• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Penyebaran, Taksonomi dan Botani Tanaman Durian

a. Asal-usul dan taxonomi durian

Nama durian (Durio Spp) diadopsi dari asal katanya “duri” (bahasa Melayu). Genus durian diperkirakan berasal dari Asia Tenggara. Tanaman durian tumbuh liar dan terpencar-pencar di hutan “Malesia” yang sekarang meliputi daerah Malaysia, Sumatra, dan Kalimantan. Saat ini penanaman durian telah menyebar ke daerah yang meliputi wilayah Sri Lanka dan India Selatan hingga New Guinea (Prosea 1992).

Durian termasuk ke dalam ordo Malvaceae, famili Bombacaceae dan genus Durio. Genus ini terdiri atas sekitar 28 spesies. Di Indonesia 19 spesies ditemukan di Kalimantan dengan 14 spesies merupakan indigenous Kalimantan dan 7 spesies ditemukan di Sumatra, namun tidak satupun merupakan indigenous Sumatra. Kalimantan dikenal sebagai pusat asal-usul dari spesies Durio dengan ditemukannya tetua (ancestor) dari Durio spesies yaitu D. Wyath smithii. Sunaryono (1990) menyatakan bahwa pusat keragaman genetik durian berada di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah.Spesies durian yang dapat dikonsumsi hanya D. zibethinus (Durian), D. dulcis (Lahong), D. graveolens (Tabelak), D. grandiflorus (durian Monyet/Munjit), D. kutejensis (Lai) dan D. testudinarium (durian Kura).

Spesies D. zibethinus merupakan spesies yang memiliki nilai ekonomi penting dan banyak ditanam secara komersial. Spesies ini juga dikenal dengan nama D. accunatissima. Beberapa klon-klon durian spesies D. zibethinus telah banyak dikebunkan dan memiliki variasi bentuk morfologi pohon, daun, bunga dan buah (Subhadrabandhu S & Ketsa 2001). Tanaman D. zibethinus bersifat heterogenous, sehingga menunjukkan karakteristik sifat yang luas dalam bentuk pohon, bentuk buah, kualitas aril, warna buah menyebar dari warna hijau hingga kuning-krem, warna aril yang menyebar dari warna putih atau krem hingga kuning emas, biji yang kecil hingga besar, biji yang kisut hingga bulat, perbedaan waktu pembungaan dan pembentukan buah serta perbedaan dalam kemampuan membentuk buah.

b. Morfologi tanaman durian

Durian tumbuh secara soliter sebagai tanaman tahunan. Durian sebagai tanaman hutan hujan tropis, dapat tumbuh baik pada dataran rendah hingga ketinggian 800 meter dpl dengan tinggi tanaman sekitar 30-40 meter dan diameter batang 2-2.5 meter, tetapi untuk durian hasil grafting tumbuh tidak lebih dari 12 meter (Brown 1997). Tanaman durian tumbuh optimal pada daerah dengan curah hujan 1500 mm/tahun.

Tanaman durian memiliki arsitektur pohon Roux dengan bentuk batang orthotropic monopodial dan cabang lateral plagiotropik. Kulit batang durian berwarna coklat merah tua, dan mengelupas secara tidak teratur.

Daun durian tumbuh berselang-seling dan pertumbuhannya secara tunggal, berbentuk jorong sampai lanset, berpangkal daun runcing atau tumpul, sementara ujung daun melancip. Struktur daun agak tebal dengan permukaan daun atas berwarna hijau mengkilap sedangkan bagian bawah berwarna coklat tembaga, kuning keemasan hingga keperakan. Daun durian ditutupi bulu (trichoma) pada bagian permukaan bawah daun (Widodo 1997).

Pohon durian mulai berbunga pada umur 6-7 tahun untuk tanaman asal biji. Bakal bunga tumbuh pada titik-titik mata tertentu yang dari tahun ke tahun akan keluar pada tempat titik yang sama. Bentuk bunga durian indah, beraroma wangi yang muncul pada bagian batang dan cabang yang kokoh (cauliflorus). Keluarnya bunga lebih banyak dibagian dekat pangkal dahan atau tengah-tengah dahan dibandingkan dibagian ujungnya (Brown 1997). Lama pembentukan bunga dari mulai muncul bakal bunga hingga mekar adalah berkisar antara 40-60 hari bergantung pada intensitas hujan yang terjadi.

Bunga durian tersusun dalam tangkai dan bergerombol. Setiap kuntum bunga bermahkota lima helai yang terlepas satu sama lain dan memiliki benang sari yang menyatu. Bunga durian adalah bunga sempurna, namun untuk memben-tuk buah, tanaman durian melakukan penyerbukan silang yang dibantu oleh angin dan serangga dan hanya pada beberapa kultivar saja yang bisa menyerbuk sendiri seperti Monthong dan Chanee. Bunga akan mekar mulai pada pukul 1600 sore dan menyerbuk pada malam hari. Dengan tipe penyerbukan seperti ini menyebabkan tingginya keragaman pada tanaman durian (Bumrungsri et al. 2009).

9

Bentuk buah durian bervariasi dari bulat hinga lonjong. Warna kulit buah bermacam-macam dari hijau hingga kecoklatan. Tangkai buah berbentuk bulat panjang dan terletak dipangkal buah dengan panjang berkisar 15 cm (Wiryanta 2002). Duri durian pun beragam dari mulai panjang meruncing berbentuk piramid hingga tidak berduri. Setiap buah umumnya terdiri dari lima juring yang bersekat kuat hingga tidak bersekat.

Warna daging buah bervariasi dari warna putih, kuning muda hingga jingga (Verheij & Coronel 1991). Ketebalan, rasa dan tekstur daging buah sangat bergantung pada jenis dan varietas durian. Jumlah biji durian dalam satu juring bergantung juga pada jenis dan verietas durian. Bentuk dan ukuran biji bervariasi dengan permukaan halus hingga mengkerut dan warna kulit biji coklat.

Analisis Keragaman Genetik Tanaman Durian

Durian memiliki jumlah kromosom sebanyak 2n=2x=56. Durian merupakan tanaman dengan sistem penyerbukan silang (cross pollination). Oleh karena itu progeny durian sangat heterozygous sehingga menghasilkan banyak rekombinasi baru

dan menghasilkan sifat yang beranekaragam (Brown 1997). Kebanyakan perbanyakan tanaman durian di Indonesia dengan biji dari buah tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan atau juga yang dilakukan oleh petani dengan cara generatif atau dengan biji yang disemaikan (Sastrapradja 1979), sehingga banyak tanaman durian Indonesia yang tidak teridentifikasi dan hanya beberapa diantaranya yang baru dikarakterisasi secara sederhana dan dilepas menjadi varietas dan masih terus dalam pengkajian lanjut.

Studi variasi genetik pada tumbuhan telah dilakukan selama beberapa dekade berdasarkan karakter morfologi dan fisiologi. Karakter ini biasanya produk dari ekspresi gen dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Kondisi ini sering membuat sulit untuk melakukan analisa dan menghasilkan kesimpulan yang kurang jelas. Analisis berbasis DNA memberikan solusi untuk masalah ini, karena tidak mengandalkan pada produk yang diekspresikan dari genom dan independen dari pengaruh lingkungan atau tahap perkembangan. Oleh sebab itu informasi tambahan secara genetik sangat diperlukan guna mendapatkan hasil pengelompokan yang lebih akurat (Semagn et al. 2006)

Marka molekuler adalah upaya yang dilakukan dalam membedakan karakteristik tanaman pada tingkat DNA. Penggunaan penanda molekuler utamanya dilakukan untuk meminitor variasi pada susunan DNA didalam satu spesies dan pada sejumlah spesies. Teknologi pada tingkat genetik ini menjadi penting terkait dengan potensi utamanaya bagi pengembangan program pemuliaan, yaitu efektivitas pengorganisasian plasma nutfah, pengujian kemurnian genotipe atau klon dan perlindungan hak kekayaaan intelektual. Para pemulia bisa melindungi genotipe temuannya tidak hanya teridentifikasi secara morfologi namun juga secara genetika (Karp et al.1997).

Analisis penanda molekuler menjadi penting karena karakter tanaman pada dasarnya hasil interaksi antara faktor genetik dengan lingkungannya, sehingga tanaman yang pada dasarnya masih satu jenis menjadi berbeda secara

fisik karena perbedaan perlakuan atau lingkungan. Salah satu cara mengidentifikasi persamaan atau perbedaan jenis dibalik keragaman karakteristik

fisik adalah melihat variasi pada tingkat gen (Henry 1997).

Penanda Morfologi

Karakter morfologi tanaman adalah salah satu penanda yang sering digunakan dalam mengidentifikasi keragaman tanaman. Penampilan morfologi merupakan hasil dari interaksi antara genotipe dan lingkungan. Pemunculan suatu fenotipe merupakan hasil ekspresi banyak gen melalui rangkaian proses pengaturan yang kompleks, itu sebabnya keragaman dapat terjadi karena adanya perbedaan lingkungan adaptasi (Allard 1960). Deskripsi durian unggul menggambarkan karakter-karakter buah durian yang beragam. Tiap genotipe memiliki deskripsi morfologi buah yang berbeda-beda (Dirjen Hort. 2008).

Penggunaan marka morfologi (berdasarkan pengamatan visual) dalam tataran aplikasi lapangan mempermudah dalam mengidentifikasi suatu genotipe tanaman, namun kadang sulit dilakukan untuk beberapa tanaman yang memiliki kekerabatan dekat karena perbedaan karakter pada spesies yang berkerabat dekat sangat sedikit, dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan sehingga mungkin akan menghasilkan informasi yang bias. Menurut Poespodarsono (1988) karakter morfologi terdiri dari dua sifat yaitu kualitatif

11

dan kuantitatif. Sifat kualitatif dapat dibedakan secara tegas karena dikendalikan oleh gen sederhana. Sedangkan sifat kuantitatif tidak dapat dibedakan secara sederhana karena dikendalikan oleh banyak gen dan memiliki distribusi kontinu. Kedua sifat tersebut saling mendukung dalam proses adaptasi dan spesiasi suatu tanaman pada lingkungan tertentu.

Penanda Molekuler Inter Simple Sequence Repeats (ISSR)

Perkembangan teknik-teknik molekuler berdasarkan DNA merupakan salah satu alat untuk menganalisis genom tanaman. Teknik ini berkembang karena dapat

mengurangi keterbatasan sifat dari penanda morfologi yaitu rendahnya polimorfisme, adanya pengaruh deleterious, pleiotropi dan epistasis (Weising et al.

2005). Sejak pertengahan 1980-an, identifikasi genom dan seleksi telah berkembang pesat dengan bantuan teknologi PCR. Sejumlah besar protokol penanda yang cepat dan membutuhkan hanya sedikit sampel DNA telah dikembangkan. Tiga penanda berbasis PCR yang luas penggunaannya adalah

RAPD , SSR atau mikrosatelit, dan AFLP.

Setiap teknik penanda molekuler memiliki kekurangan dan kelebihan. Penanda RAPD sangat cepat dan mudah dikembangkan karena sekuens primernya bersifat acak, tetapi kurang reprodusibel (Virk et al. 1995). AFLP memiliki reprodusibilitas yang sedang tetapi membutuhkan biaya operasional yang tinggi (Karp et al. 1997). Mikrosatelit bersifat spesifik dan sangat polimorfik, namun membutuhkan pengetahuan awal tentang sekuens genomik tanaman untuk mendisain primer spesifiknya, sedangkan informasi sekuens genomik tanaman terbatas hanya pada spesies yang bernilai ekonomi saja.

Pemilihan teknik penanda molekular bergantung pada reprodusibilitas dan kesederhanaannya. Penanda terbaik untuk pemetaan genom, Marker Assisted Selection (MAS), studi filogenik, dan konservasi tanaman harus menggunakan biaya yang rendah dan tenaga kerja yang sedikit serta reliabilitasnya tinggi. Salah satu penanda molekuler yang banyak digunakan sejak tahun 1994 (Zietkiewicz et al. 1994) adalah ISSR, yang merupakan bagian mikrosatelite yang tidak mengkode protein (non coding region).

Daerah mikrosatelit merupakan segmen DNA yang berulang yang dimiliki oleh semua organism baik eukariot maupun prokariot. DNA repetitif paling banyak ditemukan pada genom organisme eukariotik. Sekuens DNA berulang ini merupakan sumber variasi di DNA kloroplas, mitokondria dan inti. Daerah ini terdiri dari pengulangan daerah secara berpasangan dari beberapa nukleotida, umumnya 2-6 nukleotida dengan perulangan mencapai ukuran sampai dengan 106 bp yang terdistribusi disepanjang genom dan terdapat pada genom eukariot (Wolfe & Liston 1998). ISSR merupakan daerah di dalam DNA yang panjangnya

sangat bervariasi dalam suatu spesies yang sama (Salimath et al. 1995). Karakteristik mikrosatelit sama di dalam genom seluruh organism, memiliki level

variasi alelik yang tinggi, bersifat kodominan, dan potensial untuk analisis yang dapat diautomasi menjadikan daerah ini sebagai penanda molekuler yang unggul (Trojanwska & Balibok 2004).

ISSR merupakan penanda semi acak yang diamplifikasi oleh PCR dengan adanya satu primer yang komplementer terhadap suatu target mikrosatelit (Gambar 2). Penanda ini dikembangkan dari daerah di antara lokus mikrosatelit atau yang disebut juga Single Sequence Repeat (SSR). Amplikasi daerah tersebut tidak membutuhkan informasi sekuens genom dan menghasilkan pola multilokus dan sangat polimorfik (Nagaoka & Ogihara 1997). Setiap pita mewakili sekuens DNA yang dibatasi oleh dua mikrosatelit yang berbeda. Seperti halnya RAPD, penanda ISSR cepat dan mudah dilakukan, namun memiliki reprodusibilitas seperti penanda SSR karena primernya yang lebih panjang.

Gambar 2. Wilayah amplifikasi Inter Simple Sequence Repeats (ISSR). (Zietkiewicz et al. 1994).

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan mulai bulan September 2011 sampai Januari 2012 bertempat di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), kebun koleksi Cipaku Bogor dan Laboratorium Molekuler Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT), Institut Pertanian Bogor (IPB).

Bahan dan Alat

Dalam penelitian ini digunakan 21 genotipe tanaman durian dari berbagai daerah yang menjadi koleksi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat di kebun Cipaku, Bogor (Tabel 1). Genotipe yang digunakan terdiri dari varietas nasional (yang sudah dilepas) dan genotipe unggul daerah yang belum dilepas.

Tabel 1. Nama genotipe tanaman durian koleksi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), kebun percobaan Cipaku dan daerah asalnya.

No Nama genotipe Daerah asal No Nama genotipe Daerah asal

1 Lokal cipaku Bogor, Jabar 12 Pasir jati Pasir jati, Jabar

2 Kendil Brongkol, Jateng 13 Aseupan Rancamaya, Jabar

3 Layung Pandeglang, Jabar 14 Kim Pandeglang, Jabar

4 Pangkalan Kalbar 15 Tambleg Ciapus, Jabar

5 Bulan Ciawi, Jabar 16 Sunan Boyolali, Jateng

6 Pingku Bogor, Jabar 17 Sikoclak Bogor, Jabar

7 Hepe Jonggol, Jabar 18 Hejo Bogor, Jabar

8 Tanjung mabah Mabah, Kalbar 19 Perwira Majalengka, Jabar 9 Kuning garing Pandeglang, Jabar 20 Kanjau Thailand

10 Semeng Semeng, Kalbar 21 Manalagi Malang, Jatim

Bahan yang digunakan dalam pengamatan molekuler antara lain: pasir kuarsa, merkaptoetanol, PVPP (polyvinylpolypyrrolidone), CTAB, aquades steril, CIAA (Chloroform isoamylalcohol) (CIAA 24:1), alkohol absolute 70%, isopropanol, agarose, air bebas ion, buffer TAE 1x, loading dye, PCR mix, Primer ISSR (10 primer), ethidium bromide, tube 1.5 ml, tube 0.2µl, tip putih, tip kuning, tip biru dan kb ladder.

Alat-alat yang digunakan adalah mortal, micropipette, vortex, shaker, freezer, centrifuge, waterbath, mesin PCR (Applied Biosystem 2720 thermal cycler), bak elektroforesis, UV transluminator dan kamera digital.

Metode

a. Pengamatan Morfologi

Percobaan ini terdiri atas dua tahapan, Tahap pertama pemilihan tanaman untuk analisis morfologi tanaman. Tanaman durian yang dipilih adalah tanaman durian yang ditanam pada tahun 1996 - 2001. Dari beberapa tanaman durian yang mewakili kultivar durian tertentu tersebut kemudian dipilih yang memiliki vigor tinggi. Tahap kedua, tanaman durian terpilih kemudian diamati berdasarkan karakter morfologi yang digambarkan dalam deskriptor. Pengamatan dilakukan pada bulan September sampai dengan Desember 2011.

Contoh daun untuk analisis keragaman morfologi diambil secara acak dalam 1 pohon induk durian pada cabang 1, 2 dan 3. Cabang terpilih adalah cabang yang tidak ternaungi dan tidak terdapat serangan hama dan penyakit. Daun contoh kemudian dipilih dalam satu ranting terpilih dimulai dari daun ke-tiga dan diskor berdasarkan panduan descriptors for durian (Bioversity Internasional 2007). Karakter yang diamati sebanyak 22 karaker meliputi karakter kualitatif sebanyak 14 karakter (karakter pohon, batang, dan daun) (Tabel 2) dan karakter kuantitatif meliputi 8 karakter pengukuran (Tabel 3). Karakter pengamatan karakter daun dari setiap genotipe kemudian ditabulasi. Hasil tabulasi yang memiliki nilai dominan akan dijadikan sebagai karakter penciri untuk genotipe yang dievaluasi.

15

Tabel 2. Karakter pengamatan morfologi vegetatif sifat kualitatif pada 21 genotipe tanaman durian di BPTP kebun percobaan Cipaku.

No Penanda Morfologi Kualitatif Kategori Deskripsi

1. Bentuk tajuk 1. Piramidal

2. Oblong

2. Habitus pertumbuhan batang 1. Lurus

2. Melilit

3. Pola percabangan 1. Erect

2. Semi-erect

3. Wide

4. Horizontal

4. Tekstur kulit batang 1. Halus

2. Kasar

3. Mengelupas

5. Warna daun 1. Hijau muda

2. Hijau

3. Hijau tua

6. Bentuk daun (BD) 1. Obovate-lanceolate

2. Oval-oblong

3. Elliptic

7. Bentuk ujung daun (BUD) 1. Acuminate

2. Acuminate-acute

3. Cuspidate-acuminate

4. Acuminate-curve

5. Long acuminate

8. Bentuk pangkal daun (BPD) 1. Obtuse

2. Acute

3. Cuneate-acute

9. Tekstur daun 1. Papery

2. Leathery

10. Peruratan daun atas 1. Jelas

2. Tidak Jelas

11. Peruratan daun bawah 1. Menonjol

2. Tidak menonjol

12. Kerebahan daun 1. Rebah 45o

2. Down vertically

13. Keadaan pinggir daun 1. Lengkung keluar

2. Keatas (V)

3. Datar

4. Lengkung kedalam (U)

14. Keadaan permukaan daun 1. Rata

2. Bergelombang

Tabel 3. Karakter pengamatan morfologi vegetatif sifat kuantitatif pada 21 genotipe tanaman durian di BPTP kebun percobaan Cipaku.

No Penanda Morfologi Kuantitatif Kategori Deskripsi

1. Panjang daun (cm) 1. 14.06 ≤ PD < 14.85 2. 14.85 ≤ PD < 15.82 3. 15.82 ≤ PD 2. Lebar daun (cm) 1. 4.7 ≤ LD < 5.33 2. 5.33 ≤ LD < 6.01 3. 6.01 ≤ LD

3. Panjang tangkai daun (cm) 1. 1.75 ≤ PTD < 1.77

2. 1.77 ≤ PTD < 1.83

3. 1.83 ≤ PTD

4. Panjang ujung daun (cm) 1. 1.25 ≤ PUD < 1.33

2. 1.33 ≤ PUD < 1.52

3. 1.52 ≤ PUD

5. Diameter tangkai besar daun (cm) 1. 0.284 ≤ DTB < 0.314

2. 0.314 ≤ DTB < 0.35

3. 0.35 ≤ DTB

6. Diameter tangkai kecil daun (cm) 1. 0.191 ≤ DTK < 0.204

2. 0.204 ≤ DTK < 0.212

3. 0.212 ≤ DTK

7. Kerapatan daun ( panjang rangkaian daun (cm) / jumlah daun (buah))

1. 1.78 ≤ KD < 1.97

2. 1.97 ≤ KD < 2.25

3. 2.25 ≤ KD

8. Jumlah vena primer (buah) 1. TD > 14

2. 12 ≤ TD < 14

3. 11 TD < 12

Gambar 3. Skematik pengukuran karakter kuantitatif daun durian (RIRDC 2009).

Panjang petiole Panjang daun Panjang ujung daun

Lebar daun atas Lebar daun tengah Lebar daun bawah Sudut pusat daun

17

b. Pengamatan Molekuler

Tahapan pengerjaan molekuler meliputi dua kegiatan utama yaitu isolasi

DNA dan analisis ISSR. Persiapan template DNA dilakukan dengan mengekstraksi DNA dari daun tanaman durian dilakukan pada bulan September -

November 2011. Analisis ISSR dilakukan selama bulan November 2011 - Januari 2012 dengan mengamplifikasi template DNA melalui mesin PCR. Seluruh kegiatan tersebut, termasuk kegiatan elektroforesis, visualisasi dan dokumentasi dilaksanakan di laboratorium PKHT.

Isolasi DNA

Prosedur isolasi DNA durian mengikuti metode CTAB (Lian et al. 2006) yang meliputi 4 tahapan utama yakni pengambilan sampel daun dan ekstraksi, pemurnian, presipitasi pelet DNA, dan uji kualitas DNA.

a. Pengambilan sampel daun dan ekstraksi

Daun durian diketahui banyak mengandung fenolik, sehingga waktu pengambilan dan pemilihan daun untuk analisis DNA harus diperhatikan. Untuk menghindari DNA berwarna kekuningan, daun yang diambil dan waktu pengambilan daun menjadi sangat penting. Daun yang diambil sebaiknya bukan daun yang muda karena akan menghasilkan banyak lendir saat dilakukan isolasi DNA, oleh karena itu daun tua lebih baik. Namun kendala yang sering muncul pada daun tua banyak terjadi fenolik untuk itu waktu pengambilan daun dilakukan diwaktu pagi hari sebelum matahari bersinar terik dan saat pengangkutan, daun diusahakan tidak terpapar panas sehingga daun tidak mengalami pencoklatan. Sampel daun yang belum digunakan kemudian disimpan di dalam deep freezer agar tidak rusak.

Sampel daun dari masing-masing bahan tanaman digerus menggunakan mortar dengan penambahan buffer ekstraksi (CTAB 10%; EDTA 0.5 M (pH 8.0); Tris-HCl 1 M (pH 8.0); NaCl 5 M; β-mercaptoetanol 1%), PVPP dan pasir kuarsa. Hasil gerusan dimasukkan dalam tabung steril ukuran 1.5 ml, Kemudian ditutup rapat, diinkubasi dalam waterbath pada suhu 65oC selama 30 menit. Setelah diangkat sample didinginkan beberapa menit sebelum dituangkan

larutan chloroform : isoamyl-alcohol. Larutan chloroform : isoamyl-alcohol digunakan untuk presipitasi protein yang telah didenaturasi. Tujuannya agar protein terpisah dari larutan buffer yang mengandung DNA.

b. Pemurnian

Buffer pemurnian 1x volume berupa campuran chloroform : isoamylalcohol (CIAA) dengan perbandingan 24:1 v/v ditambahkan ke dalam sampel setelah tube diangkat dari waterbath dan suhunya telah turun, lalu divortex perlahan-lahan (sekitar 6-8 rpm) selama 1 menit. Sampel kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit dengan tujuan memisahkan bagian DNA dan bahan-bahan lainnya. Pemisahan fraksi di dalam campuran dilakukan dengan mengambil supernatant dan memindahkannya ke dalam tube steril baru. Proses pemurnian kemudian kembali dilakukan dengan penambahan CIAA 1x volume, di vortex selama 1 menit dan disentrifugasi pada 10 000 rpm selama 10 menit.

c. Presipitasi

Supernatant dari hasil pemurnian dipindahkan ke tube steril baru ukuran 1.5 ml, ditambahkan isopropanol (dingin) 1x volume, kemudian dikocok perlahan dan diinkubasi dalam 4oC selama 30 menit sehingga terbentuk gumpalan yang berbentuk seperti lendir. Larutan DNA tersebut disentrifugasi kembali dan larutan dibuang hingga pelet DNA tertinggal diujung tube. Pelet kemudian dicuci dengan 100 µl ethanol 70% dan disentrifugasi kembali, kemudian dikering anginkan selama 6 jam sampai pelet kering. Selanjutnya pelet dilarutkan dalam 100 µl TE (1 M Tris-HCl (pH 8,0); 0,5 M EDTA (pH 8,0); air bebas ion).

d. Uji kualitas DNA

Kualitas DNA total diuji dengan menggunakan gel agarose 0.8% dan dielektroforesis dalam larutan buffer TAE 1x yang dialirkan arus listrik dari muatan negatif menuju muatan positif selama 47 menit pada tegangan 50 volt. Konsentrasi 5 µl DNA total kemudian dibandingkan dengan 1 µl lamda DNA (Promega) yang dielektroforesis bersama dengan konsentrasi 254 µg/ml, sehingga untuk setiap 1 µl

19

perendaman gel agarose dalam larutan EtBr 1% selama 15 menit, kemudian didokumentasikan menggunakan kamera digital canon power shoot A480 di bawah penyinaran UV transulliminator.

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Amplifikasi dilakukan dengan alat PCR merk Applied Biosystem 2720 thermal cycler. Primer yang digunakan adalah primer Inter Simple Sequence Repeat (ISSR) koleksi Laboratorium Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB sebanyak 10 primer (Tabel 4) yang telah dioptimalisasi.

Komposisi PCR yang digunakan dalam proses PCR meliputi DNA template, primer ISSR, PCR mixgo tag green master Promega dan nuclease free water. Kom-posisi PCR meliputi : DNA 10 ng/µl, primer 10 pmol/µl, PCR mix 12.5 μl, kemudian ditambahkan air bebas ion hingga mencapai volume 25 μl. Tahapan PCR meliputi pre heat, denaturation, annealing, extension, dan pendinginan (Tabel 5).

Tabel 4. Nama dan susunan basa primer ISSR koleksi PKHT-IPB.

No. Nama Primer Sekuens Suhu Annealing (oC)

1 PKBT-2 (AC)8TT 53 2 PKBT-3 (AG)8T 53 3 PKBT-4 (AG)8AA 53 4 PKBT-5 (AG)8TA 53 5 PKBT-6 (AG)8TT 53 6 PKBT-7 (GA)9A 54 7 PKBT-8 (GA)9C 54 8 PKBT-9 (GA)9T 54 9 PKBT-10 (GT)9A 54 10 PKBT-12 (GT)9T 54

Tabel 5. Suhu dan waktu yang digunakan pada proses Polymerase Chain Reaction.

Tahapan Suhu Waktu

Pemanasan awal 94oC 4 menit

Denaturasi 94oC 30 detik

Penempelan 36oC- 53/54oC 30 detik

Perpanjangan 72oC 1 menit

Penurunan 72oC 5 menit

Pendinginan 4oC Sampai tak terhingga

Pengamatan penanda molekuler

Peubah atau parameter yang diamati pada penanda molekuler adalah jenis primer, sedangkan lokus yang diamati adalah pita. Terbentuknya lokus untuk setiap primer berbeda-beda dalam ukuran basepair (bp). Pengamatan parameter primer dan lokus pada penanda molekuler ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Keragaan primer dan lokus pada penanda molekuler.

No Nama Primer Lokus/pita (bp)

1 PKBT 2 250, 375, 500, 625, 750, 875, 1000 2 PKBT 3 250, 375, 500, 750, 1000, 1250 3 PKBT 4 562, 625, 1000 4 PKBT 5 250, 334, 418, 500 5 PKBT 6 250, 375, 500, 750 6 PKBT 7 250, 375, 500, 625, 1000 7 PKBT 8 250, 313, 376, 439, 500, 750, 1000 8 PKBT 9 250, 375, 500, 750 9 PKBT 10 500, 625, 750, 875 10 PKBT 12 500, 750, 875, 2000 Analisis Data

Data hasil pengamatan morfologi dan ISSR diolah menggunakan program NTSYSpc (Numerical Taxonomy and Multivariate Analyses System) versi 2.02 (Rohlf 1998). Data hasil pengamatan karakter morfologi diskoring berdasarkan panduan deskriptor Durian, “Descriptors for durian” (Bioversity Internasional 2007), sedangkan untuk menentukan keragaman genetik, produk PCR-ISSR berupa profil pita DNA diterjemahkan dalam data biner dengan skor nol (0) jika tidak ada pita, dan satu (1) jika ada pita pada tingkat migrasi yang sama.

a. Analisis similaritas (kekerabatan)

.Koefisien kesamaan genetik antar genotipe durian berdasarkan penanda morfologi, ISSR dan data gabungan keduanya diolah menggunakan prosedur SIMQUAL (Similarity for Qualitative Data) pada program NTSYSpc versi 2.02 dan dihitung berdasarkan koefisien DICE dari Nei dan Lei (1979) dengan persa-maan sebagai berikut :

21

S = 2 nab (na + nb ) Keterangan :

S (DICE coefficient) adalah nilai kesamaan genetik antara individu. a dan b adalah dua individu yang dibandingkan.

nab adalah jumlah pita yang sama posisinya pada individu a dan b. na dan nb adalah jumlah pita pada masing-masing individu a dan b.

Dokumen terkait