• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Pengertian Kejaksaan

Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam undang-undang ini disebut Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.Pelaksanaan kekuasaan negara diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan tinggi, dan Kejaksaan negeri.

Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun, yakni dilaksanakan secara merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut lebih berperan dalam menegakkan supermasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakkan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) (Evi Hartanti, 2005: 32).

Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Jaksa diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa bertindak untuk dan atas nama negara serta bertanggung jawab menurut saluran hierarki. Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, jaksa melakukan penuntutan dengan keyakinan berdasarkan alat bukti yang sah.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya.Dalam hal melaksanakan tugas jaksa diduga melakukan tindak pidana maka pemanggilan, pemeriksaan,

penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung (UU No. 16 Tahun 2004).

2. Penuntut Umum

Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Selaku lembaga yang menjalankan fungsi penuntutan, maka berdasarkan ketentuan Pasal 14 KUHAP, penuntut umum mempunyai wewenang sebagai berikut:

a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu;

b. Mengadakan penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan (4) dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;

c. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan/ atau mengubah status tahanan setelah perkaranya ditimpahkan ke pengadilan;

d. Membuat surat dakwaan;

e. Melimpahkan perkara ke pengadilan;

f. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada

terdakwa maupun kepada saksi, untuk dating pada sidang yang telah ditentukan;

g. Melakukan penuntutan;

h. Menutup perkara demi kepentingan hukum;

i. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini;

j. Melaksanakan penetapan hakim.

Apabila telah menerima berkas perkara dari penyidik, jaksa segera pelajari dan menelitinya dan dalam tenggang waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap

atau belum. Pengertian “meneliti” menurut ketentuan pasal 138 ayat (1)

KUHAP adalah tindakan penuntut umum dalam mempersiapkan penuntutan apakah orang atau benda yang tersebut dalam hasil penyidikan telah sesuai ataukah telah memenuhi syarat pembuktian yang dilakukan dalam rangka pemberian petunjuk kepada penyidik. Menurut ketentuan Pasal 138 ayat (2) KUHAP, apabila menurut penelitian penuntut umum berkas perkara belum lengkap, penuntut umum harus segera mengembalikan berkas disertai petunjuk dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus segera menyampaikan kembali berkas itu kepada penuntut umum. Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan menelitinya dalam waktu 7 (tujuh) hari memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap

atau belum sesuai apa yang diatur dalam Pasal 138 (2) KUHAP. Yang perlu diteliti oleh penuntut umum atas berkas perkara yang diserahkan oleh penyidik ialah kelengkapan formil dan kelengkapan materiil.

Kelengkapan formil berarti kelengkapan administrasi teknis yudisial yang terdapat pada setiap berkas perkara sesuai dengan keharusan yang harus ditempuh oleh ketentuan hukum yang diatur dalam Pasal 121 dan Pasal 75 KUHAP termasuk semua ketentuan kebijaksanaan yang telah disepakati oleh instansi penegak hukum dan yang telah melembaga dalam praktik penegakan hukum.

Kelengkapan materiil ialah perbuatan materiil yang dilakukan tersangka antara lain fakta-fakta yang dilakukan tersangka, unsur tindak pidana dari perbuatan materiil yang dilakukan, cara tindak pidana dilakukan, waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (Harun M. Husein, 1991: 245-246).

Setelah penuntut umum beranggapan bahwa penyidikan telah lengkap, penuntut umum segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidaknya dilimpahkan ke pengadilan. Jika penuntut umum beranggapan bahwa hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, dibuat surat dakwaan (Pasal 140 ayat (1) KUHAP.

Akan tetapi, apabila penuntut umum berpendapat sesuai dengan Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP bahwa:

b. Peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana (kejahatan atau pelanggaran);

c. Perkara ditutup demi hukum,

Maka penuntut umum menghentikan penuntutan dan menuangkan hal tersebut dalam suatu penetapan (Lilik Mulyadi, 2012: 48-49)

3. Prapenuntutan

Prapenuntutan adalah merupakan suatu lembaga hukum baru yang kedudukannya sejajar dengan praperadilan sebagai kewenangan dari penuntut umum (Pasal 14 KUHAP), dikaitkan dengan Pasal 110 KUHAP dalam fase penyelidikan dan Pasal 138 KUHAP dalam tingkatan prosedural pada penuntut umum (Oemar Seno Adji, 1988: 108).

Demikian juga pengertian yang dinyatakan oleh Djoko Prakoso mengenai prapenuntutan yang menyatakan bahwa “Prapenuntan adalah wewenang penuntut umum dalam hal apabila dari hasil penelitian penuntut umum berpendapat bahwa hasil suatu penyidikan ternyata belum lengkap, maka ia akan segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh penyidik dalam

rangka melengkapi berkas perkara” (Djoko Prakoso, 1986: 115).

Sedangkan pengertian prapenuntutan menurut Harun M. Husein adalah tindakan penuntut umum meneliti/mempalajari berkas perkara hasil penyidikan guna menentukan apakah hasil penyidikan tersebut telah lengkap atau belum lengkap, apabila hasil penyidikan tersebut telah lengkap, maka

penuntut umum memberitahukan hal itu kepada penyidik dan meminta agar tersangka dan barang bukti diserahkan kepadanya. Sebaliknya dalam penelitian itu ternyata hasil penyidikan belum lengkap, maka penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai dengan petunjuk-petunjuk guna melengkapi hasil penyidikan tersebut ( Harun M. Husein, 1991: 245).

Untuk mempermudah pelaksanaan mempelajari dan meneliti berkas perkara, dalam praktik digunakan sarana bantu berupa check list penelitian berkas perkara tahap pertama. Check list tersebut berupa daftar formil dan syarat materil yang harus dilengkapi oleh suatu berkas perkara pada bagian kirinya, sedangkan pada bagian kanan berisi keterangan tentang ada tidaknya data dan fakta yang merupakan kelengkapan berkas perkara tersebut;

a) Penelitian kelengkapan syarat formil

Kelengkapan syarat formil adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan tindakan-tindakan dalam penyidikan. Syarat ini berupa prosedur dan tata cara yang harus dipenuhi untuk keabsahan tindakan penyidik. Syarat-syarat tersebut adalah:

Setiap tindakan harus dituangkan ke dalam berita acara yang dibuat oleh penyidik/penyidik pembantu atas kekuatan sumpah jabatan dan ditanda tangani oleh penyidik/penyidik pembantu dan semua pihak yang terlibat dalam tindakan tersebut. Berita acara tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 75 KUHAP yang terdiri dari:

1) Berita acara pemeriksaan tersangka; 2) Berita acara penangkapan;

3) Berita acara penahanan; 4) Berita acara penggeledahan; 5) Berita acara pemasukan rumah; 6) Berita acara penyitaan benda; 7) Berita acara pemeriksaan surat; 8) Berita acara pemeriksaan saksi; 9) Berita acara di tempat kejadian;

10)Berita acara pelaksanaan penetapan pengadilan;

11)Berita acara pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini (Harun M. Husein, 1991: 247).

b) Kelengkapan syarat materiil

Penelitian atas syarat meteril dalam suatu berkas perkara meneliti:

1. Adanya perbuatan yang melawan hukum sesuai dengan pengertian perbuatan melawan hukum dengan mempedomani unsur-unsur delik yang dipersangkakan;

2. Adanya kesalahan, baik kesengajaan maupun kelalaian dengan unsur-unsur delik yang bersangkutan;

3. Adanya minimal dua alat bukti yang sah yang dapat mendukung perbuatan dan kesalahan tersangka;

4. Adanya alat bukti yang menunjukkan tempos delicti, sehingga dapat diketahuidaluarsa atau tidaknya hak untuk melakukan penuntutan dan apa delik yang disangkakan merupakan delik yang berkualifikasi atau delik biasa serta mengetahui terkena tidaknya perbuatan ketentuan normatif hukum pidana setelah dilakukan delik;

5. Adanya alat bukti yang menunjukan locus delicti, sehingga dapat diketahui keberlakuan hukum pidana positif dan untuk menentukan kejaksaan mana/pengadilan negeri mana yang berwenang melakukan penuntutan/mengadili perkara yang bersangkutan (kompetensi relatif); 6. Kejelasan tentang peran pelaku dan atau para pelaku serta kualitasnya,

begitu pula kejelasan tentang tingkat pelaksanaan/penyelesaian delik sehingga jelas pertanggungjawaban tersangka/para tersangka. Kualitas pelaku/pera pelaku perlu jelas sehingga dapat ditentukan pengadilan yang berwenang mengadili (kompetensi absolut) (Harun M. Husein, 1991: 249).

Ketentuan dalam Pasal 110 ayat (3) dan (4) KUHAP menyatakan sebagai berikut:

Ayat (3): “dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan

tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum”

Ayat (4): “penyidik dianggap telah selesai apabila dalam waktu 14

(empat belas) hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tenteng hal itu dari penuntut umum kepada

Selanjutnya dalam Pasal 138 ayat (1) dan (2) KUHAP menyebutkan

Ayat (1): “penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu 7 (tujuh) hari wajib memberitahukan kepada penyidik, apakah hasil

penyidikan itu sudah lengkap atau belum”

Ayat (2): “dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal penerimaan berkas penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkata

itu kepada penuntut umum”.

Apabila penuntut umum menerima hasil penyidikan yang telah lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan seperti apa yang diatur dalam Pasal 139 KUHAP yang isinya sebagai berikut:

“setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil

penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak

dilimpahkan ke pengadilan”.

Di sini dibutuhkan ketelitian penuntut umum dalam menerima berkas perkara, apabila sudah menyatakan hasil penyidikan telah lengkap berarti harus tidak ada kekurangannya apabila perkara tersebut diajukan ke muka sidang pengadilan (Suharto R.M, 1997: 26).

Dokumen terkait