• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. KERANGKA TEORITIS

2.2. Tinjauan Studi Terdahulu

2.2.1. Keterkaitan Kebijakan Moneter, Makroekonomi, dan Perbankan

Banyak sekali penelitian membahas tentang keterkaitan makroekonomi dan perbankan. Beberapa penelitian menggunakan pendekatan jalur transmisi kebijakan moneter secara eksplisit, sedangkan yang lain tidak. Berikut beberapa penelitian yang menggunakan jalur kredit, jalur pinjaman bank maupun yang tidak menggunakan jalur transmisi kebijakan moneter untuk menjelaskan hubungan antara peubah makroekonomi dengan perbankan.

Bernanke dan Gertler (1995) menganalisis jalur kredit perbankan di pasar kredit perumahan Amerika dengan menekankan pentingnya external finance

premium. Dalam penelitian tersebut, pengaruh kebijakan bank sentral terhadap external finance premium pada pasar kredit dianalisis dengan dua jalur, yaitu balance sheet channel dan bank lending channel. Balance sheet channel

menekankan pada dampak potensial dari perubahan kebijakan moneter terhadap neraca keuangan dan laporan laba rugi peminjam, sedangkan bank lending

channel menekankan pada dampak potensial perubahan kebijakan moneter

terhadap penawaran pinjaman dari lembaga keuangan perbankan.

Peubah yang digunakan dalam penelitian adalah log GDP riil, log deflator GDP, log indeks harga komoditas dan tingkat bunga bank sentral. Temuan penelitian tersebut antara lain: penurunan GDP riil terjadi empat bulan setelah kontraksi moneter, kemudian naik lagi setelah dua tahun kemudian. Permintaan akhir, inventories, dan juga bussines fixed investment mengalami penurunan akibat kontraksi moneter, tetapi bussines fixed investment memiliki lag yang lebih besar dibandingkan yang lain. Kesimpulan penelitian tersebut adalah baik balance

kredit perumahan di Amerika.

Gambacorta (2004) yang membahas tentang efektifitas jalur pinjaman perbankan (bank lending channel), dengan menggunakan spesifiaksi model empiris dari Kashyap dan Stein yang menyatakan bahwa, jalur pinjaman bank menjadi lebih penting untuk bank kecil denganMstruktur modal yang sederhana serta dana pihak ketiga yang besar. Model ekonomerika yang digunakan Gambacorta, didesain untuk meneliti reaksi perbankan terhadap perubahan kebijakan moneter. Model tersebut mengakomodir interaksi antara indikator kebijakan moneter dengan karakteristik khusus perbankan. Pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh perubahan tingkat bunga yang dapat dikontrol oleh otoritas moneter, dan dari hasil interaksinya dengan karakteristik khusus perbankan yaitu: ukuran bank, likuiditas, dan kapitalisasi modal. Regresi juga memasukkan pengaruh inflasi dan pertumbuhan GDP untuk mengkontrol efek dari sisi permintaan.

Temuan Gambacorta, dengan melibatkan 759 bank di Italia dan 35 678 data observasi, menyebutkan bahwa interaksi antara ukuran bank dengan kebijakan moneter tidak signifikan, hal tersebut berbeda dengan temuan Kashyap dan Stein di Amerika. Jumlah penyaluran dana bank kecil tidak lebih sensitif dibandingkan dengan bank yang lebih besar, temuan tersebut sama dengan penelitian di Prancis, Jerman, dan Spanyol yang dikutip oleh Gambacorta. Temuan lain adalah, bank dengan rasio likuiditas yang lebih tinggi dapat menjadi penyangga bagi aktifitas penyaluran dana dari perubahan kebijakan moneter.

Penelitian untuk mengidentifikasi dampak shock penawaran kredit terhadap makroekonomi dilakukan oleh Peek et al. (2000). Penelitian tersebut melakukan pendekatan inovatif untuk mengidentifikasi penawaran pinjaman dan

menghindari keterlibatan kebijakan moneter, sehingga benar-benar ingin mengetahui dampak shock penawaran kredit terhadap perekonomian. Untuk mendapatkan dampak penawaran kredit oleh perbankan, digunakan peubah yang melibatkan ukuran tingkat kesehatan bank CAMEL (Capital, Assets,

Management, Earnings, and Liquidity).

Penelitian dengan data sampel perbankan di Amerika periode tahun 1978 sampai 1998, menggunakan rating skor CAMEL untuk memproksikan penawaran kredit. Bank yang sehat di semua aspek CAMEL diberikan skor satu, seterusnya sampai skor lima yang menunjukkan bank tersebut tidak sehat. Langkah selanjutnya melakukan forecast model yang dibangun empat kuartal ke depan.

Hasil penelitian tersebut menyebutkan meningkatnya tingkat kesehatan bank, akan meningkatkan pertumbuhan GDP riil secara signifikan selama dua kuartal ke depan. Selain itu kalau diperinci komponen GDP, yang paling sensitif terhadap perubahan penawaran kredit adalah peubah investasi barang-barang (inventory investment). Estimasi negatif koefisien perubahan penawaran kredit menandakan bahwa semakin sehat bank makin meningkatkan investasi barang-barang, signifikan selama empat kuartal ke depan.

Sedangkan lamanya pengaruh perubahan penawaran kredit terhadap GDP riil dalam penelitian tersebut menyebutkan bahwa dampak perubahan tingkat kesehatan bank tujuh bulan lalu masih signifikan mempengaruhi GDP riil kuartal pertama, bahkan kuartal kedua masih dipengaruhi oleh tingkat kesehatan bank secara signifikan tiga bulan lalu. Penelitian tersebut secara garis besar menunjukkan bahwa kondisi perbankan sanggup mempengaruhi kondisi makroekonomi.

makroekonomi dilakukan oleh Talavera et al. (2006). Penelitian tersebut mengkaji keterkaitan antara perilaku penyaluran kredit bank dan ketidakpastian makroekonomi yang terjadi di Ukraina periode tahun 2003 kuartal pertama sampai tahun 2005 kuartal ketiga. Model yang digunakan adalah ekulibrium parsial dinamik dengan peubahnya adalah: rasio kredit terhadap modal, rasio dana pihak ketiga terhadap modal, dan natural log modal sendiri, sedangkan indikator ketidakpastian makroekonomi yang digunakan adalah M1, M2, Consumer Price

Index (CPI), serta Produser Price Index (PPI).

Temuan Talavera adalah, perbankan di Ukraina menurunkan penawaran kreditnya jika ketidakpastian peubah makroekonomi meningkat, demikian pula sebaliknya, jika ketidakpastian makroekonomi menurun maka penawaran kredit perbankan meningkat. Implikasi kebijakan dari hasil penelitian tersebut adalah penurunan penawaran kredit akan menurunkan investasi agregat, yang seterusnya memperbesar fluktuasi makroekonomi.

Hoggarth et al. (2005) menggunakan pendekatan VAR, meninjau keterkaitan dinamik antara penghapusbukuan kredit perbankan dengan makroekonomi yang terjadi di Inggris periode 1988 kuartal pertama sampai dengan 2004 kuartal kedua. Penelitian tersebut menggunakan ukuran kerentanan (fragility) perbankan yaitu rasio antara penghapusbukuan kedit terhadap total penyaluran kredit. Pemodelan dinamik menggunakan VAR dengan menekankan analisis IRF dan Variance Decomposition.

Peubah-peubah yang digunakan dalam model adalah: (1) rasio antara

write-off dengan penyaluran dana, (2) output gap, (3) tingkat inflasi retail tahunan,

dan (4) suku bunga nominal jangka pendek perbankan. Hasil kriteria Schwartz dan AIC, menyarankan panjang lag VAR pada ordo satu. Hasil estimasi VAR

menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang signifikan antara perubahan output gap dengan rasio write-off agregat. Rasio write-off dan perubahan inflasi memiliki hubungan berlawanan arah dengan output. Meskipun terjadi hubungan sigifikan antara GDP (relatif terhadap potensial) dengan rasio write-off tetapi tidak terjadi hubungan sebaliknya.

Perubahan yang terjadi pada output secara signifikan membawa dampak pada rasio write-off, yang terjadi pada enam kuartal ke depan dengan dampak tertinggi setelah satu tahun. Rasio write-off juga meningkat mengikuti tingkat inflasi dan nominal tingkat bunga, meskipun pengaruhnya terjadi dalam jangka panjang, yaitu setelah empat sampai enam kuartal ke depan. Kesimpulan penelitian tersebut, bahwa meskipun terjadi tekanan perekonomian yang kuat selama dua dekade terakhir, tetapi kondisi sektor perbankan di Inggris masih tetap kokoh.

Penelitian dikemukakan oleh Filosa (2007) tentang keterkaitan kondisi perbankan dengan resiko keuangan perbankan di Italia. Penelitian menggunakan model analisis VAR untuk meninjau interaksi antara makroekonomi, peubah-peubah keuangan dan indikator kinerja perbankan periode 1990 kuartal ketigasampai dengan 2005 kuartal keempat. Ada tiga model VAR yang digunakan dalam penelitian Filosa. Perbedaan antara ketiganya adalah dalam penggunakan peubah yang merepresentasikan kondisi kinerja bank (banks’

soundness), pertama adalah menggunakan non performing loans dengan data flow, kedua adalah non performing loans dengan data stock, sedangkan yang

ketiga adalah menggunakan perbedaan suku bunga terhadap posisi pinjaman yang diberikan kepada masyarakat (interest margins to outstanding loans).

dan inflasi sebagai representasi makroekonomi, (2) selisih antara tingkat bunga pinjaman dan simpanan (spread), dan rasio jumlah kapital yang dipegang bank dengan pinjaman (free capital to loan ratio) sebagai representasi kondisi keuangan, dan (3) peubah yang digunakan sebagai representasi kondisi kekuatan perbankan seperti keterangan yang terdapat pada paragraf sebelumnya, yaitu ada tiga peubah berbeda.

Kesimpulan dari penelitian Filosa secara ringkas adalah: (1) terdapat hubungan timbal balik yang signifkan antara peubah perbankan dengan perekonomian riil, shock positif pada kredit bermasalah mengindikasikan aktifitas riil dan inflasi yang lemah, demikian pula sebaliknya, (2) gangguan pada kondisi penawaran kredit berpengaruh pada indikator bank distress dan profitabiitas secara dinamis, (3) kenaikan kapitalisasi pada bank cenderung menurunkan NPLs, terjadi timbal balik yang positif antara kenaikan modal dengan kenaikan output riil, dan (4) dampak kenaikan suku bunga dan nilai tukar pada output dan inflasi sangat kecil pengaruhnya.

2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kredit di Indonesia

Kajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kredit di Indonesia dilakukan oleh beberapa penulis dengan berbagai pendekatan masalah. Dari berbagai sudut pandang penelitian yang beragam tersebut, diharapkan dapat teridentifikasi beberapa peubah terpilih yang digunakan dalam model.

Penelitian Agung et al. (2001) mengkaji pemasalahan fenomena credit

crunch di Indonesia, dengan menggunakan alat analisis maximum likelihood,

diidentifikasi peubah-peubah yang mempengaruhi persamaan penawaran dan permintaan kredit di Indonesia. Penawaran kredit secara riil ditentukan oleh

kapasitas kredit dan faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan bank untuk menawarkan kredit, sedangkan permintaan kredit ditentukan oleh GDP riil dan suku bunga kredit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan bank untuk menawarkan kredit menurut peneliti tersebut adalah seperti tingkat suku bunga, rasio modal terhadap aset, dan Non Performing Loans (NPL). Kapasitas kredit didefinisikan sebagai total pasiva dikurangi modal bank, giro wajib minimum, dan kas bank. Suku bunga pinjaman adalah rata-rata tertimbang suku bunga kredit untuk modal kerja dan investasi. GDP riil bulanan diperoleh dengan cara menginterpolasi data GDP riil kuartalan.

Dalam fungsi penawaran, seluruh koefisien sesuai dengan apa yang diperkirakan. Kapasitas kredit memiliki tanda yang positif, artinya kredit yang diberikan sangat tergantung pada kapasitas kredit yang tersedia. Suku bunga kredit memiliki koefisien yang positif dan signifikan yang dapat diartikan semakin tinggi suku bunga semakin banyak kredit yang ditawarkan oleh bank.

Temuan lain adalah penawaran kredit secara positif dipengaruhi oleh rasio modal terhadap aset. Hasil tersebut mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa penurunan kredit setelah masa krisis sebagian merupakan akibat capital crunch. Sementara itu, koefisien kredit bermasalah memiliki hubungan negatif dan signifikan yang mengimplikasikan semakin tinggi kredit bermasalah yang dimiliki bank, semakin menurun kredit yang dapat disalurkan. Kredit bermasalah yang tinggi menyebabkan bank harus membentuk cadangan penghapusan yang lebih besar.

Dalam persamaan permintaan kredit, output memiliki hubungan yang searah dan signifikan dengan permintaan kredit. Sementara suku bunga kredit

yang seharusnya memiliki hubungan negatif malah memiliki hubungan positif. Fenomena tersebut mencerminkan suku bunga tidak menjadi masalah utama bagi dunia usaha dalam melakukan permohonan kredit.

Kajian oleh Harmanta dan Ekananda (2005) tentang faktor-faktor yang menyebabkan penurunan penyaluran kredit perbankan di Indonesia pasca krisis moneter 1997, lebih dipengaruhi oleh faktor penawaran kredit atau oleh permintaan kredit. Penelitian ini mengggunakan data time series bulanan periode Januari 1993 sampai Desember 2003, total 132 observasi menggunakan model

switching regression dan estimasi maximum likelihood untuk menentukan

probabilitas permintaan dan penawaran.

Peubah yang digunakan dalam persamaan penawaran adalah total kredit yang disalurkan oleh bank umum, kapasitas kredit (lending capacity) bank umum, suku bunga kredit bank umum, suku bunga SBI, Non Performing Loans (NPL), serta peubah dummy, yang bernilai 0 untuk periode Januari 1993 sampai dengan Juni 1997, dan bernilai 1 untuk periode Juli 1997 sampai dengan Desember 2003. Kapasitas kredit dan suku bunga kredit diharapkan mempunyai hubungan positif dengan penawaran kredit, sedangkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), NPL, dan peubah dummy diharapkan mempunyai hubungan negatif dengan penawaran kredit.

Peubah yang digunakan dalam persamaan permintaan adalah total kredit yang disalurkan oleh bank umum, produk domestik bruto, spread suku bunga kredit dikurangi suku bunga deposito, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, indeks harga saham gabungan, dan laju inflasi bulanan. Secara teoritis, hubungan antara peubah bebas dengan permintaan kredit adalah produk domestik bruto, indeks harga saham gabungan, dan inflasi bulanan diharapkan berkorelasi positip

dengan permintaan. Spread suku bunga dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika diharapkan berkorelasi negatif dengan permintaan kredit.

Temuan ringkasnya antara lain, bahwa pada periode sebelum krisis, tahun 1993 sampai dengan 1996, di mana perekonomian mengalami booming, penyaluran kredit perbankan lebih banyak didorong oleh permintaan kredit (demand driven). Sepanjang krisis tahun 1997 sampai dengan 1998, menurunnya penyaluran kredit disebabkan oleh menurunnya kemampuan bank (lending

capacity) dalam menyalurkan kredit sehingga jumlah penawaran kredit lebih kecil

daripada permintaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa penurunan kredit aktual yang terjadi pada periode krisis tersebut lebih disebabkan oleh faktor penawaran kredit atau terjadi credit crunch.

Pada periode setelah krisis, tahun 1999 sampai dengan sekarang, terjadi

excess supply atau kelebihan penawaran kredit bank dibandingkan permintaan

kredit, sehingga dapat disimpulkan bahwa penurunan kredit (melemahnya penyaluran kredit) yang terjadi setelah krisis sampai dengan tahun 2003 lebih disebabkan oleh masih lemahnya permintaan kredit.

Penelitian dengan menggunakan pendekatan mikroekonomi, Nuryakin dan Warjiyo (2006) melakukan analisis perilaku penyaluran dana 15 bank terbesar di Indonesia. Pendekatan yang digunakan adalah industrial organization approach. Tidak seperti dalam pendekatan standar kebijakan moneter yang secara sederhana menganggap sektor perbankan sebagai suatu agregat yang pasif, pendekatan ini memodelkan bank sebagai suatu entitas-bebas yang bereaksi secara optimal terhadap lingkungannya, termasuk struktur industri dan pasar dimana bank beroperasi.

seperti suku bunga, prospek ekonomi dan kondisi internal bank, tetapi juga oleh perilaku bank dalam memaksimisasi laba sesuai dengan karakteristik struktur pasar dimana bank beroperasi. Peubah yang digunakan adalah DPK (Dana Pihak Ketiga), CAR (Capital Adequacy Ratio), NPL (Non Performing Loan), BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional), MS (Market Share), dan Q adalah total kredit bank-bank pesaing.

Koefisien dari variabel Qmenunjukkan tingkat ketergantungan antar bank dan dihipotesiskan bernilai positif. Uji koefisien variabel Q bersama dengan uji koefisien peubah MS yang dihipotesiskan bernilai positif, menjadi indikasi keberadaan pasar oligopoli. Untuk menguji pengaruh kondisi internal bank terhadap penawaran kredit, dilakukan pengujian terhadap peubah DPK, CAR, NPL, dan BOPO. Sedangkan untuk melihat keefektifan instrumen kebijakan moneter dilihat koefisien dari spread antara suku bunga SBI dengan suku bunga deposito yang dihipotesiskan bernilai negatif.

Hasil pengujian hipotesis pengaruh kondisi internal bank terhadap penawaran kredit adalah sebagai berikut:

1. Hasil estimasi koefisien CAR sesuai dengan hipotesis yaitu bernilai negatif meskipun dengan tingkat signifikansi berbeda pada kedua hasil estimasi . 2. Hasil estimasi koefisien NPL tidak sesuai dengan hipotesis yaitu bernilai

positif dan dengan tingkat signifikansi yang berbeda dari kedua hasil estimasi. 3. Kapasitas kredit yang diwakili dengan DPK sesuai dengan hipotesis yaitu

bernilai positif dan signifikan.

4. Efisiensi bank yang diwakili dengan BOPO juga sesuai dengan hipotesis bernilai negatif dan signifikan.

disimpulkan bahwa keseimbangan maksimisasi laba, jumlah dan suku bunga kredit tidak mencerminkan kondisi ideal fungsi intermediasi perbankan. Hasil estimasi koefisien suku bunga SBI signifikan dan bernilai negatif. Hal ini menandakan bahwa suku bunga SBI sangat efektif sebagai instrumen transmisi kebijakan moneter.

Suku bunga SBI secara signifikan dan negatif mempengaruhi penawaran kredit mengindikasikan efektifnya suku bunga ini sebagai instrumen kebijakan moneter. Meskipun terdapat indikasi bank lebih memilih kredit sebagai investasi portofolio dibanding SBI namun ternyata perbedaan ini tidak signifikan. Spread suku bunga SBI terhadap suku bunga kredit masih dianggap belum optimal memberi arah bagi bank untuk menentukan preferensi kedua bentuk investasi portofolio tersebut. Namun hal tersebut bisa saja bukan disebabkan spread yang tidak ideal, tetapi disebabkan kondisi bank yang over-liquid.

Penelitian dilakukan oleh Meydianawathi (2007) dengan tujuan menguji pengaruh beberapa peubah terhadap penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum secara parsial kepada sektor UMKM di Indonesia periode Januari 2002 sampai dengan Februari 2006. Penelitian juga menguji pengaruh beberapa peubah terhadap penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum secara serempak kepada sektor UMKM di Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah ordinary least square dengan menggunakan peubah DPK, ROA, NPL, CAR, terhadap perilaku penawaran kredit investasi dan kredit modal kerja bank umum kepada sektor UMKM di Indonesia.

Secara serempak hasil uji signifikansi menunjukkan bahwa DPK, CAR, ROA, dan NPL berpengaruh nyata terhadap perilaku penawaran kredit bank umum, baik berupa kredit investasi maupun kredit modal kerja kepada sektor

UMKM di Indonesia. Artinya selain dana yang tersedia dari masyarakat, DPK, perilaku penawaran kredit perbankan juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitor dan kondisi perbankan itu sendiri seperti permodalan, CAR, jumlah kredit macet, NPL, serta perbandingan laba terhadap total aset, ROA.

Sedangkan Armanto (2005) yang ingin membuktikan keberadaaan credit

crunch di Indonesia, menganalisis serta mengevaluasi permintaan dan penawaran

kredit, menggunakan beberapa peubah untuk menjawab tujuan penelitian tersebut. Pada fungsi permintaan kredit, terdapat peubah yaitu jumlah kredit yang diminta, output nasional, suku bunga kredit modal kerja, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, inflasi bulanan, suku bunga SBI serta indeks harga saham gabungan. Sedangkan pada fungsi penawaran kredit, terdiri dari peubah jumlah kredit yang ditawarkan, kapasitas kredit, rasio modal terhadap total aset, NPL, suku bunga kredit modal kerja, dan rasio pendapatan dengan biaya operasional.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa permintaan kredit dipengaruhi signifikan oleh GDP, suku bunga, nilai mata uang, SBI dan Inflasi, sedangkan penawaran kredit dipengaruhi oleh kualitas kredit dan efisiensi. Penelitian juga menunjukkan bahwa credit crunch sudah terjadi sejak 2000, dan kelompok bank swasta paling rentan terhadap credit crunch. Disintermediasi terjadi karena permintaan kredit mengalami penurunan.

2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Bank Syariah di

Indonesia

Beberapa penelitian berikut menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah di Indonesia. Asy’ari (2004) melakukan kajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan

perbankan syariah dengan menggunakan metode regresi linier berganda. Peubah yang digunakan adalah rata-rata suku bunga pinjaman, bonus SWBI, jumlah uang kartal yang beredar, dan jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun.

Alat analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Menurut peneliti ketika suku bunga rata-rata pinjaman naik sementara imbal bagi hasil terhadap pembiayaan perbankan syariah tetap, orang akan melunasi pinjaman dari bank konvensional dan berpindah ke pembiayaan perbankan syariah.

Jumlah dana pihak ketiga diharapkan bertanda positif, artinya ketika dana pihak ketiga mengalami kenaikan maka pembiayaan perbankan syariah juga mengalami kenaikan. Sedangkan jumlah uang beredar diduga dan diharapkan bertanda positif. Hal ini sesuai teori bahwa cairnya pembiayaan yang diajukan akan menambah jumlah uang beredar. Suku bunga pinjaman diharapkan dan diduga bernilai positif. Dari hasil analisis statistik diperoleh hasil bahwa, yang memiliki pengaruh signifikan adalah dana pihak ketiga dan suku bunga rata-rata pinjaman, sedangkan bonus SWBI dan jumlah uang beredar tidak memiliki pengaruh signifikan.

Penelitian dengan menggunakan peubah makro dan indikator kinerja bank syariah digunakan oleh Anggraini (2005) untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran pembiayaaan mudharabah dan musyarakah dengan studi kasus pada Bank Syariah Mandiri periode Maret 2001 sampai dengan Maret 2005. Metode analisis yang digunakan adalah TSLS (Two Stage Least Squares) dengan alasan dua model persamaan mempunyai hubungan yang simultan di antara keduanya.

Peubah yang digunakan dalam penelitian adalah profit yang merupakan pendapatan bagi hasil yang diterima bank syariah dari pembiayaan yang

diberikan, jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK), pembiayaan bermasalah atau Non

Performing Loan (NPL), Gross Dometic product (GDP), serta suku bunga kredit

investasi bank konvensional untuk mengestimasi peubah profit pada titik keseimbangan. Dari hasil uji statistik, ternyata hanya peubah profit yang signifikan, meskipun secara bersama-sama peubah mampu mempengaruhi jumlah penawaran bank syariah.

Penelitian lain yang bertujuan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh peubah ekonomi makro dengan kinerja perbankan syariah, dilakukan oleh Wibowo (2006). Dengan menggunakan metode analisis TSLS seperti yang dilakukan oleh Anggraini, Wibowo menggunakan peubah-peubah makro yaitu Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Sedangkan peubah yang digunakan untuk mewakili kinerja perbankan adalah rasio kecukupan modal atau Capital

Adequacy Ratio (CAR), rasio keuntungan atau Return On Asset (ROA), rasio

pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing (NPF), Dana Pihak Ketiga (DPK), serta rasio pembiayaan atau Financing to Deposit Ratio (FDR).

Dengan menggunakan kerangka keterkaitan antara peubah makroekonomi Dengan kinerja keuangan bank, didapat bahwa suku bunga dalam mempengaruhi kinerja perbankan syariah melalui dana pihak ketiga dan selanjutnya melalui LDR dan akhirnya berpengaruh pada rasio permodalan. Dari penelitian diperoleh bahwa suku bunga tidak mempengaruhi peningkatan dana pihak ketiga perbankan syariah.

Peubah PDB mempengaruhi kinerja perbankan melalui dana pihak ketiga dan selanjutnya berjalan melalui LDR dan akhirnya berpengaruh terhadap CAR. Peubah PDB secara signifikan berpengaruh pada peningkatan dan pihak ketiga,

Dokumen terkait