• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Teoritis

Dalam dokumen HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS (Halaman 19-35)

BAB I PENDAHULUAN

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1.1 Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2003: 127).

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rongers yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003: 128) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri seseorang tersebut terjadi proses berurutan yaitu :

1. Awareness (Kesadaran)

yaitu orang tersebut menyadari arti mengetahui objek terlebih dahulu. 2. Interest (merasa tertarik)

yaitu orang mulai tertarik kepada objek. 3. Evaluation (menimbang-nimbang)

yaitu menimbang-nimbang baik dan tidaknya objek tersebut bagi dirinya. 4. Trial

yaitu dimana orang telah mencoba perilaku baru. 5. Adaption

yaitu subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap objek.

2.1.1.2 Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2005) ada beberapa cara untuk memperoleh pengetahuan, yaitu :

1. Cara Coba-Salah (Trial and Error)

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba dengan kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat dipecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and errol (gagal atau salah) atau metode coba-salah/ coba-coba.

2. Cara Kekuasaan atau Otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Dengan kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli-ahli ilmu pengetahuan.

Prinsip ini adalah, orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran

sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa yang dikemukakannya adalah benar.

3. Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah, pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh pengetahuan. 4. Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan perkembangan umat manusia, cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.

5. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan

Cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut ”metode penelitian ilmiah”.

1.1.1.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah :

1. Pengalaman

Merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, baik dari pengalaman diri sendiri maupun orang lain. Hal tersebut dilakukan dengan cara pengulangan kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. Bila berhasil maka orang akan menggunakan cara tersebut dan bila gagal tidak akan mengulangi cara itu.

2. Pendidikan

Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan.

3. Kepercayaan

Adalah sikap untuk menerima suatu pernyataan atau pendirian tanpa menunjukkan sikap pro atau anti kepercayaan. Sering diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Kepercayaan berkembang dalam masyarakat yang mempunyai tujuan dan kepentingan yang sama. Kepercayaan dapat tumbuh bila berulang kali mendapatkan informasi yang sama.

Tingkat ini bertujuan untuk mengelompokkan tingkah laku suatu masyarakat atau individu yang diinginkan, bagaimana individu itu berfikir, berbuat sebagai hasil dari suatu unit pengetahuan yang telah diberikan.

Menurut Notoatmodjo (2003: 128) pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat, yaitu :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang diterima. Untuk mengetahui orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dengan menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya. Contohnya : dapat menyebutkan tentang persiapan persalinan.

2) Memahami (Comprehensive)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat mengintervensikan materi tersebut secara benar.

3) Aplikasi (Application)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari dalam situasi yang real. Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengumuman hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.

5) Sintesis (Syntesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Berkaitan dengan kemampuan unuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Penilaian ini berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada.

Pengukuran pengetahuan responden diteliti hanya sampai tahu (know) dan memahami (comprehensive) saja. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang menanyakan tentang pengetahuan ibu hamil tentang kehamilan resiko tinggi.

2.1.2 Status Ekonomi

Ekonomi pada pembahasan ini mengacu pada ekonomi kependudukan. Ekonomi kependudukan adalah ilmu yang menganalisis dinamika penduduk. Dinamika penduduk adalah perubahan jumlah, struktur dan persebaran penduduk yang diakibatkan oleh variabel fertilitas, mobilitas dan mortalitas.

Menurut standar internasional yang digunakan PBB ataupun Bank Dunia keluarga miskin adalah mereka yang berpenghasilan kurang dari $2 perhari atau Rp.18.000,- perhari atau Rp.540.000,- perbulan (Fuad Bawazier, 11 September 2006, 11:58:30). Status ekonomi diukur berdasarkan upah minimum regional (UMR). Sedangkan upah minimum regional (UMR) Provinsi Sumatera Barat tahun 2010 adalah Rp. 940.000,- (Solikhun, 23 Februari 2010).

2.1.3 Kehamilan Resiko Tinggi 2.1.3.1 Pengertian

Kehamilan resiko tinggi adalah keadaan yang dapat mempengaruhi optimalisasi ibu maupun janin pada kehamilan yang dihadapi (Manuaba, 2002: 33).

Kehamilan resiko tinggi adalah ibu hamil yang mengalami resiko atau bahaya yang lebih besar pada waktu kehamilan maupun persalinan, bila dibandingkan dengan ibu hamil yang normal (Mochamad, 7 Desember 200, 18:38).

Kehamilan resiko tinggi adalah suatu kehamilan dimana jiwa dan kesehatan ibu dan atau bayi dapat terancam (Mochtar, 1998: 201).

Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan dengan satu atau lebih faktor resiko, baik dari pihak ibu maupun janinnya yang memberikan dampak yang kurang menguntungkan baik bagi maupun janinnya, memiliki resiko kegawatan tetapi tidak darurat, dengan jumlah skor 6-10 (Poedji Rochjati, 2003: 28).

2.1.3.2 Faktor-faktor Penyebab Kehamilan Resiko Tinggi

Menurut Mochtar (1998 : 203) faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kehamilan resiko tinggi pada seorang ibu pada saat kehamilannya yaitu :

1. Faktor Non-Medis

Yang termasuk kedalam faktor non medis diantaranya adalah kemiskinan, ketidaktahuan, adat, tradisi, kepercayaan, status gizi buruk, sosial ekonomi yang rendah, kebersihan lingkungan, kesadaran untuk memeriksakan kehamilan secara teratur, fasilitas dan sarana kesehatan yang serba kekurangan.

2. Faktor Medis

Penyakit-panyakit ibu dan janin, kelainan obstetric, gangguan plasenta, gangguan tali pusat, komplikasi persalinan, penyakit neonatus, dan kelainan genetik.

2.1.3.3 Kriteria Kehamilan Resiko Tinggi

Kriteria kehamilan resiko tinggi diperoleh dari anamnesa tentang umur, paritas, riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu, pemeriksaan kehamilan yang sekarang dan pemeriksaan laboratorium penunjang bila diperlukan. Kriteria kehamilan resiko tinggi menurut Poedji Rochjati yang dikutip oleh Manuaba (2002: 33) yaitu :

a. Primipara muda ≤ 16 tahun b. Primipara tua ≥ 35 tahun

d. Grande multipara, ibu pernah hamil/melahirkan anak 4 kali atau lebih e. Tinggi badan < 145 cm

f. Riwayat kehamilan yang buruk; pernah keguguran, pernah mengalami persalinan prematur, lahir mati, persalinan dengan tindakan, preeklamsia-eklamsia, gravida serotinus, kehamilan dengan perdarahan antepartum, kehamilan dengan kelainan letak, kehamilan dengan penyakit ibu yang mempengaruhi kehamilan.

g. Kehamilan dengan penyakit ibu yang mempengaruhi kehamilan

Sementara menurut Mochtar (1998: 203) akibat atau dampak dari kehamilan resiko tinggi pada janin yaitu :

1. Kematian janin intra uterin

2. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin selama dalam kandungan

3. Bayi lahir dengan berat badan rendah (< 2500 gr) 4. Bayi lahir dengan berat badan lebih dari 4000 gr 5. Nilai apgar saat lahir < 7

6. Adanya infeksi intra partal saat bayi lahir 7. Bayi lahir dengan kelainan kongenital

2.1.3.4 Faktor Pencetus Kehamilan Resiko Tinggi

Menurut Hartanto (2004: 23) kehamilan resiko tinggi dapat timbul pada keadaan ”4 terlalu” yaitu :

2. Terlalu tua (kehamilan > dari usia 35 tahun) 3. Telalu banyak (kehamilan > dari 4 anak)

4. Terlalu dekat jaraknya (jarak kehamilan < dari 2 tahun)

2.1.3.5 Skrining Antenatal Pengenalan Dini Ibu Dengan Kehamilan Resiko Tinggi

Pengenalan adanya resiko tinggi pada ibu hamil dilakukan melalui skrining atau deteksi dini adanya faktor resiko secara proaktif pada semua ibu hamil, sedini mungkin pada awal kehamilan oleh petugas kesehatan atau non kesehatan yang terlatih di masyarakat, misalnya ibu-ibu PKK, Kader Karang Taruna, ibu hamil sendiri, atau suaminya. Bidan melakukan pemeriksan klinis terhadap kondisi kehamilannya. Bidan memberikan KIE kepada ibu hamil, suami dan keluarganya tentang kondisi ibu hamil dan masalahnya (Poedji Rochjati, 2003: 39).

Tujuan Skrining Antenatal adalah menjaring, menemukan dan mengenal ibu hamil yang mempunyai faktor resiko, yaitu ibu resiko tinggi. Batasan pengisian skrining antenatal deteksi dini ibu hamil resiko tinggi dengan menggunakan kartu skor Poedji Rochjati berupa kartu skor yang digunakan sebagai alat skrining (Poedji Rochjati, 2003: 40).

Skor merupakan bobot perkiraan dari berat atau ringannya resiko. Jumlah skor memberikan pengertian tingkat resiko yang dihadapi oleh ibu hamil. Nilai skor bermanfaat dalam menentukan tempat dan penolong persalinan yang sesuai (Poedji Rochjati, 2003: 27).

1. Tujuan sistem skor :

a) Membuat pengelompokkan dari ibu hamil (Kehamilan resiko rendah, kehamilan resiko tinggi dan kehamilan resiko sangat tinggi) agar berkembang perilaku kebutuhan tempat dan penolong persalinan yang sesuai dari kondisi ibu hamil.

b) Melakukan pemberdayaan ibu hamil, suami, keluarga dan masyarakat agar peduli dan memberikan dukungan dan bantuan untuk kesiapan mental, biaya dan transportasi untuk melakukan rujukan terencana.

2. Fungsi Skor :

a) Alat komunikasi informasi dan Edukasi/KIE bagi klien/ibu hamil, suami, keluarga dan masyarakat.

b) Alat peringatan bagi petugas kesehatan.

3. Cara pemberian skor

Tiap kondisi ibu hamil (umur dan paritas) dan faktor resiko diberi nilai 2, 4 dan 8. Umur dan paritas pada semua ibu hamil diberi skor 2 sebagai skor awal. Tiap faktor resiko skornya 4, kecuali bekas operasi sesar, letak sungsang, letak lintang, perdarahan antepartum dan pre-eklamsi berat/eklamsi diberi skor 8 (Poedji Rochjati, 2003: 126).

4. Pembagian kehamilan berdasarkan jumlah skor

Menurut Poedji Rochjati (2003: 27) berdasarkan jumlah skor kehamilan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :

a) Kehamilan resiko rendah (KRR) dengan jumlah skor 2

Kehamilan tanpa masalah/faktor resiko, fisiologis dan kemungkinan besar di ikuti oleh persalinan normal dengan ibu dan bayi hidup sehat.

b) Kehamilan resiko tinggi (KRR) dengan jumlah skor 6-10

Kehamilan dengan satu atau lebih faktor resiko, baik dari pihak ibu maupun janinnya yang memberi dampak kurang menguntungkan baik bagi ibu maupun janinnya, memiliki resiko kegawatan tetapi tidak darurat. c) Kehamilan resiko sangat tinggi (KRST) dengan jumlah skor ≥ 12

Kehamilan dengan faktor resiko :

a. Perdarahan sebelum bayi lahir, memberi dampak gawat dan darurat bagi jiwa ibu atau bayinya, membutuhkan dirujuk tepat waktu dan tindakan segera untuk penanganan adekuat dalam upaya penyelamatan nyawa ibu dan bayinya.

b. Ibu dengan faktor resiko atau lebih, tingkat resiko kegawatannya meningkat, membutuhkan pertolongan persalinan oleh dokter spesialis.

5. Pengelompokkan faktor resiko

Menurut Poedji Rochjati (2003: 32) faktor risiko dikelompokkan atas : I. Kelompok Faktor Resiko I ( ada potensi risiko ), terdiri dari :

1. Primi Muda

Terlalu Muda hamil pertama umur 16 tahun atau kurang. 2. Primi Tua Primer

b. Terlalu lambat hamil. Setelah kawin 4 tahun lebih. 3. Primi Tua Sekunder

Terlalu lama punya anak lagi, terkecil 10 tahun lebih.

4. Terlalu cepat punya anak lagi, anak terkecil usia kurang 2 tahun. 5. Grande Multi

Terlalu banyak punya anak 4 atau lebih. 6. Terlalu Tua

a. Umur ≤ 35 tahun.

b. Hamil umur 35 tahun atau lebih. 7. Terlalu pendek

a. Tinggi Badan ≤ 145

b. Pada hamil pertama, kedua atau lebih belum pernah melahirkan normal dengan bayi cukup bulan dan hidup.

8. Pernah gagal pada kehamilan yang lalu. Hamil yang pertama gagal, hamil

ketiga atau lebih mengalami gagal 2 kali. 9. Pernah melahirkan dengan :

a. Tarikan.

b. Uri dikeluarkan oleh penolong dari dalam rahim.

c. Pernah diinfus atau transfusi pada pendarahan post partum. 10. Bekas Operasi Sesar

II. Kelompok Faktor Resiko II ( Ada Risiko ) 1. Ibu Hamil Dengan Penyakit :

a. Anemia : Pucat, lemas badan lekas lelah.

b. Malaria : Panas tinggi, menggigil keluar keringat, sakit kepala.

c. Tuberculosa Paru : Batuk lama tidak sembuh-sembuh, batuk darah badan lemah lesu dan kurus.

d. Payah Jantung : Sesak nafas, jantung berdebar, kaki bengkak. e. Penyakit lain : HIV-AIDS, penyakit menular seksual (PMS). 2. Pre eklampsia Ringan

3. Hamil Kembar/Gemelli : Perut ibu sangat membesar, gerak anak terasa di beberapa tempat.

4. Kembar Air/Hidramnion : Perut ibu sangat membesar, gerak anak tidak begitu terasa, karena air ketuban terlalu banyak, biasanya anak kecil. 5. Bayi mati dalam : Ibu hamil tidak terasa gerakan anak lagi kandungan. 6. Hamil lebih bulan (Serotinus) : Ibu hamil 9 bulan dan lebih 2 minggu

belum melahirkan. 7. Letak Sungsang 8. Letak Lintang

III. Kelompok Faktor Resiko III ( Ada Gawat Darurat ) 1. Perdarahan sebelum bayi lahir

Mengeluarkan darah pada waktu hamil, sebelum kelahiran bayi 2. Pre eklamsia berat dan atau eklamsia

Tingkat pengetahuan

Status ekonomi

Kehamilan Resiko Tinggi 2.2 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep yang dapat penulis gambarkan adalah sebagai berikut (Notoatmodjo, 2002: 68).

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2

Hubungan tingkat pengetahuan dan status ekonomi ibu hamil dengan kehamilan resiko tinggi di Puskesmas Sungai Sariak Kabupaten Padang Pariaman tahun 2010

2.3 Hipotesa Hipotesa

Ha : - Ada hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil dengan kehamilan resiko tinggi

- Ada hubungan status ekonomi ibu hamil dengan kehamilan resiko tinggi

Ho : - Tidak ada hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil dengan kehamilan resiko

- Tidak ada hubungan status ekonomi ibu hamil dengan kehamilan resiko tinggi 2.4 Defenisi Operasional N o Variabel Defenisi Operasional Alat ukur

Cara ukur Hasil ukur Skala ukur 1 Tingkat Pengetahu an Tingkat pengetahuan ibu hamil dalam memahami terhadap kehamilan resiko tinggi Kuesioner Dengan mengajukan pertanyaan tertutup dari 20 pertanyaan betul bernilai 1 dan salah 0 Kategori 1. Tinggi jika nilai > 50% 2. Rendah jika nilai ≤ 50 % Ordinal 2 Status Ekonomi Keadaan ekonomi suatu keluarga berdasarkan upah minimum regional (UMR) Upah minimum regional (UMR) Diketahui dari identitas responden Penghasilan perbulan 1.Tinggi : ≥ Rp. 940.000 ,-2. Rendah : < Rp. 940.000, -Ordinal 3 Kehamilan resiko tinggi Keadaan yang dapat mempengaruhi optimalisasi ibu maupun janin pada kehamilan yang dihadapi

Kuesioner Skor menurut Poedji Rochjati Kategori 1. Ya : Skor ≥ 6-10 2. Tidak : Skor < 6 Ordinal

Dalam dokumen HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS (Halaman 19-35)

Dokumen terkait