasai sekitar 70% pasar kopi dunia dan telah dibudidayakan di berbagai negara. Ciri-ciri dari tanaman kopi arabika ini yaitu panjang cabang primernya rata-rata mencapai 123 cm, sedangkan ruas cabangnya pendek – pendek. Batangnya berkayu, keras, dan tegak serta berwarna putih keabu-abuan.

Menurut Anggara (2011), keunggulan dari kopi arabika antara lain bijinya berukuran besar, beraroma harum, dan memiliki cita rasa yang baik. Kopi arabika juga memiliki kelemahan, yaitu rentan terhadap penyakit karat daun. Oleh karena itu, sejak muncul kopi robusta yang tahan terhadap penyakit karat daun, dominasi kopi arabika mulai tergantikan. Beberapa ciri khas dari kopi arabika adalah beraroma wangi yang menyerupai aroma perpaduan bunga dan buahnya. Kopi arabika juga mempunyai cita rasa asam yang tidak terdapat pada kopi robusta. Saat diserap di mulut, rasa kopi arabika jauh lebih halus (mild) dibandingkan dengan kopi robusta.

5

B.

KARAKTERISTIK KOPI

Menurut Panggabean (2011), buah kopi terdiri atas empat bagian, yaitu : lapisan kulit luar buah (eksokarp), lapisan daging buah (mesocarp), lapisan kulit tanduk (endokarp) dan biji (masih dibungkus lagi dengan kulit ari). Adapun penampang buah kopi disajikan pada Gambar 1.

Keterangan :

a. Lapisan kulit luar (eksokarp) b. Lapisan daging buah (mesokarp) c. Lapisan kulit tanduk (endokarp) d. Kulit ari

e. Biji

Gambar 1. Ilustrasi penampang lintang buah kopi (Panggabean, 2011)

Kulit luar terdiri dari satu lapisan yang tipis. Buah yang masih muda bewarna hijau tua kemudian berangsur-angsur berubah menjadi hijau kuning dan akhirnya menjadi merah sampai merah jika sudah matang. Dalam keadaan yang sudah matang, daging buah berlendir yang rasanya agak manis. Keadaan kulit bagian dalam (endokarp) cukup keras dan biasa disebut kulit tanduk. Kulit ari merupakan kulit halus yang menyelimuti masih-masing biji kopi. Bagian dalam yang terakhir dari buah kopi adalah biji kopi (coffee bean) atau kopi beras (Panggabean, 2011).

Buah kopi pada umumnya mengandung 2 butir biji, tetapi kadang-kadang mengandung hanya sebutir saja. Pada kemungkinan yang pertama biji-bijinya mempunyai bidang datar (perut biji) dan bidang cembung (punggung biji). Pada kemungkinan yang kedua biji kopi berbentuk bulat panjang (kopi jantan). Komposisi kimia biji kopi berbeda-beda, tergantung tipe kopi, tanah tempat tumbuh dan cara pengolahan kopi.

Struktur kimia yang terpenting tedapat didalam kopi adalah kafein dan caffeol. Kafein yang menstimuli kerja saraf, caffeol memberikan flavor dan aroma yang baik. Bentuk murni kafein dijumpai sebagai kristal berbentuk tepung putih atau berbentuk seperti benang sutera yang panjang dan kusut. Bentuk kristal benang itu berkelompok akan terlihat seperti bulu domba. Kristal kafein mengikat satu molekul air, dapat larut dalam air mendidih. Pada pelarut organik pengkristalan terjadi tanpa ikatan molekul air. Kafein mencair pada suhu 235-237°C dan akan menyublim pada suhu 1760oC di ruangan terbuka. Kafein mengeluarkan bau yang wangi, mempunyai rasa yang sangat pahit dan mengembang di dalam air. Kafein adalah suatu alkaloid turunan dari methyl xanthyne 1,3,7

trimethyl xanthyne. Kafein adalah basa yang lemah dan dapat memisah dengan penguapan, serta

mudah diuraikan oleh larutan alkali yang panas (Ridwansyah, 2003).

C.

KOPI LUWAK

Kopi luwak dikenal banyak masyarakat di dunia dikarenakan proses produksinya yang unik sehingga kopi luwak kerap disebut sebagai subvarietas yang baru dari kopi (Anggara, 2011).

6 Keunikannya berasal dari biji buah kopi yang telah dimakan oleh luwak (Paradoxurus

hermaphroditus). Sampai saat ini kopi luwak dikenal sebagai kopi paling dicari dan paling mahal di

dunia. Di Indonesia, kopi luwak diproduksi di Jawa, Sumatera, Bali, dan kepulauan Indonesia lainnya. Di negara lain, kopi luwak diproduksi di Filipina, dengan nama kopi motit di daerah Cordillera dan

kape alamid di daerah Tagalog. Selain di Filipina, kopi luwak diproduksi juga di Timor Leste dengan

nama kafe-laku.

Luwak adalah hewan menyusui (mamalia) yang tergolong suku musang dan garangan (Viverridae). Jenis luwak yang ada di Indonesia tergolong genus (marga) Paradoxorus. Ada empat marga luwak, yaitu Paradoxorus hermaphrodites, Paradoxorus zeylonensis, Paradoxorus jerdoni, dan

Paradoxorus lignicolor. Hewan ini memiliki nama lain, seperti musang (Betawi), careuh (Sunda),

luak atau luwak (Jawa), serta sebutan dalam bahasa Inggris, yaitu common palm civet, common

musang, civet cat, atau toddy cat. Luwak memiliki tubuh sedang dengan panjang total sekitar 90 cm,

termasuk ekornya, dan berwarna abu-abu kecoklatan dengan ekor hitam mulus, seperti terlihat pada Gambar 2. Hewan luwak dapat beranak 2-4 ekor dalam sekali beranak. Induk betina mengasuh anaknya sampai mampu mencari makan sendiri (Rahardjo, 2012).

Luwak merupakan hewan yang aktif pada malam hari (nocturnal) untuk mencari makan dan suka memanjat pohon meskipun terkadang turun ke tanah. Luwak lebih sering makan buah, seperti pisang, papaya, mangga dan melon, selain makan ayam, tikus, kadal, serangga, molusca, cacing tanah, dan hewan kecil lainnya. Saat siang hari luwak tidak aktif dan tidur di lubang-lubang kayu di areal hutan sekunder dan diatas plafon rumah (Rahardjo, 2012).

Gambar 2. Luwak (Paradoxorus hermaphrodites)

Luwak merupakan hewan pemilih dengan indera penciuman yang tajam. Hewan ini hanya akan memakan buah kopi terbaik yang sudah masak optimal.Biji kopi dikeluarkan bersama-sama kotoran luwak setelah mengalami fermentasi sempurna. Proses pencernaan luwak begitu sederhana dan singkat sehingga biji kopi keluar dalam keadaan masih utuh. Secara fisik kopi luwak sebenarnya hampir sama dengan kopi non luwak. Perbedaannya adalah kopi luwak berasal dari buah kopi terbaik, buah kopi yang masak optimal, dan proses fermentasi yang berlangsung didalam tubuh luwak. Hal ini yang menyebabkan kopi luwak memiliki cita rasa yang khas dan unik. Selain cita rasanya, kelangkaan kopi luwak yang menjadikannya salah satu kopi termahal (Rahardjo, 2012).

Kopi luwak dikelompokan menjadi dua macam berdasarkan proses produksinya, yaitu kopi luwak alami (kopi luwak liar) dan kopi luwak budidaya kandang (kopi luwak kandang). Proses produksi kopi alami dapat dilakukan diperkebunan kopi yang berada pada lokasi yang berdekatan dengan atau berbatasan dengan hutan. Populasi luwak di hutan masih cukup banyak. Selain itu, di

7 hutan masih banyak makanan luwak alternatif yang lebih baik berupa buah-buahan dan hewan yang lain.

Kopi luwak ini diperoleh dengan mencari dan mengumpulkan biji kopi setiap hari dari tempat- tempat yang biasanya digunakan luwak untuk buang kotoran. Tempat buang kotoran luwak umumnya di rerumputan di bawah pohon, di atas kayu kering, maupun onggokan ranting-ranting kering, dan diatas tanah. Tempat tersebut sering ditemukan beberapa gumpalan biji kopi luwak dengan tingkat kesegaran berbeda-beda. Hal ini menunjukan bahwa biji kopi luwak tersebut dikeluarkan dari tubuh luwak yang berbeda.

Salah satu kelemahan dari kopi luwak alami adalah keberlangsungan produksi dan konsistensi mutu fisik serta mutu cita rasa yang dihasilkan. Oleh karena itu, diusahakan produksi kopi luwak dengan sistem kandang. Sistem tersebut merupakan model terbaru yang bertujuan untuk mengatasi dan menghilangkan kesulitan dalam pengumpulan kopi luwak alami. Sistem kandang adalah produksi luwak dengan memelihara satu ekor luwak dalam satu kandang. Pemeliharaan luwak lebih dari satu ekor dalam satu kandang dapat menimbulkan pengaruh saling membunuh (kanibal). Di dalam kandang luwak diberi makan buah kopi yang baik serta segar. Luwak tidak mau makan buah kopi yang tidak segar dan rusak karena sangat berpengaruh terhadap selera makan dan kesehatannya. Oleh karena itu, buah kopi sebagai sebagai pakan luwak harus diganti dengan yang masih baru dan segar setiap harinya. Pemberian kopi yang melebihi porsinya sebenarnya baik karena memberi peluang luwak untuk memilih buah kopi yang sesuai dengan seleranya. Di samping itu, luwak juga diberi pakan berupa potongan ayam atau ikan asin sebagai ransum setidaknya tiga hari sekali (Rahardjo, 2012).

Uji cita rasa kopi luwak kandang menghasilkan cita rasa lebih baik dibandingkan cita rasa kopi luwak alami. Penyebabnya adalah pakan luwak kandang berupa hasil petik kopi merah dapat dikontrol dan selalu segar sehingga tidak terjadi cita rasa bau tanah (earthy) yang biasanya ada pada kopi luwak alami.

D. XILAN

Fengel dan Wagner (1984) menyatakan bahwa hemiselulosa adalah polimer dari monomer gula-gula anhidro yang berdasarkan penyusunnya, hemiselulosa dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, yaitu heksosa (glukosa, manosa, dan galaktosa), pentosa (xilosa, arabinosa, arabinofuranosa), asam heksuronat (glukoronat, metilglukoronat, dan galakturonat), dan deoksi heksosa (rhamnosa dan fruktosa). Rantai utama hemiselulosa dapat hanya terdiri dari satu macam monomer saja (homopolimer), misalnya xilan, atau dapat juga terdiri dari dua atau lebih monomer (heteropolimer) misalnya seperti glukomanan.

Molekul hemiselulosa umumnya lebih mudah menyerap air dan mempunyai permukaan yang lebih luas dibandingkan dengan selulosa. Hidrolisis hemiselulosa menjadi mono- dan oligosakarida relatif lebih mudah, dan berlangsung sempurna baik dengan asam maupun dengan enzim dalam kondisi sederhana (Judoamidjojo et. al., 1989).

Komponen utama hemiselulosa adalah xilan yang kadarnya dapat mencapai 20-35% dari total berat kering pada tanaman tahunan di daerah tropis. Kadar xilan pada tanaman kayu lunak di daerah bersuhulebih sedikit, mungkin hanya 8% (Srinivasan dan Rele, 1995). Sebagian besar xilan terdapat dalam bentuk heteropolisakarida yang memiliki tulang punggung homopolimer.

Menurut Sunna dan Antranikan (1997), xilan merupakan hemiselulosa yang termasuk polimer dari pentosa atau xilosa dengan ikatan β-1,4 yang jumlah monomernya berkisar 150-200 unit. Tulang punggung xilan tersusun dari rantai D-xilopiranosa. Berdasarkan residu pengganti yang paling banyak

8 terikat pada tulang punggungnya, maka xilan dikategorikan sebagai homoxilan linier, arabinoxilan, glukurunoxilan, dan glukurunoarabinoxilan. Residu pengganti yang paling umum dijumpai yaitu O- asetil, α-L-arabinofuranosil, α-1,2 glukoronat atau asam O-metilglukuronat. Pada berbagai tanaman, xilan berada dalam bentuk terasilasi sebagian. Gugus O-asetil yang terikat pada C-2 dan C-3 residu xilosil dapat menghambat degradasi asetilxilan oleh xilanase (Kulkarni et al, 1999).

Xilan mengandung rantai cabang dan strukturnya tidak berbentuk kristal sehingga lebih mudah dimasuki pelarut dibandingkan dengan selulosa. Sebagian besar xilan terdiri atas 2-4 heteroglikan. Heteroglikan yang umum dijumpai adalah arabino-D-xilan, L-arabino-D-glukurono-D-xilan, 4-o- metil-D-glukorono-Dxilan, L-arabino-D-xilan, D-gluko-Dmannan, D-galakto-D-gluko-Dmannan, dan L-arabino-D-galaktan (Subramaniyan dan Prema, 2002).

Xilan memiliki substituent yang berada di sekitar cincin dari struktur inti xilan. Substituen

yang umumnya ditemukan di cincin belakang adalah cincin asetil, arabinosil, dan glukoronosil. Struktur hemiselulosa terutama xilan dapat dijumpai pada tanaman berbiji terbuka (Gymnospermae) dan tanaman berbiji tertutup (Angiospermae). Xilan dari Angiospermae merupakan O-asetil-4- Ometilgukoronoxilan. Polisakarida ini terdiri atas >70- β-xilopiranosa yang membentuk ikatan dengan β-1, 4-glikosida. Setiap 10 xilosa membawa sebuah 4-O-asam metilglukoronat yang berada di dua posisi xilosa seperti pada Gambar 3. Contoh salah satu tanaman angiospermae yang mengandung hemiselulosa adalah kopi.

Gambar 3. Struktur xilan (Sunna dan Antranikian, 1997)

Buah kopi terdiri atas beberapa bagian, salah satunya adalah bagian kulit kopi. Secara kimiawi kulit kopi mengandung bahan organik seperti karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) yang terikat dalam senyawa senyawa selulosa (45 %), hemiselulosa (25 %), lignin (25 %), resin (4,5 %), abu (0,5 %) (Elias 1979, Kumar 1984 dalam Mulato dan Atmawinata danYusianto 1996).

Berbagai mikroba dilaporkan mampu menghasilkan xilanase. Bakteri dari genus Bacillus, Kapang dari genus Trichoderma dan Aspergillus, Aktinomisetes dari genus Streptomyces diketahui merupakan mikroba berpotensi penghasil xilanase. Mikroba tersebut memiliki relung ekologi yang bervariasi dan tersebar luas (Collins et al. 2005).

E. FERMENTASI

Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan bahan pangan, sebagai akibat

9

Etanol Etanol

dari pemecahan kandungan bahan pangan tersebut, misalnya aroma alkohol dan asam pada tape. Cara pengawetan pangan dengan proses fermentasi adalah memperbanyak jumlah mikroba dan membiakkan metabolisme dalam makanan (Winarno, 2004). Awalnya, fermentasi adalah pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2. Namun, banyak proses yang disebut fermentasi tidak selalu menggunakan substrat gula tapi menghasilkan CO2 (Winarno, 2004).

Klasifikasi karbohidrat terdiri dari monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Bahan-bahan yang mengandung monosakarida langsung dapat difermentasi, akan tetapi disakarida, pati ataupun karbohidrat kompleks harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen sederhana, yaitu monosakarida baru setelah itu bisa difermentasi.

Sukrosa pada bahan mula-mula dihidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim invertase, kemudian oleh aktivitas beberapa enzim, glukosa dan fruktosa ini akan diubah menjadi alkohol. Reaksi pemecahan gula menjadi alkohol adalah sebagai berikut :

Pada proses fermentasi akan diperoleh hasil ikutan seperti gliserol, asam laktat, asam asetat asetaldehida, dan 2,3 butilen glikol. Protein pada substrat akan diubah oleh enzim lipase menjadi asam lemak, dan asam lemak ini akan bereaksi dengan alkohol menjadi ester, dimana ester inilah yang menjadi aroma dan flavor (Said, 1987).

Asam-asam organik dari produk fermentasi merupakan hasil hidrolisis asam lemak dan juga sebagai hasil aktivitas pertumbuhan bakteri. Penentuan kuantitatif asam organik pada produk fermentasi adalah penting untuk mempelajari kontribusi bagi aroma sebagian besar produk fermentasi, alasan gizi, dan sebagai indikator aktivitas bakteri (Bevilacqua & Califano, 1989). Asam-asam organik juga sering digunakan sebagai acidulants (bahan pengasam) yang dapat menurunkan pH sehingga pertumbuhan mikroba berbahaya pada produk fermentasi akan terhambat (Winarno, 1997).

Berdasarkan perubahan yang terjadi pada karbohidrat sebagai akibat dari aktivitas mikroorganisme, maka produk fermentasi dapat dikelompokan sebagai proses fermentasi yang mengubah karbohidrat menjadi asam-asam organik dan alkohol serta karbondioksida sebagai komponen utama. Proses fermentasi dikatakan bersifat homofermetatif jika hanya menghasilkan satu jenis komponen saja sebagai hasil utamanya dan heterofermentatif jika menghasilkan campuran berbagai senyawa atau komponen utama. Lintasan metabolisme Embedden-Meyerhoff-Parnas merupakan lintasan yang umum terjadi pada proses fermentasi. Asam laktat merupakan bagian dari produk fermentasi piruvat (Dawes dan Large, 1982).

Secara umum dengan semakin lamanya fermentasi, keasaman kopi akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya asam-asam alifatik selama proses fermentasi. Apabila lama fermentasi diperpanjang, akan terus terjadi perubahan komposisi kimia biji kopi, yaitu asam-asam alifatik akan berubah menjadi ester-ester asam karboksilat yang dapat mengakibatkan cacat fermentasi dengan cita rasa busuk (Sulistyowati dan Sumartona, 2002). Jumlah inokulum mikroba yang tinggi akan menyebabkan semakin banyak mikroba yang bekerja dan membentuk komponen-komponen asam organik misalnya asam asetat selama proses fermentasi sehingga aroma kopi semakin meningkat (Clarke dan Macrae, 1985).

Proses fermentasi yang terjadi dalam rumen akan mengubah komponen-komponen pakan yang kompleks menjadi produk-produk yang lebih sederhana dan berguna bagi ternak. Pakan utama ternak

10 ruminansia, hijauan atau limbah pertanian seperti jerami padi, memiliki kadar serat kasar yang tinggi. Komponen terbesar dari serat kasar adalah berupa dinding sel yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Church dan Pond, 1988). Produk akhir dari aktivitas mikroba dalam mendegradasi substrat dinding sel tanaman adalah berupa asam lemak terbang atau VFA (Volatile Fatty Acid). Komponen VFA yang utama adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan sejumlah kecil asam valerat. Beberapa manfaat asam butirat, antara lain: (1) dapat mencegah kanker usus, (2) dapat menekan stres, dan (3) dapat mencegah radang usus (Putri, 2008).

Asam oksalat (COOH)2 merupakan senyawa asam organik (dikarboksilat) yang paling sederhana dan ditemukan pada hampir seluruh jenis organisme termasuk tumbuhan (hijauan tropis), hewan, bakteri dan kapang (Hodgkinson, 1977). Makanan yang umumnya banyak mengandung asam oksalat adalah kopi, coklat, strawberi, kacang, dan bayam. Sisa metabolisme tumbuhan yang salah satunya berupa asam oksalat ini tidak bisa dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri, sehingga biasanya disimpan di dalam vakuolanya. Selain itu, asam oksalat dapat dihasilkan dari metabolisme anaerob mikrooorganisme, yaitu pada saat ketersediaan oksigen tidak ada pada lingkungan. Jenis asam oksalat merupakan senyawa asam lemah yang dalam keadaan tertentu mampu memicu reaksi reduksi oksidasi (redoks).

Biosintesa asam oksalat telah dipelajari pada berbagai golongan organisme, terutama sintesa asam oksalat pada tumbuhan dan mikroorganisme termasuk protozoa, bakteri dan jamur. Asam oksalat dihasilkan dari fermentasi glukosa, dimana mikroorganisme ini nantinya memanfaatkan asam oksalat sebagai salah satu sumber karbon untuk kehidupannya (Iriani, 2004).

11

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A.

BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan baku utama dan bahan baku pembantu. Bahan baku utama yang digunakan adalah kopi jenis arabika dan feses luwak yang diambil dari Pangalengan, Bandung, sedangkan bahan baku pembantu adalah bahan yang digunakan untuk berbagai uji dan analisis. Untuk tahap isolasi dan seleksi bakteri serta aktivitas enzim, bahan yang digunakan adalah media CMC (Carboxymethyl Cellulose) cair (terdiri atas CMC, MgSO4.7H2O, KNO3, K2HPO4, FeSO4.7H2O, CaCl2, ekstrak khamir, glukosa, aquades), media xilan (terdiri atas Birchwood xilan, sukrosa, ekstrak khamir, agar-agar, aquades), merah kongo, bufer fosfat, pereaksi DNS (terdiri atas NaOH, KNa tartrat, Na2SO3, dan aquades) dan pereaksi Bradford (terdiri atas CBB G-250, Etanol 95%, asam fosfat 85%, aquades). Untuk tahap fermentasi, bahan yang digunakan adalah kertas saring, media xilan cair, pereaksi DNS, pereaksi Bradford, pereaksi anthrone, H2SO4, indikator Brom Cresol Green-Methyl Red, HCl 0,1 N.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat yang ada di Laboratorium Bioteknologi Hewan PPSHB dan Laboratoriun Teknik Kimia Teknologi Industri Pertanian IPB. Alat- alat yang digunakan adalah tabung reaksi, cawan, inkubator, mikro pipet 20-200 µL dan 100-1000 µL, tip, labu Erlenmeyer, kapas, kain kassa, vortex, alat sentrifugasi, spektrofotometer, pH meter, shaker

incubator, kertas saring, corong, botol gelap kecil, sudip, sendok makan, labu takar, gelas piala, gelas

ukur, pipet Mohr, pipet tetes, bulp, blender kering, timbangan, pinset, alumunium foil, karet, stirer pemanas, tissue, plastik LDPE, neraca analitik, dan kuvet, tabung sentrifus.

Dokumen terkait