• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Teori

Dalam dokumen Oleh : Erna Kristianti NIM. ST14023 (Halaman 20-40)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori

2.1.1. Perawat

2.1.1.1.Definisi Perawat

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Salah satu jenis tenaga kesehatan adalah tenaga keperawatan.

Perawat adalah seorang yang telah mampu menempuh serta lulus pendidikan formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya telah disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2008).

Sebagai profesi, keperawatan dituntut untuk memiliki kemampuan intelektual, interpersonal, kemampuan teknis, dan moral. Hal ini dapat ditempuh dengan meningkatkan kualitas perawat melalui pendidikan lanjutan pada program pendidikan Ners (Nursalam, 2007).

2.1.1.2.Klasifikasi pendidikan perawat

Sejak 2008 PPNI, AIPNI dan dukungan serta bekerjasama dengan Kemendiknas melalui project Health Profession Educational Quality (HPEQ), menperbaharui dan menyusun kembali Standar Kompetensi Perawat Indonesia, Naskah Akademik Pendidikan Keperawatan Indonesia, Standar Pendidikan Ners, standar borang akreditasi pendidikan ners Indonesia. dan semua standar tersebut mengacu pada Peraturan Presiden Nomor.8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan saat ini sudah diselesaikan menjadi dokumen negara yang berkaitan dengan arah dan kebijakan tentang pendidikan keperawatan Indonesia.

Standar-standar yang dimaksud diatas juga mengacu pada perkembangan keilmuan keperawatan, perkembangan dunia kerja yang selalu berubah, dibawah ini sekilas saya sampaikan beberapa hal yang tertulis dalam dokumen Naskah Akademik Pendidikan Keperawatan, yang berkaitan dengan Jenis, jenjang, Gelar akademik dan Level KKNI, jenis Pendidikan Keperawatan Indonesia:

1. Pendidikan Vokasi; yaitu pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan dan penguasaan keahlian keperawatan tertentu sebagai perawat.

2. Pendidikan Akademik; yaitu pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu keperawatan yang mengcakup program sarjana, magister, doktor.

3. Pendidikan Profesi; yaitu pendidikan yang diarahkan untuk mencapai kompetensi profesi perawat.

Jenjang Pendidikan Tinggi Keperawatan Indonesia dan sebutan Gelar:

1. Pendidikan jenjang Diploma Tiga keperawatan lulusannya mendapat sebutan Ahli Madya Keperawatan (AMD.Kep)

2. Pendidikan jenjang Ners (Nurse) yaitu (Sarjana+Profesi), lulusannya mendapat sebutan Ners(Nurse), sebutan gelarnya (Ns)

3. Pendidikan jenjang Magister Keperawatan, Lulusannya mendapat gelar (M.Kep).

4. Pendidikan jenjang Spesialis Keperawatan, terdiri dari:

a. Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, lulusannya (Sp.KMB) b. Spesialis Keperawatan Maternitas, Lulusannya (Sp.Kep.Mat) c. Spesialis Keperawatan Komunitas, Lulusannya (Sp.Kep.Kom) d. Spesialis Keperawatan Anak, Lulusannya (Sp.Kep.Anak) e. Spesialis Keperawatan Jiwa, Lulusannya (Sp.Kep.Jiwa)

Lulusan pendidikan tinggi keperawatan sesuai dengan level KKNI, adalah sebagai berikut:

1. Diploma tiga Keperawatan - Level KKNI 5 2. Ners (Sarjana+Ners) - Level KKNI 7 3. Magister keperawatan - Level KKNI 8 4. Ners Spesialis Keperawatan - Level KKNI 8 5. Doktor keperawatan - Level KKNI 9

2.1.1.3.Fungsi Perawat

Perawat adalah tenaga profesional di bidang perawatan kesehatan yang terlibat dalam kegiatan perawatan.

Dalam prakteknya, fungsi perawat terdiri atas tiga fungsi, yaitu: independen, interdependen, dan dependen (Praptianingsih, 2007). 1. Fungsi Independen

Fungsi independen perawat adalah those activities that are

considered to be within nursing’s of diagnosis and treatment. Dalam

fungsi ini, tindakan perawat tidak memerlukan perintah dokter. Tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Contoh tindakan perawat dalam menjalankan fungsi independen adalah:

a. Pengkajian seluruh sejarah kesehatan pasien/keluarganya dan menguji secara fisik untuk menentukan status kesehatan.

b. Mengidentifikasi tindakan keperawatan yang mungkin dilakukan untuk memelihara atau memperbaiki kesehatan.

c. Membantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari. d. Mendorong untuk berperilaku secara wajar.

2. Fungsi Interdependen

Fungsi interdependen perawat adalah carried out conjuction

with other health team members. Tindakan perawat berdasar pada

kerja sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan. Fungsi ini tampak ketika perawat bersama tenaga kesehatan lainnya berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien. Mereka biasanya tergabung dalam sebuah tim yang dipimpin oleh seorang dokter. Sebagai sesama tenaga kesehatan, masing-masing tenaga kesehatan mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien sesuai dengan bidang ilmunya.

3. Fungsi dependen

Fungsi dependen perawat adalah the perfomed based on the

physician’s order. Dalam fungsi ini, perawat bertindak membantu

dokter dalam memberikan pelayanan medik. Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan khusus yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter, seperti pemasangan infus, pemberian obat, dan melakukan suntikan. Oleh karena itu, setiap kegagalan tindakan medis menjadi tanggung jawab

dokter. Setiap tindakan perawat yang berdasarkan perintah dokter, dengan menghormati hak pasien tidak termasuk dalam tanggung jawab perawat.

2.1.1.4.Peran Perawat

Peran Merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam ssstem, di mana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dariluar profesi keperawatan yang bersipat konstan. Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan 1989 terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator, kolabolator, konsultan dan peneliti (Hidayat, 2007).

Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. Perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistic, meliputi upaya untuk mengembalikan kesehatan emosi, spiritual dan sosial. Sebagai pelindung, perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan serta melindungi klien dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostik atau pengobatan. (Hidayat, 2007)

2.1.2. Standar Asuhan Keperawatan

Menurut Nursalam (2007) bahwa standar pelayanan keperawatan adalah pernyataan deskriptif mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan untuk menilai pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada pasien. Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada klien digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktek keperawatan telah di jabarkan oleh PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) tahun 2000 yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan yang meliputi: (1) Pengkajian; (2) Diagnosa keperawatan; (3) Perencanaan; (4) Implementasi; (5) Evaluasi:

2.1.2.1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas : pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah pasien. Data yang dikumpulkan meliputi data psikologis, biologis, sosial dan spiritual. Kriteria pengkajian keperawatan meliputi :

1. Status kesehatan klien masa lalu 2. Status kesehatan klien saat ini

3. Status biologis-psikologis-sosial-spiritual 4. Respon terhadap terapi

6. Resiko-resiko tinggi masalah

2.1.2.2. Diagnosis Keperawatan

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan. Kriteria diagnosis keperawatan meliputi :

1. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosis keperawatan.

2. Diagnosis keperawatan terdiri atas masalah (P), penyebab (E), dan tanda gejala (S), atau terdiri atas masalah dan penyebab (PE).

3. Bekerjasama dengan klien dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan.

4. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru.

2.1.2.3. Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria perencanaan keperawatan meliputi :

1. Perencanaan terdiri atas penerapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan.

2. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.

3. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.

4. Mendokumentasi rencana keperawatan. \ 2.1.2.4. Implementasi Keperawatan

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteri implementasi meliputi : 1. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. 2. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

3. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien. 4. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep,

keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.

5. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respons klien.

2.1.2.5. Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemampuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar serta perencanaan. Kriteria evaluasi keperawatan meliputi :

1. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus-menerus.

2. Menggunakan data dasar dan respons klien dalam mengukur perkembangan ke arah pencapaian tujuan.

3. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat. 4. Bekerjasama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana

asuhan keperawatan.

5. Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan. Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan menjadi lebih terarah. Standar adalah deskriptif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan, kualitas struktur, proses, atau hasil yang dapat dinilai.

2.1.3. Kinerja

2.1.3.1.Pengertian Kinerja

Menurut Wirawan (2009), konsep kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja dalam bahasa Inggris adalah Performance dalam bahasa Indonesia diistilahkan performa. Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.

Menurut Prawirosentono, kinerja atau performance adalah usaha yang dilakukan dari hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing–masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Usman, 2011 dalam Puji Utami, 2013).

2.1.3.2.Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

Kinerja karyawan dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain: menurut Wirawan (2009) terdiri dari faktor internal, lingkungan internal organisasi dan lingkungan eksternal.

1.1 Faktor Internal

a. Faktor bawaan dari lahir seperti bakat, sifat pribadi, kreativitas, keadaan fisik serta psikologis.

b. Faktor yang diperoleh: pengetahuan, ketrampilan, kompetensi, pengalaman kerja, stres kerja, etos kerja dan motivasi kerja.

2.1 Faktor-faktor lingkungan internal organisasi meliputi kebijakan

organisasi, sistem managemen, strategi komunikasi organisasi, kepemimpinan, kompensasi, budaya organisasi, iklim organisasi dan teman sekerja.

3.1 Faktor eksternal yang terkait dari lingkungan seperti kehidupan

ekonomi, kehidupan politik, sosial, budaya, agama dan kompetitor. 2.1.3.3.Pengukuran Kinerja

Mangkunegara (2009) model penilaian kinerja yaitu: 1. Penilaian sendiri

Penilaian sendiri adalah pendekatan yang paling umum digunakan untuk mengukur dan memahami perbedaan individu. Akurasi didefinisikan sebagai sikap kesepakatan antara penilaian sendiri dan penilaian lainnya. Penilaian sendiri biasanya digunakan

pada bidang sumber daya manusia seperti: penilaian, kinerja, penilaian kebutuhan pelatihan, analisa peringkat jabatan, perilaku kepemimpinan dan lainnya. Penilaian sendiri atau dipengaruhi oleh sejumlah faktor kepribadian, pengalaman, pengetahuan dan sosio demografi seperti suku dan kependidikan. Dengan demikian tingkat kematangan personal dalam menilai hasil karya menjadi hal yang patut diperhatikan.

2. Penilaian atasan

Pada organisasai pada kematangan tingkat majemuk, personal biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi, penilaian ini yang termasuk dilakukan oleh supervisor atau atasan langsung. 3. Penilaian mitra

Penilaian mitra lebih cocok digunakan pada kelompok kerja yang mempunyai otonomi yang cukup tinggi. Dimana wewenang pengambilan keputusan pada tingkat tertentu telah didelegasikan oleh manajemen kepada anggota kinerja kelompok kerja. Penilaian mitra dilakukan oleh seluruh anggota kerja kelompok dan umpan balik untuk personal yang dinilai yang dilakukan oleh komite kerja dan bukan oleh supervisor.

4. Penilaian bawahan

Penilaian bawahan terhadap kinerja personal terutama dilakukan dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan balik personal. Program ini meminta kepada manajer untuk dapat menerima

penilaian bawahan sebagai umpan balik atas kemampuan manajemen karyawan.

2.1.3.4.Alat ukur dan indikator kinerja perawat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Instrumen Studi Dokumentasi Penerapan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit yang disusun oleh Tim Depkes RI tahun 2005, yang telah dimodifikasi oleh penulis. Adapun cara penilaian penggunaan instrumen dalam penelitian ini adalah bila aspek yang dinilai sesuai dengan Standar Asuhan keperawatan maka diberi tanda “√”. Analisis data dilakukan secara manual yaitu berdasarkan skore atau hasil penjumlahan jawaban nilai “√” yang didapat dengan perhitungan rumus sebagai berikut:

% 100 dinilai yang aspek Jumlah nilai Total Prosentase= x

Hasil akhir dari skore dihitung prosentasenya untuk masing-masing aspek sesuai kelengkapan dokumentasi proses keperawatan pada rekam medik pasien dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Kurang = nilai < 50% dari total nilai

2. Cukup = nilai 50%-75% dari total nilai

3. Baik = nilai 76%-100% dari total nilai (Depkes RI, 2001)

2.1.4. Stres

2.1.4.1. Definisi Stres

Stres merupakan suatu fenomena yang sangat kompleks dan unik sehingga banyak pakar berbeda pendapat dalam memberikan defenisi tentang stres, walaupun pada dasarnya antara satu defenisi dengan defenisi lainnya terdapat inti persamaannya. Stres dalam hal ini digambarkan sebagai kekuatan yang menimbulkan tekanan-tekanan dalam diri, stres dalam pendekatan ini muncul jika tekanan yang dihadapi melebihi batas normal (Helmi, 2007).

Pendapat lain menurut Hawari (2006), yang dimaksud dengan stres adalah respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Misalnya bagaimana respon tubuh seseorang mana kala yang bersangkutan mengalami beban pekerjaan yang berlebihan. Bila seseorang sanggup mengatasinya artinya tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuh, maka dikatakan yang bersangkutan tidak mengalami stres, tetapi sebaliknya bila mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami stres.

2.1.4.2. Sumber Stres

Menurut Triantoro (2009), sumber-sumber stresor adalah sebagi berikut:

1. Beban kerja yang tinggi.

2. Konflik antara pasangan, orang lain atau rekan kerja. 3. Hubungan atasan-bawahan yang buruk.

4. Kondisi lingkungan rumah dan kerja sering bising, panas, bau dan membahayakan jiwa.

5. Kesulitan keuangan.

6. Kerumitan tugas di luar kemampuan karyawan yang mengerjakan. 7. Sakit keras.

2.1.4.3. Gejala

Menurut Helmi dalam Triantoro (2009) ada empat macam reaksi stres, yaitu reaksi psikologis, fisiologis, proses berpikir dan tingkah laku. Keempat macam reaksi ini dalam perwujudannya dapat bersifat positif, tetapi juga dapat bersifat negatif. Reaksi yang bersifat negatif antara lain: 1. Reaksi psikologis, biasanya lebih dikaitkan pada aspek emosi, seperti

mudah marah, sedih ataupun mudah tersinggung.

2. Reaksi fisiologis, biasanya muncul dalam bentuk keluhan fisik, seperti pusing, nyeri tengkuk, tekanan darah naik, nyeri lambung, gatal-gatal di kulit ataupun rambut rontok.

3. Reaksi proses berpikir (kognitif), biasanya tampak dalam gejala sulit berkonsentrasi, mudah lupa, ataupun sulit mengambil keputusan.

2.1.4.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi stres perawat

Banyak hasil penelitian membuktikan bahwa stressor kerja pada perawat sangat bervariasi, antara lain seperti tersebut di bawah ini: menurut Ilmi (2005), stresor kerja pada perawat sesuai urutannya adalah beban kerja berlebih sebesar 82%, pemberian upah yang tidak adil 58%, kondisi kerja 52%, tidak diikutkan dalam pengambilan keputusan 45%.

Sementara itu, Graytoft dan Anderson (1981) dalam Rosmawar (2009), mengidentifikasi 7 sumber stres pada perawat yang bekerja di rumah sakit yaitu: 1) Menghadapi kematian, 2) Konflik dengan dokter, 3) Persiapan yang tidak memadai untuk menghadapi kebutuhan-kebutuhan emosional pasien dan keluarganya, 4) Kurangnya dukungan terhadap staf, 5) Konflik dengan perawat yang lain dan supervisor, 6) Beban kerja berlebih, 7) Ketentuan pengobatan.

Bailey (2008), menambahkan bahwa sumber stres kerja perawat antara lain: kesulitan manajemen, hubungan antar pribadi dengan perawat yang lain, dan staf medis, isu perawatan pasien, pendidikan teknis dan ketrampilan, beban kerja dan isu karir.

Charles, A dan Shanley F. (2007), dalam buku psikologi untuk perawat, menemukan lima sumber stres dalam keperawatan, antara lain: 1. Beban kerja berlebihan, misalnya merawat terlalu banyak pasien,

merasa tidak mampu memberi dukungan yang dibutuhkan teman sekerja, dan menghadapi keterbatasan tenaga.

2. Kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain, misalnya mengalami konflik dengan teman sejawat, mengetahui orang lain tidak menghargai sumbangsih yang dilakukan, dan gagal membentuk tim kerja dengan staf.

3. Kesulitan dalam merawat pasien kritis, misalnya kesulitan menjalankan peralatan yang belum dikenal, mengelola prosedur atau tindakan baru, dan bekerja dengan dokter yang menuntut jawaban dan tindakan cepat.

4. Berurusan dengan pengobatan/perawatan pasien, misalnya bekerja dengan dokter yang tidak memahami kebutuhan sosial dan emosional pasien, terlibat dalam ketidak sepakatan pada program tindakan, merasa tidak pasti sejauh mana harus memberi informasi pada pasien atau keluarga, dan merawat pasien sulit atau tidak bekerjasama. 5. Merawat pasien yang gagal untuk membaik, misalnya pasien lansia,

pasien yang nyeri kronis, dan pasien yang meninggal selama merawat.

2.1.4.5. Tahapan Stres

Menurut Robert J.Van Amberg (1979), sebagaimana dikemukakan oleh Hawari (2006) bahwa tahapan stres sebagai berikut:

1. Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai perasaan nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.

2. Stres tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar atau letih, lekas capek pada saat menjelang sore, lekas lelah sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort), jantung berdebar dan otot kaku. Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai.

3. Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti defekasi tidak teratur (kadang-kadang diare), otot kaku, emosional, insomia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali (middle insomnia), bangun terlalu pagi dan sulit tidur kembali (late insomia), koordinasi tubuh terganggu, dan mau jatuh pingsan.

4. Stres tahap keempat, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak mampu bekerja sepanjang hari (loyo), aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, respon tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan.

5. Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental (physical and psyhological exhaustion), ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan

ringan, gangguan pencernaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung, dan panik.

6. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda, seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin dan banyak keluar keringat, loyo, seperti pingsan atau collaps. 2.1.4.6. Dampak akibat stres

Menurut Beehr dalam Supardi (2007), stres akan mempunyai dampak terhadap:

1. Dampak terhadap individu

Dampak stres terhadap individu adalah munculnya masalah yang berhubungan dengan kesehatan, psikologi dan interaksi interpersonal. Dampak stres terhadap individu adalah munculnya masalah yang berhubungan dengan kesehatan, psikologi dan interaksi interpersonal. Pada gangguan fisik seseorang yang mengalami stres akan mudah terserang penyakit.

Pada gangguan mental stres berkepanjangan akan mengakibatkan ketegangan, hal ini cenderung akan merusak tubuh dan gangguan kesehatan. Pada gangguan interpersonal stres akan lebih sensitif terhadap hilangnya rasa percaya diri, menarik diri dan lain-lain.

2. Dampak terhadap organisasi:

Pekerja yang mengalami stres akan berpengaruh pada kualitas kerja dan kesehatan pekerja terganggu berupa kekacauan manajeman dan operasional kerja. Meningkatnya absensi dan banyak pekerjaan yang tidak terlaksana.

Redall Schuller dalam Supardi, (2007), mengidentifikasi beberapa perilaku negatif tenaga kerja yang berpengaruh terhadap organisasi. Menurut peneliti ini, stres yang dihadapi oleh tenaga kerja berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja serta tendesi mengalami kecelakaan.

2.1.4.7. Pengukuran Tingkat Stres

Pengukuran tingkat stres menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan untuk menggali stres. Kuesioner ini diukur dengan Depression Anxiety Stress Scale (DASS) dari Lovibond dalam Nursalam (2009). Kuesioner stres kerja terdiri dari 50 pertanyaan yang meliputi stres biologis, psikologis dan sosial. Tingkat stres dapat dikategorikan sebagai berikut (Eni Pujiatmi, 2014):

a. Ringan/Waspada: skore 50-117

b. Sedang/ fase resistensi: skore skore 118-185 c. Berat/ fase kelelahan: skore > 185

Dalam dokumen Oleh : Erna Kristianti NIM. ST14023 (Halaman 20-40)

Dokumen terkait