• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Tentang Belajar .1 Pengertian Belajar

Dalam dokumen UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2020 (Halaman 22-34)

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka

2.1.2 Tinjauan Tentang Belajar .1 Pengertian Belajar

Belajar menunjukan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang secara disengaja atau disadari. Aktivitas belajar yang dimaksud merujuk pada keaktifan seseorang dalam melakukan aspek mental sehingga memungkinkan terjadinya perubahan pada dirinya (Ainurrahman, 2013). Kegiatan belajar juga dimaknai sebagai interaksi individu dengan lingkungannya.

Menurut Dimiyati (2009) lingkungan belajar adalah obyek-obyek lain yang memungkinkan individu memperoleh pengalaman-pengalaman atau pengetahuan, baik pengalaman atau pengetahuan baru maupun yang sudah ditemukan atau diketahui sebelumnya, tetapi kembali menarik perhatian bagi individu tersebut sehingga memungkinkan terjadinya interaksi. Slameto (2010) mendefinisikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses interaksi individu dengan lingkungannya. Interaksi tersebut memberikan pengalaman dan pengetahuan yang memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri individu.

2.1.2.2 Teori Belajar yang Mendukung

Banyak teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli, pada dasarnya masing-masing teori mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga tidak dapat dikatakan hanya teori tertentu saja yang benar. Teori belajar yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah teori belajar menurut Jean Piaget, Vygotsky, Ausubel dan teori kontruktivisme.

1) Teori Jean Piaget

Menurut Piaget, anak-anak dan orang dewasa menggunakan pola mental (kerangka) untuk menuntun perilaku atau kognisi, dan menginterpretasikan pengalaman atau materi baru berdasarkan dengan kerangka yang ada, tetapi untuk materi baru yang akan diasimilasi, kerangka sebelumnya harus sesuai dengan kerangka yang sudah ada terlebih dahulu (Cakir, 2008). Piaget

10

berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Sementara lingkungan tersebut terus mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan yang terus berubah maka fungsi intelek semakin berkembang.

Pengetahuan dibangun dalam pikiran. Setiap individu membentuk sendiri pengetahuannya. Pengetahuan yang dibentuk terdiri dari tiga macam, yaitu pengetahuan fisik, pengetahuan logika-matematik, dan pengetahuan sosial. Perkembangan kognitif yang digambarkan oleh Piaget meliputi tahapan-tahapan berikut:

(1) Tahap sensori motor (umur 0-2 tahun)

Pada tahap ini individu mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dan motorik. Siswa mengenal lingkunganya melalui indera penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan dan menggerak- gerakkannya.

(2) Pra-operasional (umur 2-7 tahun)

Pada tahap ini, individu mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas. Ia telah mampu menggunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar, dan menggolong- golongkan.

(3) Operasional konkret (umur 7-11 tahun)

Pada tahap ini individu dapat mengembangkan pikiran logis. Ia dapat mengikuti penalaran logis, walau kadang-kadang memecahkan masalah secara “trial and error”.

(4) Operasi formal (umur 11 tahun - ke atas)

Pada tahap ini individu dapat berpikir abstrak seperti pada orang dewasa (Dimiyati & Mudjiono, 2009). Berdasarkan uraian tersebut, perkembangan kognitif yang digambarkan Piaget merupakan proses adaptasi intelektual. Adaptasi ini merupakan proses yang melibatkan skemata, asimilasi, akomodasi, dan equilibration. Skemata adalah struktur kognitif berupa ide, konsep, gagasan. Asimilasi adalah proses perubahan apa yang dipahami sesuai dengan struktur kognitif (schemata) yang ada sekarang. Asimilasi adalah proses pembaharuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki oleh individu. Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru.

11

Equilibration adalah pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur

keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi (Suprijono, 2012).

Sumbangan teori belajar Jean Piaget dalam penelitian ini adalah memberikan pemahaman pentingnya interaksi siswa dengan lingkungan ketika siswa melakukan proses belajar. Pada penelitian ini, siswa dituntut aktif membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan agar fungsi inteleknya berkembang. Siswa diharapkan mampu mengorganisasi atau menghubungan informasi baru yang mereka peroleh dengan pengetahuan yang telah siswa miliki sebelumnya melalui adaptasi intelektual.

2) Teori Vygotsky

Ciri khusus dari teori Vygotsky yaitu zona perkembangan (zone of development). Hal ini terkait dengan konsep Vygotsky tentang zone of proximal development (ZPD). Dalam konsep ini disampaikan bahwa ada perbedaan antara

apa yang dapat dilakukan siswa secara sendiri dengan apa yang dilakukan oleh siswa dengan bantuan guru ataupun orang tua. Vygotsky meyakini bahwa siswa-siswa mengikuti contoh-contoh yang diberikan oleh orang dewasa secara bertahap mampu mengembangkan kecakapan untuk melakukan tugas-tugas tertentu tanpa bantuan atau pendampingan orang lain.

Proses atau cara memberikan bantuan diberikan oleh orang dewasa atau teman sebaya lebih berkompeten, agar siswa beranjak dari zona aktual atau ZAD (zone of actual development) menuju zona potensial atau ZPD (zone of potential

development). ZAD menurut Vygotsky adalah zona tingkat perkembangan

aktual, yang ditentukan melalui pemecahan masalah yang dapat diselesaikan secara individu, sedangkan tingkat perkembangan potensial (ZPD) ditentukan melalui pemecahan masalah dengan bimbingan orang dewasa, atau dengan cara berkolaborasi dengan teman sebaya. Ketika masuk dalam ZPD, maka siswa sebenarnya bisa, tetapi akan lebih optimal jika orang dewasa atau pendamping yang lebih paham, membantunya untuk mencapai tingkat perkembangan aktual. Bantuan yang diberikan disebut sebagai scaffolding. Scaffolding adalah pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan

12

untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah siswa dapat melakukannya (Yohanes, 2010).

Sumbangan teori belajar Vygotsky dalam penelitian ini adalah memberikan pemahaman pentingnya bantuan baik oleh guru, orang tua, teman sebaya sebagai scafolding pada saat siswa belajar. Ketika melakukan kegiatan praktikum dan diskusi, masing-masing individu akan berkerjasama satu dengan yang lain sebagai scaffolding dalam suatu kelompok untuk mengkonstruksi konsep redoks sehingga pada suatu saat diharapkan apa yang telah dipelajari bersama-sama, siswa dapat menerapkan konsep yang diperoleh untuk menganalisis dan menjawab persoalan secara mandiri.

3) Teori Ausubel

Menurut Ausubel, informasi yang bermakna disimpan dalam jaringan fakta atau konsep yang terhubung yang disebut sebagai skema. Informasi baru yang sesuai dengan skema yang ada, akan lebih mudah dipahami, dipelajari, dan dipertahankan daripada informasi yang tidak sesuai dengan yang skema sudah ada (Cakir, 2008). Belajar menurut Ausubel diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Sedangkan dimensi kedua menyangkut bagaimana cara siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Dalam hal ini struktur kognitif adalah fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.

Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final ataupun dalam bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep atau lainnya) yang telah dimilikinya, sehingga terjadi belajar bermakna. Tetapi, siswa dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi

13

belajar hafalan (Dahar, 2011).

Inti teori Ausubel tentang belajar ialah belajar bermakna. Bagi Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Berdasarkan uraian belajar menurut Ausubel, maka dapat diketahui bahwa inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Bagi Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.

Sumbangan teori Ausubel terhadap penelitian ini adalah dalam penelitian ini akan terjadi pula proses belajar bermakna. Siswa diharapkan dapat melakukan belajar penerimaan dan juga penemuan untuk memperoleh informasi atau konsep yang kemudian dihubungkan dengan struktur kognitif yang telah ada. Materi redoks merupakan materi yang kompleks. Di dalamnya terdapat konsep-konsep dan reaksi-reaksi kimia. Siswa diharapkan dapat menemukan sendiri materi yang akan diajarkan, mampu menghubungkan pengetahuan yang baru diperolehnya dengan pengetahuan sebelumnya yang telah ia miliki, dan dapat menemukan sendiri cara penyelesaian masalah yang muncul.

4) Teori Kontruktivisme

Slavin (1994) menyatakan tentang pendekatan kontruktivis bahwa

Constructivist approaches to teaching emphasize top-down rather than bottom-up instruction. Top-down means that students begin with complex problems to solve and then work out or discover (with the teacher’s guidance) the basic skills required. In top-down teaching, the tasks students begin with are complex, complete, and authentic, meaning that they are not parts or simplifications of the tasks students are ultimately expected to perform, but they are the actual tasks.

Pendekatan kontruktif menekankan proses pembelajaran siswa dimana siswa memulai belajar dengan memecahkan masalah kompleks yang guru berikan (dengan bimbingan guru) untuk mendapatkan keterampilan dasar yang dibutuhkan. Budiningsih (2012) menyatakan bahwa teori kontruktivisme merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan yang dilakukan oleh siswa.

14

Guru berperan sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran agar proses pengkontruksian yang siswa lakukan dapat berjalan dengan baik. Sedangkan siswa harus berperan aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, dan menysun konsep tentang hal-hal yang sedang dipelajari.

Berdasarkan uraian tersebut, sumbangan teori konstruktivisme pada penelitian ini adalah siswa ditekankan untuk terlibat aktif mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mereka sendiri dan guru berperan sebagai fasilitator agar proses pengkontruksian yang dilakukan siswa dapat berjalan dengan baik. 2.1.2 Hasil Belajar

2.1.3.1 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh siswa setelah mendapatkan pengalaman belajar (Sudjana, 2013). Sedangkan Susanto (2004) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri siswa yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai hasil dari kegiatan belajar. Penilaian Hasil Belajar berfungsi untuk memantau kemajuan belajar, memantau hasil belajar, dan mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar siswa secara berkesinambungan. (Permendikbud, 2014)

Berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013, karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait pada standar kompetensi lulusan dan standar isi. Standar kompetensi lulusan memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang diturunkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi. Kurikulum 2013 memiliki beberapa capaian pembelajaran yang dikelompokkan dalam tiga ranah yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

1) Ranah Kognitif (Pengetahuan)

Penilaian pencapaian kompetensi pengetahuan merupakan bagian dari penilaian pendidikan. Dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan dijelaskan bahwa penilaian pendidikan merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian-pencapaian siswa. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas-aktivitas mengingat,

15

memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.

Taksonomi Bloom ranah kognitif yang telah direvisi Anderson dan Krathwohl (2001) yakni: mengingat (remember), memahami / mengerti

(understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan menciptakan (create).

(1) Mengingat (remember), usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari memori atau ingatan yang telah lampau, baik yang baru saja didapatkan maupun yang sudah ada sebelumnya.

(2) Memahami/mengerti (understand), berkaitan dengan membangun sebuah pengertian dari berbagai sumber seperti pesan, bacaan dan komunikasi.

(3) menerapkan (apply), merujuk pada proses kognitif memanfaatkan atau menggunakan suatu prosedur untuk melaksanakan percobaan atau menyelesaikan permasalahan.

(4) Menganalisis (analyze), merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat menimbulkan permasalahan.

(5) Mengevaluasi (evaluate), dengan proses kognitif memberikan penilaian berdasarkan kriteria dan standar yang sudah ada.

(6) Menciptakan (create), mengarah pada proses kognitif meletakkan unsur-unsur secara bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan mengarahkan siswa untuk menghasilkan suatu produk baru dengan mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk atau pola yang berbeda dari sebelumnya.

Pada penelitian ini ranah kognitif diukur dengan soal tes pilihan ganda sejumlah 20 soal.

2) Ranah Afektif (Sikap)

Kemendikbud (2013) menyebutkan bahwa sikap bermula dari perasaan yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon suatu/objek. Kompetensi sikap yang dimaksud adalah ekspresi nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki seseorang dan diwujudkan dalam perilaku. Penilaian

16

kompetensi sikap dalam pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengukur sikap siswa sebagai hasil dari suatu program pembelajaran.

Kurikulum 2013 pada kompetensi sikap spiritual mengacu pada KI-1: menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dan KI 2: menghayati dan mengamalkan perilaku perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, percaya diri, responsif dan pro-aktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Penilaian sikap terdiri dari jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, gotong royong, toleransi, santun, dan percaya diri. Sikap siswa yang dinilai hanya disiplin, tanggung jawab, peduli, dan percaya diri. Sedangkan jujur, gotong royong, toleransi, dan santun tidak dilakukan dalam penelitian. Hal ini karena penyesuaian alokasi waktu yang hanya 45 menit dalam melaksanakan penilaian, sehingga tidak memungkinkan untuk menilai semua sikap tersebut.

Indikator nilai-nilai peduli menurut Samani dan Hariyanto (2011) adalah sebagai berikut: 1) Sikap simpati dan empati bagi orang lain atau kelompok yang kurang beruntung; 2) memberikan bantuan sesuai dengan kemampuannya terhadap orang lain yang mempunyai masalah; 3) membantu teman lain menyelesaikan masalah. Menurut Mulyasa (2013) indikator sikap disiplin adalah 1) membiasakan hadir tepat waktu; 2) membiasakan mematuhi aturan; 3) menggunakan pakaian yang sesuai aturan; 4) menjalankan prosedur dalam pembelajaran; 5) menumpulkan tugas tepat waktu. Indikator sikap percaya diri adalah 1) pantang menyerah; 2) berani menyatakan pendapat; 3) berani bertanya; 4) mengutamakan usaha sendiri daripada bantuan; dan 5) berpenampilan tenang. Definisi tanggung jawab menurut Zubaedi (2011) adalah sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan terhadap dirinya sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa. Dari pemaparan tersebut, diperoleh indikator sikap tanggung jawab meliputi 1) Melaksanakan tugas individu dengan baik; 2)

17

melaksanakan peraturan sekolah dengan baik; 3) menerima resiko dari tindakan yang dilakukan.

Berdasarkan uraian di atas hasil belajar ranah afektif siswa yang dinilai adalah sikap peduli yang dilihat dari simpati dan empati siswa terhadap teman, kesediaan membantu teman. Sikap tanggung jawab yang dilihat dari keaktifan siswa dalam bekerja kelompok, melaksanakan tugas individu dengan baik, dan menerima resiko dari tindakan yang dilakukan. Sikap disiplin diamati dengan kehadiran siswa dalam pembelajaran, dan sikap siswa terhadap peraturan sekolah. Sikap percaya diri dilihat dari sikap pantang menyerah dalam pemecahan masalah serta diskusi, dan keberanian bertanya serta menyatakan pendapat.

Penilaian ranah afektif dilakukan menggunakan lembar observasi dengan 3 observer. Setiap siswa di kelas membuat nama dari kertas yang ditempel di punggung siswa. Hal ini bertujuan untuk memudahkan observer dalam melakukan pengamatan ranah afektif masing-masing siswa. Penilaian sikap tanggung jawab dan disiplin dilaksanakan selama pembelajaran materi redoks berlangsung (pertemuan pertama sampai terakhir). Penilaian sikap percaya diri dan peduli dilakkam pada pertemuan ke 3 dan ke 4, hal ini dikarenakan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sama-sama melakukan presentasi tata nama senyawa dan mengulas kembali materi perkembangan konsep reaksi redoks dan bilangan oksidasi unsur dalam senyawa ata ion.

3) Ranah Psikomotorik (Keterampilan)

Permendikbud nomor 66 tahun 2013 tentang standar penilaian, pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kerja, yaitu penilaian yang menuntut siswa mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, produk, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.

(1) Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi. Mengukur capaian pembelajaran yang berupa keterampilan proses.

18

(2) Produk adalah penilaian terhadap keterampilan siswa dalam mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki ke dalam wujud produk dalam waktu tertentu sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan baik dari segi proses maupun hasil akhir.

(3) Projek adalah tugas-tugas belajar (learning by tasks) yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu.

(4) Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya siswa dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas siswa dalam kurun waktu tertentu.

Kemampuan psikomotorik berhubungan dengan kemampuan motorik, manipulasi benda atau kegiatan yang memerlukan koordinasi saraf dan koordinasi badan sehingga menyebabkan geraknya tubuh atau bagian-bagiannya (Arikunto, 2009). Penilaian hasil belajar psikomotorik harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada waktu siswa melakukan praktikum yaitu pada saat proses berlangsung dan sesudah proses berlangsung. Penilaian ranah psikomotorik berupa unjuk kerja siswa dalam melaksanakan praktikum (Yuniarti dkk, 2014).

Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan siswa dalam melakukan sesuatu (Hamzah dkk, 2012). Jadi, untuk menilai hasil belajar psikomotorik siswa dapat dilakukan dengan penilaian unjuk kerja siswa dalam melaksanakan praktikum. Hasil belajar psikomotorik siswa yang dinilai adalah persiapan siswa dalam melakukan praktikum, persiapan alat dan bahan, penguasaan langkah-langkah praktikum, metode dan prosedur dalam praktikum mengikuti urutan tertentu, keterampilan menggunakan alat, keterampilan melakukan pengukuran, keterampilan melakukan pengamatan objek, kebersihan alat dan tempat praktikum, keterampilan dalam melaksanakan diskusi, kecakapan bekerjasama dalam kelompok, dan pelaporan hasil praktikum (Yuniar & Widodo, 2015). Hasil belajar psikomotorik yang dinilai dapat berkaitan dengan unjuk kerja yaitu

19

penyiapan alat dan bahan, perangkaian alat dan bahan, kerjasama dalam kelompok, pengumpulan data, kedisiplinan waktu, pembuatan kesimpulan, dan aktivitas merapikan alat dan bahan setelah selesai pembelajaran (Pratiwi dkk, 2012). Teknik penilaian keterampilan yang digunakan dipilih dan disesaikan sesuai dengan karakteristik KD pada KI-4. Penelitian ini merujuk pada KD 4.11 yaitu merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan redoks.

Berdasarkan uraian hasil belajar ranah psikomorik, dalam penelitian ini yang dilakukan adalah unjuk kerja siswa yang berkaitan dengan ranah psikomorik khususnya dalam melaksanakan praktikum. Unjuk kerja siswa yang dinilai dalam pelaksanaan praktikum adalah menyiapkan alat dan bahan, menggunakan alat dengan teknik yang benar, dan keterampilan melakukan presentasi. Penilaian ranah psikomotorik melalui lembar observasi dengan 3 observer. Setiap siswa menggunakan name tag untuk mempermudah observer dalam melakukan penilaian. Pelaksanaan penilaian ranah psikomotorik oleh observer dilaksanakan pada pertemuan ke 2. Penilaian ini dilaksanakan pada pertemuan ke 2 karena pada pertemuan ini antara kelas eksperimen dan kelas kontrol membahas mengenai reaksi perkaratan pada paku.

2.1.3.2 Indikator Hasil Belajar

Pada prinsipnya, hasil belajar dikatakan ideal jika segenap tiga ranah psikologis mengalami perubahan sebagai akibat dari pengalaman dan proses belajar siswa. Berhasil atau tidaknya seseorang dalam menguasai ilmu pengetahuan pada suatu mata pelajaran dapat dilihat melalui prestasinya. Siswa dikatakan berhasil apabila prestasinya baik, begitupun sebaliknya.

Terdapat beberapa indikator yang digunakan dalam mengukur hasil belajar siswa. Pendapat yang paling terkemuka adalah yang disampaikan oleh Bloom yang membagi klasifikasi hasil belajar dalam 3 ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik (Byram & Hu, 2013). Adapun menurut Moore (2014), ketiga ranah hasil belajar tersebut dijabarkan sebagai berikut.

1) Ranah kognitif, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, penciptaan, dan evaluasi.

20

2) Ranah afektif, yaitu penerimaan, menjawab, penilaian, organisasi, dan penentuan ciri-ciri nilai.

3) Ranah psikomotorik, yaitu fundamental movement, generic movement,

ordinative movement, dan creative movement.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator hasil belajar terdiri ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga ranah digunakan untuk mengukur sejauh mana kompetensi siswa selama kegiatan belajar. Pada penelitian ini, model pembelajaran yang peneliti terapkan dikatakan berpengaruh pada ranah kognitif jika terdapat perbedaan nilai posttest yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol yang ditunjukan dengan uji statistik. Berpengaruh pada ranah afektif dan psikomotorik jika hasil penilaian kelas eksperimen pada kedua ranah tersebut memiliki kriteria lebih baik dibandingkan kelas kontrol berdasarkan pedoman kriteria penilaian masing-masing ranah. 2.1.3 Pendekatan Saintifik

Pendekatan saintifik disebut juga pendekatan ilmiah (scientific

approach). Pendekatan saintifik merupakan ciri khusus dari pelaksanaan

Kurikulum 2013. Menurut Kemdikbud (2013) pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada siswa dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung informasi searah dari guru. Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 dalam Pelatihan Pendampingan Kurikulum 2013 yang menjelaskan proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik terdiri atas lima pengalaman belajar pokok, yakni mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.

Dalam dokumen UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2020 (Halaman 22-34)

Dokumen terkait