• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2. Tinjauan tentang Konsep Diri

Konsep diri dikembangkan oleh Charles Horton Cooley (1864-1929) yang dinamakan looking-glass self, George Herbert Mead (1863-1931), dan Gordon E. Allport (1943). Pada teori motivasi, Abraham Maslow (1967, 1970) dan Carl Rogers (1970), konsep diri muncul sebagai tema utama psikologi humanistik (Sugihartono, et.al., 2013: 118-119). Hendriati Agustiani (2009: 138) menjelaskan bahwa “konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan.” Fitts (dalam Hendriati

23

Agustiani, 2009: 138) juga menambahkan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang.

Sedangkan menurut Anant Pai (dalam Djaali, 2014: 129-130) “konsep diri merupakan pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang menyangkut apa yang ia ketahui dan rasakan tentang perilakunya, isi pikiran dan perasaannya serta bagaimana perilakunya berpengaruh terhadap orang lain.” Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut dapat dinyatakan bahwa konsep diri merupakan pemahaman individu tentang tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan, sehingga berpengaruh terhadap orang lain dan tingkah laku individu sendiri. Konsep diri berperan sebagai pedoman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Peserta didik yang memiliki konsep diri positif akan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Mereka akan berperilaku sesuai dengan apa yang diyakininya.

b. Aspek-aspek konsep diri

Fitts (dalam Hendriati Agustiani, 2009: 139-142) melengkapi aspek konsep diri dengan membagi konsep diri menjadi 2 dimensi, yaitu dimensi internal dan dimensi ekternal sebagai berikut.

1) Dimensi internal

Dimensi internal merupakan penilaian yang dilakukan individu untuk menilai dirinya berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi internal dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu sebagai berikut.

24 a) Diri identitas (identity self)

Diri identitas berkaitan dengan identitas diri individu itu sendiri, misalnya gambaran tentang dirinya dan berkaitan dengan pemberian label kepada diri oleh individu yang bersangkutan.

b) Diri pelaku (behavioral self)

Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya. Diri yang kuat ditunjukkan dengan kesesuaian antara diri identitas dengan dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat menerima baik dari diri identitas maupun diri pelakunya.

c) Diri penerimaan/penilaian (judging self)

Diri penerimaan berkaitan dengan kepuasaan seseorang akan dirinya. Jika individu mempunyai kepuasaan yang tinggi pada dirinya, maka individu tersebut akan mengembangkan dirinya. Sebaliknya, jika seseorang tidak mempunyai kepuasaan terhadap dirinya, maka ia akan mengalami ketidakpercayaan diri dan rendah diri.

2) Dimensi eksternal

Dimensi eksternal merupakan penilaian individu melalui hubungannya dengan orang lain melalui aktivitas sosial, nilai-nilai yang dianut di dalam masyarakat, ataupun hal-hal lain di luar dirinya. Fits membagi dimensi eksternal menjadi lima bentuk, yaitu sebagai berikut.

a) Diri fisik (psysical self)

Diri fisik menyangkut persepsi seseorang tentang keadaannya secara fisik. Contohnya mengenai kesehatan diri, penampilan dirinya

25

(cantik, jelek, menarik atau tidak menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk atau kurus).

b) Diri etik-moral (moral-ethical self)

Diri etik-moral merupakan persepsi seseorang yang didasarkan pada standar pertimbangan secara moral dan etika. Hal ini berhubungan dengan Tuhan, kepuasaan seseorang akan agamanya, dan nilai moral.

c) Diri pribadi (personal self)

Diri pribadi merupakan persepsi seseorang mengenai keadaan pribadinya. Dalam hal ini menyangkut sejauh mana individu merasa sebagai pribadi yang tepat.

d) Diri keluarga (family self)

Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Dalam hal ini, diri keluarga berkaitan dengan peran individu sebagai anggota keluarga.

e) Diri sosial (sosial self)

Diri sosial merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya. Dalam hal ini, lingkungan sosial berkaitan dengan peran individu sebagai anggota dalam lingkungan masyarakat.

Atwater (dalam Desmita, 2006: 180) mengidentifikasi konsep diri menjadi tiga bentuk, yaitu (1) body image, yaitu kesadaran tentang tubuhnya berupa pandangan seseorang tentang dirinya, (2) ideal self, yaitu harapan-

26

harapan seseorang mengenai dirinya, dan (3) social self, yaitu pandangan orang lain melihat dirinya. Semua bentuk konsep diri tersebut akan memengaruhi tingkah laku seseorang di dalam kehidupannya.

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Atwater membagi konsep diri menjadi tiga bentuk, yaitu (1) body image, (2) ideal self, dan (3)

social self. Aspek diri tersebut membentuk suatu kesatuan diri yang utuh dalam rangka menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya. Peneliti menggunakan tujuh dimensi konsep diri menurut Fitts sebagai indikator instrumen terdiri atas diri identitas, diri pelaku, diri penilai, diri fisik, diri etik- moral, diri keluarga, dan diri sosial.

c. Karakteristik konsep diri

Menurut Jalaluddin Rakhmat (2015: 103-104) konsep diri dibagi menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut.

1) Konsep diri positif

Jalaluddin Rakhmat (2015: 104) menyampaikan lima tanda-tanda orang yang memiliki konsep diri positif adalah sebagai berikut.

a) Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah. b) Ia merasa setara dengan orang lain.

c) Ia menerima pujian tanpa rasa malu.

d) Ia menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat. e) Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan

aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha mengubahnya.

Sedangkan Aunurrahman (2012: 12-13) menyebutkan tujuh tanda- tanda seseorang yang memiliki konsep diri positif antara lain: 1) memiliki pengetahuan yang luas tentang diri sendiri, 2) memiliki kemampuan

27

memahami kelebihan dan kelemahan diri sendiri, 3) memiliki keinginan yang kuat untuk berubah, 4) mampu menghargai dan menerima orang lain apa adanya, 5) terbuka menerima kritikan orang lain, 6) memiliki sistem pertahanan diri yang kuat, dan 7) memiliki kontrol internal diri. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat dinyatakan bahwa karakteristik individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah memiliki persepsi diri yang luas, percaya diri, optimis, dapat menerima pujian maupun kritik, menghargai orang lain, dan mampu memperbaiki dirinya.

2) Konsep diri negatif

Williarn D. Brooks & Philip Emmert (dalam Jalaluddin Rakhmat, 2015: 103-104) menyebutkan empat ciri orang yang memiliki konsep diri negatif, yaitu peka pada kritik, responsif terhadap pujian, cenderung merasa tidak disenangi orang lain, dan pesimis terhadap kompetisi. Hurlock (dalam Sukma Amperiana, 2010: 28) menyatakan bahwa konsep diri negatif akan muncul jika seseorang mengembangkan perasaan rendah diri, merasa ragu, kurang pasti serta kurang percaya diri.

Hal ini sejalan dengan Aunurrahman (2012: 13) yang menyebutkan ciri-ciri seseorang yang memiliki konsep diri negatif antara lain: 1) pengetahuan tentang diri sendiri sempit, 2) memiliki pemahaman diri yang parsial, 3) tidak memiliki keinginan yang kuat untuk berubah, 4) kurang dapat menghargai dan menerima orang lain apa adanya, 6) mudah terpengaruh oleh lingkungan negatif, dan 7) kontrol diri eksternal. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat dinyatakan bahwa

28

karakteristik individu yang memiliki konsep diri yang negatif adalah memiliki persepsi diri yang sempit, pesimis, kurang percaya diri, merasa ragu, merasa tidak disenangi orang lain, responsif terhadap pujian maupun kritik, dan kurang menghargai orang lain.

d. Faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri

Jalaluddin Rakhmat (2015: 99-102), menjelaskan tiga faktor yang memengaruhi konsep diri adalah sebagai berikut.

1) Orang lain

Harry Stack Sullivan (dalam Jalaluddin Rakhmat, 2015: 99-100) menjelaskan bahwa “jika kita diterima orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita akan cenderung tidak akan menyenangi diri kita.”

2) Kehidupan

Jalaluddin Rakhmat (2015: 101) menerjemahkan sebuah puisi karya Dorothy Law Nolte dapat diketahui bahwa dari kehidupan yang dialami seseorang akan memengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku.

3) Kelompok rujukan (reference group)

Dalam kehidupan, setiap individu pasti menjadi bagian dari anggota masyarakat yang di dalamnya terdapat norma-norma. Norma- norma tersebut akan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri seseorang.

29

Fitts (dalam Hendriati Agustiani, 2009: 139) menyebutkan bahwa konsep diri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pengalaman, kompetensi, dan aktualisasi diri. Sebagian besar penggunaan waktu anak sekolah dasar dihabiskan di sekolah untuk berinteraksi dengan guru dan teman-temannya. Oleh karena itu, guru sebaiknya memberikan motivasi dan penguatan positif kepada peserta didik apabila peserta didik mengalami kegagalan dan memberikan dukungan apabila anak memperoleh keberhasilan dalam bidang akademik maupun non akademiknya.

Studi dari Meichanbeum (dalam Slameto, 2013: 184) mengatakan bahwa “bila peserta didik dibantu menyatakan hal-hal positif mengenai dirinya dan diberi penguatan, maka hal itu akan menghasilkan konsep diri yang positif.” Slameto (2013:183) juga berpendapat bahwa “keberhasilan dan kegagalan memengaruhi diri seseorang secara berlainan.” Kegagalan yang dialami seseorang berulang kali, kemungkinan apabila terjadi kegagalan yang baru akan mengurangi motivasinya untuk mencapai tujuan. Untuk menghindari kegagalan atau ketakutan pada diri peserta didik, biasanya peserta didik memakai cara-cara sebagai berikut.

1) Menghindari penilaian diri sendiri, sehingga tidak mengetahui kesahalannya.

2) Membandingkan diri dengan orang lain yang memiliki kemampuan yang lebih rendah.

3) Hanya memilih tugas-tugas yang sangat muda.

4) Menghindari partisipasi yang dapat menyebabkan kegagalan.

5) Menolak tanggungjawab untuk kegagalan yang terjadi (Slameto, 2013: 183)

Dari beberapa uraian tersebut dapat dinyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri adalah orang lain, kehidupan, dan kelompok

30

rujukan. Oleh karena itu, guru harus memberikan motivasi kepada peserta didik agar tidak terlarut dan takut akan perasaan gagal atau mengingat kegagalan di masa lalu. Guru harus mendorong peserta didik memikirkan hal- hal positif tentang dirinya, agar tetap berupaya meraih cita-citanya.

3. Tinjauan tentang Motivasi Berprestasi

Dokumen terkait