• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2020"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PROBLEM BASED LEARNING TERINTEGRASI

MODEL NUMBERED HEADS TOGETHER PADA HASIL

BELAJAR SISWA KELAS X SMAN 16 SEMARANG MATERI

REAKSI REDUKSI OKSIDASI

Skripsi

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Kimia

Oleh:

Devi Amiratul Asvia 4301416036

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii

(3)

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

(4)
(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.” (Q.S. Al-Insyirah: 5-8)

Bismillah, sabar, pelan-pelan, satu-satu.

“….boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak.” (Q.S. Al-Baqarah: 216)

PERSEMBAHAN

(6)

vi

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, serta kasih saying dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang yang telah memberi izin untuk melaksanakan penelitian.

2. Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan dukungan dan kemudahan administrasi dalam penyusunan skripsi.

3. Dra. Sri Nurhayati, M.Pd, dan Prof. Dr. Murbangun Nuswowati, M.Si, selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi.

4. Dr. Sri Mursiti, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, motivasi, dan bimbingan skripsi dari awal hingga akhir.

5. Bapak & Ibu dosen serta karyawan FMIPA khususnya jurusan Kimia atas segala ilmu dan bantuan yang diberikan.

6. Kepala SMA Negeri 16 Semarang yang telah memberikan izin penelitian. 7. Teman-teman Pendidikan Kimia Rombel 2 yang telah berjuang dan berproses

bersama.

8. Semua pihak yang telah berkenan bekerjasama dan membantu proses penyelesaian skripsi ini.

Demikian ucapan terimakasih dari penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan serta dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Semarang, 29 Juni 2020 Penulis

(7)

vii

ABSTRAK

Asvia, Devi Amiratul. (2020). “Pengaruh Problem Based Learning Terintegrasi Model Numbered Heads Together Pada Hasil Belajar Siswa Kelas X SMAN 16 Semarang Materi Reaksi Reduksi Oksidasi”. Skripsi, Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Dr. Sri Mursiti, M.Si.

Kata Kunci: problem based learning; numbered heads together; hasil belajar; reaksi reduksi oksidasi.

Latar belakang pada penelitian ini adalah kurangnya variasi dalam pembelajaran membuat siswa belum mendapatkan metode yang efektif untuk memahami materi kimia, sehingga tingkat pemahaman siswa masih rendah dan minat belajar siswa yang kurang membuat siswa kurang berpartisipasi aktif pada proses pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh problem based learning

(PBL) terintegrasi model numbered heads together (NHT) pada hasil belajar

siswa. Jenis penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Desain penelitian adalah

posttest control group design. Populasi yang digunakan adalah seluruh siswa

kelas X MIPA SMAN 16 Kota Semarang. Sampel penelitian diambil dengan teknik cluster random sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X MIPA 1 sebagai kelas eksperimen dan X MIPA 3 sebagai kelas kontrol. Instrumen penelitian berupa soal tes pilihan ganda, instrumen lembar observasi, dan instrumen angket tanggapan siswa terhadap pembelajaran. Hasil analisis menunjukan adanya pengaruh penerapan PBL terintegrasi model NHT pada hasil belajar siswa, hal ini dibuktikan dengan uji statistik menunjukan nilai sig.

(2-tailed) 0,000 < 0,05. Rata-rata nilai pada ranah kognitif kelas nilai kelas

eksperimen adalah 78,61 dan kelas kontrol sebesar 71,75. Penerapan problem

based learning terintegrasi model numbered heads together pada kelas eksperimen

memperoleh angka korelasi sebesar 0,42 dan koefisien determinasi sebesar 17%. Hasil belajar afektif dan psikomotorik kelas eksperimen mencapai kriteria baik hingga sangat baik dan persentase banyaknya siswa yang mencapai kriteria baik hingga sangat baik lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Berdasarkan hasil analisis tahap akhir dapat disimpulkan model pembelajaran PBL terintegrasi NHT berpengaruh pada hasil belajar siswa.

Kata Kunci: hasil belajar; numbered heads together; problem based learning; reaksi reduksi oksidasi.

(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

PERNYATAAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iii

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB IPENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 5 1.3 Tujuan Penelitian ... 5 1.4 Manfaat Penelitian ... 5 1.5 Batasan Masalah ... 6 1.6 Penegasan Istilah ... 6

BAB IIKAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1 Kajian Pustaka ... 8

2.2 Kajian Empiris ... 31

2.3 Kerangka Berpikir ... 33

2.4 Hipotesis Penelitian ... 34

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN... 35

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.2 Populasi dan Sampel ... 35

3.3 Variabel Penelitian ... 36

3.4 Prosedur Penelitian ... 36

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 38

3.6 Instrumen Penilaian ... 38

3.7 Analisis Instrumen Penelitian ... 39

3.8 Teknik Analisis Data ... 46

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

(9)

ix 4.2 Pembahasan ... 61 BAB VPENUTUP ... 71 5.1 Simpulan ... 71 5.2 Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA ... 72 LAMPIRAN ... 78

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.2. Langkah Pembelajaran PBL Terintegrasi NHT ... 29

3. 1. Jumlah Siswa Kelas X MIPA ... 35

3. 2 Desain Penelitian Posttest Control Group Design ... 36

3. 3. Hasil Validitas Uji Coba Instrumen Tes ... 41

3. 4. Analisis Daya Pembeda Soal Uji Coba Instrumen Tes ... 42

3. 5. Analisis Indeks Kesukaran Uji Coba Soal Instrumen Tes ... 43

3. 6. Hasil Reliabilitas Uji Coba Instrumen Tes ... 43

3. 7. Klasifikasi Reliabilitas Instrumen Observasi…... ... 44

3. 8. Klasifikasi Reliabilitass Instrumen Angket ... 46

3. 9. Data Nilai Ulangan Akhir Semester Ganjil ... 46

3. 10. Hasil Uji Normalitas Data Populasi ... 47

3. 11. Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 48

3. 12. Kriteria Nilai Afektif ... 52

3. 13. Kriteria Nilai Psikomotorik ... 53

3. 14. Kriteria Hasil Angket Siswa... 54

4. 1. Data Nilai Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 55

4. 2 Ketercapaian hasil belajar afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 57

4. 3 Data Hasil Belajar Ranah Psikomotorik ... 58

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2. 1. Skema Kerangka Bepikir ... 34

4. 1. Perbandingan hasil Belajar Ranah Kognitif ... 56

4. 2 Perbandingan Ketercapaian Hasil Belajar Afektif ... 58

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Nama Siswa ... 78

2. Silabus Kelas Eksperimen ... 80

3. Silabus Kelas Kontrol ... 86

4. RPP Kelas Eksperimen ... 92

5. RPP Kelas Kontrol ... 108

6. Uji Normalitas Data Populasi ... 123

7. Uji Homogenitas Data Populasi ... 125

8. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 126

9. Soal Uji Coba Paket A ... 132

10. Soal Uji Coba Paket B ... 143

11. Analisis Soal Paket A ... 149

12. Analisis Soal Paket B ... 152

13. Kisi-kisi Soal Posttest ... 153

14. Soal Posttest ... 158

15. Data Nilai Posttest ... 165

16 Uji Normalitas Data Sampel ... 167

17. Uji Homogenitas Data Sampel ... 168

18. Uji Hipotesis ... 169

19 Lembar Penilaian Afektif ... 173

20. Lembar Penilaian Psikomotorik ... 180

21. Analisis Reliabilitas Afektif ... 186

22. Analisis Reliabilitas Psikomotorik ... 187

23. Hasil dan Perhitungan Afektif Kelas Eksperimen ... 188

24. Hasil dan Perhitungan Afektif Kelas Eksperimen ... 193

25. Hasil dan Perhitungan Psikomotorik Kelas Ekperimen ... 198

26. Hasil dan Perhitungan Psikomotorik Kelas Kontrol ... 202

27. Angket Tanggapan Siswa ... 206

28. Analisis Angket Tanggapan Siswa ... 208

(13)

xiii

30. Surat Izin penelitian ... 212

31. Surat Bukti Penelitian ... 213

32. Dokumentasi Penelitian ... 214

33. Validasi Instrumen Soal ... 216

34. Validasi Instrumen Penilaian Afektif ... 218

35. Validasi Instrumen Penilaian Psikomotorik ... 220

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kimia merupakan suatu ilmu alam yang mempelajari tentang bangun (struktur) materi dan perubahan yang menyertainya (Darmiyanti et al., 2017). Kimia sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari sehingga masyarakat memerlukan ilmu kimia untuk menunjang kehidupannya. Mata pelajaran kimia menjadi penting untuk dipelajari oleh karena itu perlu adanya perhatian lebih lanjut mengenai pendidikan kimia yang diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar. Aspek-aspek yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan kimia diantaranya kurikulum, sarana prasarana, guru, siswa, dan model pembelajaran. Pelaksanaan proses belajar mengajar diperlukan model pembelajaran yang dapat menunjang keberhasilan tujuan pembelajaran. Seorang guru diharuskan mampu menerapkan model yang tepat dalam mengajar agar siswa terhindar dari rasa bosan dan tercipta pemahaman konsep yang efektif (Wijayati, et al., 2008).

Pemahaman siswa terhadap materi kimia akan lebih efektif jika siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) merupakan tuntutan dari penerapan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengembangkan sistem pendidikan. Siswa diharapkan memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang lebih baik serta lebih kreatif, inovatif, dan produktif (Sofyan, 2016). Pendekatan yang disarankan dalam penerapan kurikulum 2013 adalah pendekatan saintifik.

Pendekatan saintifik dapat mengembangkan berbagai skill seperti keterampilan berkomunikasi (communication skill) keterampilan melakukan kerja sama, penyelidikan (research and collaboration skill) dan perilaku berkarakter, karena pengalaman belajar yang diberikan dapat memenuhi tujuan pendidikan serta bermanfaat bagi pemecahan masalah di kehidupan nyata (Machin, 2014). Penerapan pendekatan saintifik sangat sesuai untuk mata pelajaran kimia, karena mengarahkan siswa pada pemahaman yang dalam dan luas akan kompetensi

(15)

2

kimia, melatih siswa mengaplikasikan pengetahuannya dengan cara berpikir memecahkan masalah serta untuk meningkatkan kreativitas (Premiawan, 2014).

Pendekatan saintifik dapat diaplikasikan melalui beberapa model pembelajaran seperti model pembelajaran inquiry, Project Based Learning maupun Problem Based Learning. Penelitian ini menerapkan pendekatan saintifk berupa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang merupakan model pembelajaran dengan menyajikan masalah kontekstual dalam kegiatan belajar mengajar. Model pembelajaran ini memberikan banyak kesempatan bagi siswa untuk secara aktif menyusun pengetahuan mereka sendiri, dan membangun informasi yang sudah ada dalam benaknya (Sudarmin, 2015). Melibatkan secara aktif siswa dalam memecahkan masalah yang telah dirancang sedemikian rupa, siswa akan berfikir secara maksimal dan mengaktifkan potensi dirinya sehingga proses belajar lebih hidup (Sujatmika, 2016). Pembelajaran berbasis masalah mengajak siswa untuk berfikir secara mandiri karena siswa harus berusaha menemukan solusi dari masalah yang dihadapi dengan mengembangkan kemampuan berpikir yang mereka miliki, sehingga siswa menjadi lebih paham dengan materi yang diajarkan.

Proses pembelajaran yang menekankan siswa mencari solusi permasalahan yang disajikan dapat dilakukan dengan diskusi kelompok. Salah satu model diskusi yang mampu membangkitkan minat diskusi kelompok adalah model pembelajaran kooperatif. Penerapan pembelajaran kooperatif melibatkan sekelompok siswa yang bekerja dalam sebuah tim akan meningkatkan interaksi antar siswa demi pencapaian kompetensi (Saleh, 2012). Adanya interaksi antar siswa melalui model pembelajaran kooperatif menjadikan siswa lebih antusias serta lebih aktif mengikuti kegiatan belajar dan aktif berdiksusi untuk saling bertukar pikiran serta mengemukakan pendapat masing-masing (Nurcahyani, et

al., 2012). Proses diskusi akan berjalan maksimal dengan melibatkan peran tiap

individu. Pemahaman terhadap materi tidak akan merata kepada seluruh siswa jika dalam pelaksanaan diskusi hanya mengandalkan beberapa siswa dalam kelompok, yaitu siswa yang aktif akan lebih memahami materi dibandingkan siswa yang pasif dalam diskusi.

(16)

3

Peran aktif seluruh siswa dalam diskusi kelompok diperlukan agar pemahaman materi dapat maksimal. Model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) melibatkan aktivitas siswa berpikir bersama dalam kelompok

untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Siswa akan dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 3-5 orang dan masing-masing anggota diberi nomor, adanya penomoran masing-masing anggota berfungsi agar siswa lebih bertanggung jawab dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan guru karena bisa jadi nomor yang dimiliki siswa dipanggil oleh guru untuk menyampaikan hasil diskusinya. Kondisi ini dapat menciptakan ketergantungan positif dalam kelompok kecil dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa sehingga tercipta kegiatan belajar yang saling toleran demi membantu temannya mencapai pengetahuan yang sama (Premiawan, 2018).

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kimia bapak Sugiarto, S.Pd Kim menginformasikann bahwa materi reaksi reduksi oksidasi (redoks) sulit dipahami oleh siswa. Beliau juga menginformasikan bahwa hasil belajar yang kurang disebabkan karena kurangnya variasi dalam pengajaran di kelas, sehingga minat belajar dan tingkat pemahaman masih kurang. Pada saat proses pembelajaran berlangsung hanya sebagian kecil siswa yang terlibat secara aktif. Sebagai dampaknya hasil belajar siswa yang terlihat dari data penilaian akhir semester ganjil kelas X MIPA SMAN 16 Semarang masih belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar 70.

Tabel 1. 1 Data Penilaian Akhir Semester Ganjil kelas X MIPA

Kelas Jumlah Siswa Rata-rata Jumlah Siswa Tuntas Jumlah Siswa tidak Tuntas % Ketuntasan X MIPA 1 36 73,30 22 14 61% X MIPA 2 36 71 19 17 53% X MIPA 3 36 74,88 23 13 64%

Berdasarkan observasi dan wawancara tersebut maka diperlukan upaya untuk mencari dan menemukan model pembelajaran kimia yang mampu memotivasi siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran.

(17)

4

Model pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran adalah NHT. Peneliti memilih model pembelajaran NHT untuk memvariasi pembelajaran dikelas agar minat belajar siswa meningkat dan menerapkan model pembelajaran PBL pada kompetensi reaksi redoks dengan alasan rekomendasi dari guru mata pelajaran dan reaksi redoks erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari sehingga proses pembelajaran siswa dapat mengamati secara langsung serta dapat menjelaskan dengan logika yang sesuai dengan konsep-konsep reaksi redoks. Hal itu sejalan dengan pernyataan Sumarti bahwa kegiatan pembelajaran sebaiknya menghadirkan permasalahan nyata yang terjadi di Indonesia khususnya di sekitar kehidupan siswa sehingga mereka antusias untuk menemukan pemecahan masalah tersebut (Sumarti et al., 2015).

Penelitian Trihatmo, et al., tahun 2011 bahwa model PBL berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dengan kontribusi sebesar 33, 69%. Kelas eksperimen memiliki presentase ketuntasan belajar klasikal 93,8% dan kontrol 85%. Aspek psikomotorik siswa pada kelas eksperimen 81,98% sedangkan kelas kontrol 79,31%. Zakiyah (2017) hasil penelitian menunjukan siswa lebih aktif selama proses pembelajaran dengan diterapkan model PBL. Selanjutnya terdapat peningkatan hasil belajar siswa dengan hasil penilaian rata-rata pada tes awal yaitu 56,72 sedangkan nilai rata-rata pada tes akhir sebesar 86,36. Penelitian yang dilakukan oleh Munawaroh (2015) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang dibelajarkan model NHT dengan siswa yang dibelajarkan model STAD. Siswa yang memperoleh pembelajaran dengan NHT mempunyai rata-rata hasil belajar yang lebih tinggi yaitu sebesar 91,7233 dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran STAD dengan nilai rata-rata sebesar 87,2727.

Beberapa hasil penelitian yang telah dibahas menunjukan bahwa penggunaan model pembelajaran PBL dan model pembelajaran NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal itu mendorong peneliti untuk menerapkan model pembelajaran yang selanjutnya dilihat pengaruhnya pada hasil belajar siswa materi redoks di SMAN 16 Semarang.

(18)

5

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ‘’Pengaruh PBL Terintegrasi model NHT Pada Hasil Belajar Siswa Kelas X SMAN 16 Semarang Materi Reaksi Reduksi Oksidasi’’.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh PBL terintegrasi model NHT pada hasil belajar siswa kelas X SMAN 16 Semarang materi redoks?

2. Berapa besar pengaruh PBL yang terintegrasi model NHT pada hasil belajar siswa ranah kognitif kelas X SMAN 16 Semarang materi redoks?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui adanya pengaruh PBL terintegrasi model NHT pada hasil belajar siswa materi redoks.

2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh PBL terintegrasi model NHT pada hasil belajar siswa ranah kognitif kelas X SMAN 16 Semarang materi redoks.

1.4 Manfaat Penelitian

Sesuai tujuan penelitian, manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti, sebagai pengalaman menulis karya ilmiah sekaligus melaksanakan penelitian sehingga dapat menambah pengetahuan dan pengalaman

2. Bagi guru, sebagai bahan referensi sekaligus pertimbangan unutk menerapkan model pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar kimia di kelas, sehingga hasil belajar lebih optimal

3. Bagi siswa, penelitian ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran kimia sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep materi kimia dan hasil belajar lebih optimal

4. Bagi sekolah, meningkatkan kualitas dan mutu sekolah melalui peningkatan hasil belajar siswa serta kinerja guru

(19)

6

1.5 Batasan Masalah

Agar penelitian ini lebih fokus dan terarah, maka penulis membatasi masalah dalam penelitian sebagai berikut :

1. Penelitian ini melihat pengaruh PBL yang terintegrasi model NHT terhadap hasil belajar siswa.

2. Penelitian ini melihat berapa besar pengaruh PBL yang terintegrasi NHT terhadap hasil belajar ranah kognitif siswa SMAN 16 Semarang.

3. Objek penelitian adalah siswa kelas X SMAN 16 Semarang Tahun Ajaran 2019/2020

4. Materi kimia yang diajarkan adalah redoks. 1.6 Penegasan Istilah

Agar terhindar dari kesalahan penafsiran dalam memahami penelitian ini, maka diberikan penegasan istilah sebagai berikut:

1. Pengaruh

Pengaruh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengaruh baik atau buruk PBL yang terintegrasi model NHT terhadap hasil belajar siswa. Ada atau tidak pengaruh yang bisa diukur dengan cara membandingkan hasil posttest antara kelas eksperimen yang dibelajarkan dengan model PBL terintegrasi model NHT dengan kelas kontrol yang dibelajarkan dengan metode PBL. Model belajar dikatakan berpengaruh pada ranah kognitif jika terdapat perbedaan hasil posttest secara signifikan yang ditunjukan dengan uji statistik. Berpengaruh pada ranah afektif dan psikomotorik jika hasil belajar afektif dan psikomotorik kelas eksperimen mencapai kriteria baik hingga sangat baik dan persentase banyaknya siswa yang mencapai kriteria baik hingga sangat baik lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

2. Model Problem Based Learning

Problem Based Learning merupakan suatu pembelajaran yang menuntun

siswa untuk memahami suatu konsep materi kimia melalui situasi atau masalah yang disajikan. Siswa dilatih untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan mencari konsep-konsep dan mengaitkannya dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.

(20)

7

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together

Numbered Head Together merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang

dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa sehingga siswa aktif dalam proses pembelajaran dan bertanggung jawab atas tugas yang diberikan. Secara garis besar, model pembelajaran NHT dilakukan dengan membagi siswa menjadi beberapa kelompok secara heterogen, msing-masing anggota kelompok diberi nomor dari angka 1 sampai sejumlah anggota kelompoknya. Guru memberikan tugas atau pertanyaan kepada masing-masing kelompok. Kelompok berdiskusi untuk menjawab pertanyaan / tugas yang diberikan oleh guru dan memastikan seluruh anggota kelompok mempunyai pemahaman yang sama. Guru memanggil salah satu nomor urut siswa secara acak, dan siswa yang mempunyai nomor tersebut harus maju kedepan untuk menjelaskan hasil kerja kelompoknya. Guru meminta tanggapan dari kelompok lain dan melanjutkan memanggil nomor urut siswa yang lain. Guru membuat kesimpulan bersama siswa. Guru mengevaluasi pembelajaran.

4. Terintegrasi

Integrasi adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Penelitian ini menggabungkan dua model pembelajaran yaitu PBL dan

NHT dengan melakukan penyesuaian sintaks atau langkah-langkah dalam proses

pembelajaran.

5. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah perubahan perilaku, sikap dan pemikiran oleh siswa setelah menyelesaikan suatu proses pembelajaran. Lingkup penilaian hasil belajar pada kurikulum 2013 mencakup kompetensi sikap spiritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan. (Permendikbud 2014)

(21)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Tinjauan tentang Pembelajaran

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pembelajaran adalah proses interaksi guru dengan siswa dan sumber belajar yang berlangsung dalam suatu lingkungan belajar (Depdiknas, 2003). Sedangkan Sumantri (2015) menyatakan bahwa pembelajaran adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melaui interaksi antar siswa, siswa dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi. Pembelajaran berdasarkan teori konstruktivisme yaitu pembelajaran harus berpusat pada siswa sehingga siswa dapat mengkonstruksikan pengetahuan di dalam memorinya sendiri dan guru berperan sebagai fasilitator untuk membantu agar pengkonstruksian pengetahuan yang dilakukan siswa dapat berjalan secara lancar (Rifa’i dan Anni 2012).

Pembelajaran pada pokoknya merupakan tahapan-tahapan guru dan siswa dalam menyelenggarakan program pembelajaran, yaitu rencana kegiatan yang menjabarkan kemampuan dasar dan teori pokok yang secara rinci memuat alokasi waktu, indikator pencapaian hasil belajar, dan langkah-langkah kegiatan pembelajaran untuk setiap materi pokok pembelajaran (Hanafi, 2014). Aktivitas proses pembelajaran ditandai dengan terjadinya interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan, berakar pada metodologis dari pihak pendidik (guru) dan kegiatan belajar secara pedagodis pada diri siswa, berproses secara sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi (Sagala, 2010).

Berdasarkan uraian para ahli, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh guru kepada siswa pada lingkungan belajar dalam rangka pencapaian kompetensi. Kegiatan tersebut dirangkai dan direncanakan untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa.

(22)

9

2.1.2 Tinjauan Tentang Belajar 2.1.2.1 Pengertian Belajar

Belajar menunjukan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang secara disengaja atau disadari. Aktivitas belajar yang dimaksud merujuk pada keaktifan seseorang dalam melakukan aspek mental sehingga memungkinkan terjadinya perubahan pada dirinya (Ainurrahman, 2013). Kegiatan belajar juga dimaknai sebagai interaksi individu dengan lingkungannya.

Menurut Dimiyati (2009) lingkungan belajar adalah obyek-obyek lain yang memungkinkan individu memperoleh pengalaman-pengalaman atau pengetahuan, baik pengalaman atau pengetahuan baru maupun yang sudah ditemukan atau diketahui sebelumnya, tetapi kembali menarik perhatian bagi individu tersebut sehingga memungkinkan terjadinya interaksi. Slameto (2010) mendefinisikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses interaksi individu dengan lingkungannya. Interaksi tersebut memberikan pengalaman dan pengetahuan yang memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri individu.

2.1.2.2 Teori Belajar yang Mendukung

Banyak teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli, pada dasarnya masing-masing teori mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga tidak dapat dikatakan hanya teori tertentu saja yang benar. Teori belajar yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah teori belajar menurut Jean Piaget, Vygotsky, Ausubel dan teori kontruktivisme.

1) Teori Jean Piaget

Menurut Piaget, anak-anak dan orang dewasa menggunakan pola mental (kerangka) untuk menuntun perilaku atau kognisi, dan menginterpretasikan pengalaman atau materi baru berdasarkan dengan kerangka yang ada, tetapi untuk materi baru yang akan diasimilasi, kerangka sebelumnya harus sesuai dengan kerangka yang sudah ada terlebih dahulu (Cakir, 2008). Piaget

(23)

10

berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Sementara lingkungan tersebut terus mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan yang terus berubah maka fungsi intelek semakin berkembang.

Pengetahuan dibangun dalam pikiran. Setiap individu membentuk sendiri pengetahuannya. Pengetahuan yang dibentuk terdiri dari tiga macam, yaitu pengetahuan fisik, pengetahuan logika-matematik, dan pengetahuan sosial. Perkembangan kognitif yang digambarkan oleh Piaget meliputi tahapan-tahapan berikut:

(1) Tahap sensori motor (umur 0-2 tahun)

Pada tahap ini individu mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dan motorik. Siswa mengenal lingkunganya melalui indera penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan dan menggerak- gerakkannya.

(2) Pra-operasional (umur 2-7 tahun)

Pada tahap ini, individu mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas. Ia telah mampu menggunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar, dan menggolong- golongkan.

(3) Operasional konkret (umur 7-11 tahun)

Pada tahap ini individu dapat mengembangkan pikiran logis. Ia dapat mengikuti penalaran logis, walau kadang-kadang memecahkan masalah secara “trial and error”.

(4) Operasi formal (umur 11 tahun - ke atas)

Pada tahap ini individu dapat berpikir abstrak seperti pada orang dewasa (Dimiyati & Mudjiono, 2009). Berdasarkan uraian tersebut, perkembangan kognitif yang digambarkan Piaget merupakan proses adaptasi intelektual. Adaptasi ini merupakan proses yang melibatkan skemata, asimilasi, akomodasi, dan equilibration. Skemata adalah struktur kognitif berupa ide, konsep, gagasan. Asimilasi adalah proses perubahan apa yang dipahami sesuai dengan struktur kognitif (schemata) yang ada sekarang. Asimilasi adalah proses pembaharuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki oleh individu. Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru.

(24)

11

Equilibration adalah pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur

keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi (Suprijono, 2012).

Sumbangan teori belajar Jean Piaget dalam penelitian ini adalah memberikan pemahaman pentingnya interaksi siswa dengan lingkungan ketika siswa melakukan proses belajar. Pada penelitian ini, siswa dituntut aktif membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan agar fungsi inteleknya berkembang. Siswa diharapkan mampu mengorganisasi atau menghubungan informasi baru yang mereka peroleh dengan pengetahuan yang telah siswa miliki sebelumnya melalui adaptasi intelektual.

2) Teori Vygotsky

Ciri khusus dari teori Vygotsky yaitu zona perkembangan (zone of development). Hal ini terkait dengan konsep Vygotsky tentang zone of proximal development (ZPD). Dalam konsep ini disampaikan bahwa ada perbedaan antara

apa yang dapat dilakukan siswa secara sendiri dengan apa yang dilakukan oleh siswa dengan bantuan guru ataupun orang tua. Vygotsky meyakini bahwa siswa-siswa mengikuti contoh-contoh yang diberikan oleh orang dewasa secara bertahap mampu mengembangkan kecakapan untuk melakukan tugas-tugas tertentu tanpa bantuan atau pendampingan orang lain.

Proses atau cara memberikan bantuan diberikan oleh orang dewasa atau teman sebaya lebih berkompeten, agar siswa beranjak dari zona aktual atau ZAD (zone of actual development) menuju zona potensial atau ZPD (zone of potential

development). ZAD menurut Vygotsky adalah zona tingkat perkembangan

aktual, yang ditentukan melalui pemecahan masalah yang dapat diselesaikan secara individu, sedangkan tingkat perkembangan potensial (ZPD) ditentukan melalui pemecahan masalah dengan bimbingan orang dewasa, atau dengan cara berkolaborasi dengan teman sebaya. Ketika masuk dalam ZPD, maka siswa sebenarnya bisa, tetapi akan lebih optimal jika orang dewasa atau pendamping yang lebih paham, membantunya untuk mencapai tingkat perkembangan aktual. Bantuan yang diberikan disebut sebagai scaffolding. Scaffolding adalah pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan

(25)

12

untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah siswa dapat melakukannya (Yohanes, 2010).

Sumbangan teori belajar Vygotsky dalam penelitian ini adalah memberikan pemahaman pentingnya bantuan baik oleh guru, orang tua, teman sebaya sebagai scafolding pada saat siswa belajar. Ketika melakukan kegiatan praktikum dan diskusi, masing-masing individu akan berkerjasama satu dengan yang lain sebagai scaffolding dalam suatu kelompok untuk mengkonstruksi konsep redoks sehingga pada suatu saat diharapkan apa yang telah dipelajari bersama-sama, siswa dapat menerapkan konsep yang diperoleh untuk menganalisis dan menjawab persoalan secara mandiri.

3) Teori Ausubel

Menurut Ausubel, informasi yang bermakna disimpan dalam jaringan fakta atau konsep yang terhubung yang disebut sebagai skema. Informasi baru yang sesuai dengan skema yang ada, akan lebih mudah dipahami, dipelajari, dan dipertahankan daripada informasi yang tidak sesuai dengan yang skema sudah ada (Cakir, 2008). Belajar menurut Ausubel diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Sedangkan dimensi kedua menyangkut bagaimana cara siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Dalam hal ini struktur kognitif adalah fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.

Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final ataupun dalam bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep atau lainnya) yang telah dimilikinya, sehingga terjadi belajar bermakna. Tetapi, siswa dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi

(26)

13

belajar hafalan (Dahar, 2011).

Inti teori Ausubel tentang belajar ialah belajar bermakna. Bagi Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Berdasarkan uraian belajar menurut Ausubel, maka dapat diketahui bahwa inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Bagi Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.

Sumbangan teori Ausubel terhadap penelitian ini adalah dalam penelitian ini akan terjadi pula proses belajar bermakna. Siswa diharapkan dapat melakukan belajar penerimaan dan juga penemuan untuk memperoleh informasi atau konsep yang kemudian dihubungkan dengan struktur kognitif yang telah ada. Materi redoks merupakan materi yang kompleks. Di dalamnya terdapat konsep-konsep dan reaksi-reaksi kimia. Siswa diharapkan dapat menemukan sendiri materi yang akan diajarkan, mampu menghubungkan pengetahuan yang baru diperolehnya dengan pengetahuan sebelumnya yang telah ia miliki, dan dapat menemukan sendiri cara penyelesaian masalah yang muncul.

4) Teori Kontruktivisme

Slavin (1994) menyatakan tentang pendekatan kontruktivis bahwa

Constructivist approaches to teaching emphasize top-down rather than bottom-up instruction. Top-down means that students begin with complex problems to solve and then work out or discover (with the teacher’s guidance) the basic skills required. In top-down teaching, the tasks students begin with are complex, complete, and authentic, meaning that they are not parts or simplifications of the tasks students are ultimately expected to perform, but they are the actual tasks.

Pendekatan kontruktif menekankan proses pembelajaran siswa dimana siswa memulai belajar dengan memecahkan masalah kompleks yang guru berikan (dengan bimbingan guru) untuk mendapatkan keterampilan dasar yang dibutuhkan. Budiningsih (2012) menyatakan bahwa teori kontruktivisme merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan yang dilakukan oleh siswa.

(27)

14

Guru berperan sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran agar proses pengkontruksian yang siswa lakukan dapat berjalan dengan baik. Sedangkan siswa harus berperan aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, dan menysun konsep tentang hal-hal yang sedang dipelajari.

Berdasarkan uraian tersebut, sumbangan teori konstruktivisme pada penelitian ini adalah siswa ditekankan untuk terlibat aktif mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mereka sendiri dan guru berperan sebagai fasilitator agar proses pengkontruksian yang dilakukan siswa dapat berjalan dengan baik. 2.1.2 Hasil Belajar

2.1.3.1 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh siswa setelah mendapatkan pengalaman belajar (Sudjana, 2013). Sedangkan Susanto (2004) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri siswa yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai hasil dari kegiatan belajar. Penilaian Hasil Belajar berfungsi untuk memantau kemajuan belajar, memantau hasil belajar, dan mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar siswa secara berkesinambungan. (Permendikbud, 2014)

Berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013, karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait pada standar kompetensi lulusan dan standar isi. Standar kompetensi lulusan memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang diturunkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi. Kurikulum 2013 memiliki beberapa capaian pembelajaran yang dikelompokkan dalam tiga ranah yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

1) Ranah Kognitif (Pengetahuan)

Penilaian pencapaian kompetensi pengetahuan merupakan bagian dari penilaian pendidikan. Dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan dijelaskan bahwa penilaian pendidikan merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian-pencapaian siswa. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas-aktivitas mengingat,

(28)

15

memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.

Taksonomi Bloom ranah kognitif yang telah direvisi Anderson dan Krathwohl (2001) yakni: mengingat (remember), memahami / mengerti

(understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan menciptakan (create).

(1) Mengingat (remember), usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari memori atau ingatan yang telah lampau, baik yang baru saja didapatkan maupun yang sudah ada sebelumnya.

(2) Memahami/mengerti (understand), berkaitan dengan membangun sebuah pengertian dari berbagai sumber seperti pesan, bacaan dan komunikasi.

(3) menerapkan (apply), merujuk pada proses kognitif memanfaatkan atau menggunakan suatu prosedur untuk melaksanakan percobaan atau menyelesaikan permasalahan.

(4) Menganalisis (analyze), merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat menimbulkan permasalahan.

(5) Mengevaluasi (evaluate), dengan proses kognitif memberikan penilaian berdasarkan kriteria dan standar yang sudah ada.

(6) Menciptakan (create), mengarah pada proses kognitif meletakkan unsur-unsur secara bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan mengarahkan siswa untuk menghasilkan suatu produk baru dengan mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk atau pola yang berbeda dari sebelumnya.

Pada penelitian ini ranah kognitif diukur dengan soal tes pilihan ganda sejumlah 20 soal.

2) Ranah Afektif (Sikap)

Kemendikbud (2013) menyebutkan bahwa sikap bermula dari perasaan yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon suatu/objek. Kompetensi sikap yang dimaksud adalah ekspresi nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki seseorang dan diwujudkan dalam perilaku. Penilaian

(29)

16

kompetensi sikap dalam pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengukur sikap siswa sebagai hasil dari suatu program pembelajaran.

Kurikulum 2013 pada kompetensi sikap spiritual mengacu pada KI-1: menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dan KI 2: menghayati dan mengamalkan perilaku perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, percaya diri, responsif dan pro-aktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Penilaian sikap terdiri dari jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, gotong royong, toleransi, santun, dan percaya diri. Sikap siswa yang dinilai hanya disiplin, tanggung jawab, peduli, dan percaya diri. Sedangkan jujur, gotong royong, toleransi, dan santun tidak dilakukan dalam penelitian. Hal ini karena penyesuaian alokasi waktu yang hanya 45 menit dalam melaksanakan penilaian, sehingga tidak memungkinkan untuk menilai semua sikap tersebut.

Indikator nilai-nilai peduli menurut Samani dan Hariyanto (2011) adalah sebagai berikut: 1) Sikap simpati dan empati bagi orang lain atau kelompok yang kurang beruntung; 2) memberikan bantuan sesuai dengan kemampuannya terhadap orang lain yang mempunyai masalah; 3) membantu teman lain menyelesaikan masalah. Menurut Mulyasa (2013) indikator sikap disiplin adalah 1) membiasakan hadir tepat waktu; 2) membiasakan mematuhi aturan; 3) menggunakan pakaian yang sesuai aturan; 4) menjalankan prosedur dalam pembelajaran; 5) menumpulkan tugas tepat waktu. Indikator sikap percaya diri adalah 1) pantang menyerah; 2) berani menyatakan pendapat; 3) berani bertanya; 4) mengutamakan usaha sendiri daripada bantuan; dan 5) berpenampilan tenang. Definisi tanggung jawab menurut Zubaedi (2011) adalah sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan terhadap dirinya sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa. Dari pemaparan tersebut, diperoleh indikator sikap tanggung jawab meliputi 1) Melaksanakan tugas individu dengan baik; 2)

(30)

17

melaksanakan peraturan sekolah dengan baik; 3) menerima resiko dari tindakan yang dilakukan.

Berdasarkan uraian di atas hasil belajar ranah afektif siswa yang dinilai adalah sikap peduli yang dilihat dari simpati dan empati siswa terhadap teman, kesediaan membantu teman. Sikap tanggung jawab yang dilihat dari keaktifan siswa dalam bekerja kelompok, melaksanakan tugas individu dengan baik, dan menerima resiko dari tindakan yang dilakukan. Sikap disiplin diamati dengan kehadiran siswa dalam pembelajaran, dan sikap siswa terhadap peraturan sekolah. Sikap percaya diri dilihat dari sikap pantang menyerah dalam pemecahan masalah serta diskusi, dan keberanian bertanya serta menyatakan pendapat.

Penilaian ranah afektif dilakukan menggunakan lembar observasi dengan 3 observer. Setiap siswa di kelas membuat nama dari kertas yang ditempel di punggung siswa. Hal ini bertujuan untuk memudahkan observer dalam melakukan pengamatan ranah afektif masing-masing siswa. Penilaian sikap tanggung jawab dan disiplin dilaksanakan selama pembelajaran materi redoks berlangsung (pertemuan pertama sampai terakhir). Penilaian sikap percaya diri dan peduli dilakkam pada pertemuan ke 3 dan ke 4, hal ini dikarenakan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sama-sama melakukan presentasi tata nama senyawa dan mengulas kembali materi perkembangan konsep reaksi redoks dan bilangan oksidasi unsur dalam senyawa ata ion.

3) Ranah Psikomotorik (Keterampilan)

Permendikbud nomor 66 tahun 2013 tentang standar penilaian, pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kerja, yaitu penilaian yang menuntut siswa mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, produk, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.

(1) Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi. Mengukur capaian pembelajaran yang berupa keterampilan proses.

(31)

18

(2) Produk adalah penilaian terhadap keterampilan siswa dalam mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki ke dalam wujud produk dalam waktu tertentu sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan baik dari segi proses maupun hasil akhir.

(3) Projek adalah tugas-tugas belajar (learning by tasks) yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu.

(4) Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya siswa dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas siswa dalam kurun waktu tertentu.

Kemampuan psikomotorik berhubungan dengan kemampuan motorik, manipulasi benda atau kegiatan yang memerlukan koordinasi saraf dan koordinasi badan sehingga menyebabkan geraknya tubuh atau bagian-bagiannya (Arikunto, 2009). Penilaian hasil belajar psikomotorik harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada waktu siswa melakukan praktikum yaitu pada saat proses berlangsung dan sesudah proses berlangsung. Penilaian ranah psikomotorik berupa unjuk kerja siswa dalam melaksanakan praktikum (Yuniarti dkk, 2014).

Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan siswa dalam melakukan sesuatu (Hamzah dkk, 2012). Jadi, untuk menilai hasil belajar psikomotorik siswa dapat dilakukan dengan penilaian unjuk kerja siswa dalam melaksanakan praktikum. Hasil belajar psikomotorik siswa yang dinilai adalah persiapan siswa dalam melakukan praktikum, persiapan alat dan bahan, penguasaan langkah-langkah praktikum, metode dan prosedur dalam praktikum mengikuti urutan tertentu, keterampilan menggunakan alat, keterampilan melakukan pengukuran, keterampilan melakukan pengamatan objek, kebersihan alat dan tempat praktikum, keterampilan dalam melaksanakan diskusi, kecakapan bekerjasama dalam kelompok, dan pelaporan hasil praktikum (Yuniar & Widodo, 2015). Hasil belajar psikomotorik yang dinilai dapat berkaitan dengan unjuk kerja yaitu

(32)

19

penyiapan alat dan bahan, perangkaian alat dan bahan, kerjasama dalam kelompok, pengumpulan data, kedisiplinan waktu, pembuatan kesimpulan, dan aktivitas merapikan alat dan bahan setelah selesai pembelajaran (Pratiwi dkk, 2012). Teknik penilaian keterampilan yang digunakan dipilih dan disesaikan sesuai dengan karakteristik KD pada KI-4. Penelitian ini merujuk pada KD 4.11 yaitu merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta menyajikan hasil percobaan redoks.

Berdasarkan uraian hasil belajar ranah psikomorik, dalam penelitian ini yang dilakukan adalah unjuk kerja siswa yang berkaitan dengan ranah psikomorik khususnya dalam melaksanakan praktikum. Unjuk kerja siswa yang dinilai dalam pelaksanaan praktikum adalah menyiapkan alat dan bahan, menggunakan alat dengan teknik yang benar, dan keterampilan melakukan presentasi. Penilaian ranah psikomotorik melalui lembar observasi dengan 3 observer. Setiap siswa menggunakan name tag untuk mempermudah observer dalam melakukan penilaian. Pelaksanaan penilaian ranah psikomotorik oleh observer dilaksanakan pada pertemuan ke 2. Penilaian ini dilaksanakan pada pertemuan ke 2 karena pada pertemuan ini antara kelas eksperimen dan kelas kontrol membahas mengenai reaksi perkaratan pada paku.

2.1.3.2 Indikator Hasil Belajar

Pada prinsipnya, hasil belajar dikatakan ideal jika segenap tiga ranah psikologis mengalami perubahan sebagai akibat dari pengalaman dan proses belajar siswa. Berhasil atau tidaknya seseorang dalam menguasai ilmu pengetahuan pada suatu mata pelajaran dapat dilihat melalui prestasinya. Siswa dikatakan berhasil apabila prestasinya baik, begitupun sebaliknya.

Terdapat beberapa indikator yang digunakan dalam mengukur hasil belajar siswa. Pendapat yang paling terkemuka adalah yang disampaikan oleh Bloom yang membagi klasifikasi hasil belajar dalam 3 ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik (Byram & Hu, 2013). Adapun menurut Moore (2014), ketiga ranah hasil belajar tersebut dijabarkan sebagai berikut.

1) Ranah kognitif, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, penciptaan, dan evaluasi.

(33)

20

2) Ranah afektif, yaitu penerimaan, menjawab, penilaian, organisasi, dan penentuan ciri-ciri nilai.

3) Ranah psikomotorik, yaitu fundamental movement, generic movement,

ordinative movement, dan creative movement.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator hasil belajar terdiri ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga ranah digunakan untuk mengukur sejauh mana kompetensi siswa selama kegiatan belajar. Pada penelitian ini, model pembelajaran yang peneliti terapkan dikatakan berpengaruh pada ranah kognitif jika terdapat perbedaan nilai posttest yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol yang ditunjukan dengan uji statistik. Berpengaruh pada ranah afektif dan psikomotorik jika hasil penilaian kelas eksperimen pada kedua ranah tersebut memiliki kriteria lebih baik dibandingkan kelas kontrol berdasarkan pedoman kriteria penilaian masing-masing ranah. 2.1.3 Pendekatan Saintifik

Pendekatan saintifik disebut juga pendekatan ilmiah (scientific

approach). Pendekatan saintifik merupakan ciri khusus dari pelaksanaan

Kurikulum 2013. Menurut Kemdikbud (2013) pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada siswa dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung informasi searah dari guru. Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 dalam Pelatihan Pendampingan Kurikulum 2013 yang menjelaskan proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik terdiri atas lima pengalaman belajar pokok, yakni mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.

(34)

21

saintifik merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Tujuan pendekatan tersebut untuk memberikan pengalaman belajar pada siswa sehingga pemahamannya pada materi yang dipelajari menjadi lebih baik. Kegiatan pembelajaran meliputi mengamati, bertanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.

2.1.4 Problem Based Learning 2.1.5.1 Pengertian PBL

Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang disarankan

dalam implementasi Kurikulum 2013 sebagaimana dijelaskan dalam Permendiknas Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Model Pembelajaran PBL adalah model pembelajaran yang dirancang agar siswa mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam pemecahan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim (Kemdikbud, 2013).

Sumantri (2015) mendefinisikan PBL adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dalam kehidupan nyata sebagai aktivitas pembelajaran, siswa harus menyelesaikan masalah untuk mendapatkan pengetahuan dan konsep-konsep penting serta meningkatkan keterampilan berpikir kritis Sejalan dengan pendapat tersebut, Moffit (dalam Rusman 2014) mengemukakan bahwa PBL merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep penting dari materi pelajaran. Utrifani & Turnip (2014) PBL merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah yang disajikan dan mempunyai keterampilan memecahkan masalah. Langkah-langkah metode ilmiah menurut Jujun (1984) meliputi: (1) Perumusan masalah, (2) penyusunan kerangka berpikir dalam mengajukan hipotesis, (3) perumusan hipotesis, (4) pengujian hipotesis, (5) penarikan kesimpulan.

(35)

22

Dari uraian para ahli, dapat disimpulkan bahwa PBL adalah model pembelajaran yang mengunakan masalah dunia nyata sebagai aktivitas pembelajaran. Siswa harus menyelesaikan masalah tersebut untuk mendapatkan pengetahuan dan konsep-konsep penting pada materi yang dipelajari. Penyelesaian masalah dilakukan melalui tahap metode ilmiah.

2.1.5.2 Karakteristik PBL

Arends (dalam Suprijono, 2013) menjabarkan karakteristik pembelajaran

PBL sebagai berikut:

1) Permasalahan autentik. Siswa akan menghadapi masalah diberbagai situasi dikehidupan nyata, yang jawabannya tidak sederhana. Pembelajaran PBL menyajikan masalah nyata yang berasal dari lingkungannya, yang penting secara sosial dan bermakna bagi siswa. 2) Fokus interdisipliner. Pemecahan masalah menggunakan pendekatan

fokus inter disipliner. Hal ini bertujuan agar siswa berpikir secara struktual dan belajar menggunakan berbagai perspektif keilmuan.

3) Investigasi autentik. Melalui masalah yang nyata, siswa diharuskan melakukan investigasi autentik yaitu berusaha menemukan solusi riil. Siswa diharuskan menganalisis dan menetapkan masalahnya, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi yang didapatkan, melaksanakan eksperimen, membuat inferensi, dan menarik kesimpulan.

4) Produk. PBL menuntut siswa mengonstruksikan produk sebagai hasil investigasi. Produk bisa berupa paper yang dideskripsikan dan didemonstrasikan kepada orang lain.

5) Kolaborasi. Dalam pembelajaran PBL menekankan kolaborasi antar siswa yang mendorong penyelidikan dan komunikasi bersama untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan sosial.

2.1.5.3 Sintaks PBL

Sintaks model PBL menurut Arends (2008) terdiri dari 5 langkah, yaitu: 1) Memberikan orientasi masalah kepada siswa

(36)

23

3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok 4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Amir (2009) menyatakan terdapat 7 langkah pelaksaan PBL meliputi: 1) Mengklarifikasi istilah dan konsep

2) Merumuskan masalah 3) Menganalisis masalah

4) Menata gagasan siswa dan secara sistematis menganalisisnya 5) Mengformulasikan tujuan pembelajaran

6) Mencari informasi tambahan (diluar diskusi kelompok)

7) Mensintesis (menggabungkan) dan menguji informasu baru, dan membuat laporan untuk kelas.

Huda (2013) menyebutkan sintaks operasional PBL terdiri dari: 1) Pertama-tama ssiswa disajikan suatu masalah

2) Siswa mendiskusikan masalah dalam tutorial PBL dalam sebuah kelompok kecil

3) Siswa terlibat dalam studi independen untuk menyelesaikan masalah diluar bimbingan guru.

4) Siswa kembali pada tutorial PBL, lalu saling berbagi informasi, melalui

peer teaching atau cooperative learning atas masalah tersebut

5) Siswa menyajikan solusi atas masalah

6) Siswa meninjau kembali apa yang mereka pelajari selama proses pengerjaan dan kontribusinya terhadap proses tersebut.

Berdasarkan uraian sintaks PBL para ahli di atas memiliki beberapa kesamaan yaitu adanya permasalahan, siswa menyelesaikan masalah dalam kelompok, dan mempresentasikan hasilnya. Pelaksanaan pembelajaran dimulai dengan memberikan permasalahan kepada siswa yang diselesaikan dalam kelompok. siswa menyelesaikan masalah dengan melaksanakan praktikum dan diskusi kelompok. Problem Based Learning yang diterapkan di SMAN 16 Semarang diintegrasikan dengan model NHT sehingga sintaks PBL yang diterapkan sesuai dengan Arends yang langkah-lagkah pelaksanaannya lebih

(37)

24

singkat, sintaks menurut Huda dan Amir langkah pelaksaannya lebih banyak sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama. Oleh karena itu, sintaks PBL yang diterapkan pada penelitian ini adalah: 1) Memberikan orientasi masalah kepada siswa; 2) mengorganisasikan siswa untuk belajar; 3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok; 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya; 5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. 2.1.5.4 Kelebihan dan Kekurangan PBL

Al-Tabany (2014), menguraikan kelebihan PBL sebagai berikut: 1) Siswa lebih memahami konsep materi yang diajarkan

2) Melibatkan siswa secara aktif memecahkan masalah dan melatih keterampilan berpikir siswa lebih tinggi

3) Pembelajaran bermakna karena pengetahuan tertanam berdasarkan skema yang siswa miliki

4) Siswa merasakan manfaat pembelajaran karena masalah dikaitkan dengan kehiupan nyata

5) Melatih siswa menjadi lebih mandiri, dewasa dan menanamkan sikap sosial yang postif di anatara siswa.

6) Menjadi jalan pencapaian ketuntasan belajar siswa melalui pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi dengan temannya. Kekuangan dari model PBL sebagai berikut:

1) Membutuhkan alokasi waktu yang panjang

2) Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan model ini 2.1.6 Pembelajaran Kooperatif

Sejalan dengan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran, salah satu model pembelajaran yang kini banyak diperhatikan adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Pada model pembelajaran ini siswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran, sementara guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator aktivitas siswa. Artinya dalam pembelajaran ini siswa aktif membangun pengetahuannya sendiri dan mereka bertanggung jawab atas hasil pembelajarannya (Isjoni, 2009).

(38)

25

Suprijono (2013) mengemukakan pembelajaran kooperatif tidak hanya sekedar belajar dalam kelompok. Model pembelajaran kooperatif dapat menumbuhkan pembelajaran efektif, dimana pembelajaran tersebut bercirikan (1) memudahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat seperti: fakta, keterampilan , nilai, konsep dan bagaimana hidup serasi dengan sesama, (2) pengetahuan, nilai dan keterampilan yang didapatkan diakui oleh mereka yang berkompeten menilai. Selain itu Johnson, dkk (2010) menyebutkan kompenen pembelajaran kooperatif meliputi: (1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi mendukung (tatap muka) yang cukup besar; (3) melihat secara jelas tanggung jawab individual dan tanggung jawab personal untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok; (4) sering menggunakan kemampuan-kemampuan kelompok kecil dan interpersonal yang relevan; dan (5) pemrosesan kelompok yang bertujuan meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.

Berdasarkan uraian para ahli, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktifitas belajar kelompok. Dalam hal ini semua anggota kelompok harus bertanggung jawab secara individu guna mencapai tujuan kelompok, sehingga setiap anggota dituntut untuk saling berpartisipasi secara aktif.

2.1.7 Numbered Heads Together 2.1.7.1 Pengertian NHT

Numbered Heads Together adalah jenis pembelajaran kooperatif yang

pertama kali dikenalkan oleh Spencer Kagan (1998). Model ini menekankan pada struktur-struktur yang dirancang secara khusus untuk mempengaruhi pola interaksi siswa yang dikembangkan sebagai alternatif dari struktur kelas tradisional (Al- Tabani, 2014). Sedangkan menurut Kagen (dalam Hamdayama, 2015) mengemukakan bahwa: pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.

(39)

26

Fathurrohman (2015) mengemukakan bahwa model NHT adalah model pembelajaran yang lebih mengutamakan aktivitas siswa dalam mencari, mengelola, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang kemudian dipresentasikan di depan kelas. Pembelajaran kooperatif tipe NHT juga merupakan pembelajaran yang inovatif dalam strategi pembelajaran yaitu untuk mengaktifkan keterlibatan siswa secara mandiri dan bekerjasama dalam proses pemelajaran, melalui kegiatan pembelajaran yang beriorientasi pada penemuan, pencarian dan kerjasama. Kegiatan pembelajaran ini memiliki dampak positif dalam proses pembelajaran (Dewi, 2019).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa model NHT merupakan model pembelajaran yang mengutamakan aktivitas belajar siswa. Model tersebut digunakan untuk memeriksa pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan melalui penomoran. Penerapan model NHT dalam pembelajaran juga dapat melibatkan lebih banyak siswa karena setiap siswa berperan aktif dalam pembelajaran.

2.1.7.2 Sintaks NHT

Lince (2016) sintaks dalam pembelajaran NHT meliputi: 1) Penomoran (Numbering)

Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 3-5 orang dan setiapa anggoa kelompok diberi nomor antara 1-5.

2) Mengajukan Pertanyaan (Questioning) Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa 3) Berpikir bersama (Heads Together)

Siswa memulai diskusi untuk menemukan jawaban yang paling tepat dan memastikan semua anggota kelompok paham dengan jawabannya.

4) Menjawab (Answering)

Guru memanggil sebuah nomor dan siswa yang nomornya sesuai mengangkat tangan dan menjawab pertayaan/mempresentasikan hasil diskusi kelompok.

Langkah-langkah pembelajaran NHT menurut Hamdayama (2015) adalah sebagai berikut:

(40)

27

1) Persiapan

Guru menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS).

2) Pembentukan Kelompok

Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang masing-masing beranggotakan 3-5 siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok.

3) Tiap kelompok memiliki buku sumber belajar

Setiap siswa harus memiliki buku sumber belajar agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang guru berikan.

4) Diskusi masalah

Guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan didiskusikan. Dalam kerja kelompok, setiap siswa berpikir bersama untuk menyelesaikan tugas dan memastikan setiap anggota kelompok memahami jawaban dari tiap pertanyaan.

5) Memanggil nomor anggota

Guru menyebut satu nomor dan siswa dari tiap kelompok yang memiliki nomor yang guru sebutkan mengangkat tangan, kemudian menjawab pertanyaan.

6) Memberi kesimpulan

Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang disajikan.

Suyatno (2009) menyebutkan langkah-langkah dalam pembelajaran NHT meliputi:

1) Mengarahkan.

2) Membuat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu. 3) Memberikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tetapi

untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiap siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok. 4) Mempresentasikan hasil kerja kelompok dengan nomor siswa yang sama

(41)

28

5) Mengadakan kuis individual dan membuat skor perkembangan siswa. 6) Mengumumkan hasil diskusi dan memberikan pernghargaan.

Berdasarkan uraian sintaks NHT dari para ahli di atas memiliki beberapa kesamaan yaitu adanya penomoran dan siswa menyelesaikan tugas melalui diskusi kelompok kemudian di presentasikan berdasarkan nomor yang di panggil oleh guru. Numbered heads together yang diterapkan di SMAN 16 Semarang diintegrasikan dengan model PBL sehingga sintaks NHT yang diterapkan sesuai dengan Lince untuk mempersingkat waktu, sintaks menurut Suyatno dan Hamdayama langkah pelaksaannya lebih banyak sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama. Oleh karena itu, sintaks NHT yang diterapkan pada penelitian ini adalah: 1) penomoran; 2) mengajukan pertanyaan; 3) berpikir bersama; 4) menjawab.

2.1.7.3 Kelebihan dan Kekurangan

Hamdani (2011) memaparkan kelebihan dan kekurangan model NHT. Kelebihan model NHT adalah sebagai berikut:

1) Setiap siswa mempersiapkan diri untuk belajar

2) Siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh

3) Siswa yang pandai dapat membantu siswa yang belum memahami materi. Kekurangan model NHT adalah sebagai berikut:

1) Kemungkinan nomor yang dipanggil akan dipanggil lagi oleh guru 2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

2.1.8 Tinjauan Tentang Kompetensi Redoks

Dalam kurikulum 2013 untuk SMA kompetensi redoks masuk dalam kompetensi kimia SMA kelas X semester genap. Kompetensi tersebut terdiri atas perkembangan konsep redoks,bilangan oksidasi, reaksi reduksi oksidasi, serta tata nama senyawa organik dan anorganik sederhana.

Adapun kompetensi yang harus dicapai oleh siswa dalam rangka pencapaian kompetensi redoks yaitu:

1) Siswa mampu menganalisis perkembangan konsep redoks

(42)

29

3) Menentukan bilangan oksidasi atom dalam molekul atau ion pada reaksi redoks

4) Siswa mampu menganalisis aturan nama senyawa menurut IUPAC

5) Siswa mampu menerapkan aturan nama IUPAC untuk penamaan senyawa organik dan anorganik sederhana

6) Siswa mampu merencanakan, dan melaksanakan percobaan sederhana reaksi redoks

7) Siswa mampu menjelaskan dan mempresentasikan hasil percobaan sederhana reaksi redoks

2.1.9 Pelaksanaan Pembelajaran PBL Terintegrasi NHT pada Materi Redoks Model PBL terintegrasi NHT merupakan pembelajaran yang menyajikan permasalahan realistik sebagai awal proses belajar dan pembelajaran mengutamakan aktivitas siswa untuk meninjau materi yang baru dibahas, serta memeriksa pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan melalui adanya penomoran. Sintaks pembelajaran PBL terintegrasi NHT disajikan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Sintaks Pembelajaran PBL Terintegrasi NHT

Sintaks PBL Sintaks NHT Langkah pembelajaran PBL terintegrasi NHT Aktivitas Guru Aktivitas Siswa Penomoran Guru membagi

siswa kedalam kelompok 3-5 orang dan setiap kelompok diberi nomor 1-5.

Siswa membentuk kelompok diskusi, masing-masing

kelompok terdiri dari 1-5 siswa. Orientasi siswa pada masalah Mengajukan pertanyaan Guru memberikan masalah dalam kehidupan nyata kepada siswa Siswa memahami masalah yang diberikan

Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Guru menjelaskan masalah, dan memfasilitasi siswa untuk menyelesaikan masalah Siswa menyimak penjelasan guru Lanjutan tabel 2.1

Gambar

Gambar 2. 1. Skema Kerangka Bepikir

Referensi

Dokumen terkait

Zirconia merupakan bahan keramik yang mempunyai sifat mekanis baik dan banyak digunakan sebagai media untuk meningkatkan ketangguhan retak bahan keramik lain diantaranya

(2) Kelompok substansi mutasi instansi vertikal dan provinsi mempunyai tugas menyiapkan bahan pemeriksaan dan pengujian persyaratan pemberian persetujuan kenaikan pangkat

Pemerintah telah menjalankan program kemitraan diantaranya adalah pelaksanaan kemitraan antara petani penangkar benih padi dan perusahaan mitra didasarkan pada

Untuk mendapatkan nilai pasar wajar yang mewakili nilai dari kedua metode penilaian yang digunakan, dilakukan rekonsiliasi dengan terlebih dahulu melakukan

Sledeća podela migracija je u zavisnosti od dužine trajanja i one mogu biti kratkoročne i dugoročne (2) , mogu biti u zavisnosti od posledica – uspešne (kada se

Variabel independen dalam penelitian ini adalah hasil pemeriksaan BPK yakni opini pemeriksaan, temuan pemeriksaan, tindak lanjut hasil pemeriksaan, dilengkapi dengan

Hasil pengamatan histopathologi agensia penyebab vibriosis yang dilakukan terhadap keenam isolat kerapu macan yang terinfeksi vibriosis dari organ limpa, insang dan

Manajer Investasi dapat menghitung sendiri Nilai Pasar Wajar dari Efek tersebut dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab berdasarkan metode yang menggunakan asas