• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Pengertian Korupsi

Dalam ensiklopedia Indonesia disebut “korupsi” berasal dari Bahasa

latin: Corruptio = penyuapan; Corruptore = merusak, gejala dimana para pejabat, badan-badan negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya. Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak. Korupsi memiliki arti yang sangat luas, yaitu:

a. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi dan orang lain;

b. Korupsi: busuk, rusak, suka memakai barang atau uang yang dipercayakan kepadanya, dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi)(Evi Hartanti, 2005: 8).

Menurut Chaerudin, Korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak-hak lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain,

berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak pihak lain (Chaerudin, dkk, 2009: 2).

Menurut Dani Krisnawati arti kata korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata Bahasa Indonesia itu, disimpulkan oleh Poerwadarminta dalam kamus umum Bahasa Indonesia korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya (Dani Krisnawati, dkk, 2006: 36).

Korupsi memiliki 2 (dua) sifat, yaitu:

a. Korupsi yang bermotif terselubung, yakni korupsi secara sepintas kelihatannya bermotif politik tetapi secara tersembunyi sesungguhnya bermotif mendapatkan uang semata;

b. Korupsi yang bermotif ganda, yaitu seseorang melakukan korupsi secara lahiriah kelihatannya hanya bermotifkan mendapatkan uang, tetapi sesungguhnya bermotif lain yakni kepentingan politik.

Unsur-unsur korupsi sebagaimana terdapat dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 tahun 2001, antara lain: a. Tindakan seseorang atau badan hukum secara melawan hukum;

b. Tindakan tersebut menyalah gunakan wewenang;

c. Dengan maksud untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain;

d. Tindakan tersebut dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

e. Memberikan hadiah atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;

f. Memberikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya, dilakukan dalam jabatannya;

g. Memberi atau menjanjikan kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; h. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;

i. Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau keselamatan negara dalam keadaan perang;

j. Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan yang dengan sengaja membiarkan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, keselamatan negara dalam keadaan perang;

k. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan TNI dan atau POLRI melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang;

l. Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan TNI dan Atau POLRI dengan sengaja membiarkan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang;

m. Pegawai negeri atau orang lain selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi;

n. Pegawai negeri atau orang lain selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatan, atau membiarkan sementara waktu, dengan sengaja menngelapkan uang atau surat berharga atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut;

o. Dengan sengaja menggelapkan, menghancurkan, merusak, atau membuat barang tidak dapat dipakai, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya dan membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusak, atau membuat barang tidak dapat dipakai, akta, surat, atau daftar tersebut serta membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan,

merusakkan, atau membuat barang tidak dapat dipakai, akta, surat, atau daftar tersebut;

p. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dengan jabatan.

2. Bentuk-bentuk korupsi

1) Perbuatan melawan hukum, memperkaya diri, orang/ badan lain yang merugikan keuangan negara;

2) Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/ kedudukan yang dapat merugikan keuangan/ perekonomian negara;

3) Penggelapan dalam jabatan; 4) Pemerasan dalam jabatan;

5) Tindak pidana yang berkaitan dengan pemborongan; 6) Delik gratifikasi.

3. Ciri-ciri korupsi

Korupsi memiliki ciri-ciri sebagaiberikut:

a. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang;

b. Korupsi pada umumnya dilakukan secara rahasia, kecuali korupsi itu telah merajalela dan begitu dalam sehingga individu yang berkuasa dan mereka

yang berada di dalam lingkungannya tidak tergoda untuk menyembunyikan perbuatannya;

c. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Kewajiban dan keuntungan itu tidak selalu berupa uang;

d. Mereka yang mempraktikkan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik pembenaran hukum;

e. Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegas dan mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu;

f. Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya dilakukan oleh badan publik atau umum (masyarakat);

g. Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan. 4. Faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut:

a. Lemahnya pendidikan agama dan etika;

b. Kolonialisme. Suatu pemerintahan asing tidak mengunggah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlakukan untuk membendung korupsi;

c. Kurangnya pendidikan. Namun kenyataannya kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia dilakukan oleh para koruptor yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi, terpelajar, dan terpandang sehingga alasan ini dikatakan kurang tepat;

d. Kemiskinan. Pada kasus korupsi di Indonesia pelakunya bukanlah dari kalangan yang tidak mampu melainkan konglomerat;

e. Tidak adanya sanksi yang keras;

f. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk pelaku antikorupsi; g. Struktur pemerintahan;

h. Perubahan radikal; i. Keadaan masyarakat.

Faktor yang paling penting dalam dinamika korupsi adalah keadaan moral dan intelektual para pemimpin masyarakat. Keadaan moral dan intelektual dalam konfigurasi kondisi-kondisi yang lain. Beberapa faktor yang dapat menjinakkan korupsi walaupun tidak akan memberantasnya:

a. Keterikatan positif pada pemerintahan dan keterlibatan spiritual serta tugas kemajuan nasional dan publik maupun birokrasi;

b. Administrasi yang efisien serta penyesuaian struktural yang layak dari mesin dan aturan pemerintah sehingga menghindari penciptaan sumber-sumber korupsi;

c. Kondisi sejarah dan sosiologis yang menguntungkan; d. Berfungsinya suatu system yang antikorupsi;

e. Kepemimpinan kelompok yang berpengaruh dengan standar moral dan intelektual yang tinggi (Evi Hartanti, 2005: 10-12).

5. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Berdasarkan ketentuan Pasal 43 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, badan khusus tersebut disebut

Komisi Pemberantasan Korupsi yang memiliki kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Adapun mengenai pembentukan, susunan organisasi, tata kerja dan pertanggung jawaban, tugas dan wewenang keanggotaannya diatur dengan undang-undang.

Kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana korupsi yang:

a. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh apparat penegak hukum atau penyelenggara negara;

b. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat;

c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) (Pasal 11 Undang-Undang No. 32 tahun 2002).

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK berasaskan pada:

a. Kepastiah hukum: asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan menjalankan tugas dan wewenang KPK;

b. Keterbukaan: asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif terhadap tentang kinerja KPK dalam menjalankan tugas dan fungsinya;

c. Akuntabilitas: asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan KPK harus dapat dipertanggung jawabkan kepada

masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

d. Kepentingan umum: asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif;

e. Proporsionalitas: asas yang mengutamakan keseimbangan antara tugas, wewenang, tanggung jawab, dan kewajiban KPK (Evi Hartanti, 2005: 67-68).

KPK mempunyai visi dan misi sebagai berikut:

Visi KPK: “mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi”

Visi tersebut merupakan suatu visi yang cukup sederhana namun mengandung pengertian yang mendalam. Visi ini menunjukkan suatu tekad kuat dari KPK untuk segera dapat menuntaskan segala permasalahan yang menyangkut KKN. Pemberantasan korupsi ini tidak akan dapat ditangani secara instan, namun diperlukan suatu penanganan yang komprehensif dan sistematis.

Misi KPK: “penggerak perubahan untuk mewujudkan bangsa yang

antikorupsi”

Misi tersebut diharapkan bahwa komisi ini nantinya merupakan suatu

lembaga yang dapat “membudayakan” antikorupsi di masyarakat, pemerintah,

dan swasta di Indonesia. Komisi sadar bahwa tanpa adanya keikutsertaan komponen masyarakat, pemerintah dan swasta secara menyeluruh maka upaya untuk memberantas korupsi akan kandan si tengah jalan. Diharapkan dengan

partisipasi seluru lapisan masyarakat tersebut, dalam beberapa tahun mendatang Indonesia akan bebas dari KKN.

Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:

a. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

b. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan 6. Tindak pidana korupsi yang dapat ditangani KPK

1) Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggaraan negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggaraan negara;

2) Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat;

3) Menyangkut kerugian keuangan negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

Dokumen terkait