• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

B. Tinjauan Tentang Film

1. Film sebagai komunikasi massa

DeFleur dan Denis (1985) pakar komunikasi massa mendefinisikan komunikasi massa sebagai suatu proses dimana komunikator-komunikator menggunakan media untuk menyebarkan pesan-pesan secara luas dan secara terus menerus menciptakan makna-makna yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayak dalam jumlah besar dan berbeda-beda dengan melalui berbagai cara (kuliah.dagdigdug.com/2008).

Gerbner (1967) pun menyepakati bahwa,

“Mass communication is the technologically and institutionally based production and

distribution of the most broadly shared continous flow of messages in industrial societes.” (Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas).

Hoeta Soehoet mengungkapkan bahwa film merupakan bagian dari Mass periodik. Film pada hakekatnnya adalah medium komunikasi massa sebagaimana terlihat dari ciri-cirinya :

a. Sifat Informasi

Film lebih dapat menyampaikan informasi yang matang dalam konteks yang lebih utuh dan lengkap. Maka informasi dari film dapat disertap khalayak secara mendalam.

b. Kemampuan distorsi

Film sama seperti media massa lainnya dibatasi oleh ruang dan waktu. Untuk mengatasi itu, film menggunakan distorsi dalam proses pembuatannya, baik di

tahap perekaman gambar, maupun pemaduan gambar yang dapat menempatkan informasi.

c. Situasi komunikasi

Film lebih dapat membawakan situasi komunikasi yang khas sehingga menambah intensitas keterlibatan khalayak. Film menimbulkan keterlibatan yang lebih intim. Keterlibatan penonton dengan suatu film dapat melepaskan diri dari realitas kehidupan yang sesungguhnya.

d. Kredibilatas

Situasi komunikasi film dan keterlibatan emosional penonton dapat menambah kredibilitas suatu produk film. Hal itu dimungkinkan karena penyajian film disertai dengan perangkat kehidupan yang mendukung.

e. Struktur hubungan

Khalayak film dituntut untuk membentuk kerangka komunikasi yang baru setiap kali menonton film agar mendapatkan persepsi yang tepat.

f. Kemampuan perbaikan

Karena tidak memerlukan kecepatan dan kesegeraan, film dapat dibuat lebih teliti. Namun setelah titik tertentu, film tidak dapat lagi diperbaiki, kecuali dengan pemotongan. Jadi tidak ada ralat seperti di media massa lainnya.

g. Kemampuan referensi

Khalayak film mengalami kesulitan referensi dibandingkan dengan khalayak media massa lainnya. Khalayak film harus dapat menyerap informasi pada saat menerima. Kesalahan persepsi dan pengertian tidak dapat diperbaiki, apalagi jika penonton tidak atau belum terbiasa dengan bahasa film yang digunakan.

17

Film sebagaimana yang diungkapkan Real, merupakan mass mediated culture

yaitu penggambaran budaya sebagaimana adanya seperti yang terdapat dalam berbagai media massa kontemporer, baik tentang golongan elit, awam, orang terkenal atau pun budaya asli masyarakat (Jurnal skripsi citra perempuan dalam film).

2. Film sebagai suatu realitas simbolik

Isi media banyak dilihat oleh pakar media massa sebagai penggambaran simbolik (symbolic representation) dari suatu budaya, sehingga apa yang disampaikan dalam media massa mencerminkan masalah hidup dalam masyarakat dan media massa merupakan pencerminan opini publik. Dalam hal ini media massa dilihat sebagai mekanisme ideologi yang memberikan perspektif untuk memandang realitas sosial. Media juga mengekspresikan nilai-nilai ketetapan normatif yang tidak bisa dipisahkan dari perpaduan antara berita dan hiburan.

Mengenai media film, ada pandangan yang melihat film sebagai media yang menduplikasi media dengan bantuan peralatan dan teknik sinematiknya. Alex Sobur mengungkapkan bahwa film sebagaimana media massa lainnya, lahir sebagai hasil reaksi dan persepsi pembuatnya dari peristiwa dan kenyataan baru yang merupakan suatu realitas kamera. Pandangan seperti ini menyiratkan bahwa realita yang diekspresikan dalam film bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja, melainkan adalah hasil dari cara tertentu dalam mengkonstruksi realitas. Dengan demikian film bukan semata-mata memproduksi realitas, tetapi juga mendefinisikan realitas (Jurnal skripsi citra perempuan dalam film).

Realitas objektif menurut Berger, berupa realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luar diri individu dan dianggap sebagai sebuah kenyataan. Disini dikemukan bahwa film sebagai suatu realitas simbolik, yaitu merupakan ekspresi simbolik dari realitas objektif yang diwujudkan dalam bentuk seni, karya sastra ataupun isi media.

Di dalam film juga dapat dikatakan mengandung suatu representasi. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, representasi berarti perbuatan mewakili, keadaan diwakili, perwakilan, atau gambaran (Tim Prima Pena, 2004: 310). Representasi merupakan proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda. Representasi juga bisa berarti proses perubahan konsep-konsep ideologi yang abstrak dalam bentuk-bentuk yang kongkret atau konsep yang digunakan merujuk pada proses maupun produk pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia, seperti: dialog, tulisan, video, film, fotografi, dan lain-lain.

Di tahun 1997, Stuart Hall dalam bukunya mengemukakan ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental, yaitu konsep tentang sesuatu yang ada di kepala kita masing-masing (peta konseptual) dan masih abstrak. Proses ini memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem „peta konseptual‟ kita. Kedua, „bahasa‟, yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam „bahasa‟ yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.

19

Pernyataan Chris Jones yang dikutip oleh Jill Nelmes, mengatakan bahwa: “Representation is a social process which occurs in the interactions between a reader or viewer and a text. It produces signs which reflect under lying sets of ideas and

attitudes.”

“Representasi adalah suatu proses sosial yang timbul antara interaksi pembaca atau penonton dan sebuah teks. Representasi memproduksi tanda-tanda yang mencerminkan seperangkat ide dan sikap yang mendasari tanda-tanda tersebut.”

Istilah representasi itu sendiri menunjuk pada bagaimana orang, kelompok, gagasan, keadaan, atau apapun ditampilkan dan digambarkan dalam teks. Representasi ini penting dalam dua hal. Pertama, apakah, seseorang, kelompok, atau gagasan tersebut ditampilkan sebagaimana mestinya. Kedua, bagaimana representasi itu ditampilkan. Dengan kata, kalimat, aksentuasi, bantuan foto, kelompok, atau gagasan tersebut ditampilkan kepada khalayak.

Representasi berhubungan dengan proses aktif dalam pemilihan dan penampilan, juga terhadap penyusunan dan pembentukan. Jadi representasi bukan semata-mata penyampaian makna yang memang sudah ada, tetapi usaha aktif untuk membuat sesuatu mempunyai makna tertentu, yang tentu saja menganut nilai dan gagasan tertentu.

Secara singkat, yang dinamakan representasi merupakan tahapan tengah dari realitas objektif dan realitas simbolik. Realitas objektif merupakan fenomena yang terjadi di lapangan. Sementara realitas simbolik merupakan transformasi fenomena ke dalam bentuk teks, dalam hal ini film lebih spesifik adalah sinema. Dan representasi merupakan proses tengah diantara keduanya.