• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

2. Tinjauan tentang Masyarakat

1) Pengertian Masyarakat

Masyarakat secara etimologis berasal dari bahasa A syarak

musyarak aling

bergaul. Di dalam bahasa Inggris dipakai , yang sebelumnya berasal dari kata L societa

, yang berarti kawan, teman. Sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial. Maka masyarakat dapat diartikan sebagai orang-orang yang hidup bersama.

Koentjaraningrat dalam Basrowi (2005: 39) menyatakan bahwa asyarakat ialah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama

Kemudian menurut Auguste Comte dalam Basrowi (2005: 39) -kelompok makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut pola perkembangan yang tersendiri

Sedangkan dalam Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa

adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan

commit to user

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah perseorangan atau sekelompok manusia termasuk organisasi-organisasi sosial yang hidup bersama dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh adat istiadat dan rasa identitas bersama, berkembang menurut pola-pola perkembangannya sendiri.

2) Ciri-ciri Masyarakat

Soerjono Soekanto dalam Basrowi (2005: 40) mengatakan bahwa ciri-ciri masyarakat meliputi :

a) Manusia yang hidup bersama, b) Bercampur untuk waktu yang lama,

c) Mereka sadar bahwa mereka suatu kesatuan, d) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama.

Pendapat lain dikemukakan oleh Abdul Syani yang menyebutkan bahwa masyarakat ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a) Adanya interaksi;

b) Ikatan pola tingkah laku yang khas di dalam semua aspek kehidupan yang bersifat mantap dan kontinu;

c) Adanya rasa identitas terhadap kelompok, dimana individu yang bersangkutan menjadi anggota kelompoknya. (Basrowi, 2005: 41) Jadi dapat dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri dari suatu masyarakat yaitu manusia yang hidup bersama dalam waktu yang lama yang menyadari sebagai suatu kesatuan yang memiliki sistem hidup bersama, saling berinteraksi memiliki ikatan dan pola tingkah laku yang khas sebagai identitas kelompok.

b. Lapisan Masyarakat (Stratifikasi Sosial)

Bentuk-bentuk lapisan masyarakat berbeda-beda dan banyak sekali. Lapisan masyarakat tetap ada sekalipun dalam masyarakat kapitalistis, demokratis, komunistis dan sebagainya. Lapisan masyarakat ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama di dalam suatu organisasi sosial, misalnya pada masyarakat dengan kebudayaan yang masih sederhana. Lapisan masyarakat mula-mula didasarkan pada perbedaan seks (jenis kelamin), perbedaan antar pemimpin dan yang dipimpin, golongan budak atau

commit to user

bukan budak, pembagian kerja, dan berdasarkan pada kekayaan. Semakin rumit dan semakin maju teknologi suatu masyarakat semakin kompleks pula sistem lapisan masyarakat (Soerjono Soekanto, 2002: 228).

Soerjono Soekanto, (2002: 237-238) menyebutkan bahwa kuran/kriteria yang bisa dipakai untuk menggolong-golongkan masyarakat ke dalam suatu lapisan yaitu meliputi: 1) Ukuran kekayaan, 2) ukuran kekuasaan, 3) ukuran kehormatan dan 4) ukuran ilmu pengetahuan

Di bawah ini adalah penjabaran dari keempat ukuran/kriteria tersebut: 1) Ukuran kekayaan.

Barangsiapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam lapisan atas. Kekayaan tersebut, misalnya dapat dilihat dari bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-cara menggunakan pakaiain dan bahan pakaian yang dikenakan, kemudian kebiasaan berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya.

2) Ukuran kekuasaan.

Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang memiliki wewenang, menempati lapisan atas.

3) Ukuran kehormatan.

Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan/atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat teratas. Ukuran semacam ini, banyak dijumpai pada masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.

4) Ukuran ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan akibat-akibat yang negatif, karena ternyata bukan mutu ilmu pengetahuaanya yang dijadikan ukuran tetapi gelar kesarjanaannya meskipun segala usaha yang digunakan mendapatkan gelar itu tidak halal.

commit to user

3. Tinjauan Tentang Partisipasi Masyarakat dan Pentingnya Partisipasi dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Untuk mengetahui pengertian partisipasi masyarakat dapat dirujuk dari pendapat Isbandi Rukminto Adi (2007: 27) dalam bukunya yang berjudul

Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas: dari Pemikiran Menuju Penerapan mengatakan bahwa partisipasi masyarakat adalah :

Keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. (Sacafirmansyah, 2009: 1 diakses dalam

www.sacafirmansyah.wordpress.com).

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat diperlukan partisipasi dan dukungan dari masyarakat yang ada di dalamnya. Kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi merupakan suatu ketrampilan yang harus dimiliki oleh setiap masyarakat sebagai warga negara. Ketrampilan partisipasi (participation skill) itu sendiri merupakan salah satu ketrampilan kewarganegaraan (civic skill). Ketrampilan kewarganegaraan merupakan salah satu komponen pokok yang ingin dikembangkan dalam Pendidikan Kewarganegaraan selain civic knowledge

(pengetahuan kewarganegaraan) dan civic values/dispositions (karakter kewarganegaraan).

Winarno, Wijianto (2010: 60) mengatakan bahwa Civic Skill sendiri berkenaan dengan apa yang seharusnya dapat dilakukan oleh warga negara bagi

Udin S. Winataputra dan Dasim Budimansyah (2007: 33) mengatakan

Participation skills such as: communicate, negotiate, cooperate, manage conflict, peacefully and fairly, reach consensus .

Artinya ketrampilan partisipasi meliputi ketrampilan melakukan komunikasi, negosiasi, kooperasi atau mengadakan kerjasama dengan pihak lain, mampu menghadapi dan mengelola suatu konflik, memiliki sikap keterbukaan dan mampu menciptakan perdamaian, dan mampu mencapai suatu konsesus/kesepakatan bersama.

commit to user

Hal senada juga dikemukanan oleh Diknas (Departemen Pendidikan Nasional) yang menyebutkan bahwa :

Ketrampilan berpartisipasi meliputi ketrampilan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, berperan serta aktif mewujudkan masyarakat madani (civil society), ketrampilan mempengaruhi dan memonitoring jalannya pemerintahan dan proses pengambilan keputusan politik, ketrampilan memecahkan masalah sosial, ketrampilan mengadakan koalisi, kerjasama dan mengelola konflik (Winarno dan Wijianto, 2010 : 55).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketrampilan berpartisipasi warga negara meliputi berperan serta aktif mewujudkan masyarakat madani ketrampilan mempengaruhi dan memonitoring jalannya pemerintahan dan proses pengambilan keputusan politik, ketrampilan memecahkan masalah sosial, ketrampilan mengadakan koalisi, kerjasama dan mengelola konflik. Dan ketrampilan-ketrampilan tersebut sangat dibutuhkan dalam kehidupan bernegara dan bernegara. Partisipasi masyarakat sendiri tidak harus selalu diartikan mendukung pembangunan tetapi juga menciptakan pembangunan. Sehingga partisipasi masyarakat merupakan hal yang penting di segala aspek kehidupan, termasuk proses pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Begitu pula dengan menjaga stabilitas, ketertiban dan keamanan masyarakat seperti menanggulangi kejahatan sebagai masalah sosial juga membutuhkan perhatian dan keterlibatan masyarakat. Tanpa kepedulian dan keikutsertaan masyarakat maka segala program dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak akan tercapai.

Sesuai dengan konsepsi dalam menaggulangi kriminalitas menurut Walter C. Reckless dalam Abdulsyani (1987: 28-29) yang menyebutkan bahwa: dalam menanggulangi kejahatan yaitu dengan cara memadukan unsur-unsur yang berhubungan dengan pemantapan penegak hukum serta peradilan pidana dan juga partisipasi masyarakat untuk membantu kelancaran pelaksanaan penanggulangan kriminalitas yang terjadi di masyarakat itu sendiri .

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang, termasuk masalah kejahatan kekerasan seksual pada anak, tidak dapat ditanggulangi secara

commit to user

maksimal tanpa dukungan dan keikutsertaan dari masyarakat yang ada didalamnya apalagi masyarakat adalah kelompok yang sangat dekat dengan kehidupan anak-anak di lingkungannya.

4. Tinjauan tentang Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak

Dokumen terkait