• Tidak ada hasil yang ditemukan

G. Pengertian Kredit

Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti

kepercayaan. Misalkan, seorang nasabah debitur yang memperoleh kredit dari bank adalah tentu seseorang yang mendapat kepercayaan dari bank. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada

nasabah debitur adalah kepercayaan.29

Op. Simorangkir menyatakan kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang akan datang.

Dalam Pasal 1 butir 11 UUP 1998 bahwa “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

30

Berdasarkan pengertian di atas menunjukkan bahwa prestasi yang wajib dilakukan oleh debitur atas kredit yang diberikan kepadanya adalah tidak semata-

Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, yang transaksi kreditnya menyangkut uang sebagai alat kredit.

29

Thomas Suyatno, Dasar-dasar Perkreditan, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal 12.

30

Simorangkir Op. Ek dan H. Untung Budi, Seluk-beluk Bank Komersial, Jakarta : Aksara Persada, 1986, hal 1.

mata melunasi hutangnya tetapi juga disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

Dari pengertian-pengertian kredit di atas, terdapat unsur-unsur dalam

kredit yaitu :31

1. Adanya Kepercayaan, yaitu keyakinan si pemberi kredit (bank) bahwa prestasi

(uang) yang diberikan akan benar-benar diterima kembali dari si penerima kredit (debitur) pada masa yang akan datang.

2. Adanya Waktu, yaitu jangka waktu antara saat pemberi prestasi dengan saat

pengembaliannya. Karena dalam unsur waktu terdapat nilai uang yakni nilai uang sekarang dan nilai uang dimasa yang akan datang.

3. Adanya Prestasi, yaitu suatu yang dihubungkan dengan kredit, maka yang

dimaksud prestasi dalam hal ini adalah uang.

4. Adanya Resiko, yaitu suatu kerugian yang mungkin timbul dari pemberian

kredit.

5. Adanya Jaminan, yaitu untuk menghindari resiko yang mungkin timbul, maka

harus dilakukan penilaian secara cermat dan dilindungi dengan suatu jaminan sebagai upaya terakhir pengamanan kredit.

Klasifikasi bentuk kredit yang disalurkan Bank Umum dan Bank

Perkreditan Rakyat di dasarkan pada kriteria, sebagai berikut :32

1. Kriteria kegunaan

Berdasarkan kriteria ini, kredit dibedakan menjadi 2 ( dua ) yaitu :

31

Mariam Darul Badrulzaman., Perjanjian Kredit Bank, Alumni : Bandung, 1983, hal 21.

32

a) Kredit Investasi ( investment loan ) adalah: kredit yang digunakan untuk membiayai pembangunan proyek baru yang memerlukan jumlah dana besar dalam jangka waktu yang lebih lama.

b) Kredit Modal Kerja ( productive loan ) adalah : kredit yang digunakan

untuk membiayai usaha dalam rangka peningkatan produksi.

2. Kriteria tujuan

Berdasarkan kriteria ini, kredit dibedakan menjadi 3 ( tiga ) yaitu :

a) Kredit Produktif ( productive loan ) adalah : kredit yang bertujuan

untuk meningkatkan kegiatan usaha, sehingga menghasilkan barang dan jasa dalam jumlah yang begitu besar.

b) Kredit Konsumtif ( consumer loan ) adalah : kredit yang bertujuan

untuk memenuhi keperluan pribadi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya perumahan dan kendaraan.

c) Kredit Perdagangan ( commercial loan ) adalah : kredit yang bertujuan

untuk memperlancar kegiatan usaha perdagangan, misalnya usaha pertokoan, dan kredit ekspor.

3. Kriteria jaminan

Berdasarkan kriteria ini, kredit dibedakan menjadi 2 ( dua ) yaitu :33

a) Kredit dengan jaminan ( secured loan ) adalah: kredit yang diberikan

dengan jaminan, jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud. Setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan oleh calon debitur.

33

b) Kredit Tanpa Jaminan ( unsecured loan ) adalah : kredit yang tidak dilindungi dan tidak didukung oleh jaminan barang atau orang. Kredit ini dasarkan pada kepercayaan terhadap prospek usaha dan kejujuran calon debitur.

4. Kriteria jangka waktu

Berdasarkan kriteria ini, kredit dibedakan menjadi 3 ( tiga ) yaitu :

a) Kredit Jangka Pendek ( short term loan ) adalah : kredit yang jangka

waktu pengembaliannya kurang dari 1 ( satu ) tahun, misalnya untuk modal kerja.

b) Kredit Jangka Menengah ( medium term loan ) adalah : kredit yang

jangka waktu pengembaliannya antara 1 ( satu ) tahun sampai dengan 3 ( tiga ) tahun, misalnya : investasi.

c) Kredit Jangka Panjang ( long term loan ) adalah : kredit yang jangka

waktu pengembaliannya lebih dari 3 ( tiga ) tahun, misalnya untuk investasi proyek perkebunan kelapa sawit.

H. Prosedur dalam Pemberian Kredit

Kredit Umum Pedesaan selanjutnya disingkat KUPEDES adalah suatu fasilitas kredit yang disediakan oleh BRI Unit Titi Kuning Cabang Medan untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha kecil yang layak. KUPEDES diutamakan untuk membiayai usaha kecil dimasyarakat namun demikian dapat pula diberikan kepada non golongan berpenghasilan tetap dan golongan berpenghasilan tetap.

Plafond merupakan jumlah besarnya pemberian kredit kepada calon

debitur. Pada BRI Unit Titi Kuning Cabang Medan, plafond KUPEDES yang

diberikan yaitu sebesar 25 juta s/d 50 juta, sedangkan plafond pemberian kredit

diatas 50 juta diatur oleh kantor cabang. Besarnya plafond berpengaruh terhadap

besarnya presentasi bunga. Semakin besar plafond kredit maka semakin kecil

presentasi bunga yang diberikan, begitupun sebaliknya.

Melalui Surat Edaran No. S. 12-DIR/ADK/04/2005, mengenai Pelayanan

KUPEDES dengan Plafond Kredit diatas Rp.25.000.000,- s/d Rp.50.000.000,- ,

Khusus untuk Non Golongan Berpenghasilan Tetap seperti Pengusaha, dan Wiraswasta, dan golongan berpenghasilan tetap seperti ABRI dan PNS. Sesuai Pasal 8 Undang-Undang 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Jo Pasal 8 Undang- Undang No. 10 Tahun 1998, bahwa kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko harus memperhatikan prinsip kehati-hatian dan asas-asas pemberian kredit yang sehat. Seiring dengan misi BRI untuk melakukan kegiatan perbankan yang mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil dan menengah untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat maka BRI memberikan usaha mikro melalui KUPEDES dengan tetap berpedoman pada prinsip kehati-hatian. Dengan semakin besarnya respon perbankan untuk membiayai bisnis mikro dan ritel guna meningkatkan daya saing produk KUPEDES, maka Direksi memberlakukan

ketentuan mengenai Pelayanan KUPEDES dengan Plafond Kredit diatas

Rp.25.000.000,- s/d Rp.50.000.000,-, Khusus untuk Non Golongan

Adapun Ketentuan Umum tersebut sebagai berikut :34

1. Besar Kredit

Besar kredit yang diberikan diatas Rp.25.000.000,- s/d Rp.50.000.000,-

2. Tujuan Penggunaan Kredit

KUPEDES Rp.25.000.000,- s/d Rp.50.000.000,- dapat dipergunakan untuk investasi maupun modal kerja.

3. Suku Bunga

Berdasarkan hasil rapat ALCO ( kualitas aset, likuiditas, rentabilitas, dan

solvabilitas ) BRI, suku bunga KUPEDES diatur sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Direksi No. S.E. S7-DIR/AD/03/2005 Tentang Suku Bunga KUPEDES BRI.

Khusus untuk BRI Unit BRINETS, perubahan tingkat suku bunga dilakukan melalui screen pemeliharaan data rate di AA Creation Menu.

4. Besar Angsuran, Hak PBTW ( Hak Pembayaran Bunga Tepat Waktu ) dan

Restitusi Bunga

a. Untuk BRI Unit STU, penentuan besar angsuran pokok + bunga, hak

PBTW dan restitusi bunga sebagaimana tabel angsuran yang akan dikeluarkan oleh Divisi Bisnis Mikro dan merupakan satu kesatuan dengan Surat Edaran.

b. Untuk BRI Unit BRINETS, penentuan besar angsuran hak PBTW dan

restitusi bunga berpedoman pada hasil perhitungan yang dilakukan secara otomatis oleh sistem BRINETS.

34

Syarat-Syarat Ketentuan Umum Pemberian Kredit KUPEDES pada PT. Bank Rakyat Indonesia.

5. Jangka Waktu dan Pola Angsuran

a. Jangka waktu dan pola angsuran KUPEDES harus memperhatikan

karakteristik usaha yang akan dibiayai, siklus usaha cash flow debitur

sebagaimana telah ditetapkan dalam PKK Bisnis Mikro.

b. Untuk calon debitur yang memilih pola angsuran 3 bulan, 4 bulan, dan 6

bulan, dapat diberikan alternatif cara pembayaran angsuran sebagai berikut:

1) Pembayaran angsuran pokok + bunga tetap dilakukan sesuai dengan

jadwal pola angsuran 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan.

2) Pembayaran angsuran pokok tetap dilakukan sesuai dengan jadwal

pola angsuran 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan, tetapi angsuran bunga dibayar perbulan. Besar angsuran bunga yang dibayar perbulan tersebut dihitung secara proporsional berdasarkan besar angsuran bunga setiap 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan, sebagaimana tercantum dalam tabel angsuran.

6. Agunan

a. Agunan KUPEDES dapat berupa tanah atau bangunan dengan status

kepemilikan berupa Surat Hak Milik ( SHM ), Surat Hak Guna Bangunan ( SHGB ), Surat Hak Guna Usaha ( SHGU ), serta BPKB Kendaraan Bemotor roda 4 atau lebih ( mobil, truk, dll ). Agunan yang diberikan oleh calon debitur harus mengcover KUPEDES yang diberikan pokok + bunga.

b. Penilaian agunan untuk kredit mikro ( KUPEDES ) didasarkan pada nilai likuidasi ( dahulu disebut sebagai Taksiran Harga Lelang Sita / THLS ) yaitu nilai atau harga jual barang agunan pada penilaian dilakukan, dengan asumsi penjualan dilakukan dengan mudah, baik secara damai maupun dengan lelang.

Penetapan nilai likuidasi didasarkan pada pertimbangan antara lain :

1) Kualitas barang,

2) Tingkat kepentingan atau fungsi barang dalam kehidupan masyarakat, 3) Ketersediaan barang dipasar,

4) Peluang adanya barang subtistusi, 5) Tingkat daya beli masyarakat.

Ketentuan lainnya sehubungan dengan agunan kredit mengacu pada S.E Direksi NO.S.E: S.8-DIR/ADK/05/2004 tanggal 11 Maret 2004 Tentang Agunan Kredit.

c. Untuk agunan berupa tanah atau tanah dan bangunan harus diikat dengan

Hak Tanggungan dan Surat Kuasa Memberikan Hak Tanggungan (SKMHT) harus di buat secara notaril sesuai ketentuan yang berlaku. Sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1996 Tanggal 8 Mei 1996 Pasal 1 buitr 3 ditentukan bahwa untuk Kredit Umum Pedesaan BRI ( KUPEDES BRI ) maka Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan ( SKMHT ) yang diberikan oleh calon debitur untuk

menjamin pelunasan kreditnya berlaku sampai saat berakhirnya masa berlakunya perjanjian pokok.

d. Sesuai dengan UU.No.4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Pasal 15

butir 1 bahwa SKMHT wajib dibuat dengan akta notaril atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1) Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dari

pada membebankan Hak Tanggungan.

2) Tidak memuat kuasa subtitusi

3) Mencantumkan secara jelas objek Hak Tanggungan, jumlah hutang

dan nama serta identitas kreditur, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi Hak Tanggungan.

e. Sedangkan untuk BPKB kendaraan bermotor diikat dengan fidusia.

7. Asuransi

Untuk mengurangi risiko tidak terbayarnya kredit, maka setiap debitur KUPEDES diasuransikan kepada perusahaan asuransi jiwa rekanan BRI yang telah ditunjuk. Premi asuransi menjadi beban BRI. Ketentuan mengenai besarnya premi asuransi dan syarat-syarat penutupan asuransi lainnya mengacu kepada ketentuan yang berlaku.

Adapun Persyaratan Pemberian Kredit KUPEDES, antara lain :

1. Calon debitur harus mempunyai usaha yang layak untuk dibiayai dengan

2. Persyaratan calon debitur antara lain :

a. WNI cakap hukum

b. Usia calon debitur minimal 21 tahun atau sudah menikah

c. Harus ada surat keterangan usaha dari kepala desa/ lurah setempat.

d. Menyerahkan fotocopy KTP calon debitur.

e. Fotocopy kartu keluarga yang masih berlaku sesuai dengan aslinya.

f. Pejabat Kredit Lini ( PKL ) harus memastikan kebenaran alamat calon

debitur, dengan melakukan cross check dengan kartu keluarga atau

rekening listrik calon debitur. Fotocopy KTP atau Kartu Identitas lainnya harus diberi paraf oleh Pejabat Kredit Lini (Mantri atau Kaunit) sebagai bukti bahwa alamat calon nasabah pada fotocopy KTP tersebut benar dan cocok dengan aslinya.

3. Apabila debitur mendapat fasilitas KUPEDES atau pernah mendapat

fasilitas KUPEDES, maka secara kumulatif debitur yang bersangkutan tidak pernah menunggak lebih dari 3 ( tiga ) kali angsuran pokok atau bunga.

4. Pejabat Kredit Lini ( Mantri atau Kaunit ) wajib mencari informasi tentang

calon debitur ke BRI Unit/ Kanca BRI terdekat. Apabila calon debitur ternyata sedang mendapat kredit di BRI Unit/ Kanca BRI, maka seluruh pinjaman yang sudah didapat dan yang akan diberikan, harus ditotal dan tidak melebihi Rp.50.000.000,-.

Sistem dan Prosedur Pemberian Kredit, antara lain :

1. Permohonan KUPEDES harus dilakukan secara tertulis dengan

menggunakan Surat Keterangan Permohonan Pinjam ( SKPP )

2. Analisis KUPEDES dilakukan dengan menggunakan pendekatan

Repayment Capasity ( RPC ) melalui wawancara dengan calon debitur. Hasil wawancara dituangkan dalam bentuk Neraca dan Rugi Laba dengan menggunakan Model 70-b KUPEDES, sebagai dasar untuk menghitung kebutuhan KUPEDES calon debitur yang bersangkutan.

3. Apabila dari hasil analisis KUPEDES yang dilakukan oleh Mantri dan

Kaunit terdapat hal-hal yang diragukan kebenaran, keakuratan dan atau kewajarannya maka Pejabat Pemutus ( Pinca, MBM, dan AMBM ) dapat

melakukan pemeriksaan ulang secara on site untuk memastikan kebenaran,

keakuratan, kewajaranmya. Hasil pemeriksaan ulang tersebut dituangkan dalam lembaran terpisah dan disatukan dengan tetap menggunakan Model 70-b dan disatukan dengan Model 70-b hasil analisis sebelumnya.

4. Maksimal waktu proses adalah 14 ( empat belas ) hari kerja terhitung sejak

calon debitur mengajukan permohonan.

5. Kewenangan Memutus diatur sebagai berikut:

Sebgaimana telah ditentukan dalam Surat Keputusan Direksi No: S.63- DIR/ADK/10/2003 tanggal 20 Oktober 2003 Tentang Putusan Delegasi Wewenang Kredit ( PDWK ) berserta perubahannya, kewenangan memutus KUPEDES dengan plafond diatas Rp.25.000.000,- s/d Rp.50.000.000,- merupakan kewenangan Pemimpin Cabang dan dapat

didelegasikan kepada Manajer Bisnis Mikro ( MBM ), dengan ketentuan sebagai berikut :

a. BRI Unit tetap dapat melayani pemberian KUPEDES dengan plafond

diatas Rp. 25.000.000,- s/d Rp. 50.000.000,- apabila Non Performing

Loan ( NPL ) khusus untuk KUPEDES dengan plafond diatas Rp.

25.000.000,- s/d Rp. 50.000.000,- di BRI Unit yang bersangkutan < 2,75 %, dan diputus sesuai dengan kewenangan ( Pinca atau MBM sesuai limit ).

b. Namun apabila NPL ( Non Perfoming Loan ) Khusus untuk

KUPEDES dengan plafond diatas Rp.25.000.000,- s/d Rp. 50.000.000,- disuatu BRI Unit lebih dari 2,75 % maka atas

permohonan KUPEDES dengan plafond diatas Rp.25.000.000,- s/d

Rp. 50.000.000,- tersebut harus dimintakan ijin prinsip secara case by

case ke Pemimpin Wilayah dengan ketentuan :

1) Ijin prinsip dapat diberikan dapat diberikan apabila NPL khusus

untuk KUPEDES dengan plafond diatas Rp.25.000.000,- s/d Rp.

50.000.000,- dalam satu wilayah kerja Kanca BRI tidak melebihi 3 %.

2) Namun apabila NPL khusus untuk KUPEDES dengan plafond

diatas Rp. 25.000.000,- s/d RP. 50.000.000,- dalam satu wilayah kerja Kanca BRI tidak melebihi 3 %, maka Kanca yang bersangkutan tidak boleh memberikan KUPEDES dengan plafond plafond diatas Rp. 25.000.000,- s/d RP. 50.000.000,- , kecuali

terhadap nasabah lama yang tidak mempunyai riwayat tunggakan

tetap, dapat diberikan ijin prinsip secara case by case oleh

Pemimpin Wilayah.

Untuk golongan berpenghasilan tetap, persyaratan yang harus dipenuhi sama dengan persyaratan golongan non berpenghasilan tetap, tetapi hanya ada sedikit perbedaan antara lain :

a. Domisili kantor yang menerima kredit atau tempat pemotongan gaji atau

pensiun berada pada wilayah kerja BRI Unit yang bersangkutan.

b. Tidak sedang menikmati kredit di Kantor Cabang atau di BRI Unit

lainnya.

c. Menyerahkan asli Surat Keputusan (SK) pengangkatan pegawai tetap yang

pertama dan asli SK penetapan pangkat pegawai yang terakhir.

d. Menyerahkan asli kartu peserta TASPEN (Tanda Sebagai Pegawai Negeri)

bagi pegawai negeri, asli kartu peserta ASABRI (Anggota Satuan ABRI) bagi anggota ABRI atau asli kartu identitas pensiun (KARIP) bagi para pensiunan dan asli KARPEG (Kartu Pegawai) untuk pegawai negeri sipil.

e. Menyerahkan daftar perincian gaji atau pensiun karyawan yang

bersangkutan dan telah disahkan oleh kepala kantor yang bersangkutan.

f. Ada rekomendasi dari kepala kantor, pimpinan perusahaan atau kantor

pembayaran pensiun yang bersangkutan yang menyatakan bahwa yang menerima kredit benar-benar akan mengajukan KUPEDES di BRI Unit setempat.

g. Menyerahkan keterangan lain yang diperlukan, misalnya kewajiban angsuran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan bukti bahwa yang menerima kredit tidak menunggak angsuran KPR tersebut (bila ada).

h. Bersedia untuk membuka rekening tabungan di BRI Unit yang

bersangkutan.

I. Perjanjian kredit pada umumnya

Istilah perjanjian kredit berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract credit.

Dalam hukum Inggris, perjanjian kredit bank termasuk loan of money. Pasal 1313

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, defenisi mengenai Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Marhainis Abdul Hay memberikan batasan bahwa kredit adalah

merupakan suatu perjanjian yang lahir dari persetujuan35, sedangkan menurut R.

Subekti kata kredit berarti mendapat kepercayaan dari bank.36

Mariam Darus Badrulzaman, berpendapat bahwa “perjanjian kredit bank

adalah perjanjian pendahuluan (vooroverenkomst) dari penyerahan uang.”37

35

Marhainis Abdul Hay, Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : Pradya Paramita, 1976, hal 142.

36

R. Subekti, Jaminan- Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia,

Alumni : Bandung, 1982, hal 11.

37

Mariam Darul Badrulzaman, Op., Cit, hal 28.

Perjanjian pendahuluan merupakan hasil dari permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan antara keduanya (kreditur dan debitur). Penyerahan uangnya adalah bersifat riil. Pada saat penyerahan uangnya dilakukan,

barulah ketentuan yang tertuang dalam perjanjian kredit bank tersebut berlaku untuk kedua belah pihak.

Para ahli hukum berpendapat bahwa perjanjian kredit merupakan perjanjian bernama yang telah diatur dalam KUHPerdata, yang dibuat oleh Pembentuk Undang-Undang, misalnya : Perjanjian sewa menyewa, jual beli, pinjam meminjam dan hibah, akan tetapi sebagian ahli hukum berpendapat bahwa perjanjian kredit merupakan perjanjian bernama di luar KUHPerdata, yang dibuat oleh Pemerintah melalui Keputusan, misalnya Perjanjian sewa beli atau leasing

diatur Menteri Keuangan, perjanjian distributor, serta perjanjian kredit. 38

Berdasarkan Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb tanggal 8 Oktober 1966 dalam memberikan kredit, bank wajib mempergunakan akad perjanjian kredit. Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pihak kreditur dan debitur wajib dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis.

.

“Istilah perjanjian kredit ditemukan dalam instruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EK/10 tangaal 3 Oktober 1966 jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb tanggal 8 Oktober 1966 yang menginstruksikan kepada masyarakat perbankan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun, Bank-bank wajib mempergunakan akad perjanjian kredit.”

39

38

Sutarno,Op,.Cit, hal 68.

39

Muhammad Djumhana, Op,.Cit, hal 385.

Dalam membuat perjanjian kredit terdapat beberapa judul dalam praktek perbankan tidak sama satu sama lain, ada yang menggunakan judul perjanjian kredit, akad kredit, persetujuan pinjam uang, persetujuan membuka kredit, dan lain sebagainya. Meskipun judul dari perjanjian

tersebut berbeda-beda tetapi secara yuridis isi perjanjian pada hakekatnya sama

yaitu memberikan pinjaman berbentuk uang.40 Bentuk dan format dari perjanjian

kredit diserahkan sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan, akan tetapi yang harus diperhatikan bahwa perjanjian tersebut isinya tidak boleh kabur atau tidak jelas, selain itu juga perjanjian tersebut harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum, yang isinya memuat secara jelas mengenai jumlah besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit serta persyaratan lainnya dalam perjanjian kredit. Hal-hal yang menjadi perhatian tersebut perlu diperhatikan, guna mencegah adanya kebatalan dari perjanjian yang

dibuat (invalidity), sehingga dengan demikian pada saat dilakukan perbuatan

hukum (perjanjian) tersebut jangan sampai melanggar suatu ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehingga pejabat bank harus dapat memastikan bahwa seluruh aspek yuridis yang berkaitan dengan perjanjian kredit telah diselesaikan

dan telah memberikan perlindungan yang memadai bagi bank.41

Untuk membuat suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat menjadi KUHPerdata) menentukan syarat-syarat untuk sahnya suatu

perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu ;42

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Cakap untuk membuat suatu perjanian;

3. Mengenai hal atau obyek tertentu;

4. Suatu sebab (causa) yang halal;

40

Ibid, hal 97.

42

Edy Putra Tje’aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Yogyakarta : Lyberti,, 1989, hal 3.

Syarat pertama dan kedua adalah syarat subyektif karena menyangkut orang-orang atau pihak-pihak yang membuat perjanjian. Orang-orang atau pihak ini sebagai subyek yang membuat perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif karena menyangkut mengenai obyek yang diperjanjikan oleh orang-orang atau subyek yang membuat perjanjian.

Perjanjian kredit merupakan ikatan atau alat bukti tertulis antara bank dengan debitur. Dalam praktek bank mengenal dua bentuk perjanjian kredit,

antara lain :43

a. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan. Dinamakan akta di bawah

tangan artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir

perjanjian dalam bentuk standard (standarform) yang isi, syarat-syarat dan

ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh bank tersebut termasuk jenis akta di bawah tangan. Dalam rangka penandatanganan perjanjian kredit, formulir perjanjian kredit yang isinya sudah disiapkan bank kemudian disodorkan kepada setiap calon-calon debitur untuk diketahui dan dipahami mengenai syarat-syarat dan ketentuan pemberian kredit tersebut.

b. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris dinamakan akta

otentik atau akta notariil. Perjanjian ini di siapkan dan di buat oleh seorang notaris namun dalam praktek semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit

43

disiapkan bank kemudian diberikan kepada Notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil. Memang notaris dalam membuat perjanjian hanyalah merumuskan apa yang diinginkan para pihak dalam bentuk akta notariil atau akta otentik. Perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk akta notariil atau akta otentik ini biasanya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal kerja, kredit sindikasi (kredit yang diberikan lebih dari satu kreditur atau lebih dari satu bank.

J. Jaminan Kredit

Istilah “jaminan“ berasal dari istilah “zekerheid” atau “ cautie

merupakan terjemahan bahasa Belanda, yaitu kemampuan debitur untuk

memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau hutang yang diterima debitur terhadap kreditur.

Menurut Pasal 1 butir 23 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan ( UUP ) yang dimaksud Agunan, adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank, dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

Menurut Hasanudin Rahman, jaminan adalah tanggungan yang diberikan oleh debitur atau pihak ketiga kepada pihak kreditur, karena pihak kreditur

Dokumen terkait