• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

3. Tinjauan Tentang Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusif pada hakekatnya adalah bagaimana memahami segala kesulitan pendidikan yang dihadapi oleh siswa. Siswa berkebutuhan khusus misalnya, mereka mendapat kesulitan untuk mengikuti beberapa kurikulum yang ada, atau tidak mampu mengakses cara baca tulis secara normal, atau kesulitan mengakses lokasi sekolah, dsb. Pendekatan pendidikan inklusif dalam hal ini tidak melihat hambatan dari sisi siswa yang memiliki kelainan, melainkan melihat hambatan dari sistem pendidikannya sendiri, kurikulum yang belum sesuai untuk mereka, sarana yang tersedia belum memadai, guru yang belum siap melayani mereka dsb.

Menurut Sapon-Shevin dalam Budiyanto (2009: 4), “Pendidikan inklusif adalah sistem layanan PLB di yang mempersyaratkan agar semua ALB dilayani di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya”. Untuk itu, Sapon-Shevin menekankan adanya restrukturisasi di sekolah sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, artinya kaya dalam sumber dan dukungan dari semua guru dan murid.

Sedangkan menurut Stainback dan Stainback dalam Budiyanto (2009: 3), "Sekolah yang inklusif adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah yang inklusif juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya terpenuhi".

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional/Permendiknas Nomor 70, Pasal 1 menyebutkan Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang

commit to user

memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

Dari beberapa definisi mengenai pendidikan inklusi di atas, dapat penulis simpulkan bahwa dengan pendidikan inklusif, semua anak berkebutuhan khusus yang keberadaannya tersebar di daerah-daerah berhak mendapatkan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya masing-masing dan belajar di kelas reguler yang sama dengan teman-teman sebayanya yang normal. Pelaksanaan pendidikan inklusi juga melibatkan berbagai pihak seperti kesiapan pihak sekolah, kesadaran masyarakat sekitar dan kesiapan guru pembimbing khusus.

b. Karakteristik Pendidikan Inklusi

Salah satu karakteristik terpenting dari sekolah inklusif adalah satu komunitas yang kohesif, menerima dan responsif terhadap kebutuhan individual setiap murid. Untuk itu, Sapon-Shevin dalam Budiyanto (2009: 12) mengemukakan lima profil pembelajaran di sekolah inklusif adalah sebagai berikut:

1) Pendidikan inklusif berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan. Guru mempunyai tanggung jawab menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak secara penuh dengan menekankan suasana dan perilaku sosial yang menghargai perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi fisik, social-ekonomi, suku, agama, dsb.

2) Pendidikan inklusif berarti penerapan kurikulum yang multilevel dan multimodalitas. Mengajar kelas yang memang dibuat heterogen memerlukan perubahan kurikulum secara mendasar. Guru di kelas inklusif secara konsisten akan bergeser dari pembelajaran yang kaku, berdasarkan buku teks, atau materi basal ke pembelajaran yang banyak melibatkan belajar kooperatif, tematik, berfikir kritis, pemecahan masalah, dan asesmen secara autentik.

commit to user

3) Pendidikan inklusif berarti menyiapkan dan mendorong guru untuk mengajar secara interaktif. Perubahan dalam kurikulum berkaitan erat dengan perubahan metode pembelajaran. Model kelas tradisional di mana seorang guru secara sendirian berjuang untuk dapat memenuhi kebutuhan semua anak di kelas harus diganti dengan model murid-murid bekerja sama, saling mengajar, dan secara aktif berpartisipasi dalam pendidikannya sendiri dan pendidikan teman-temannya. Kaitan antara pembelajaran kooperatif dan kelas inklusif sekarang jelas; semua anak berada di satu kelas bukan untuk berkompetisi, tetapi untuk saling belajar dari yang lain.

4) Pendidikan inklusif berarti penyediaan dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus-menerus dan penghapusan hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi. Meskipun guru selalu dikelilingi oleh orang lain, pekerjaan mengajar dapat menjadi profesi yang terisolasi. Aspek terpenting dari pendidikan inklusif meliputi pengajaran dengan tim, kolaborasi dan konsultasi, dan berbagai cara mengukur ketrampilan, pengetahuan, dan bantuan individu yang bertugas mendidik sekelompok anak. Kerjasama tim antara guru dengan profesi lain diperlukan, seperti para profesional, ahli bina bahasa dan wicara, petugas bimbingan, dsb. Meskipun untuk dapat bekerjasama dengan orang lain secara baik memerlukan pelatihan dan dorongan, kerjasama yang diinginkan ternyata dapat terwujud.

5) Pendidikan inklusif berarti melibatkan orangtua secara bermakna dalam proses perencanaan. Pendidikan inklusif sangat bergantung kepada masukan orangtua pada pendidikan anaknya, misalnya keterlibatan mereka dalam penyusunan program pengajaran individual.

Kelas inklusif menampung anak yang heterogen, ditangani oleh tenaga dari berbagai profesi sebagai satu tim, sehingga kebutuhan individual setiap anak dapat terpenuhi. Hal ini tentu saja menuntut banyak perubahan pada sistem pembelajaran konvensional seperti yang dipakai di Indonesia sekarang.

commit to user c. Landasan Pendidikan Inklusi

Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang paling fundamental yang dilindungi dan dijamin oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun nasional. Pendidikan inklusi ini sendiri telah mendapat pengakuan dari semua pihak, baik dari nasional maupun internasional. Adapun landasan pendidikan inklusi sendiri adalah sebagai berikut:

1) UUD RI Tahun 1945

2) UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

3) Peraturan Mendiknas No. 70 tahun 2009 pasal 1 dan 2 tentang Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. 4) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948), Deklarasi Dunia

tentang Pendidikan untuk Semua (1990)

5) Peraturan Standar PBB tentang Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat (1993)

6) Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi UNESCO (1994), 7) Undang-undang Penyandang Kecacatan (1997),

8) Kerangka Aksi Dakar (2000) dan

9) Deklarasi Kongres Anak Internasional (2004).

Semua instrumen hukum tersebut ingin memastikan bahwa semua anak, tanpa kecuali, memperoleh pendidikan.

d. Manfaat Pendidikan Inklusi

Menurut laporan UNESCO tahun 2003, ketika Pendidikan Inklusi diterapkan, penelitian terkini menunjukkan adanya peningkatan prestasi dan kemajuan pada semua anak. Banyak daerah di dunia melaporkan bahwa telah diperoleh manfaat baik aspek pribadi, sosial, dan ekonomi dengan mendidik anak-anak usia sekolah dasar yang memiliki kebutuhan khusus di sekolah umum. Siswa berkebutuhan khusus ini berhasil diakomodasi melalui cara yang lebih menyenangkan ini. Adapun

commit to user

menurut Hidayat (2009:2) sebagaimana yang disampaikan dalam Workshop "Pengenalan & Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

& Strategi Pembelajarannya“, manfaat lingkungan pembelajaran yang inklusif adalah sebagai berikut:

1) Manfaat bagi anak, yaitu: kepercayaan dirinya berkembang; bangga pada diri sendiri atas prestasi yang diperolehnya; belajar secara mandiri; mencoba memahami dan mengaplikasikan pelajaran di sekolah dalam kehidupan sehari-hari; berinteraksi secara aktif bersama teman dan guru; belajar menerima perbedaan dan beradaptasi terhadap perbedaan; dan anak menjadi lebih kreatif dalam pembelajaran.

2) Manfaat bagi guru, antara lain: mendapat kesempatan belajar cara mengajar yang baru dalam melakukukan pembelajaran bagi peserta didik yang memiliki latar belakang dan kondisi yang beragam; mampu mengatasi tantangan; mampu mengembangkan sikap yang positif terhadap anggota masyarakat, anak dan situasi yang beragam; memiliki peluang untuk menggali gagasan-gagasan baru melalui komunikasi dengan orang lain di dalam dan di luar sekolah; mampu mengaplikasikan gagasan baru dan mendorong peserta didik lebih proaktif, kreatif, dan kritis; memiliki keterbukaan terhadap masukan dari orangtua dan anak untuk memperoleh hasil yang positif. 3) Manfaat bagi orangtua, antara lain: orangtua dapat belajar lebih banyak tentang bagaimana anaknya dididik; mereka secara pribadi terlibat dan merasa lebih penting untuk membantu anak belajar. Ketika guru bertanya pendapat mereka tentang anak; orangtua merasa dihargai dan menganggap dirinya sebagai mitra setara dalam memberikan kesempatan belajar yang berkualitas untuk anak; orangtua juga dapat belajar bagaimana cara membimbing anaknya di rumah dengan lebih baik, yaitu dengan menerapkan teknik yang digunakan guru di sekolah.

commit to user

4) Manfaat bagi masyarakat, antara lain: masyarakat lebih merasa bangga ketika lebih banyak anak bersekolah dan mengikuti pembelajaran; masyarakat menemukan lebih banyak "calon pemimpin masa depan" yang disiapkan untuk berpartisipasi aktif di masyarakat. Masyarakat melihat bahwa potensi masalah sosial, seperti: kenakalan dan masalah remaja bisa dikurangi; dan masyarakat menjadi lebih terlibat di sekolah dalam rangkah menciptakan hubungan yang lebih baik antara sekolah dan masyarakat.

Dokumen terkait