commit to user
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI
KEJAHATAN KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK
DI KOTA SURAKARTA
SKRIPSI Oleh :
RIZKY TRI KURNIASARI
K6407044
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
iiPERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Rizky Tri Kurniasari
NIM : K6407044
Jurusan/ Program Studi : P. IPS/ PPKn
Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul
MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN
ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi
yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, Oktober 2012
Yang membuat pernyataan
commit to user
iiiPARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI
KEJAHATAN KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DI KOTA
SURAKARTA
Oleh
RIZKY TRI KURNIASARI
K6407044
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ivPERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Surakarta, Oktober 2012
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Dra. Ch. Baroroh, M. Si. NIP. 19520706 198004 2 001
Pembimbing II
commit to user
vPENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Dr. Triyanto, S. H., M. Hum
Sekretaris : Triana Rejekinigsih, S. H., KN, M. Pd
Pembimbing I : Dra. Ch. Baroroh, M. Si ...
Pembimbing II : Drs. H. Utomo, M. Pd ...
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan
commit to user
viABSTRAK
Rizky Tri Kurniasari. K6407044. PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DI KOTA SURAKARTA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Oktober 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) Mengetahui partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak di Kota Surakarta, (2) Mengetahui kecenderungan kejahatan kekerasan seksual dan partisipasi masyarakat di Kota Surakarta mengalami peningkatan ataukah penurunan dan solusinya.
Sejalan dengan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan strategi penelitian tunggal terpancang. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah informan, peristiwa/aktivitas, dokumen dan arsip. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dan snowball sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan analisis dokumen. Validitas data dalam penelitian ini diperoleh dengan teknik trianggulasi data.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak di Kota Surakarta, meliputi kegiatan pencegahan yang dilakukan oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan masyarakat perorangan dengan memberikan sosialisasi kepada orang tua dan pemberian pendidikan seksual pada anak-anak, menfasilitasi anak untuk mengkampanyekan hak-hak anak, memberi kegiatan positif bagi anak
seperti: membentuk forum anak, mendirikan dan
commit to user
vii ABSTRACTRizky Tri Kurniasari. K6407044. SOCIETY PARTICIPATION IN OVERCOMING WITH CHILD SEXUAL ABUSE CRIME IN SURAKARTA. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, October 2012.
The objectives of research were to: (1) Find out society participation in overcoming with child sexual abuse crime in Surakarta, (2) Find out whether the tendency of sexual abuse crime and society participation in Surakarta increases or decreases and the solution.
In line with the problem and objective of research, this research was conducted using a descriptive qualitative method with a single embedded research strategy. The data sources used in this research were informants, events or activities, documents and archives. The sampling techniques used purposive sampling and snowball sampling. Techniques of collecting data used interview, observation and documents analysis. The data validity in this research was obtained using data triangulation.
commit to user
viii MOTTOKatakanlah kepada orang-
pandangannya, dan memelihara kemaluannya yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
-(QS. Al Maidah, 5:32).
f dan mencegah dari kemungkaran; mereka
itulah
orang-Anak belajar dari kehidupannya
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan perlakuan baik, ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar mempercayai
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyukai diri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar
menemukan cinta dalam kehidupann
commit to user
ixPERSEMBAHAN
Bapak dan Ibu yang tidak henti-hentinya
mendoakan dan memberikan dukungan pada
penulis
Kakak-kakakku Wal Asri Isnaeni dan Nurul
Fajrin atas motivasinya
Anak-anak kuala koster lantai dua (Tata, Kikis,
Ilmi, Rosi, Mba Intan, Tiara) atas tawa dan
dukungannya selama ini
Sahabat terbaik disaat kuliah (Indriyani
Cahyaningrum, Nur Aprilia, dan Rosiana
Rahayu)
Pembaca yang budiman
commit to user
xKATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul :
jahatan Kekerasan Seksual pada
Anak di Kota Surakarta
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari prasyarat guna memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan
skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan
yang timbul dapat teratasi. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah
memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini.
2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial FKIP UNS Surakarta, yang telah menyetujui penyusunan skripsi
ini.
3. Dr. Sri Haryati, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan
Kewarganegaraan FKIP UNS Surakarta yang telah memberikan ijin untuk
menyusun skripsi.
4. Dra. Ch. Baroroh, M. Si., selaku Pembimbing I yang dengan sabar telah
memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik.
5. Drs. H. Utomo, M.Pd., selaku Pembimbing II yang dengan sabar telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis
commit to user
xi6. Dr. Triyanto, S. H., M. Hum., selaku Ketua Penguji skripsi yang telah
memberikan kritik dan masukan demi kebaikan skripsi ini.
7. Ibu Triana Rejekiningsing, S. H., K.N., M. Pd., selaku Sekretaris Penguji
skripsi yang telah memberikan kritik dan masukan demi kebaikan skripsi
ini.
8. Drs. H. Utomo, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan motivasi, bimbingan, dan pengarahan dengan baik selama
penulis menjalani masa studi sampai menyelesaikan skripsi ini.
9. Bapak/Ibu dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10.Teman-teman PPKn Angkatan 2007 yang telah membantu menyelesaikan
skripsi ini dan juga yang telah mewarnai hari-hari penulis selama menjadi
mahasiswa.
11.Pihak-pihak terkait yang dengan kerelaannya membantu penulis dalam
pengumpulan data yang penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi ini.
12.Semua pihak yang telah membantu penulis demi kelancaran penulisan
skripsi ini. Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan atas
jasa-jasa yang telah diberikan.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin, namun
penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan karena
keterbatasan penulis. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
Surakarta, Oktober 2012
commit to user
xii DAFTAR ISIHalaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii
HALAMAN PENGAJUAN ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
HALAMAN MOTTO ... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II LANDASAN TEORI ... 9
A. Tinjauan Pustaka ... 9
1. Tinjauan tentang Partisipasi ... 9
a. Pengertian Partisipasi ... 9
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi ... 10
c. Syarat Tumbuhnya Partisipasi ... 11
d. Macam dan Bentuk Partisipasi ... 13
2. Tinjauan tentang Masyarakat ... 16
a. Pengertian dan Ciri-ciri Masyarakat ... 16
commit to user
xiii3. Tinjauan tentang Partisipasi Masyarakat dan Pentingnya
Partisipasi Masyarakat dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara 19
4. Tinjauan tentang Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak a. Pengertian Anak ... 21
b. Pengertian Kejahatan dan Kekerasan ... 22
c. Pengertian Kejahatan Kekerasan seksual pada Anak 24 d. Bentuk-bentuk Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak... 26
e. Tanda-tanda Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak 26 f. Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Kekerasan Seksual ... 28
g. Anak-anak yang Rentan Mengalami Kejahatan Kekerasan Seksual ... 30
h. Dampak Kejahatan Kekerasan Seksual bagi Anak ... 31
i. Peraturan tentang Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak Menurut Hukum Positif ... 32
5. Tinjauan tentang Menanggulangi Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak ... 37
a. Pengertian Menanggulangi dan Konsepsi dalam Menanggulangi Kriminalitas ... 37
b. Upaya Menanggulangi Kejahatan Kekerasan Seksual 38 pada Anak... c. Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Menanggulangi Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak ... 42
B. Kerangka Berfikir... 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 46
1. Tempat Penelitian ... 46
2. Waktu Penelitian ... 46
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 47
commit to user
xiv2. Strategi Penelitian ... 47
C. Sumber Data ... 48
D. Teknik Sampling (Cuplikan) ... 51
E. Teknik Pengumpulan Data ... 52
F. Validitas Data ... 56
G. Analisis Data ... 57
H. Prosedur Penelitian ... 60
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 62
A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 62
1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Kota Surakarta ... 62
2. Gambaran Terjadinya Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak di Kota Surakarta ... 65
a. Pelaku dan Korban Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak di Kota Surakarta ... 66
b. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak di Kota Surakarta ... 68
3. Upaya Pihak Kepolisian Unit PPA dalam Menanggulangi Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak ... 75
a. Upaya Preventif (Pencegahan) ... 75
b. Upaya Represif (Penanganan) Secara Penal ... 76
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian ... 1. Partisipasi Masyarakat dalam Menanggulangi Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak di Kota Surakarta ... 81
a. Partisipasi Yayasan KAKAK ... 81
b. Partisipasi Tokoh Masyarakat ... 97
c. Partisipasi Tokoh Agama ... 108
d. Partisipasi Masyarakat Biasa ... 111
2. Kecenderungan Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak dan Partisipasi Masyarakat di Kota Surakarta Mengalami Peningkatan ataukah Penurunan dan Solusinya ... 118
commit to user
xvpada Anak di Kota Surakarta Mengalami
Peningkatan atau penurunan ... 118
b. Kecenderungan Partisipasi Masyarakat mengalami Peningkatan atau Penurunan ... 119
c. Solusi ... 126
C. Temuan Studi ... 129
1. Partisipasi Masyarakat dalam Menanggulangi Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak di Kota Surakarta ... 129
2. Kecenderungan Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak dan Partisipasi Masyarakat Mengalami Peningkatan ataukah Penurunan di Kota Surakarta dan solusinya... 133
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 136
A. Kesimpulan ... 136
B. Implikasi ... 140
C. Saran ... 141
commit to user
xviDAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jadwal Kegiatan penelitian 46
Tabel 2. Luas Wilayah Kota Surakarta Per Kecamatan 62
Tabel 3. Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin dan Tingkat
Kepadatan Tiap Kecamatan di Kota Surakarta Tahun 2009 63
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dianut
di Kota Surakarta Tahun 2009 64
Tabel 5. Jumlah Penduduk Lima Tahun Ke Atas Menurut
Tingkat Pendidikan Di Kota Surakarta Tahun 2009 64
Tabel 6. Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian
di Kota Surakarta Tahun 2009 65
Tabel 7. Data Jumlah Kasus Kekerasan Seksual pada Anak dan Wilayah
Terjadinya Kasus pada Tahun 2009-Juni 2011 yang Berhasil
Dipantau oleh Yayasan KAKAK Surakarta 71
Tabel 8. Bentuk-bentuk Kekerasan Seksual (Laki-laki: 7, Perempuan 70)
yang Berhasil Dipantau oleh Yayasan KAKAK Surakarta 72
Tabel 9. Data Kasus Kekerasan Seksual dengan Korban Anak
Selama Tahun 2010 (Bulan Januari-Desember) 73
Tabel 10. Data Kasus Kekerasan Seksual dengan Korban Anak
Selama Tahun 2011 (Bulan Januari-Desember) 74
Tabel 11. Ketentuan Umum PPT PA (Program Pelayanan Terpadu Bagi
commit to user
xviiDAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran. ... 45
Gambar 2. Analisis Data Model Interaktif ... 59
Gambar 3. Alur Pelaporan Kasus Kejahatan Kekerasan Seksual
pada Pihak Kepolisian ... 77
Gambar 4. Proses Penyidikan (Pemeriksaan) Perkara Kejahatan
commit to user
xviiiDAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Daftar Informan. ... 147
Lampiran 2. Pedoman Wawancara ... 154
Lampiran 3. Pedoman Observasi ... 158
Lampiran 4. Catatan Lapangan Wawancara dengan Anggota Kepolisian
Unit PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta ... 159
Lampiran 5. Catatan Lapangan Wawancara dengan Pengurus
Yayasan KAKAK Surakarta ... 168
Lampiran 6. Catatan Lapangan Wawancara dengan Masyarakat ... 186
Lampiran 7. Trianggulasi Data ... 257
Lampiran 8. Materi Sosialisasi tentang Kekerasan pada Anak
dari Yayayasan pada Masyarakat ... 260
Lampiran 9. Materi Sosialisasi tentang Kekerasan pada Anak
dari Yayasan KAKAK pada Sekolah ... 262
Lampiran 10. Materi Kegiatan Capacity Building dari Yayasan KAKAK
kepada Pengurus PPT PA Kelurahan Jebres ... 265
Lampiran 11. Foto Kegiatan Penelitian ... 280
Lampiran 12. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi
kepada Dekan FKIP UNS ... 289
Lampiran 13. Surat Keputusan Dekan FKIP UNS tentang Ijin
Penyusunan Skripsi ... 290
Lampiran 14. Surat Permohonan Ijin Research/Try Out
kepada Rektor UNS ... 291
Lampiran 15. Surat Permohonan Ijin Research/Try Out kepada Pimpinan
Yayasan KAKAK Surakarta ... 292
Lampiran 16. Surat Permohonan Pengantar Ijin Penelitian kepada
Walikota Surakarta ... 293
Lampiran 17. Surat Permohonan Ijin Penelitian kepada Kapolres
commit to user
xixLampiran 18. Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian dari
Polresta Surakarta ... 295
Lampiran 19. Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian dari
Yayasan KAKAK Surakarta ... 296
Lampiran 20. Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian dari
Kantor Kecamatan Jebres ... 297
Lampiran 21. Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian dari
Kantor Kecamatan Pasar Kliwon ... 298
Lampiran 22. Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian dari
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia merupakan negara hukum (rechstaat), yang memiliki
beberapa ciri diantaranya menjunjung tinggi hukum dan HAM (Hak Asasi
Manusia). Semua hak dan kewajiban warga negara dijamin dalam UUD 1945
(Undang-Undang Dasar 1945) sebagai dasar negara. Salah satu hak dan kewajiban
warga negara yang dijamin oleh UUD 1945 yaitu hak dan kewajiban untuk ikut
berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Diantaranya ikut berpartisipasi membela negara dari berbagai ancaman dari luar
maupun dari dalam bangsa itu sendiri. Dalam hal ini yaitu partisipasi dalam
menanggulangi permasalahan yang timbul di dalam masyarakat, misalnya
kejahatan kekerasan seksual pada anak. Kekerasan seksual pada anak merupakan
suatu ancaman yang datang dari dalam bangsa dan sangat berbahaya bagi mental
dan moral generasi penerus bangsa.
Indonesia merupakan negara yang berpedoman pada ideologi Pancasila
yang di dalam kelima sila Pancasila tersebut terdapat nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan yang seharusnya digunakan
sebagai dasar untuk menjalin hubungan dengan sesama manusia. Namun pada
kenyataannya tidak sedikit dari kita yang hidup tidak sejalan dan bertentangan
dengan pedoman hidup tersebut, misalnya hidup dengan cara liar, amoral, bebas
dan bertentangan dengan ajaran agama seperti halnya orang yang tidak mengakui
dan menggap adanya Tuhan. Kekerasan seksual pada anak merupakan salah satu
perbuatan yang bertentangan dengan ideologi bangsa dan merupakan perbuatan
yang asusila, amoral, biadab, tidak berperikemanusiaan, tidak berperikeadilan dan
merupakan kejahatan yang merugikan serta mendatangkan penderitaan bagi
korban dan keluarganya. Oleh sebab itu, perbuatan ini dapat merusak ketentraman
masyarakat karena sangat bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di
commit to user
Kekerasan seksual pada anak merupakan tindak kejahatan karena
perbuatan tersebut bertentangan dengan hukum dan melanggar pasal 287, 289,
290, 291, 292 293, 294 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana selanjutnya
disingkat KUHP dan pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak. Kartini, Kartono (2005: 152) mengatakan bahwa
ekerasan seksual pada anak termasuk dalam k .
Selanjutnya menurut Irwanto, dkk (2008 : 5) mengatakan bahwa :
Anak-anak adalah masa depan. Bukan hanya masa depan bagi dirinya dan keluarganya, tetapi juga masa depan bagi komunitas, bangsa dan negaranya. Mereka adalah masa depan bagi kemanusiaan, tanpa anak tidak ada masa depan bagi siapapun. Tidak memperhatikan kualitas hidup anak sama artinya dengan tidak memperhatikan kelangsungan hidup keluarga, komunitas, bangsa dan negara di masa yang akan datang.
Anak mempunyai hak yang bersifat asasi, sebagaimana yang dimiliki
oleh orang dewasa. Berdasarkan Konvensi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
tentang Konvensi Hak Anak (KHA) tahun 1989 dinyatakan bahwa anak berhak
atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, partisipasi, serta berhak
mendapatkan perlindungan dari segala tindak kekerasan dan diskriminasi. Namun
ironisnya, meskipun pemerintah telah meratifikasi KHA international tersebut,
pada hakekatnya negara belum mampu mencegah dan melindungi anak dari
segala bentuk pelanggaran hak anak, tindak kekerasan dan diskriminasi. Irwanto,
tindakan yang melanggar hak-hak anak melalui penyalahgunaan kekerasan atas
diri anak yang dimanipulasi sedemikian rupa sehingga anak dijadikan korban dan
diperlakukan sebagai ob
Dunia anak yang seharusnya diwarnai dengan kegiatan yang
menyenangkan seperti bermain, berekreasi, belajar, dan berkreasi untuk
mengembangkan minat dan bakat demi pengembangan diri mereka demi masa
depan dirinya dan bangsanya. Namun pada kenyataanya, dunia anak justru banyak
diwarnai oleh peristiwa kelam dan menyedihkan (Abu Huraerah, 2007: 21).
Banyak anak-anak yang mengalami berbagai macam tindak kekerasan
commit to user
psikologis namun juga kekerasan seksual. Kekerasan seksual pada anak
merupakan salah satu peristiwa kelam yang sering mengiringi kehidupan anak,
padahal kekerasan ini merupakan kekerasan yang paling berbahaya karena sangat
kompleks dampak yang ditimbulkan, selain dampak fisik kekerasan ini juga
menimbulkan dampak psikologis seperti traumatis yang sulit dihilangkan dan
dampak sosial pada kehidupan di masa yang akan datang.
Tim Yayasan KAKAK (2011 : 3) dalam salah satu bukunya yang
berjudul Aku Ingin Jadi Matahari, mengatakan bahwa:
Kekerasan seksual adalah hubungan/interaksi antara seorang anak dengan seseorang yang lebih tua (dewasa) atau anak yang lebih banyak nalar seperti saudara kandung atau orang tua, orang asing dimana anak tersebut dipergunakan sebagai objek pemuas bagi kebutuhan seksual si pelaku. Perbuatan-perbuatan ini dilakukakn dengan menggunakan paksaan, ancaman, suap, tipuan atau tekanan. Kegiatan-kegiatan yang mengandung kekerasan seksual tidak harus melibatkan kontak badan antara pelaku dan anak tersebut.
Definisi kekerasan seksual lebih dari perkosaan, bahkan kekerasan
seksual tidak hanya mencakup pada hubungan seksual dengan kontak fisik tetapi
juga non kontak fisik misalnya yaitu berkomentar kotor, mempertontonkan alat
kelaminnya pada orang lain, dan menonton seorang anak sedang telanjang atau
menyuruh atau memaksa anak-anak untuk menonton gambar dan video porno
juga merupakan kekerasan seksual.
Pangkahila dalam Tim Yayasan KAKAK (2011: 4) mengatakan bahwa
fantasi, dan dorongan seksual
yang menimbulkan ketegangan seksual, dan membutuhkan pelepasan seksual
Kekerasan seksual pada anak merupakan cerminan dari mentalitas pelaku
yang tidak terbentuk secara matang. Dorongan nafsu seks yang dibarengi dengan
emosi yang tidak mapan membuat orang tidak dapat menempatkan dan menekan
hasrat seksual dengan baik. Anak-anak yang seharusnya dilindungi, dijaga dan
diberi kasih sayang justru dijadikan sebagai objek pemuas seksual mereka. Selain
commit to user
pelaku juga ikut mendorong pelaku cenderung tega untuk berbuat jahat tanpa
mempertimbangkan dampak dari perbuatannya yang dilakukan.
Kekerasan seksual pada anak merupakan praktik seksual yang menyimpang karena pelakunya sering menggunakan cara-cara yang jahat dan melanggar ajaran dan nilai-nilai agama yang disertai tipuan, ancaman, kekerasan dan paksaan hal tersebut dilakukan oleh pelaku untuk menunjukkan kekuatan yang digunakan sebagai alat untuk melancarkan niat jahatnya (Wahid dan Irfan, 2001 : 32).
Astri Purwakasari mengemukakan bahwa salah satu faktor pendorong
anak menjadi korban kekerasan seksual yaitu:
Anak-anak kerap menjadi korban perkosaan karena mereka innocent (polos) dan tidak berdaya, apalagi jika harus berhadapan dengan orang yang lebih dewasa terutama orang tua. Dalam perkosaan anak, pelakunya menggunakan kekerasan sebagai unsur unjuk kekuatan (show of force) dari pelaku pada korban. Biasanya pelaku adalah pengecut yang ingin menunjukkan kekuatannya pada si lemah (Astri Purwakasari, 2009: 4 diakses dalam http://kakak.org/home).
Kota Surakarta merupakan sebuah kota yang memiliki tingkat kepadatan
penduduk 11.370 jiwa/km2, angka tersebut menyebabkan Kota Surakarta menjadi kota terpadat di Provinsi Jawa Tengah. Dengan kepadatan penduduk tersebut
menyebabkan Kota Surakarta memiliki potensi problem sosial yang cukup rawan
seperti perumahan, kesehatan termasuk kriminalitas. Pada Tahun 2006 Kota
Surakarta ditetapkan sebagai salah satu kota percontohan Kota Layak Anak di
Indonesia. Kota yang seharusnya layak bagi anak, dapat menjamin hak-hak anak,
serta mampu melindungi dan memberikan rasa aman bagi anak. Namun pada
kenyataannya masih banyak permasalahan yang berkaitan dengan dunia anak,
salah satunya adalah masih adanya anak yang menjadi korban kejahatan
kekerasan seksual yang dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Hal
tersebut menunjukkan bahwa kejahatan kekerasan seksual pada anak di Kota
Surakarta belum bisa ditanggulangi secara tuntas.
Berdasarkan data yang peneliti dapat dari RPK (Ruang Pelayanan
Khusus) Unit PPA (Unit Pelayanan Perempuan dan Anak) Sat Reskrim Polresta
Surakarta, dari bulan Januari 2010 sampai bulan Desember 2011 terdapat 19 kasus
commit to user
Unit PPA. Semua kasus yang dilaporkan, 100% korbannya adalah anak
perempuan dan rata-rata berusia 14-17 tahun yaitu anak-anak yang duduk
dibangku sekolah SMP-SMA. Sedangkan pelaku kebanyakan adalah orang-orang
yang sudah dikenal oleh korban sebelumnya seperti teman sebaya/teman bermain,
pacar, tetangga, dan kenalan baru lewat HP (handphone) atau facebook kemudian
kopi darat dan menjalin hubungan pertemanan.
Selain data yang peneliti dapat dari Unit PPA Sat Reskrim Polresta
Surakarta, peneliti juga mendapatkan data dari Yayasan KAKAK Surakarta yang
menyebutkan bahwa dari bulan Januari 2009 hingga bulan Juni 2011 terdapat 19
korban kekerasan seksual yang berhasil dipantau oleh Yayasan KAKAK.
Kebayakan korban yang berhasil dipantau yaitu anak yang berusia 15-16 tahun.
Kemudian untuk pelaku 90% orang yang sudah lama mereka kenal dan 10%
orang yang baru kenal. Tempat kejadian sendiri sebagian besar terjadi di rumah
korban, di rumah pelaku dan hotel atau tempat penginapan. Data tersebut tentu
hanya data yang nampak di permukaan karena data yang sesungguhnya bisa lebih
banyak lagi. Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh salah satu staf Yayasan
KAKAK yaitu Kak Atur
kekerasan seksual pada anak merupakan fenomena gunung es artinya kasus yang
terlihat di permukaan hanyalah sebagian kecil saja dari kejadian yang sebenarnya
(Catatan Lapangan No. 4 selanjutnya disingkat CL. 4).
Secara legislatif negara Indonesia memang menunjukkan kemajuan yang
bermakna dalam komitmennya untuk memberikan sanksi lebih tegas bagi para
pelaku kekerasan seksual, hal ini terwujud dengan adanya UU Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, yang memberikan sanksi khusus pada pasal 81
dan 82 bagi pelaku kekerasan seksual. Sanksi tersebut tentu menunjukkan adanya
kemajuan karena sebelumnya penjatuhan sanksi bagi pelaku kejahatan kekerasan
seksual pada anak mengacu pada KUHP yang hukumannya hanya berupa pidana
penjara paling lama sembilan tahun sedangkan dalam pasal 81 dan 82 UU Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pidana penjara paling singkat tiga
tahun dan paling lama yaitu 15 tahun serta denda uang paling banyak Rp
commit to user
kejahatan kekerasan seksual pada anak belum mendapatkan penanganan secara
memadai.
Sesuai dengan bunyi pasal 64 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan
dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi anak yang
berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban
dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat .
Pasal 69 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, yang dimaksud perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan meliputi :
(1) Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi kekerasan fisik, psikis, dan seksual dilakukan melalui upaya :
a. Penyebarluasan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan; dan
b. Pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi.
(2) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Masyarakat adalah kelompok yang memiliki kewajiban dan tanggung
jawab untuk melindungi anak, apalagi masyarakat sangat dekat dengan kehidupan
anak-anak, sehingga masyarakat harus berpartisipasi aktif dalam berbagai bentuk
upaya perlindungan anak termasuk memecahkan berbagai permasalahan yang
menyangkut keselamatan anak. Dalam pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa Masyarakat
berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam
Pasal (2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga
sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan,
lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa. Kemudian pada Pasal 73
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diterangkan
Peran masyarakat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku .
Menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak meliputi upaya
commit to user
kekerasan seksual pada anak bukan hanya tugas pemerintah, aparat penegak
hukum, namun juga dibutuhkan partisipasi dari masyarakat yang ada di dalamnya.
Kejahatan kekerasan seksual pada anak merupakan salah satu permasalahan yang
membahayakan mental generasi bangsa oleh sebab itu harus ditangani dan
ditanggulangi secara serius, agar tidak ada lagi korban lain yang berjatuhan.
Salah satu komponen yang dikembangkan oleh Pendidikan
Kewarganegaraan yaitu ketrampilan kewarganegaraan (civic skills) yang salah
satunya adalah ketrampilan partisipasi (participation skills). Dalam konteks ini
warga negara yang dimaksud adalah masyarakat. Mengacu pada Pasal 72 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak partisipasi
masyarakat yang dimaksud adalah Lembaga Swadaya Masyarakat dan masyarakat
perorangan.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka penulis tertarik
untuk mengambil judul penelitian tentang
Menanggulangi Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak di Kota
Surakarta
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan
seksual pada anak di Kota Surakarta ?
2. Bagaimana kecenderungan kejahatan kekerasan seksual pada anak dan
partisipasi masyarakat di Kota Surakarta mengalami peningkatan ataukah
penurunan, dan solusinya ?
C. Tujuan Penelitian
Sebuah penelitian pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai melalui
penelitian tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan
commit to user
2. Mengetahui kecenderungan kejahatan kekerasan seksual pada anak dan
partisipasi masyarakat di Kota Surakarta, mengalami peningkatan ataukah
penurunan dan solusinya.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan
pembaca pada umumnya baik secara teoritis maupun secara praktis, antara lain :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini memberikan sumbangan bagi bidang studi PPKn
(Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) dalam mengimplementasikan
mata kuliah Korupsi dan Patologi Sosial yang berkaitan dengan penyakit
masyarakat yaitu kejahatan kekerasan seksual pada anak, dan IKn (Ilmu
Kewarganegaraan) yang berkaitan dengan keterampilan warga negara untuk
berpartisipasi (civic skill participatoris).
b. Sebagai referensi penelitian selanjutnya terutama yang berkaitan dengan
partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual
pada anak.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan masukan yang
bermanfaat bagi seluruh elemen masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam
membantu tugas lembaga penegak hukum, LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat) dan instansi-instansi terkait, dalam memecahkan permasalahan
yang timbul di masyarakat terutama yang menyangkut keselamatan dan
eksistensi generasi penerus bangsa khususnya kejahatan kekerasan seksual
pada anak.
b. Memberikan motivasi dan menumbuhkan tanggungjawab serta kesadaran bagi
masyarakat akan pentingnya melakukan penanggulangan kejahatan kekerasan
seksual pada anak.
c. Menambah kepustakaan dalam bidang Ilmu Sosial di Program Studi
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
commit to user
BAB IILANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan tentang Partisipasi
a. Pengertian Partisipasi
P to take part apabila
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang berarti ambil bagian .
Sedangkan partisipasi dalam pengertian umum diartikan dengan peran serta,
keikutsertaan seseorang atau sekumpulan orang dalam suatu kegiatan
bersama. Hal tersebut seperti yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia erilahal turut berperan serta
dalam suatu kegiatan; keikutsertaan; peran serta Untuk
mengetahui lebih lanjut tentang pengertian partisipasi akan disajikan beberapa
pendapat tentang pengertian partisipasi yaitu, sebagai berikut :
Bornby dalam Totok Mardikanto (1988: 101) mendefinisikan
partisipasi sebagai indakan mengambil bagian yaitu kegiatan atau
pernyataan untuk mengambil bagian dari suatu kegiatan dengan maksud untuk
memperoleh manfaat
Hal senada diungkapkan oleh Teodorson dalam Totok Mardikanto
asi merupakan keikut-sertaan
seseorang di dalam kelompok sosial untuk mengambil bagian dari kegiatan
masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri
Murbyarto dalam Taliziduhu Ndraha (1990: 102) mengartikan
artisipasi sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program
sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri
sendiri
pemberdayaan masyarakat sehingga mampu menyelesaikan sendiri masalah
commit to user
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi
merupakan peran serta, keikutsertaan, pengambilan bagian dalam suatu
kegiatan, untuk membantu mewujudkan keberhasilan program tersebut sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki di luar profesinya tanpa mengorbankan
kepentingan pribadi, dengan tujuan memperoleh manfaat dari keikutsertaanya
tersebut.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Angell dalam Sacafirmansyah mengatakan bahwa :
Partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu: 1) Usia, 2) jenis kelamin, 3) pendidikan, 4) pekerjaan dan penghasilan, serta 5) lamanya tinggal (Sacafirmansyah, 2009: 7-8 diakses dalam www.sacafirmansyah.wordpress.com).
Di bawah ini adalah penjabaran dari kelima faktor tersebut :
1) Usia
Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang
terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari
kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai
dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang
berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainnya.
2) Jenis kelamin
Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan
bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama
adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran
perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan
pendidikan perempuan yang semakin baik.
3) Pendidikan
Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi.
commit to user
lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan
kesejahteraan seluruh masyarakat.
4) Pekerjaan dan penghasilan
Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang
akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan
dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat
mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan
masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu
kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan perekonomian.
5) Lamanya tinggal
Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya
berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi
seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa
memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam
partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.
c. Syarat Tumbuhnya Partisipasi
Margono Slamet dalam Totok Mardikanto (1988: 109) mengatakan
bahwa: ntuk menumbuhkan partisipasi itu sendiri sebagai kegiatan nyata
diperlukan syarat-syarat sebagai berikut: 1) Adanya kesempatan; 2)
kemampuan; dan 3) kemauan warga masyarakat untuk berpartisipasi
Hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Adanya kesempatan untuk berpartisipasi
Dalam kenyataan, banyak program pembangunan kurang
memperoleh partisipasi masyarakat karena kurangnya kesempatan yang
diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi. Di lain pihak, juga
sering dirasakan t
masyarakat mengenai kapan dan dalam bentuk apa mereka dapat atau
dituntut untuk berpartisipasi. Beberapa kesempatan yang dimaksud di sini
commit to user
a) Kemampuan politik dari penguasa untuk melibatkan masyarakat dalam
pembangunan, baik dalam pengambilan keputusan sejak perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, pemeliharaan, dan pemanfaatan
hasil pembangunan; sejak dari tingkat pusat sampai dijajaran yang
paling bawah.
b) Kesempatan untuk memperoleh informasi pembangunan.
c) Kesempatan memanfaatkan dan memobilisasi sumber daya (alam, dan
manusia) untuk pelaksanaan pembangunan.
d) Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi yang
tepat (termasuk peralatan pelengkap penunjangnya).
e) Kesempatan ikut berorganisasi, termasuk untuk memperoleh dan
menggunakan peraturan, perijinan, dan prosedur kegiatan yang harus
dilaksanakan, dan
f) Kesempatan mengembangkan kepemimpinan yang mampu
menumbuhkan, menggerakkan, dan mengembangkan, serta
memelihara partisipasi masyarakat.
2) Kemampuan untuk berpartisipasi
Perlu disadari bahwa adanya kesempatan-kesempatan yang
disediakan/ditumbuhkan untuk menggerakkan partisipasi masyarakat akan
tidak banyak berarti, jika masyarakatnya memiliki kemampuan untuk
berpartisipasi, yang dimaksud dengan kemampuan di sini adalah :
a) Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan-
kesempatan untuk membangun, atau pengetahuan tentang peluang
untuk membangun (memperbaiki mutu hidupnya).
b) Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan, yang dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki.
c) Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan
menggunakan sumberdaya dan kesempatan (peluang) lain yang
tersedia secara optimal.
commit to user
Kesempatan dan kemampuan yang cukup, juga belum merupakan
jaminan bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat, jika
mereka sendiri tidak memiliki kemampuan untuk membangun.
Kemampuan untuk membangun ini, ditentukan oleh sikap mental yang
mereka miliki, yang menyangkut :
a) Sikap untuk meninggalkan nilai-nilai yang menghambat
pembangunan.
b) Sikap terhadap penguasa atau pelaksana pembangunan pada umumnya.
c) Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak cepat puas
diri.
d) Sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah dan tercapainya
tujuan pembangunan.
e) Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk
memperbaiki mutu hidupnya.
d. Macam-Macam dan Bentuk-Bentuk Partisipasi
1) Macam-macam Partisipasi
Berdasarkan derajat kesukarelaan partisipasi, Dusseldorp dalam
Totok Mardikanto (1988: 105) embedakan macam-macam partisipasi
dalam: a) Partisiasi bebas, b) partisipasi paksaan atau partisipasi tertekan,
dan c) partisipasi karena kebiasaan
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Partisipasi bebas, yaitu partisipasi yang dilandasi oleh rasa
kesukarelaan yang bersangkutan untuk mengambil bagian dalam suatu
kegiatan. Partisipasi bebas ini dibedakan dalam :
(1)Partisipasi spontan, yaitu partisipasi yang tumbuh secara spontan
dari keyakinan atau pemahamannya sendiri, tanpa adanya
pengaruh yang diterimanya dari penyuluhan atau bujukan yang
dilakukan oleh pihak lain (baik individu maupun lembaga
commit to user
(2)Partisipasi terinduksi, jika partisipasi sukarela itu tumbuh karena
terpengaruh oleh bujukan atau penyuluhan agar ia secara sukarela
berpartisipasi dalam kegiatan tertentu yang dilaksanakan
dalam/oleh masyarakatnya. Partisipasi terinduksi ini, dapat
dibedakan lagi berdasarkan pihak-pihak yang mempengaruhinya,
yaitu :
(a) Pemerintah, atau kelompok/organisasi sosial yang diikutinya.
(b) Lembaga sukarela di luar masyarakatnya sendiri.
(c) Seseorang individu atau lembaga-lembaga sosial setempat.
b) Partisipasi paksaan atau partisipasi tertekan yang pada dasarnya
dibedakan dalam dua macam yaitu:
(1)Partisipasi tertekan oleh hukum atau peraturan, yaitu keikutsertaan
dalam suatu kegiatan yang diatur oleh hukum/peraturan yang
berlaku yang bertentangan dengan keyakinan atau pendiriannya
sendiri, tanpa harus memerlukan persetujuannya terlebih dahulu.
(2)Partisipasi paksaan karena keadaan sosial-ekonomi. Partisipasi
seperti ini seolah-olah dapat disamakan dengan partisipasi bebas,
karena partisipasi sama sekali tidak memperoleh tekanan atau
paksaan secara langsung dari siapapun juga untuk berpartisipasi.
Tetapi, jika ia tidak berpartisipasi dalam kegiatan tertentu, ia akan
menghadapi tekanan, ancaman atau bahkan bahaya yang akan
menekan kehidupannya sendiri dan kelurganya, misalnya
keikutsertaan seseorang dalam partai politik, keikutsertaan petani
kecil dalam kelompok patron-client tertentu, ataupun keanggotaan
petani dalam kelompok tani.
c) Partisipasi karena kebiasaan, yaitu suatu bentuk partisipasi yang
dilakukan karena kebiasaan setempat, seperti kebiasaan-kebiasaan
karena jenis kelamin, ras, agama/aliran kepercayaan, dan sebagainya.
2) Bentuk-bentuk Partisipasi
Menurut Sacafirmansyah dalam artikelnya yang berjudul
commit to user
Solaeman, Capin, Hamijoyo, Pasaribu dan Simanjuntak, menyebutkan
bahwa:
Bentuk-bentuk partisipasi yaitu: partisipasi uang, partisipasi harta benda, partisipasi tenaga, partisipasi ketrampilan, partisipasi buah pikiran, partisipasi sosial, partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, dan partisipasi representatif (Sacafirmansyah, 2009: 4-5 diakses dalam www.sacafirmansyah.wordpress.com).
Di bawah ini merupakan penjelasan dari delapan bentuk-bentuk
partisipasi diatas, adalah sebagai berikut :
a) Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar
usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan
bantuan.
b) Partisipasi harta benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang
harta benda, biasanya berupa alat-alat kerja atau perkakas.
c) Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk
tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang
keberhasilan suatu program.
d) Partisipasi ketrampilan, yaitu memberikan dorongan melalui
ketrampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang
membutuhkannya, dengan maksud agar orang tersebut dapat
melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosialnya.
e) Partisipasi buah pikiran adalah partisipasi berupa sumbangan berupa
ide, pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk menyusun
program maupun untuk memperlancar pelaksanaan program dan juga
untuk mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan
pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang diikutinya.
f) Partisipasi sosial, partisipasi jenis ini diberikan oleh partisipan sebagai
tanda paguyuban, misalnya arisan, menghadiri kematian, dan lainnya
dan dapat juga sumbangan perhatian atau tanda kedekatan dalam
commit to user
g) Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat terlibat
dalam setiap diskusi/forum dalam rangka untuk mengambil keputusan
yang terkait dengan kepentingan bersama.
h) Partisipasi representatif. Partisipasi yang dilakukan dengan cara
memberikan kepercayaan/mandat kepada wakilnya yang duduk dalam
organisasi atau panitia.
2. Tinjauan tentang Masyarakat
a. Pengertian Masyarakat dan Ciri-ciri Masyarakat
1) Pengertian Masyarakat
Masyarakat secara etimologis berasal dari bahasa A syarak
musyarak aling
bergaul. Di dalam bahasa Inggris dipakai , yang
sebelumnya berasal dari kata L societa
,
yang berarti kawan, teman. Sehingga arti society berhubungan erat dengan
kata sosial. Maka masyarakat dapat diartikan sebagai orang-orang yang
hidup bersama.
Koentjaraningrat dalam Basrowi (2005: 39) menyatakan bahwa
asyarakat ialah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut
suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan yang terikat
oleh suatu rasa identitas bersama
Kemudian menurut Auguste Comte dalam Basrowi (2005: 39)
-kelompok
makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut
pola perkembangan yang tersendiri
Sedangkan dalam Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa
adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan organisasi sosial dan/atau
commit to user
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
masyarakat adalah perseorangan atau sekelompok manusia termasuk
organisasi-organisasi sosial yang hidup bersama dalam arti seluas-luasnya
dan terikat oleh adat istiadat dan rasa identitas bersama, berkembang
menurut pola-pola perkembangannya sendiri.
2) Ciri-ciri Masyarakat
Soerjono Soekanto dalam Basrowi (2005: 40) mengatakan bahwa
ciri-ciri masyarakat meliputi :
a) Manusia yang hidup bersama, b) Bercampur untuk waktu yang lama,
c) Mereka sadar bahwa mereka suatu kesatuan, d) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama.
Pendapat lain dikemukakan oleh Abdul Syani yang menyebutkan
bahwa masyarakat ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a) Adanya interaksi;
b) Ikatan pola tingkah laku yang khas di dalam semua aspek kehidupan yang bersifat mantap dan kontinu;
c) Adanya rasa identitas terhadap kelompok, dimana individu yang bersangkutan menjadi anggota kelompoknya. (Basrowi, 2005: 41)
Jadi dapat dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
dari suatu masyarakat yaitu manusia yang hidup bersama dalam waktu
yang lama yang menyadari sebagai suatu kesatuan yang memiliki sistem
hidup bersama, saling berinteraksi memiliki ikatan dan pola tingkah laku
yang khas sebagai identitas kelompok.
b. Lapisan Masyarakat (Stratifikasi Sosial)
Bentuk-bentuk lapisan masyarakat berbeda-beda dan banyak sekali.
Lapisan masyarakat tetap ada sekalipun dalam masyarakat kapitalistis,
demokratis, komunistis dan sebagainya. Lapisan masyarakat ada sejak
manusia mengenal adanya kehidupan bersama di dalam suatu organisasi
sosial, misalnya pada masyarakat dengan kebudayaan yang masih sederhana.
Lapisan masyarakat mula-mula didasarkan pada perbedaan seks (jenis
commit to user
bukan budak, pembagian kerja, dan berdasarkan pada kekayaan. Semakin
rumit dan semakin maju teknologi suatu masyarakat semakin kompleks pula
sistem lapisan masyarakat (Soerjono Soekanto, 2002: 228).
Soerjono Soekanto, (2002: 237-238) menyebutkan bahwa
kuran/kriteria yang bisa dipakai untuk menggolong-golongkan masyarakat
ke dalam suatu lapisan yaitu meliputi: 1) Ukuran kekayaan, 2) ukuran
kekuasaan, 3) ukuran kehormatan dan 4) ukuran ilmu pengetahuan
Di bawah ini adalah penjabaran dari keempat ukuran/kriteria tersebut:
1) Ukuran kekayaan.
Barangsiapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam
lapisan atas. Kekayaan tersebut, misalnya dapat dilihat dari bentuk rumah
yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-cara menggunakan pakaiain
dan bahan pakaian yang dikenakan, kemudian kebiasaan berbelanja
barang-barang mahal dan seterusnya.
2) Ukuran kekuasaan.
Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang memiliki wewenang,
menempati lapisan atas.
3) Ukuran kehormatan.
Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran
kekayaan dan/atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati,
mendapat tempat teratas. Ukuran semacam ini, banyak dijumpai pada
masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka
yang pernah berjasa.
4) Ukuran ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai oleh masyarakat yang
menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut ukuran
tersebut kadang-kadang menyebabkan akibat-akibat yang negatif, karena
ternyata bukan mutu ilmu pengetahuaanya yang dijadikan ukuran tetapi
gelar kesarjanaannya meskipun segala usaha yang digunakan mendapatkan
commit to user
3. Tinjauan Tentang Partisipasi Masyarakat dan Pentingnya Partisipasi
dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Untuk mengetahui pengertian partisipasi masyarakat dapat dirujuk dari
pendapat Isbandi Rukminto Adi (2007: 27) dalam bukunya yang berjudul
Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas: dari Pemikiran Menuju
Penerapan mengatakan bahwa partisipasi masyarakat adalah :
Keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. (Sacafirmansyah, 2009: 1 diakses dalam
www.sacafirmansyah.wordpress.com).
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat diperlukan partisipasi
dan dukungan dari masyarakat yang ada di dalamnya. Kemampuan masyarakat
untuk berpartisipasi merupakan suatu ketrampilan yang harus dimiliki oleh setiap
masyarakat sebagai warga negara. Ketrampilan partisipasi (participation skill) itu
sendiri merupakan salah satu ketrampilan kewarganegaraan (civic skill).
Ketrampilan kewarganegaraan merupakan salah satu komponen pokok yang ingin
dikembangkan dalam Pendidikan Kewarganegaraan selain civic knowledge
(pengetahuan kewarganegaraan) dan civic values/dispositions (karakter
kewarganegaraan).
Winarno, Wijianto (2010: 60) mengatakan bahwa Civic Skill sendiri
berkenaan dengan apa yang seharusnya dapat dilakukan oleh warga negara bagi
Udin S. Winataputra dan Dasim Budimansyah (2007: 33) mengatakan
Participation skills such as: communicate, negotiate, cooperate, manage
conflict, peacefully and fairly, reach consensus .
Artinya ketrampilan partisipasi meliputi ketrampilan melakukan
komunikasi, negosiasi, kooperasi atau mengadakan kerjasama dengan pihak lain,
mampu menghadapi dan mengelola suatu konflik, memiliki sikap keterbukaan dan
mampu menciptakan perdamaian, dan mampu mencapai suatu
commit to user
Hal senada juga dikemukanan oleh Diknas (Departemen Pendidikan
Nasional) yang menyebutkan bahwa :
Ketrampilan berpartisipasi meliputi ketrampilan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, berperan serta aktif mewujudkan masyarakat madani (civil society), ketrampilan mempengaruhi dan memonitoring jalannya pemerintahan dan proses pengambilan keputusan politik, ketrampilan memecahkan masalah sosial, ketrampilan mengadakan koalisi, kerjasama dan mengelola konflik (Winarno dan Wijianto, 2010 : 55).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketrampilan
berpartisipasi warga negara meliputi berperan serta aktif mewujudkan masyarakat
madani ketrampilan mempengaruhi dan memonitoring jalannya pemerintahan dan
proses pengambilan keputusan politik, ketrampilan memecahkan masalah sosial,
ketrampilan mengadakan koalisi, kerjasama dan mengelola konflik. Dan
ketrampilan-ketrampilan tersebut sangat dibutuhkan dalam kehidupan bernegara
dan bernegara. Partisipasi masyarakat sendiri tidak harus selalu diartikan
mendukung pembangunan tetapi juga menciptakan pembangunan. Sehingga
partisipasi masyarakat merupakan hal yang penting di segala aspek kehidupan,
termasuk proses pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat itu
sendiri. Begitu pula dengan menjaga stabilitas, ketertiban dan keamanan
masyarakat seperti menanggulangi kejahatan sebagai masalah sosial juga
membutuhkan perhatian dan keterlibatan masyarakat. Tanpa kepedulian dan
keikutsertaan masyarakat maka segala program dan kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah tidak akan tercapai.
Sesuai dengan konsepsi dalam menaggulangi kriminalitas menurut
Walter C. Reckless dalam Abdulsyani (1987: 28-29) yang menyebutkan bahwa:
dalam menanggulangi kejahatan yaitu dengan cara memadukan
unsur-unsur yang berhubungan dengan pemantapan penegak hukum serta peradilan
pidana dan juga partisipasi masyarakat untuk membantu kelancaran pelaksanaan
penanggulangan kriminalitas yang terjadi di masyarakat itu sendiri .
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi
masyarakat sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang, termasuk masalah
commit to user
maksimal tanpa dukungan dan keikutsertaan dari masyarakat yang ada
didalamnya apalagi masyarakat adalah kelompok yang sangat dekat dengan
kehidupan anak-anak di lingkungannya.
4. Tinjauan tentang Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak
a. Pengertian Anak
1) Anak Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia
Menurut bunyi Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun
engertian anak
adalah manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum
Dalam hal ini anak juga mempunyai hak asasi yang melekat pada dirinya
yang harus diakui, dilindungi dan dihormati seperti halnya orang dewasa.
2)Anak Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, Anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan . Jadi apabila usianya 18 lebih 1 haripun sudah tidak
dapat digolongkan sebagai anak-anak lagi melainkan sudah tergolong
dewasa.
3) Anak Menurut Konvensi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) tentang Hak
Anak (Convention on the Rights of the Child) yang disahkan oleh Majelis
Umum PBB pada tanggal 20 November tahun 1989
Menurut pasal 1 Konversi PBB tentang Hak Anak mendefinisikan
anak sebagai n, kecuali
berdasarkan Undang-Undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa
(Sthepanie Delaney, 2006: 10).
Berdasarkan beberapa pengertian anak dari berbagai sumber di atas
commit to user
belum menikah dan masih berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun termasuk
anak yang belum lahir atau masih dalam kandungan.
a. Pengertian Kejahatan dan Kekerasan
1) Pengertian Kejahatan
Kejahatan adalah perbuatan-perbuatan tertentu, sebagai perbuatan
jahat. Sedangkan orang yang melakukan perbuatan tersebut disebut
dengan penjahat. Kriminalitas berasal dari kata crime yang artinya
kejahatan. Bisa disebut kriminalitas karena ia menunjukkan suatu
perbuatan atau tingkah laku kejahatan. Seperti yang diartikan oleh S.
Wojowasiton dan WJS. Poerwadarminto dalam Wahid dan Irfan (2001: 2),
Crime adalah kejahatan dan criminal dapat
diartikan jahat atau penjahat, maka kriminalitas dapat diartikan sebuah
perbuatan kejahatan
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini dapat kita lihat beberapa batasan
yang telah dikemukakan oleh para sarjana kriminalitas, yaitu antara lain:
Kartini Kartono, (2005: 143-145) efinisi
kejahatan terbagi menjadi dua yaitu: a) definisi secara yuridis formal dan
b) secara sosiologis
Berikut ini adalah penjabaran dari definisi tersebut :
a) Secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang
bertentangan dengan moral kemanusiaan (amoral), merugikan
masyarakat, sifatnya antisosial dan melanggar hukum serta
Undang-Undang Pidana.
b) Secara sosiologis, kejahatan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan,
dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan sosial-psikologis
sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila, dan
menyerang keselamatan warga masyarakat (baik yang telah tercakup
dalam Undang-Undang maupun yang belum tercantum dalam
commit to user
W. A Bonger, (1982: 25) mengemukakan
adalah perbuatan yang sangat anti-sosial yang memperoleh tantangan
dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan (hukuman atau
tindakan
Pendapat lain juga dikemukakan oleh J. E Sahetapy dan B.
Mardjono Reksodipuro dalam Abdulsyani (1987: 13-14) yang menyatakan
bahwa:
Kejahatan adalah setiap perbuatan (termasuk kelalaian), dilarang oleh hukum publik untuk melindungi masyarakat dan diberi sangsi berupa pidana oleh negara. Perbuatan tersebut diberi hukuman pidana karena melanggar norma-norma sosial masyarakat, yaitu harapan masyarakat mengenai tingkah laku yang patut dari seorang warga negaranya.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kejahatan
merupakan perbuatan yang bersifat anti-sosial bertentangan dengan moral
kemanusiaan dan dilarang oleh hukum karena melanggar norma-norma
sosial masyarakat dan juga Undang-Undang Hukum Pidana, selain itu
perbuatan tersebut merugikan masyarakat sehingga dapat dikenai sanksi
pidana oleh negara.
2) Pengertian Kekerasan
, dan dari
yang berarti memakai kekuatan. Sehingga
kekerasan dapat diartikan sebagai pemakaian kekuatan untuk menyerang,
melukai, membahayakan, merusak harta benda atau orang secara fisik
maupun psikis. Dalam definisi ini yang perlu digarisbawahi dalam
pengertian kekerasan yaitu pemakaian kekuatan yang membahayakan
pihak lain.
Barker dalam Abu Huraerah (2007: 47) mengemukakan bahwa
ekerasan adalah perilaku tidak layak yang mangakibatkan kerugian atau
bahaya secara fisik, psikologi atau finansial baik yang dialami individu
atau kelompok
Pendapat lain dikemukakan oleh Arif Gosita (2007: 225) yang
commit to user
yang dilakukan dengan sengaja oleh seseorang terhadap orang lain, baik
untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain, dan yang menimbulkan
penderitaan mental, fisik dan sosial
Menurut Arif Gosita (2007: 227) Perwujudan tindak kekerasan
meliputi perbuatan-perbuatan penganiayaan ringan/berat, memaksa orang
melakukan sesuatu yang melanggar hukum, membuat orang pingsan,
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kekerasan
adalah tidakan melawan hukum, yang dilakukan oleh satu orang atau
sekelompok orang kepada individu maupun kelompok dengan
menggunakan kekuatan dan bertujuan untuk menekan, menyakiti, melukai,
menciderai bahkan membuat korban menderita secara fisik maupun secara
mental dan sosial untuk kepentingan pribadi, orang lain maupun
kelompoknya.
b. Pengertian tentang Kejahatan Kekerasan Seksual pada Anak
Kekerasan seksual
dapat juga disebut dengan istilah sexual violance, sex dalam bahasa Inggris
diartikan sebagai jenis kelamin dan jenis kelamin disini lebih dipahami
sebagai persoalan hubungan persetubuhan antara laki-laki .
Dalam jurnal nasional tentang HAM oleh Ifdhal Kasim, (2004: 60)
berdasarkan Statuta International Criminal Tribunal for the former Rwanda
atau disingkat ICTR mendefinisikan:
Kekerasan seksual sebagai setiap tindakan yang bersifat seksual yang dilakukan terhadap orang dalam kondisi yang bersifat paksa, dan tidak terbatas pada serangan fisik terhadap tubuh manusia (namun) bisa mencakup tindakan-tindakan yang tidak melibatkan penetrasi penis atau bahkan kontak fisik sekalipun.
Sthepanie Delaney (2006: 9-10) mendefinisikan kekerasan seksual
pada anak sebagai :
commit to user
jawab untuk memelihara anak tersebut seperti orang tua atau pengasuh) dimana anak tersebut dipergunakan sebagai objek pemuas bagi kebutuhan seksual mereka.
Pendapat lain dikemukakan oleh Tim Yayasan KAKAK (2011: 3)
yang mengatakan bahwa :
Kekerasan seksual adalah hubungan/interaksi antara seorang anak dengan seseorang yang lebih tua (dewasa) atau anak yang lebih banyak nalar seperti saudara kandung atau orang tua, orang asing dimana anak tersebut dipergunakan sebagai objek pemuas bagi kebutuhan seksual si pelaku. Perbuatan-perbuatan ini dilakukakan dengan menggunakan paksaan, ancaman, suap, tipuan atau tekanan. Kegiatan-kegiatan yang mengandung kekerasan seksual tidak harus melibatkan kontak badan antara pelaku dan anak tersebut.
Sedangkan menurut Suharto dalam Abu Huraerah (2007: 48)
mengemukakan bahwa Kekerasan terhadap anak secara seksual dapat berupa
pra kontak seksual antara anak dan orang yang lebih besar (melalui kata,
sentuhan, gambar visual, exbihitionism), maupun perlakuan kontak seksual
secara langsung antara anak dengan orang dewasa (incest, perkosaan dan
eksploitasi seksual) .
Di bawah ini yang juga termasuk tindakan-tindakan kekerasan seksual
antara lain :
Mempertontonkan alat kelaminnya pada orang lain. Voeyorisme seperti orang dewasa yang menonton seorang anak sedang telanjang atau menyuruh atau memaksa anak untuk melakukan kegiatan-kegiatan seksual dengan orang lain sedangkan pelaku tersebut menonton atau merekam kegiatan seksual tersebut. Para pelaku sering kali orang yang memiliki tanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraan anak tersebut sehingga sudah ada hubungan kepercayaan diantara mereka. (Tim Yayasan KAKAK, 2011: 3)
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
kekerasan seksual pada anak merupakan hubungan atau interaksi seksual
yang dilakukan oleh orang yang lebih dewasa atau lebih nalar terhadap anak,
baik perlakuan secara non kontak fisik maupun kontak fisik secara langsung,
dengan menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, tipuan, dan paksaan